Sabtu, 24 November 2012

Sin Tiauw Hiap Lu 74



Kembalinya Pendekar Rajawali 74

Sungguh tak kepalang terkejut “Yo Ko, Kun cu-kiam yang diperolehnya dari tempat Kongsun Ci itu sangat tajam, sampai roda perak Kim-lun Hoat ong juga terkupas sebagian, betapapun buas dan ganasnya ular sawa ini juga terdiri dari daging darah, mengapa Kun cu-kiam malah terpental.
Karena heran dan kejutnya, segera ia tambahi tenaga dan berturut membacok lagi tiga kali, kemudian terdengar “trang-trang-trang” tiga kali, suara nyaring beradunya logam, jelas bukan suara penuh sisik ular.
Waktu Yo Ko periksa pedangnya, ternyata mata pedangnya ada tiga tempat gempilan kecil, bahwa badan ular dapat membikin pedangnya mental sudah aneh, malahan mata pedangnya gumpil, hal ini sungguh sukar dipercaya, diantara mata pedangnya itu jelas ada noda darah ular, terang ular sawa itu terluka oleh bacokannya Sementara itu pergulatan antara ular dan rajawali sudah mengalami perubahan keadaan, Ular sawa itu semakin kencang melilit lawannya, sedangkan bulu rajawali itu tampak menegak dan melakukan perlawanan sekuat tenaga.
Diam-diam Yo Ko berkuatir bagi keselamatan rajawali itu, kalau sebentar ular sawa itu membinasakan rajawali, sasarannya selanjutnya tentu adalah dirinya, sedangkan badan ular itu lebih keras dar| pedang, lalu cara bagaimana akan melawannya.
Kalau melarikan diri sekarang jelas dapat lolos dengan selamat, tapi dasar wataknya memang berbudi luhur dan berjiwa pendekar, sekali ia sudah membacok ular sawa, ini berarti dia sudah memihak pada si rajawali untuk menghadapi musuh yang sama, kalau kabur sendirian, betapapun ia merasa tindakan demikian terlalu rendah dan pengecut.
Segera ia mengerahkan segenap tenaganya, “trang”, kembali pedangnya membacok tubuh ular. Tapi mendadak tangannya terasa enteng, Kun cu kiam itu tinggal setengah saja yang terpegang di tangannya, badan ular juga lantas menyemburkan darah merah segar, namun tubuhnya belum tertabas putus.
Karena lukanya cukup parah, lilitan badan ular nampak agak mengendur, kesempatan ini segera gunakan rajawali sakti itu untuk memberosot keluar, waktu turun ke bawah paruhnya yang bengkok itu secepat kilat mematuk sehingga mata ular yang satunya juga terpatuk buta.
Ular itu pentang mulutnya yang lebar dan memagut kian kemari secara ngawur, kini kedua matanya sudah buta, tentu saja tidak dapat menggigit sasarannya.
Siapa tahu rajawali itu justeru sengaja menyodorkan kepalanya dau membiarkan jengger merahnya digigit lagi oleh ular.
Kembaii Yo Ko terkesiap, tapi setelah dipikir segera ia paham maksud tujuan si rajawali, tentunya jengger merah burung itu adalah benda berbisa atau mungkin merupakan bagian yang anti ular.
Kalau ular sawa itu tidak mempan ditabas senjata tajam, jalan paliag baik adalah membinasakannya dengan racun.
Taring ular tampak menggigit jengger, gumpalan daging kepala rajawali itu, tubuhnya lantas terus melingkar pula, tapi sekali ini rajawali itu tidak membiarkan badahnya terbelit lagi cakarnya bekerja, ekor ular dicengkeram dan dibetot hingga putus.
Sementara itu ular sawa sudah keracunan hebat, mendadak badannya terguling dan melepaskan gumpalan daging yang digigitnya itu. Meski rajawali itu tahu si ular sudah dekat ajalnya, tapi dia tidak membiarkan lawannya main gila lagi, kepala ular terus dicengkeram dan ditekan ke dalam tanah.
Rajawali itu buruk rupa, tapi tenaga saktinya sungguh kuat luar biasa, ular sawa itu tak bisa berkutik lagi dan tidak lama kemudian matilah ular itu.
Si rajawali lantas mengangkat kepala dan berbunyi tiga kali, habis itu ia berpaling kepada Yo Ko dan berkicau dengan suara halus. Dari suara burung itu Yo Ko merasakan nada persahabatan pelahan ia mendekatinya dan berkata: “Tiau-heng (kakak rajawali), tenaga saktimu sungguh mengejutkan aku sangat kagum.”
Entah burung itu paham ucapannya atau tidak, hanya terdengar dia “berkicau” lagi beberapa kali, mendadak ia melangkah maju dan mematuk setengah potong Kun-cu-kiam yang dipegang Yo Ko itu, tahu-tahu pedang itu sudah direbutnya.
Padahal kepandaian Yo Ko sekarang sudah tokoh kelas satu, biarpun jago silat tertinggi juga tidak dapat merampas senjatanya dalam sekali gebrak saja, akan tetapi sekarang rajawali buruk rupa ini ternyata dapat menaklukannya dengan cepat luar biasa…
Tentu saja Yo Ko terkejut dan cepat melompat mundur, ia bersiap siaga kalau itu burung menubruk maju Iagi. Tapi dilihatnya rajawali itu telah membuang Kun-cu-kiam kutung itu dengan sikap yang menghina.
Pahamlah Yo Ko akan maksud rajawali itu, katanya: “Aha, tahulah aku. Kau melarang aku mendekati kau dengan bersenjata. padahal kita membunuh musuh bersama, mana aku dapat membikin susah padamu.”
Rajawali itu bersuara pelahan dan mendekati Yo Ko sambil menjulurkan sayapnya dan menepuk pelahan beberapa kali di punggung anak muda itu.
Melihat burung itu sangat cerdik dan dapat memahami ucapan manusia, Yo Ko sangat girang iapun balas meraba- raba punggungnya.
Melihat bangkai ular sawa yang masih menggeletak di situ, Yo Ko menjadi heran apa sebabnya ular itu mampu mematahkan Kun-cu-kiam, Segera ia memotong sepotong ranting kayu, ia menusuk bangkai ular, rasanya lunak, tiada sesuatu yang aneh.
Ketika kayu itu ia tusuk ke luka bekas bacokan pedang,
tiba-tiba terbentur pada sesuatu benda yang keras, sedangkan bagian itu adalah perut dan bukan bagian tulang ular.
Yo Ko bertekad mencari tahu sejelasnya, sekuatnya ia tusukan kayunya, waktu ia tarik kembali ujung kayu itu ternyata sudah terbelah menjadi dua, tampaknya di dalam tubuh ular itu pasti ada sesuatu benda yang tajam.
Ia coba berjongkok dan mengamati lebih teliti, dilihatnya di antara rembesan darah yang merah itu samar-samar memancarkan kabut ungu yang tipis, jarak muka Yo Ko dengan bangkai ular cukup jauh, tapi merasakan semacam hawa dingin yang aneh, semakin mendekat kepalanya ke bangkai rasa dingin itu semakin keras.
Segera Yo Ko menjemput kembali kutungan Kun-cu-kiam tadi, ia mengupas kulit daging ular bagian yang terluka itu, seketika hawa dingin tadi bertambah kuat. la terkejut disangkanya ada benda berbisa yang sangat lihay, cepat ia gunakan kutungan Kun-cu-kiam untuk membacok. “trang”, tahu tahu pedang yang sudah kutung itu patah lagi menjadi dua.
Sekarang Yo Ko sudah dapat menduga duduknya perkara, pasti di dalam tubuh ular itu terdapatsesuatu senjata tajam. Segera ia gunakan pedang kutung untuk mengupas kulit daging ular agar lebih bersih, akhirnya kelihatanlah sebatang pedang panjang satu meter yang bercahaya ungu.
Dengan girang Yo Ko menggunakan pedang, kutung untuk mencungkil batang pedang ungu itu, mendadak “srrr,…,cret”, pedang ungu itu tercungkil mencelat dan menancap pada batang pohon di sebelah sana hingga lebih setengah batang pedang yang ambles. padahal cara mencungkil tadi tidak terlalu keras, namun pedangnya itu dapat menancap kebatang pohon seperti batang pisang saja empuknya, sungguh senjata yang maha tajam dan belum pernah dilihat Yo Ko.
Waktu Yo Ko menyembelih ular dan mengambil pedang ungu, selama itu si rajawali sakti juga terus mengawasi iapun tertarik melihat pedang ungu yang luar biasa itu, sekonyong-konyong ia menyerobot maju, gagang pedang digigitnya dan dicabut jenis dibawa lari ke tebing gunung sana.
Dalam semalam Yo Ko telah berulang mengalami peristiwa aneh, ia merasa rajawali buruk rupa itu tak dapat diduga, segera ikut melompat turun ke bawah sana, Dilihatnya tepi tebing sana ada sebuah sungai kecil, dengan menggigit pedang ungu tadi, rajawali itu lantas rendam pedang itu dalam air sungai, agaknya untuk mencucinya.
Diam-diam Yo Ko mengangguk dan paham maksud sirajawali, pedang itu sudah lama mengeram di dalam perut ular berbisa. dengan sendirinya racun juga melekat pada batang pedang itu.
Setelah sekian lamanya si rajawali mencuci pedang,
kemudian ia berpaling dan melemparkan pedang itu kepada Yo Ko. Pedang itu seakan-akan berbentuk selarik sinar ungu menyambar ke arah Yo Ko, tapi dengan cepat anak muda itu dapat menangkap gagang pedang, katanya dengan tertawa “Terima kasih atas kebaikan Tiau-heng.” ia periksa, dilihatnya gagang pedang itu tertulis dua huruf Hindu kuno: “Ci-wi” atau mawar ui
Yo Ko pegang pedang itu lurus ke depan menyendalnya perlahan, seketika batang pedang bergetar dan mengeluarkan suara mendengung, nyata batang pedang itu sangat lemas.
Barulah mengerti akan persoalannya. “Ah lantaran pedang sangat lemas sehingga dapat mengikuti lenggak-lenggok tubuh ular, makanya tidak sampai mencelakai dan menembus perut ular meski mengeram sekian lamanya di dalam perut ular itu.
la coba mengayun pedang ungu itu ke samping, sebatang pohon yang cukup besar kontan tertabas putus, sedikitpun tidak memerlukan tenaga.
Rajawali tadi bersuara pelahan beberapa kali pula dan mendekati Yo Ko, dengan paruhnya yang bengkok itu ia tarik-tarik ujung baju Yo Ko, lalu mendahului melangkah ke sana.
Yo Ko menduga perbuatan rajawali itu pasti mengandung arti yang daiara, ia segera mengikuti dibelakangnya. Langkah rajawali itu sangat cepat seperti kuda lari saja meski berjalan
di antara batu pegunungan dan semak belukar, Yo Ko keluarkan kemahiran Ginkangnya, tapi rasanya sukar menyusulnya, syukur rajawali itu lantas menunggunya kalau Yo Ko ketinggalan jauh.
Makin lama tempat yang mereka tuju itu makin rendah dan akhirnya sampai di suatu lembah gunung yang dalam, Tidak lama kemudian sampailah mereka di sebuah gua besar, Rajawali itumengangguk kepala tiga kali di depan gua dan bersuara tiga kali, lalu menoleh, memandangi Yo Ko.
Dari sikap rajawali itu Yo Ko menduga, binatang itu seperti sedang menjalankan penghormatan ke dalam gua, ia pikir gua ini pasti didiami oleh orang kosen angkatan tua dan rajawali ini tentunya adalah piaraannya, jika demikian aku harus menurut adat istiadat.
Maka Yo Ko lantas berlutut dan menyembah beberapa kali di depan gua dan berkata: “Tecu Yo Ko menyampaikan salam hormat kepada cianpwe, agar sudi memaafkan kedatanganku yang sembrono ini.”
Selang sejenak, tiada terdengar sesuatu jawaban apapun, Rajawali itu menarik lagi ujung bajunya terus melangkah ke depan gua.
 Keadaan dalam gua gelap gulita, entah betul dihuni oleh orang kosen tokoh persilatan atau didiami oleh setan gendruwo, meski hatinya kebat-kebit, tapi mati-hidup tidak dipikirkan lagi, dengan menjinjing pedang pusaka “Ci-wi-kiam yang ditemunya itu, ia terus mengintil di belakang si rajawali sakti.
Sebenarnya gua itu sangat cetek, hanya beberapa langkah sudah buntu. di dalam gua, selain sebuah meja dan sebuah bangku batu tiada sesuatu benda lain Iagi.
Rajawali tadi berkaok tiga kali ke pojok gua sana, waktu Yo Ko memandangnya tertampak di sudut sana ada segundukan batu yang menyerupai kuburan, ia pikir: “Tampaknya ini adalah makam seorang kosen, cuma sayang burung ini takdapat bicara sehingga sukar diketahui asal-usul tokoh ini”
Ketika ia menengadah, tiba-tiba dilihatnya dinding gua seperti ada tulisan, cuma lembab dan berlumut dinding itu, pula gelap, maka tidak tertampak jelas, Segera Yo Ko membuat api dan menyalakan sebatang kayu kering, ia kesut lumut dinding gua, benar di situ ada tiga baris huruf. Goresan tulisan sangat halus, tapi melekuk dalam pada batu dinding, tampaknya diukir dengan senjata yang sangat tajam, besar kemungkinan diukir dengan Ci-wi-kiam ini.
Ketiga baris tulisan itu kira-kira berarti “Malang melintang lebih 30 tahun di dunia Kangouw, membunuh habis semua musuh, mengalahkan seluruh jago di dunia ini tidak menemukan lawan lagi, maka bertirakat di lembah sunyi ini memperisterikan dan berkawankan rajawali Oho, sungguh sayang, selama hidup hanya mengharapkan seorang lawan sama kuat pun sukar ditemukan, pada bawah ketiga baris huruf itu disebut pula nama penulisnya, yakni: “Kiam-mo Tokko Kiu-pay” “Kiam-mo Tokko Kiu-pay”, demikian Yo Ko mengulangi kata-kata ini beberapa kali, hatinya merasakan sesuatu yang sukar dilukiskan, dari tulisan di dinding gua itu dapat ditarik kesimpulan bahwa orang kosen itu lantaran tidak mendapatkan tandingan karena jengkel lalu dia mengasingkan diri dilembah sunyi ini, maka dapat dibayangkan betapa tinggi ilmu silat orang ini tentu sukar diukur.
Bahwa orang kosen itu berjuluk Kiam-mo (iblis pedang), dengan sendirinya ilmu pedangnya maha sakti, dia she Tokko dan bernama Kiu-pay (minta dikalahkan), mungkin dia telah menjelajahi seluruh jagat untuk mencari seorang yang mampu mengalahkan dia dan cita2nya itu tidak pernah terkabul, sebab itulah dia merasa masgul dan hidup menyendiri.
Membayangkan betapa hebat tokoh yang entah hidup di jaman apa itu, tanpa terasa Yo Ko sangat kagum.
Yo Ko angkat obornya dan memeriksa pula keadaan dalam gua, namun tidak ditemukan lagi sesuatu bekas lain,
diatas makam itupun tidak ada tanda-tanda lain pula, Ia menduga mungkin setelah tokoh kosen itu meninggal lalu rajawali sakti inilah yang menguruki jenasahnya dengan batu.
Mengenai pedang pusaka “mawar ungu” bisa tertelan ke perut ular sawa itu, karena rajawali sakti ini tidak dapat bicara, tampaknya teka-teki ini ta kkan terungkap selamanya.
Begitulah Yo Ko termenung-menung sejenak di situ, kemudian ia padamkan api obor, dalam kegelapan pedang pusaka yang dipegangnya itu memancarkan canana ungu yang remang-remang, teringat olehnya pedang ini pernah digunakan orang kosen Tokko Kiu-pay malang melintang di dunia persilatan tanpa terkalahkan, dan sekarang pedang pusaka ini jatuh ke tangannya, maka ia lantas berlutut dan menyembah lagi beberapa kali di depan makam batu tadi.
Melihat Yo Ko sangat menghormati makam batu itu, rupanya rajawali sakti sangat senang, kembali ia menjulurkan sayapnya menepuk pundak anak muda itu.
Yo Ko menjadi teringat tulisan tadi, dimasa Tokko Kiu-pay menyebut si rajawali sakti ini sebagai kawannya, jadi rajawali ini meski binatang kan terhitung angkatan tua pula, kalau kusebut dia Tiau-heng” (kakak rajawali) rasanya juga tak berlebihan.
BegituIah ia lantas berkata kepada burung itu: “Tiau-heng, tanpa sengaja kita bertemuu, agaknya memang ada jodoh antara kita, sekarang kumohon diri untuk pergi. Engkau ingin mendampingi makam Tokko-locianpwe di sini atau hendak berangkat saja bersamaku?”
Rajawali itu berbunyi beberapa kali sebagai jawaban.
Sudah tentu Yo Ko tidak paham artinya, yang jelas burung itu tetap berdiam saja di samping makam, maka Yo Ko menarik kesimpulan rajawali itu merasa berat untuk meninggalkan kediaman yang sudah ratusan tahun dihuninya ini.
Segera ia merangkul leher rajawali itu dan ber-mesra2an sekian lama dengan dia barulah tinggal pergi.
Selama hidup Yo Ko tiada mempunyai seorang sahabat karib kecuali saling cinta dengan Siau-liong-li, sekarang bertemu dengan rajawali sakti ini secara kebetulan, walaupun manusia dan binatang, tapi entah mengapa, rasanya sangat cocok sekali, sekeluarnya dari gua itu, terasa berat untuk meninggalkannya, maka setiap melangkah beberapa tindak ia lantas menoleh.
Akhirniya setiap kali ia menoleh, selalu si rajawali sakit berbunyi satu kali sebagai tanggapan menolehnya itu, meski jaraknya sudah semakin jauh, tapi rajawali itu dapat melihat dengan jelas dalam kegelapan dan selalu menjawab dengan berbunyi satu kali bila Yo Ko menoleh.
Sungguh hati Yo Ko sangat terharu, mendadak ia berseru: “O, Tiau-heng, jiwaku sudah tidak lama lagi, nanti kalau urusan puteri Kwe - pepeh sudah selesai dan setelah kumohon diri pada Kokoh? segera kudatang ke sini, rasanya tidak sia-sia hidupku ini apabila aku dapat terkubur di samping Tokko locianpwe.”
Habis berkata ia memasukkan Ci-wi-kiam ke dalam sarung Kun-cu-kiam, lalu melangkah pergi dengan cepat Sambil berjalan, dalam hati Yo Ko terus merenungkan pengalaman aneh tadi, terpikir pula olehnya Kun-cu-kiam dan Siok-li-kiam yang dimilikinya bersama Siao-liong-li itu, sepasang pedang ini sebenarnya memberi ramalan yang baik, siapa tahu Kun-cu-kiam akhirnya patah, tampaknya dirinya memang sudah ditakdirkan tak dapat hidup bersama Siao-liong-Ii sampai hari tua, berpikir sampai di sini ia berduka dan tanpa terasa mencucurkan air mata.
Tengah berjalan, mendadak dari sebelah kanan menyambar tiba sesuatu senjata warna hitam, menyusul dari sebelah kiri juga ada orang menyergapnya. Saat itu pikiran Yo Ko sedang bergolak dan sama sekali tidak menduga akan diserang oleh musuh dilembah sunyi begini.
Apalagi serangan dari kanan kiri ini juga sangat cepat, dapat menghindarkan yang kiri tentu sukar mengelakkan yang kanan.
Dalam keadaan kepepet Yo Ko juga tidak sempat melolos pedang, sepat ia meloncat setinggi nya, ia menduga musuh pasti akan melancarkan serangan susulan waktu ia turun ke bawah, maka selagi terapung di atas, sekaligus ia cabut Ci- wi-kiam dan diputar dengan kencang untuk menjaga diri, dengan begitulah ia turun ke bawah.
Akan tetapi sebelum dia melabrak lawannya, sekonyong-konyong sesosok bayangan menubruk tiba dari belakang, ternyata si rajawali sakti itu. Dengan cepat rajawali itu menubruk ke semak-semak di sebelah kanan, sekali patuk segera seekor ular tergigit olehnya terus dilemparkan ke tanah, menyusul ia lantas menubruk pula ke sebelah kiri, tertampak sinar emas berkelebat, sebuah roda emas menghantamnya rajawali itu bermaksud mematuk roda itu untuk merampasnya, tapi tidak berhasil, sedikit berputar segera paruhnya mematuk lagi. .
Dari semak-semak pohon situ lantas melompat keluar seorang dengan sepasang rodanya, kiranya Kim-lun Hoat-ong adanya.
Kuatir rajawali itu dicelakai Hoat-ong yang lihay, cepat Nyo Ko berseru: “Silahkan mundur, Tiau-heng, biar aku yang melayani dia.”
Namun sayap kiii si rajawali mendadak membentang ke belakang untuk mencegah Yo Ko, sedangkan sayap kanan terus menyampuk ke depan.
Serangkum angin keras terus menyamber ke muka Hoat-ong, luar biasa tenaga sabetan sayap itu, biarpun jago silat kelas satu juga tidak sekuat itu.
Kiranya Hoat-ong dan Nimo Singh bergumul dan terjerumus ke jurang, untung ditepi jurang ada sebatang pohon besar, pada detik berbahaya itu Hoat-ong sempat menggunakan sebelah tangannya untuk merangkul batang pohon.
Saat itu Nimo Singh sudah dalam keadaan setengah sadar, namun dia masih tetap merangkul tubuh Hoat-ong dengan mati-matian, setelah Hoat-ong mengawasi keadaan sekitarnya, kemudian ia lepaskan rangkulannya pada batang pohon sambil kakinya memancal, dengan tepat kedua orang jatuh pada onggokan semak-semak rumput yang lebat terus menggelinding ke bawah mengikuti tebing yang miring itu.
Belasan meter jauhnya mereka ber guling dan baru berhenti setelah sampai di dasar lembah yang dalam itu.
Tentu saja sekujur badan mereka babak belur oleh duri dan batu kerikil.
Segera Hoat-ong menggunakan Kim-na-jiu-hoat untuk menelikung tangan Nimo Singh sambil membentak “Lepaskan tidak?”
Dalam keadaan setengah sadar Nimo Singh merasa tidak bertenaga lagi untuk melawan, terpaksa ia lepaskan sebelah tangan dan tangan lain masih mencengkeram punggung orang.
“Hm, kedua kakimu sendiri keracunan hebat dan tidak lekas berusaha menolongnya masih main gila apa kau?” jengek Hoat-ong.
Ucapan ini seperti kemplangan diatas kepala Nimo Singh, cepat ia menunduk, tertampak kedua kaki sendiri sudah membengkak besar dua kali lipat daripada biasanya, ia tahu bila tidak lekas ditolong sebentar lagi kalau racun menjalar keatas tentu jiwanya melayang, ia menjadi nekat, ia melolos ular baja yang terselip di tali pinggang, sambil menggertak gigi ia bacok putus kedua kakinya itu sebatas lutut Seketika darah segar memuncrat, kontan iapun semaput.
Melihat betapa tegas dan perkasanya Nimo Singh, mau-tak-mau Hoat-ong merasa kagum juga. Mengingat orang sudah cacat kedua kaki dan tidak bakalan bersaing lagi dengan dirinya, segerat Hoat - ong menutup beberapa Hiat-to di kaki Nimo Smgh untuk menghentikan cucuran darahnya, habis itu ia mengeluarkan pula obat dibubuhkan pada lukanya serta membalutnya dengan robekan kain baju Nimo Singh.
Pada umumnya Busu (jago silat, Bushu kata orang Jepang) di negeri Thian-tiok mengalami gemblengan fisik yang hebat, rata2 pernah berlatih tidur di atas papan berpaku atau berpisau dan jenis2 ilmu yang menyakitkan lainnya.
Nimo Singh juga ahli dalam ilmu2 itu, maka begitu darahnya mampet, segera ia sanggup bangkit berduduk dan berkata kepada Hoat-ong. “Baiklah, kau telah menolong aku segala sengketa kita yang sudah lalu tak perlu di-ungkat lagi.”
Hoat-ong tersenyum getir, dalam hati ia merasa keadaan sendiri malahan lebih buruk daripada Nimo Singh yang sudah buntung itu, meski buntung, tapi Nimo Singh sudah bebas dari keracunan. Maka Hoat-ong lantas duduk bersila dan mengerahkan tenaga dalam untuk mendesak keluar hawa beracun di telapak kakinya itu.
Lebih satu jam barulah beberapa tetes air hitam dapat ditolak keluar, itupun sudah membuatnya jantung berdebar dan napas terengah.
Seharian itu mereka lantas istirahat di dasar-lembah itu.
Tak terduga menjelang tengah malam. tiba-tiba terdengar suara tindakan orang mendatang dari kejauhan. Cepat Hoat-ong gusur tubuh Nimo Singh ke dalam semak-semak, ia sendiri lantas sembunyi di balik pohon.
Sesudah dekat, dikenalinya pendatang itu adalah Yo Ko, anak muda itu mengintil di belakang seekor burung raksasa aneh, sekejap saja sudah lewat ke sana.
Mengingat racun dalam tubuhnya seketika sukar dibersihkan, timbul pikiran Hoat-ong hendak merobohkan Yo Ko untuk merampas obat penawarnya, Sebab itulah mereka lantas sembunyi di situ begitu Yo Ko kembali lagj, segera mereka menyergapnya. Untung kedua orang itu habis terluka dan banyak berkurang tenaganya, kalau tidak pasti Yo Ko bisa celaka.
Begitulah sesudah Yo Ko terhindar dari sergapan, dilihatnya si rajawali sakti pedang melabrak Hoat-ong dengan sengit, caranya menubruk dan menyabet dengan sayapnya serta caranya mengelak seluruhnya bergaya dan beraturan, tentunya burung ini sudah lama mengikuti orang kosen yang tak terkalahkan sebagai Tokko Kiu-pay, maka sudah apal sekali semua jurus ilmu silat sehingga tokoh semacam Hoat- ong juga cuma bertempur sama kuatnya saja melawan rajawali.
Makin lama Hoat-ong makin heran dan kuatir Yo Ko

Tidak ada komentar:

Posting Komentar