Kembalinya Pendekar Rajawali 74
Sungguh tak kepalang terkejut “Yo Ko, Kun
cu-kiam yang diperolehnya dari tempat Kongsun Ci itu sangat tajam, sampai roda
perak Kim-lun Hoat ong juga terkupas sebagian, betapapun buas dan ganasnya ular
sawa ini juga terdiri dari daging darah, mengapa Kun cu-kiam malah terpental.
Karena heran dan kejutnya, segera ia tambahi
tenaga dan berturut membacok lagi tiga kali, kemudian terdengar
“trang-trang-trang” tiga kali, suara nyaring beradunya logam, jelas bukan suara
penuh sisik ular.
Waktu Yo Ko periksa pedangnya, ternyata mata
pedangnya ada tiga tempat gempilan kecil, bahwa badan ular dapat membikin
pedangnya mental sudah aneh, malahan mata pedangnya gumpil, hal ini sungguh
sukar dipercaya, diantara mata pedangnya itu jelas ada noda darah ular, terang
ular sawa itu terluka oleh bacokannya Sementara itu pergulatan antara ular dan
rajawali sudah mengalami perubahan keadaan, Ular sawa itu semakin kencang melilit
lawannya, sedangkan bulu rajawali itu tampak menegak dan melakukan perlawanan
sekuat tenaga.
Diam-diam Yo Ko berkuatir bagi keselamatan
rajawali itu, kalau sebentar ular sawa itu membinasakan rajawali, sasarannya
selanjutnya tentu adalah dirinya, sedangkan badan ular itu lebih keras dar|
pedang, lalu cara bagaimana akan melawannya.
Kalau melarikan diri sekarang jelas dapat
lolos dengan selamat, tapi dasar wataknya memang berbudi luhur dan berjiwa
pendekar, sekali ia sudah membacok ular sawa, ini berarti dia sudah memihak
pada si rajawali untuk menghadapi musuh yang sama, kalau kabur sendirian,
betapapun ia merasa tindakan demikian terlalu rendah dan pengecut.
Segera ia mengerahkan segenap tenaganya,
“trang”, kembali pedangnya membacok tubuh ular. Tapi mendadak tangannya terasa
enteng, Kun cu kiam itu tinggal setengah saja yang terpegang di tangannya,
badan ular juga lantas menyemburkan darah merah segar, namun tubuhnya belum
tertabas putus.
Karena lukanya cukup parah, lilitan badan
ular nampak agak mengendur, kesempatan ini segera gunakan rajawali sakti itu
untuk memberosot keluar, waktu turun ke bawah paruhnya yang bengkok itu secepat
kilat mematuk sehingga mata ular yang satunya juga terpatuk buta.
Ular itu pentang mulutnya yang lebar dan
memagut kian kemari secara ngawur, kini kedua matanya sudah buta, tentu saja
tidak dapat menggigit sasarannya.
Siapa tahu rajawali itu justeru sengaja
menyodorkan kepalanya dau membiarkan jengger merahnya digigit lagi oleh ular.
Kembaii Yo Ko terkesiap, tapi setelah dipikir
segera ia paham maksud tujuan si rajawali, tentunya jengger merah burung itu
adalah benda berbisa atau mungkin merupakan bagian yang anti ular.
Kalau ular sawa itu tidak mempan ditabas
senjata tajam, jalan paliag baik adalah membinasakannya dengan racun.
Taring ular tampak menggigit jengger,
gumpalan daging kepala rajawali itu, tubuhnya lantas terus melingkar pula, tapi
sekali ini rajawali itu tidak membiarkan badahnya terbelit lagi cakarnya
bekerja, ekor ular dicengkeram dan dibetot hingga putus.
Sementara itu ular sawa sudah keracunan
hebat, mendadak badannya terguling dan melepaskan gumpalan daging yang
digigitnya itu. Meski rajawali itu tahu si ular sudah dekat ajalnya, tapi dia
tidak membiarkan lawannya main gila lagi, kepala ular terus dicengkeram dan
ditekan ke dalam tanah.
Rajawali itu buruk rupa, tapi tenaga saktinya
sungguh kuat luar biasa, ular sawa itu tak bisa berkutik lagi dan tidak lama
kemudian matilah ular itu.
Si rajawali lantas mengangkat kepala dan
berbunyi tiga kali, habis itu ia berpaling kepada Yo Ko dan berkicau dengan
suara halus. Dari suara burung itu Yo Ko merasakan nada persahabatan pelahan ia
mendekatinya dan berkata: “Tiau-heng (kakak rajawali), tenaga saktimu sungguh
mengejutkan aku sangat kagum.”
Entah burung itu paham ucapannya atau tidak,
hanya terdengar dia “berkicau” lagi beberapa kali, mendadak ia melangkah maju
dan mematuk setengah potong Kun-cu-kiam yang dipegang Yo Ko itu, tahu-tahu
pedang itu sudah direbutnya.
Padahal kepandaian Yo Ko sekarang sudah tokoh
kelas satu, biarpun jago silat tertinggi juga tidak dapat merampas senjatanya
dalam sekali gebrak saja, akan tetapi sekarang rajawali buruk rupa ini ternyata
dapat menaklukannya dengan cepat luar biasa…
Tentu saja Yo Ko terkejut dan cepat melompat
mundur, ia bersiap siaga kalau itu burung menubruk maju Iagi. Tapi dilihatnya
rajawali itu telah membuang Kun-cu-kiam kutung itu dengan sikap yang menghina.
Pahamlah Yo Ko akan maksud rajawali itu,
katanya: “Aha, tahulah aku. Kau melarang aku mendekati kau dengan bersenjata. padahal
kita membunuh musuh bersama, mana aku dapat membikin susah padamu.”
Rajawali itu bersuara pelahan dan mendekati
Yo Ko sambil menjulurkan sayapnya dan menepuk pelahan beberapa kali di punggung
anak muda itu.
Melihat burung itu sangat cerdik dan dapat
memahami ucapan manusia, Yo Ko sangat girang iapun balas meraba- raba
punggungnya.
Melihat bangkai ular sawa yang masih
menggeletak di situ, Yo Ko menjadi heran apa sebabnya ular itu mampu mematahkan
Kun-cu-kiam, Segera ia memotong sepotong ranting kayu, ia menusuk bangkai ular,
rasanya lunak, tiada sesuatu yang aneh.
Ketika kayu itu ia tusuk ke luka bekas
bacokan pedang,
tiba-tiba terbentur pada sesuatu benda yang
keras, sedangkan bagian itu adalah perut dan bukan bagian tulang ular.
Yo Ko bertekad mencari tahu sejelasnya,
sekuatnya ia tusukan kayunya, waktu ia tarik kembali ujung kayu itu ternyata
sudah terbelah menjadi dua, tampaknya di dalam tubuh ular itu pasti ada sesuatu
benda yang tajam.
Ia coba berjongkok dan mengamati lebih
teliti, dilihatnya di antara rembesan darah yang merah itu samar-samar
memancarkan kabut ungu yang tipis, jarak muka Yo Ko dengan bangkai ular cukup
jauh, tapi merasakan semacam hawa dingin yang aneh, semakin mendekat kepalanya
ke bangkai rasa dingin itu semakin keras.
Segera Yo Ko menjemput kembali kutungan
Kun-cu-kiam tadi, ia mengupas kulit daging ular bagian yang terluka itu,
seketika hawa dingin tadi bertambah kuat. la terkejut disangkanya ada benda
berbisa yang sangat lihay, cepat ia gunakan kutungan Kun-cu-kiam untuk membacok.
“trang”, tahu tahu pedang yang sudah kutung itu patah lagi menjadi dua.
Sekarang Yo Ko sudah dapat menduga duduknya
perkara, pasti di dalam tubuh ular itu terdapatsesuatu senjata tajam. Segera ia
gunakan pedang kutung untuk mengupas kulit daging ular agar lebih bersih,
akhirnya kelihatanlah sebatang pedang panjang satu meter yang bercahaya ungu.
Dengan girang Yo Ko menggunakan pedang,
kutung untuk mencungkil batang pedang ungu itu, mendadak “srrr,…,cret”, pedang
ungu itu tercungkil mencelat dan menancap pada batang pohon di sebelah sana
hingga lebih setengah batang pedang yang ambles. padahal cara mencungkil tadi
tidak terlalu keras, namun pedangnya itu dapat menancap kebatang pohon seperti
batang pisang saja empuknya, sungguh senjata yang maha tajam dan belum pernah
dilihat Yo Ko.
Waktu Yo Ko menyembelih ular dan mengambil
pedang ungu, selama itu si rajawali sakti juga terus mengawasi iapun tertarik
melihat pedang ungu yang luar biasa itu, sekonyong-konyong ia menyerobot maju,
gagang pedang digigitnya dan dicabut jenis dibawa lari ke tebing gunung sana.
Dalam semalam Yo Ko telah berulang mengalami
peristiwa aneh, ia merasa rajawali buruk rupa itu tak dapat diduga, segera ikut
melompat turun ke bawah sana, Dilihatnya tepi tebing sana ada sebuah sungai kecil,
dengan menggigit pedang ungu tadi, rajawali itu lantas rendam pedang itu dalam
air sungai, agaknya untuk mencucinya.
Diam-diam Yo Ko mengangguk dan paham maksud
sirajawali, pedang itu sudah lama mengeram di dalam perut ular berbisa. dengan
sendirinya racun juga melekat pada batang pedang itu.
Setelah sekian lamanya si rajawali mencuci
pedang,
kemudian ia berpaling dan melemparkan pedang
itu kepada Yo Ko. Pedang itu seakan-akan berbentuk selarik sinar ungu menyambar
ke arah Yo Ko, tapi dengan cepat anak muda itu dapat menangkap gagang pedang,
katanya dengan tertawa “Terima kasih atas kebaikan Tiau-heng.” ia periksa,
dilihatnya gagang pedang itu tertulis dua huruf Hindu kuno: “Ci-wi” atau mawar
ui
Yo Ko pegang pedang itu lurus ke depan
menyendalnya perlahan, seketika batang pedang bergetar dan mengeluarkan suara
mendengung, nyata batang pedang itu sangat lemas.
Barulah mengerti akan persoalannya. “Ah
lantaran pedang sangat lemas sehingga dapat mengikuti lenggak-lenggok tubuh
ular, makanya tidak sampai mencelakai dan menembus perut ular meski mengeram
sekian lamanya di dalam perut ular itu.
la coba mengayun pedang ungu itu ke samping,
sebatang pohon yang cukup besar kontan tertabas putus, sedikitpun tidak
memerlukan tenaga.
Rajawali tadi bersuara pelahan beberapa kali
pula dan mendekati Yo Ko, dengan paruhnya yang bengkok itu ia tarik-tarik ujung
baju Yo Ko, lalu mendahului melangkah ke sana.
Yo Ko menduga perbuatan rajawali itu pasti
mengandung arti yang daiara, ia segera mengikuti dibelakangnya. Langkah rajawali
itu sangat cepat seperti kuda lari saja meski berjalan
di antara batu pegunungan dan semak belukar,
Yo Ko keluarkan kemahiran Ginkangnya, tapi rasanya sukar menyusulnya, syukur
rajawali itu lantas menunggunya kalau Yo Ko ketinggalan jauh.
Makin lama tempat yang mereka tuju itu makin
rendah dan akhirnya sampai di suatu lembah gunung yang dalam, Tidak lama
kemudian sampailah mereka di sebuah gua besar, Rajawali itumengangguk kepala
tiga kali di depan gua dan bersuara tiga kali, lalu menoleh, memandangi Yo Ko.
Dari sikap rajawali itu Yo Ko menduga,
binatang itu seperti sedang menjalankan penghormatan ke dalam gua, ia pikir gua
ini pasti didiami oleh orang kosen angkatan tua dan rajawali ini tentunya
adalah piaraannya, jika demikian aku harus menurut adat istiadat.
Maka Yo Ko lantas berlutut dan menyembah
beberapa kali di depan gua dan berkata: “Tecu Yo Ko menyampaikan salam hormat
kepada cianpwe, agar sudi memaafkan kedatanganku yang sembrono ini.”
Selang sejenak, tiada terdengar sesuatu
jawaban apapun, Rajawali itu menarik lagi ujung bajunya terus melangkah ke
depan gua.
Keadaan dalam gua gelap gulita, entah
betul dihuni oleh orang kosen tokoh persilatan atau didiami oleh setan
gendruwo, meski hatinya kebat-kebit, tapi mati-hidup tidak dipikirkan lagi, dengan
menjinjing pedang pusaka “Ci-wi-kiam yang ditemunya itu, ia terus mengintil di
belakang si rajawali sakti.
Sebenarnya gua itu sangat cetek, hanya
beberapa langkah sudah buntu. di dalam gua, selain sebuah meja dan sebuah
bangku batu tiada sesuatu benda lain Iagi.
Rajawali tadi berkaok tiga kali ke pojok gua
sana, waktu Yo Ko memandangnya tertampak di sudut sana ada segundukan batu yang
menyerupai kuburan, ia pikir: “Tampaknya ini adalah makam seorang kosen, cuma
sayang burung ini takdapat bicara sehingga sukar diketahui asal-usul tokoh ini”
Ketika ia menengadah, tiba-tiba dilihatnya
dinding gua seperti ada tulisan, cuma lembab dan berlumut dinding itu, pula
gelap, maka tidak tertampak jelas, Segera Yo Ko membuat api dan menyalakan
sebatang kayu kering, ia kesut lumut dinding gua, benar di situ ada tiga baris
huruf. Goresan tulisan sangat halus, tapi melekuk dalam pada batu dinding,
tampaknya diukir dengan senjata yang sangat tajam, besar kemungkinan diukir
dengan Ci-wi-kiam ini.
Ketiga baris tulisan itu kira-kira berarti
“Malang melintang lebih 30 tahun di dunia Kangouw, membunuh habis semua musuh,
mengalahkan seluruh jago di dunia ini tidak menemukan lawan lagi, maka
bertirakat di lembah sunyi ini memperisterikan dan berkawankan rajawali Oho,
sungguh sayang, selama hidup hanya mengharapkan seorang lawan sama kuat pun
sukar ditemukan, pada bawah ketiga baris huruf itu disebut pula nama
penulisnya, yakni: “Kiam-mo Tokko Kiu-pay” “Kiam-mo Tokko Kiu-pay”, demikian Yo
Ko mengulangi kata-kata ini beberapa kali, hatinya merasakan sesuatu yang sukar
dilukiskan, dari tulisan di dinding gua itu dapat ditarik kesimpulan bahwa
orang kosen itu lantaran tidak mendapatkan tandingan karena jengkel lalu dia
mengasingkan diri dilembah sunyi ini, maka dapat dibayangkan betapa tinggi ilmu
silat orang ini tentu sukar diukur.
Bahwa orang kosen itu berjuluk Kiam-mo (iblis
pedang), dengan sendirinya ilmu pedangnya maha sakti, dia she Tokko dan bernama
Kiu-pay (minta dikalahkan), mungkin dia telah menjelajahi seluruh jagat untuk
mencari seorang yang mampu mengalahkan dia dan cita2nya itu tidak pernah
terkabul, sebab itulah dia merasa masgul dan hidup menyendiri.
Membayangkan betapa hebat tokoh yang entah
hidup di jaman apa itu, tanpa terasa Yo Ko sangat kagum.
Yo Ko angkat obornya dan memeriksa pula
keadaan dalam gua, namun tidak ditemukan lagi sesuatu bekas lain,
diatas makam itupun tidak ada tanda-tanda
lain pula, Ia menduga mungkin setelah tokoh kosen itu meninggal lalu rajawali
sakti inilah yang menguruki jenasahnya dengan batu.
Mengenai pedang pusaka “mawar ungu” bisa
tertelan ke perut ular sawa itu, karena rajawali sakti ini tidak dapat bicara,
tampaknya teka-teki ini ta kkan terungkap selamanya.
Begitulah Yo Ko termenung-menung sejenak di
situ, kemudian ia padamkan api obor, dalam kegelapan pedang pusaka yang
dipegangnya itu memancarkan canana ungu yang remang-remang, teringat olehnya
pedang ini pernah digunakan orang kosen Tokko Kiu-pay malang melintang di dunia
persilatan tanpa terkalahkan, dan sekarang pedang pusaka ini jatuh ke
tangannya, maka ia lantas berlutut dan menyembah lagi beberapa kali di depan
makam batu tadi.
Melihat Yo Ko sangat menghormati makam batu
itu, rupanya rajawali sakti sangat senang, kembali ia menjulurkan sayapnya
menepuk pundak anak muda itu.
Yo Ko menjadi teringat tulisan tadi, dimasa
Tokko Kiu-pay menyebut si rajawali sakti ini sebagai kawannya, jadi rajawali
ini meski binatang kan terhitung angkatan tua pula, kalau kusebut dia
Tiau-heng” (kakak rajawali) rasanya juga tak berlebihan.
BegituIah ia lantas berkata kepada burung
itu: “Tiau-heng, tanpa sengaja kita bertemuu, agaknya memang ada jodoh antara
kita, sekarang kumohon diri untuk pergi. Engkau ingin mendampingi makam
Tokko-locianpwe di sini atau hendak berangkat saja bersamaku?”
Rajawali itu berbunyi beberapa kali sebagai
jawaban.
Sudah tentu Yo Ko tidak paham artinya, yang
jelas burung itu tetap berdiam saja di samping makam, maka Yo Ko menarik
kesimpulan rajawali itu merasa berat untuk meninggalkan kediaman yang sudah
ratusan tahun dihuninya ini.
Segera ia merangkul leher rajawali itu dan
ber-mesra2an sekian lama dengan dia barulah tinggal pergi.
Selama hidup Yo Ko tiada mempunyai seorang
sahabat karib kecuali saling cinta dengan Siau-liong-li, sekarang bertemu
dengan rajawali sakti ini secara kebetulan, walaupun manusia dan binatang, tapi
entah mengapa, rasanya sangat cocok sekali, sekeluarnya dari gua itu, terasa
berat untuk meninggalkannya, maka setiap melangkah beberapa tindak ia lantas
menoleh.
Akhirniya setiap kali ia menoleh, selalu si
rajawali sakit berbunyi satu kali sebagai tanggapan menolehnya itu, meski
jaraknya sudah semakin jauh, tapi rajawali itu dapat melihat dengan jelas dalam
kegelapan dan selalu menjawab dengan berbunyi satu kali bila Yo Ko menoleh.
Sungguh hati Yo Ko sangat terharu, mendadak
ia berseru: “O, Tiau-heng, jiwaku sudah tidak lama lagi, nanti kalau urusan
puteri Kwe - pepeh sudah selesai dan setelah kumohon diri pada Kokoh? segera
kudatang ke sini, rasanya tidak sia-sia hidupku ini apabila aku dapat terkubur
di samping Tokko locianpwe.”
Habis berkata ia memasukkan Ci-wi-kiam ke
dalam sarung Kun-cu-kiam, lalu melangkah pergi dengan cepat Sambil berjalan,
dalam hati Yo Ko terus merenungkan pengalaman aneh tadi, terpikir pula olehnya
Kun-cu-kiam dan Siok-li-kiam yang dimilikinya bersama Siao-liong-li itu,
sepasang pedang ini sebenarnya memberi ramalan yang baik, siapa tahu
Kun-cu-kiam akhirnya patah, tampaknya dirinya memang sudah ditakdirkan tak
dapat hidup bersama Siao-liong-Ii sampai hari tua, berpikir sampai di sini ia berduka
dan tanpa terasa mencucurkan air mata.
Tengah berjalan, mendadak dari sebelah kanan
menyambar tiba sesuatu senjata warna hitam, menyusul dari sebelah kiri juga ada
orang menyergapnya. Saat itu pikiran Yo Ko sedang bergolak dan sama sekali
tidak menduga akan diserang oleh musuh dilembah sunyi begini.
Apalagi serangan dari kanan kiri ini juga
sangat cepat, dapat menghindarkan yang kiri tentu sukar mengelakkan yang kanan.
Dalam keadaan kepepet Yo Ko juga tidak sempat
melolos pedang, sepat ia meloncat setinggi nya, ia menduga musuh pasti akan
melancarkan serangan susulan waktu ia turun ke bawah, maka selagi terapung di
atas, sekaligus ia cabut Ci- wi-kiam dan diputar dengan kencang untuk menjaga
diri, dengan begitulah ia turun ke bawah.
Akan tetapi sebelum dia melabrak lawannya,
sekonyong-konyong sesosok bayangan menubruk tiba dari belakang, ternyata si
rajawali sakti itu. Dengan cepat rajawali itu menubruk ke semak-semak di
sebelah kanan, sekali patuk segera seekor ular tergigit olehnya terus
dilemparkan ke tanah, menyusul ia lantas menubruk pula ke sebelah kiri,
tertampak sinar emas berkelebat, sebuah roda emas menghantamnya rajawali itu
bermaksud mematuk roda itu untuk merampasnya, tapi tidak berhasil, sedikit
berputar segera paruhnya mematuk lagi. .
Dari semak-semak pohon situ lantas melompat
keluar seorang dengan sepasang rodanya, kiranya Kim-lun Hoat-ong adanya.
Kuatir rajawali itu dicelakai Hoat-ong yang
lihay, cepat Nyo Ko berseru: “Silahkan mundur, Tiau-heng, biar aku yang
melayani dia.”
Namun sayap kiii si rajawali mendadak
membentang ke belakang untuk mencegah Yo Ko, sedangkan sayap kanan terus
menyampuk ke depan.
Serangkum angin keras terus menyamber ke muka
Hoat-ong, luar biasa tenaga sabetan sayap itu, biarpun jago silat kelas satu
juga tidak sekuat itu.
Kiranya Hoat-ong dan Nimo Singh bergumul dan
terjerumus ke jurang, untung ditepi jurang ada sebatang pohon besar, pada detik
berbahaya itu Hoat-ong sempat menggunakan sebelah tangannya untuk merangkul
batang pohon.
Saat itu Nimo Singh sudah dalam keadaan
setengah sadar, namun dia masih tetap merangkul tubuh Hoat-ong dengan
mati-matian, setelah Hoat-ong mengawasi keadaan sekitarnya, kemudian ia
lepaskan rangkulannya pada batang pohon sambil kakinya memancal, dengan tepat
kedua orang jatuh pada onggokan semak-semak rumput yang lebat terus
menggelinding ke bawah mengikuti tebing yang miring itu.
Belasan meter jauhnya mereka ber guling dan
baru berhenti setelah sampai di dasar lembah yang dalam itu.
Tentu saja sekujur badan mereka babak belur
oleh duri dan batu kerikil.
Segera Hoat-ong menggunakan Kim-na-jiu-hoat
untuk menelikung tangan Nimo Singh sambil membentak “Lepaskan tidak?”
Dalam keadaan setengah sadar Nimo Singh
merasa tidak bertenaga lagi untuk melawan, terpaksa ia lepaskan sebelah tangan
dan tangan lain masih mencengkeram punggung orang.
“Hm, kedua kakimu sendiri keracunan hebat dan
tidak lekas berusaha menolongnya masih main gila apa kau?” jengek Hoat-ong.
Ucapan ini seperti kemplangan diatas kepala
Nimo Singh, cepat ia menunduk, tertampak kedua kaki sendiri sudah membengkak
besar dua kali lipat daripada biasanya, ia tahu bila tidak lekas ditolong
sebentar lagi kalau racun menjalar keatas tentu jiwanya melayang, ia menjadi
nekat, ia melolos ular baja yang terselip di tali pinggang, sambil menggertak
gigi ia bacok putus kedua kakinya itu sebatas lutut Seketika darah segar
memuncrat, kontan iapun semaput.
Melihat betapa tegas dan perkasanya Nimo
Singh, mau-tak-mau Hoat-ong merasa kagum juga. Mengingat orang sudah cacat
kedua kaki dan tidak bakalan bersaing lagi dengan dirinya, segerat Hoat - ong
menutup beberapa Hiat-to di kaki Nimo Smgh untuk menghentikan cucuran darahnya,
habis itu ia mengeluarkan pula obat dibubuhkan pada lukanya serta membalutnya
dengan robekan kain baju Nimo Singh.
Pada umumnya Busu (jago silat, Bushu kata
orang Jepang) di negeri Thian-tiok mengalami gemblengan fisik yang hebat, rata2
pernah berlatih tidur di atas papan berpaku atau berpisau dan jenis2 ilmu yang
menyakitkan lainnya.
Nimo Singh juga ahli dalam ilmu2 itu, maka begitu
darahnya mampet, segera ia sanggup bangkit berduduk dan berkata kepada
Hoat-ong. “Baiklah, kau telah menolong aku segala sengketa kita yang sudah lalu
tak perlu di-ungkat lagi.”
Hoat-ong tersenyum getir, dalam hati ia
merasa keadaan sendiri malahan lebih buruk daripada Nimo Singh yang sudah
buntung itu, meski buntung, tapi Nimo Singh sudah bebas dari keracunan. Maka
Hoat-ong lantas duduk bersila dan mengerahkan tenaga dalam untuk mendesak
keluar hawa beracun di telapak kakinya itu.
Lebih satu jam barulah beberapa tetes air
hitam dapat ditolak keluar, itupun sudah membuatnya jantung berdebar dan napas
terengah.
Seharian itu mereka lantas istirahat di
dasar-lembah itu.
Tak terduga menjelang tengah malam. tiba-tiba
terdengar suara tindakan orang mendatang dari kejauhan. Cepat Hoat-ong gusur
tubuh Nimo Singh ke dalam semak-semak, ia sendiri lantas sembunyi di balik
pohon.
Sesudah dekat, dikenalinya pendatang itu
adalah Yo Ko, anak muda itu mengintil di belakang seekor burung raksasa aneh,
sekejap saja sudah lewat ke sana.
Mengingat racun dalam tubuhnya seketika sukar
dibersihkan, timbul pikiran Hoat-ong hendak merobohkan Yo Ko untuk merampas
obat penawarnya, Sebab itulah mereka lantas sembunyi di situ begitu Yo Ko
kembali lagj, segera mereka menyergapnya. Untung kedua orang itu habis terluka
dan banyak berkurang tenaganya, kalau tidak pasti Yo Ko bisa celaka.
Begitulah sesudah Yo Ko terhindar dari
sergapan, dilihatnya si rajawali sakti pedang melabrak Hoat-ong dengan sengit,
caranya menubruk dan menyabet dengan sayapnya serta caranya mengelak seluruhnya
bergaya dan beraturan, tentunya burung ini sudah lama mengikuti orang kosen
yang tak terkalahkan sebagai Tokko Kiu-pay, maka sudah apal sekali semua jurus
ilmu silat sehingga tokoh semacam Hoat- ong juga cuma bertempur sama kuatnya
saja melawan rajawali.
Makin lama Hoat-ong makin heran dan kuatir Yo
Ko
Tidak ada komentar:
Posting Komentar