Kembalinya Pendekar Rajawali 71
Biasanya Siao-liong-li memang tidak pernah
unjuk rasa gusar atau gembira, kecuali cinta kasihnya kepada Yo Ko, urusan lain
sama sekali tak pernah terpikir olehnya. Maka melihat Hotu bicara dengn
cengar-cengir, iapun tidak ambil pusing, hanya dikatakannya dengan tak acuh:
“Aku lagi ada urusan penting, masakah kau tidak melihatnya?”
Melihat sikap si nona ramah tamah tanpa
marah, Hotu bergirang, segera ia berkata pular.
“Sejak berpisah, betapa rindu hatiku akan
dikau, Siau-ong ingin bicara sesuatu, entah nona sudi mendengarkan tidak?”
Tapi Siao-liong-li sedang menguatirkan Yo Ko
serta bayi itu, ia hanya mendengus saja dan tidak menggubrisnya lagi sekali
mengegos segera ia menyelinap lewat samping orang.
Sejak pertama kali Hotu mengunjungi
Cong-lam-san untuk meminang Siao - liong - li, sebelum bertemu muka si nona dia
sudah lari terbirit-birit karena diusir oleh gerombolan tawon, hal ini sungguh
membikin pamornya merosot habiskan, kemudian di perjamuan Eng - hiong - yan dia
melihat sendiri wajah Siao-liong-li yang cantik molek, dia benar-benar kesemsem
dan rindu kasmaran pula siang dan malam, sekarang kebetulan dapat berjumpa
berhadapan sendirian, mana dia mau membiarkan si nona pergi begitu saja tanpa
mengutarakan isi hatinya yang rindu dendam
itu. BegituIah ketika Siao - liong - li hendak tewat, cepat ia pentang kedua
tangannya dan mengadangnya-katanya sambil tertawa: “Siau - ong benar-benar
ingin mengutarakan cinta pada nona, masakah nona sama sekali tidak sudi
mendengarkan?”
Siao-liong-li menjadi aseran melihat orang
merecokinya, “sret”, segera ia menusuk kekiri dan mendadak berputar pula ke
kanan, kontan pundak kanan Hotu berlumuran darah.
Sambil menahan sakit Hotu balas menyerang
satu kali sambil berkata: “Mcngapa engkau setega ini?”
Kembali Siao-liong-Ii hanya mendengus saja,
pedangnya berputar pula, sekali ini menusuk pinggang lawan.
Melihat tipu serangan si nona cukup keji,
tapi air mukanya tetap tenang dan ramah tamah, Hotu menyangka orang sengaja
hendak menguji ketulusan cintanya, maka ia sengaja menurunkan kipasnya dan
tidak balas menyerang pula, namun masih mengadang di depan si nona.
Kembali Siao-liong-li menusuk pula, tapi Hotu
malah membusungkan dada menyambut serangan itu, ia pikir si nona pasti takkan
membunuhnya. Keruan Siao-liong-li menjadi melengak malah dan tidak tahu apa
maksud orang, sedikit ia miringkan ujung pedang, “cret”, bahu Hotu yang
tertusuk pedangnya.
Tusukan ini cukup parah, seketika Hotu merasa
kesakitan luar biasa, tapi hatinya malah bergirang, pikirnya: “Nyata dia memang
sengaja menguji ketulusan hatiku dan tidak menusuk dadaku.”
Sementara itu Siao-liong-li lantas menggeser
cepat ke belakang Hotu, kuatir digoda lagi, pedangnya terus membalik lagi
menusuk, sedangkan kakinya melangkah tanpa berhenti.
Dari suara angin yang keras itu Hotu merasa
tusukan sinona sekali ini tampaknya bukan cuma menguji saja, tapi bila kena
bukan mustahil jiwa akan melayang, maka cepat ia mendoyongkan tubuh ke belakang,
waktu ia berdiri tegak lagi, ternyata Siao-liong-li sudah kabur jauh dan sukar
disusul.
Walaupun pedang Siao-liong-li berhasil
menusuk Hotu, tapi pikirannya lagi tertuju kepada keselamatan Yo Ko, apa yang
terjadi dengan Hotu itu sama sekali tidak diperhatikan olehnya. ia lihat Li
Bok-chiu bertiga berlari menuju ke utara, maka cepat iapun memburu ke jurusan
sana.
Sementara itu suasana dalam kota sedang
ribut, di mana-mana pasukan dikerahkan menangkap mata2 musuh, Namun,
Siao-liong-li tidak ambil pusing semua ituy ia terus berlari ke pintu
benteng-waktu itu Loh Yu-kah sedang ronda dengan sekelompok anggota Kay-pang.
Melihat Siao-liong-li, segera Loh Yu-kah bertanya: “Nona Liong, apakah Ui
pangcu dan Kwe-tayhiap baik-baik saja?”
Siao-liong-li tidak menjawab, sebaliknya ia
malah bertanya: “Apakah kau melihat Nyo-kongcu dan Kim-lun Hoatong serta
seorang tokoh yang membawa anak bayi?”
“Semuanya melompat ke sana,” jawab Loh-Yu-kah
sambil menuding keluar benteng.
Siao-Iiong-li melengak, ia pikir tembok
benteng begitu tinggi, cara bagaimana ketiga orang itu turun ke sana, apakah
mereka takkan patah tulang dan pecah kepala?
Sekilas dilihatnya seorang perajurit sedang
menyikat bulu kuda merah, itu kuda mestika kesayangan Kwe Ceng, terkesiap hati
Siao-liong-Ii, ia pikir kalau Yo Ko tidak menggunakan kuda mestika ini jelas
sukar mencapai Coat-ceng-kok dalam waktu singkat, segera ia memburu maju dan
menarik tali kendali kuda itu, katanya kepada Loh Yu-kah: “Aku ada urusan
penting keluar kota, sementara ku pinjam pakai kuda ini.”
Yang dikuatirkan Loh Yu-kah hanya keselamatan
Oey Yong dan Kwe Ceng saja, kembali ia tanya: “Apakah Ui-pangcu dan Kwe-tayhiap
baik-baik saja!”
“Mereka tidak kurang apa-apa,” jawab
Siao-Iiong li. “Bayi yang baru dilahirkan Ui- pangcu telah di culik orang, aku
harus merampasnya kembali.”
Loh Yu-kah terkejut cepat ia memerintahkan
membuka pintu benteng, baru saja pintu geybang terbuka sedikit dan sebelum
jembatan gantung di-turunkan lurus, cepat sekali Siao-lion-li sudah membedakan
kuda merah itu keluar benteng secepat terbang, Waktu Siao-liong-li memandang ke
kaki tembok benteng sana, di lihatnya dua mayat perajurit hancur mumur
menggeletak di saaa, di sebelahnya ada pula bangkai seekor kuda juga terbanting
hancur, selain itu tiada sesuatu tanda lain yang men-curigakan. Diam-diam ia
merasa heran cara bagai mana Yo Ko, Hoat-ong dan Li Bok-chiu melompat turun
tembok benteng yang tinggi itu.
Tapi mengingat Yo Ko bertiga tidak
beralangan apa-apa, segera ia mengejar ke sana cepat untuk membantu anak muda
itu merebut kembali anak bayi itu.
Akan tetapi sejauh pandangannya ke depan
suasana sunyi senyap tiada bayangan seorang, entah ketiga orang itu sudah lari
ke mana. Dalam keadaan bingung tak berdaya, Siao-liong-li tepuk-tepuk leher
kuda merah itu sambil berguman: “Wahai kudaku sayang, aku hendak menyelamatkan
majikan mudamu yang baru lahir itu, lekas membawaku ke sana.”
Entah kuda itu benar-benar paham perkataannya
atau tidak, mendadak kuda merah itu menegak kepala dan meringkik keras, segera
pula membelai ke arah timur laut sana.
Kiranya waktu Yo Ko dan Hoat-ong mengejar Li
Bok-chiu, sampai di atas benteng, mereka pikir menghadapi jalan buntu, Li
Bok-chiu pasti akan dapat di bekuk.
Tak terduga Li Bok-chiu memang kejam tapi
juga cerdik, setiba diatas benteng, sekonyong-konyong ia tangkap seorang
perajurit terus dilemparkan kebawah, menyusul iapun melompat turun. Ketika
perajurit itu hampir menyentuh tanah, pada saat itulah sebelah kaki Li Bok-chiu
menutul pada punggung perajurit itu sehingga daya turunnya itu berkurang, habis
itu ia terus melompat ke depan dan turun diatas tanah dengan enteng, bahkan
bayi dalam pangkuan nya juga tidak terkaget sementara itu perajurit tadi telah
terbanting mampus.
Diam-diam Heat-ong mengakui kelihayan Li Bok
chiu, iapun menirukan cara orang, iapun mencengkeram seorang perajurit dan
dilemparkan ke bawah benteng, akhirnya iapun dapat melompat turun dengan
selamat.
Yo Ko menjadi ragu-ragu menyaksikan kejadian
itu, kecuali dahulu ia membinasakan seorang anggota Kay-pang secara tidak sengaja,
selama ini dia belum pernah lagi membunuh seorangpun, apalagi harus
mengorbankan jiwa orang lain untuk dipakai sebagai batu loncatan dirinya,
betapapun ia tak tega.
Namun keadaan sudah mendesak, tiba-tiba ia
mendapat akal, ia dorong seekor kuda keluar benteng, ketika kuda itu hampir
jatuh ke tanah barulah dia menutul punggung kuda terus mengejar ke sana
mengikuti jejak Hoat-ong.
Sebenarnya keadaan Yo Ko rada lemah karena
sebelumnya telah bertempur sengit di tengah pasukan Mongol dan terluka oleh
roda Kim-lun Hoat-ong, darah mengucur cukup banyak, apalagi tadi bertempur lagi
sekian lama, sesungguhnya ia hampir tidak kuat.
Tapi mengingat puteri Kwe Ceng diculik musuh,
ia pikir apapun yang terjadi bayi itu harus direbut kembali.
Sebenarnya kekuatan lari ketiga orang sangat
cepatnya, Li Bok-chiu dibebani seorang bayi, Hoat-ong terluka dan kuatir racun
bekerja pada lukanya itu, maka ia tidak berani mengerahkan segenap tenaga untuk
mengejar. Sebab itulah kecepatan lari mereka bertiga tidak seperti biasanya, setelah
belasan li meninggalkan kota Siangyang, jarak mereka bertiga tetap bertahan
belasan meter jauhnya, Hoat-ong tidak sanggup menyusul Li Bok chiu, Yo Ko juga
tidak mampu menyusul Hoat-ong.
Setelah berlari-lari pula, Li Bok-chiu
melihat Hoat-ong dan Yo Ko masih terus mengintil di belakangnya dilihatnya
didepan sana banyak bukit-bukitan. beberapa li lagi akan dapat mencapai lereng
bukit itu, maka ia percepat larinya, ia pikir kalau sudah masuk ke lembah
pegunungan sana tentu akan mudah mencari tempat sembunyi.
Meski Siao-liong-li menyatakan bayi itu bukan
anaknya, tapi melihat cara Yo Ko mengudaknya dengan mati-matian, ia menduga
bayi itu pasti anak haram hasil hubungan gelap antara Yo Ko dengan
siao-liong-li, asalkan bayi ini dipegangnya sebagai sandera, rasanya kitab
pusaka Giok-li-sim-keng oleh sumoay akan terpaksa ditukarkan pada bayi itu.
Begitulah makin lama mereka makin menanjak ke
dataran yang tinggi, sekitar pepohonan lebat melulu, jalan juga lika-liku.
Hoat-ang menjadi kuatir kalau sebentar lagi Li Bok-chiu akan menyusup ke
semak-semak pepohonan itu sukar lagi ditemukan.
Selama ini Hoat-ong belum pernah bergebrak
dengan Li Bok-chiu, tapi dari Ginkangnya yang tinggi itu, ia yakin orang pasti
seorang lawan yang tangguh. Dia sudah kehilangan dua rodanya, sebenarnya tidak
ingin menyambitkan roda yang bersisa tiga itu, namun keadaan sudah mendesak dan
tidak boleh ragu-ragu lagi, segera ia membentak sekerasnya: “Hai perempuan itu,
lekas taruh anak itu dan jiwamu akan kuampuni, kalau tidak menurut, jangan kau
salahkan aku tidak kenal kasihan!”
Tapi Li Bok-chiu menyambut dengan ngikik
tawa, larinya bahkan tambah cepat.
Dengan gemas Hoat ong mengayun tangannya
sebuah rodanya terus menyamber ke punggung Li Bok-chiu, samberan itu sungguh
amat dahsyat, mau tak-mau Li Bik-chiu harus menyelamatkan diri, terpaksa ia
membalik dan memutar kebutnya, baru saja kebutan hendak mengebas ke roda musuh,
dilihatnya roda itu berputar dan memancarkan cahaya kemilau, kalau kebut
sendiri kebentur bukan mustahil akan terhantam putus, cepat ia mengegos ke
samping untuk menghindari serangan roda itu.
Saat itu juga Hoat-ong telah menubruk maju,
roda tembaganya menyamber pula, sekali ini roda itu terbanting ke samping lebih
dulu, habis itu memutar balik dan menyambar ke arah Li Bok-chiu.
Li Bok-chiu juga belum berani menangkis roda
itu, ia melompat mundur dan sedikit membungkuk, kembali samberan roda itu dapat
dihindari dengan Ginkang yang tinggi. Sementara itu Hoat-ong sudah menubruk
maju lagi, roda perak tadi ditangkapnya kembali lebih dulu, sedangkan roda
timah terus mengepruk ke pundak musuh..
Namun kebut Li Bok-chiu juga lantas mengebas
hingga bulu kebut itu berubah menjadi be-ribu bintik emas dan bertebaran ke
muka Hoat-ong, Terpaksa Hoat ong lemparkan roda timah tadi ke atas untuk
menangkis kebut lawan berbareng ia tangkap kembali roda tembaga, menyusul ia
benturkan roda tembaga dan roda perak yang dipegangnya itu hingga menerbitkan
suara nyaring menggetar sukma, suaranya berkumandang jauh di lembah pegunungan
itu sahut-menyahut hingga lama.
Habis itu Hoat ong putar kedua rodahya dan
menyerang lebih gencar lagi.
Menghadapi lawan tangguh, semangat Li Bok
chiu terbangkit, tak diduganya Hwesio gemuk besar ini memiliki tenaga sekuat
ini, bahkan tipu serangannya juga cepat lagi lihay. Segera ia mengeluarkan
segenap kemahirannya untuk menempurnya.
Dalam pada itu Yo Ko juga sudah menyusul
tiba, dilihatnya kedua orang sedang bertempur dengan sengit, tiga buah roda
terbang kian kemari diselingi sebuah kebut yang naik turun dengan cepat-nya.
Untuk sementara Yo Ko hanya mengikuti pertarungan mereka sambil melepaskan
lelah serta cari kesempatan baik untuk merebut kembali si bayi.
Bicara tentang tenaga dalam dan ilmu silat
sebenarnya Hoat-ong lebih tinggi setingkat daripada li Bok-chiu, apalagi Li
Bok-chiu memondong seorang bayi, sepantasnya dalam beberapa puluh jurus saja
dia pasti akan keok.
Tak di sangkanya bayi yang tadinya selalu
dilindunginya dan kuatir di celakai oleh Hoat-ong, setiap kali bila roda
mendekati badan bayi itu, cepat lawan lantas menarik kembali serangannya malah.
Sedikit berpikir saja Li Bok-chiu lantas
paham duduknya perkara, rupanya Hwesio gede ingin merebut bayi ini, makanya
tidak ingin mencelakainya, dasar watak Li Bok-chiu memang keji dan kejam.
Sudah tentu ia tidak pedulikan mati hidup
orang lain, apalagi sekarang setelah mengetahui jalan pikiran Hoat-ong,
diam-diam ia bergirang, Setiap kali bila dia terdesak seperti tidak sengaja ia
lantas menggunakan si jabang bayi sebagai tameng untuk menggagalkan serangan
maut musuh.
Dengan demikian bayi ini bukan lagi merupakan
beban, bahkan berubah menjadi perisai yang sangat berguna baginya, asalkan dia
angkat bayi itu untuk menangkis betapapun lihay jurus serangan musuh juga akan
di gagalkan seluruhnya.
Begitulah beberapa kali serangan maut Hoat
Ong telah di tangkis oleh perisai bayi Li Bok-chiu, karuan Yo Ko kelabakan, ia
kuatir kalau terjadi sedikit kekeliruan antara kedua orang itu, maka bayi yang
berusia belum genap satu hari itu pasti akan melayang jiwanya.
Baru mencari akal buat rebut kembali bayi
itu, dilihatnya roda perak Hoat-ong ditengah kanan mendadak menghantam dari
luar ke bagian dalam, sedangkan roda tembaga di tengah kiri menyodok ke depan.
Gerakan kedua roda seperti merangkul hingga Li Bok-chiu terkurung antara kedua
tangan Hoat-ong.
Muka Li Bok-chiu menjadi merah dan memaki
gerakan serangan si Hwesio yang kurang ajar itu, cepat kebutnya menyabet ke
belakang untuk menangkis roda perak, sedangkan bayi di bawa di depan dada untuk
membela diri, Namun sebelumnya Hoat-ong sudah memperhitungkan gerakan
susulannya, mendadak tangan kiri melepaskan roda tembaga ke atas untuk
menyerang muka Li Bok-chiu.
Jarak roda itu dengan Li Bok-chiu hanya
satu-dua kaki saja dan mendadak disambitkan dengan cepat sekali, tentu saja
sukar di tangkis, untung Li Bok-chiu sudah berpengalaman luas, sudah berpuluh
tahun malang melintang di dunia Kangouw, dalam keadaan gawat mendadak ia
doyongkan tubuhnya ke belakang, kedua kakinya memaku kencang di tanah, kebutnya
terus balas menyerang pundak musuh.
Hoat-ong sempat mengegos hingga kebut itu
menyerempet lewat pundaknya sementara itu tangan kiri yang kosong itu sempat
memotong ke lengan kiri Li Bok-chiu, seketika Li Bok-chiu merasakan lengannya
kaku linu, ia menjerit tertahan dan melompat mundur, namun tangannya sudah
terasa kosong, bayi itu sudah direbut oleh Kim-lun Hoat-ong.
Selagi Hoat-ong bergirang, sekonyong-konyong
dari samping menubruk tiba seorang, Yo Ko telah samber bayi itu dari tangan
Hoat-ong terus bergulingan ke tanah, pedangnya diputar kencang untuk melindungi
anak bayi itu, lalu melompat bangun dan siap menghadapi musuh.
Rupanya Yo Ko melihat saat yang bagus sebelum
Hoat-ong dapat memondong si bayi dengan baik, tanpa menghiraukan jiwa sendiri
ia terus menerjang maju dan sekali serobot ternyata berhasil dengan baik.
Begitulah dalam sekejap saja bayi itu telah
berpindah tangan antara ketiga orang itu, Li Bok chiu berseru memuji:
“Bagus, Ko-ji!”
Hoat-ong menjadi gusar, benturan rodanya
menerbitkan suara berdering pula, menyusul roda di tangan kanan terus
menghantam, Sambil mengegos segera Yo Ko bermaksud angkat kaki Tiba-tiba
terdengar suara angin menyamber, kiranya Li Bok-chiu dengan mengayun kebutnya
telah mengadangnya sambil berkata dengan tertawa: “Jangan pergi dulu, Ko-ji,
kita harus melabrak Hoat ong ini!? Karena roda Hoat-ong sudah menghatam pula,
terpaksa Yo Ko memutar pedangnya untuk menangkis. Setelah bertempur beberapa
hari ber-turut-urut kedua pihak sudah sama apal tipu serangan masing-masing,
begitu saling labrak segera terjadilah serangan kilat, dalam sekejap saja
berpuluh jurus sudah berlangsung.
Diam-diam Li Bok-chiu terkejut, ia heran
mengapa dalam waktu sesingkat ini kepandaian Yo Ko sudah maju sedemikian pesat,
tampaknya aku bukan lagi tandingannya, bahkan mendiang Suhu juga belum tentu
bisa melebihi dia.
Akan tetapi karena Yo Ko harus memikirkan
keselamatan si bayi, betapapun dayi itu adalah puteri sang paman yang
dihormatinya itu, maka sedikitpun ia tak berani menirukan cara Li Bok-chiu
memperalat bayi itu sebagai tameng. Dan justeru inilah akhirnya Hoat-ong dapat
melihat kelemahannya, kini ia lebih banyak mengerahkan serangannya kepada si
bayi, dengan demikian Yo Ko menjadi kelabakan dan sukar bertahan.
“Li-supek, lekas bantu aku rnenghalau bangsat
gundul ini, urusan lain boleh kita bicarakan nanti”
-Sekilas Hoat-ong melirik Li Bok-chiu,
tertampak perawakan yang ramping menggiurkan meski usianya sudah lewat setengah
umur, tapi gayanya tetap menarik, dengan tersenyum simpul ia mengikuti
pertarungan mereka dan tampaknya tidak bermaksud membantu pihak manapun.
Diam-diam Hoat ong sangat heran bahwa Tokoh
ini ternyata paman guru si Yo Ko, tapi mengapa tidak membantu anak muda itu?
jangan-jangan ada rencana licin dibalik persoalan ini? Paling penting sekarang
bocah she Nyo ini harus lekas dikalahkan dan bayi itu direbut kembali.
Begitulah Hoat-ong lantas pergencar
serangannya sehingga Nyo K-o terkurung rapat di bawah cahaya rodanya.
Li Bok-chiu tahu musuh takkan
mencelakai si bayi maka ia tidak ambil pusing terhadap teriakan minta tolong Yo
Ko itu, ia hanya, tersenyum saja sambil bersimpuh tangan dengan adem ayem.
Setelah bertempur lagi sebentar, dada Yo Ko
mulai terasa sakit, ia tahu tenaga dalam sendiri tak dapat menandingi lawan,
kalau bertempur lebih lama lagi jelas sukar bertahan.
Sudah sekian lama ia tidak mendengar suara
tangis si bayi, ia menjadi takut terjadi apa-apa, dalam seribu kesibukannya itu
ia coba memandang sekejap kepada si bayi, tertampak wajah si kecil itu putih
bersemu merah, molek menyenangkan, kedua matanya yang hitam itu sedang
memandang padanya.
Padahal bayi itu belum genap satu hari
dilahirkan dengan sendirinya belum tahu apa-apa tapi air mukanya kelihatan
tenang dan tenteram, sama sekali tak mirip seorang bayi yang baru saja
dilahirkan.
Biasanya Yo Ko tidak cocok dengan Kwe Hu,
tapi menghadapi orok dalam pangkuannya ini, tiba-tiba timbul semacam pikiran
aneh dalam benaknya: “Kini aku membelanya mati-matian, kalau nasibnya mujur dan
jiwanya
dapat diselamatkan, tujuh hari lagi aku
sendiri akan mati, kelak kalau dia sudah sebesar kakaknya itu entah dia akan
teringat kepadaku atau tidak?”
Karena rangsangan perasaannya itu, entah dari
mana datangnya kesedihan, tiba-tiba matanya menjadi merah dan hampir-hampir
meneteskan air mata.
Bahwa Yo Ko sudah kewalahan melayani serangan
Hoat-ong itu juga disaksikan oleh Li Bok-chiu, semula ia merasa tidak tega dan
bermaksud maju membantu, tapi segera terpikir pula olehnya bahwa kepandaian Yo
Ko sudah lebih tinggi daripada dia, jika sekarang tidak meminjam kepandaian si
Hwesio ini untuk membunuhnya, kelak tentu akan mendatangkan bencana baginya.
Karena itu ia tetap menonton saja tanpa membantu.
Di antara tiga orang ini ilmu silat Hoat-ong
paling tinggi, Li Bok-chiu paling kejam, tapi bicara tentang tipu akal adalah
Yo Ko. Setelah bersedih sebentar segera pula ia memikirkan akal cara meloloskan
diri, ia jadi teringat kepada tipu akal Khong Bheng di jaman Sam-kok, waktu itu
di antara tiga negara, Co jo dari negeri Gui terhitung paling kuat dan negeri
Han pimpinan Lau Pi paling lemah, untuk melawan Co Jo terpaksa Lau Pi
berterikat dengan Lun Koan dari negeri Go.
Kalau sekarang Li Bok-chiu tidak mau membantu
terpaksa dirinya sendiri yang harus membantu Li Bok-chiu, untuk ini segera Yo
Ko menyerang dua kali untuk menahan Hoat-ong, habis itu cepat ia melompat
mundur dan mendadak menyodorkan bayi itu kepada Li Bok-chiu sambil berseru:
“Terima ini!”
Kejadian ini benar-benar di luar dugaan Li
Bok-chiu, seketika ia tidak paham apa maksud Yo Ko, tapi tanpa pikir ia terima
jabang bayi itu.
Dalam pada itu Yo Ko telah berseru pula “Li
Supek, lekas lari membawa anak itu, biar kutahan bangsat gundul inil”
Berbareng ia melancarkan serangan maut untuk
mendesak mundur Hoat-ong.
Lik Bok-chiu mengira si Yo Ko mengharapkan
bantuannya sebagai sang paman guru dan tentu takkan membikin susah anaknya,
maka dalam keadaan bahaya bayi itu diserahkan lagi padanya, tentu saja ia
bergirang dan anggap sangat kebetulan baginya.
Sama sekali tak terpikir olehnya bahwa cara
itu adalah tipu akal Yo Ko, begitu Li Bok-chiu hendak angkat kaki, mendadak
Hoat-ong menghantamnya pula dengan roda perak, Karena tiada jalan lain,
terpaksa Li Bok-chiu memutar balik kebutnya untuk menangkis.
Melihat maksud tujuannya sudah tercapai Yo Ko
menghela napas lega. Tapi dia tetap memikirkan keselamatan si orok dan tidak
dapat berpeluk tangan tanpa urus seperti Li Bok - chiu tadi, Setelah istirahat
sejenak, segera ia angkat pedang dan menerjang Hoat-ong dari samping.
Sementara itu sang surya sedang memancarkan
cahaya yang terang, di tengah hutan lebat itu tetap tembus oleh cahaya
matahari, semangat Yo Ko terbangkit, ia mainkan pedangnya terlebih keras.
“trang, trang”, tiba-tiba roda perak Hoat-ong terkupas sebagian oleh Kuncu-kiam
yang tajam itu.
Kim-lun Hoat-ong juga tidak kurang saktinya,
meski terkejut, namun gerak serangannya semakin lihay.
Tiba-tiba Yo Ko mendapat akal, serunya:
“Li-supek, awas roda tembaganya itu, bagian yang terkupas itu ada racunnya,
jangan kau tersentuh olehnya.”
“Memangnya kenapa?” ujar Li Bok-chiu tak
acuh.
“Racun yang terpoles di pedangku ini sangat
lihay” kata Yo Ko.
Tadi Hoat-ong dilukai oleh pedang Yo Ko,
memangnya dia berkaatir kalau pedang anak muda itu beracun, tapi setelah sekian
lama bertempur tiada terasa tanda aneh pada lukanya, maka ia tidak berkuatir
lagi, Sekarang Yo Ko menyebutnya pula, mau-tak-mau hatinya tergetar dan
semangatnya menjadi lesu mengingat kekejian Kongsun Ci itu, mustahil pedang Yo
Ko yang diambil dari tempatnya itu tidak -dipoles dengan racun.
Mendadak Li Bok chiu berseru “Tusuk dia
dengan pedangmu yang beracun itu, Ko-ji!” -Berbareng ia mengayun tangannya
seperti menyambitkan senjata rahasia.
Cepat Hoat-ong memutar rodanya menjaga rapat
tubuhnya, tapi gerakan Li Bok-chiu itu ternyata gertakan belaka, kesempatan itu
telah di gunakannya untuk berlari ke sana secepat terbang.
Walaupun meragukan terkena racun, tapi
Hoat-ong sangat tangkas, ia merasa lukanya tidak geli dan juga tidak bengkak,
betapapun ia tak mau pulang dengan tangan hampa, maka cepat ia terus mengudak
ke jurusan Li Bok-chiu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar