Jumat, 23 November 2012

Sin Tiauw Hiap Lu 71



Kembalinya Pendekar Rajawali 71

Biasanya Siao-liong-li memang tidak pernah unjuk rasa gusar atau gembira, kecuali cinta kasihnya kepada Yo Ko, urusan lain sama sekali tak pernah terpikir olehnya. Maka melihat Hotu bicara dengn cengar-cengir, iapun tidak ambil pusing, hanya dikatakannya dengan tak acuh: “Aku lagi ada urusan penting, masakah kau tidak melihatnya?”
Melihat sikap si nona ramah tamah tanpa marah, Hotu bergirang, segera ia berkata pular.
“Sejak berpisah, betapa rindu hatiku akan dikau, Siau-ong ingin bicara sesuatu, entah nona sudi mendengarkan tidak?”
Tapi Siao-liong-li sedang menguatirkan Yo Ko serta bayi itu, ia hanya mendengus saja dan tidak menggubrisnya lagi sekali mengegos segera ia menyelinap lewat samping orang.
Sejak pertama kali Hotu mengunjungi Cong-lam-san untuk meminang Siao - liong - li, sebelum bertemu muka si nona dia sudah lari terbirit-birit karena diusir oleh gerombolan tawon, hal ini sungguh membikin pamornya merosot habiskan, kemudian di perjamuan Eng - hiong - yan dia melihat sendiri wajah Siao-liong-li yang cantik molek, dia benar-benar kesemsem dan rindu kasmaran pula siang dan malam, sekarang kebetulan dapat berjumpa berhadapan sendirian, mana dia mau membiarkan si nona pergi begitu saja tanpa
mengutarakan isi hatinya yang rindu dendam itu. BegituIah ketika Siao - liong - li hendak tewat, cepat ia pentang kedua tangannya dan mengadangnya-katanya sambil tertawa: “Siau - ong benar-benar ingin mengutarakan cinta pada nona, masakah nona sama sekali tidak sudi mendengarkan?”
Siao-liong-li menjadi aseran melihat orang merecokinya, “sret”, segera ia menusuk kekiri dan mendadak berputar pula ke kanan, kontan pundak kanan Hotu berlumuran darah.
Sambil menahan sakit Hotu balas menyerang satu kali sambil berkata: “Mcngapa engkau setega ini?”
Kembali Siao-liong-Ii hanya mendengus saja, pedangnya berputar pula, sekali ini menusuk pinggang lawan.
Melihat tipu serangan si nona cukup keji, tapi air mukanya tetap tenang dan ramah tamah, Hotu menyangka orang sengaja hendak menguji ketulusan cintanya, maka ia sengaja menurunkan kipasnya dan tidak balas menyerang pula, namun masih mengadang di depan si nona.
Kembali Siao-liong-li menusuk pula, tapi Hotu malah membusungkan dada menyambut serangan itu, ia pikir si nona pasti takkan membunuhnya. Keruan Siao-liong-li menjadi melengak malah dan tidak tahu apa maksud orang, sedikit ia miringkan ujung pedang, “cret”, bahu Hotu yang tertusuk pedangnya.
Tusukan ini cukup parah, seketika Hotu merasa kesakitan luar biasa, tapi hatinya malah bergirang, pikirnya: “Nyata dia memang sengaja menguji ketulusan hatiku dan tidak menusuk dadaku.”
Sementara itu Siao-liong-li lantas menggeser cepat ke belakang Hotu, kuatir digoda lagi, pedangnya terus membalik lagi menusuk, sedangkan kakinya melangkah tanpa berhenti.
Dari suara angin yang keras itu Hotu merasa tusukan sinona sekali ini tampaknya bukan cuma menguji saja, tapi bila kena bukan mustahil jiwa akan melayang, maka cepat ia mendoyongkan tubuh ke belakang, waktu ia berdiri tegak lagi, ternyata Siao-liong-li sudah kabur jauh dan sukar disusul.
Walaupun pedang Siao-liong-li berhasil menusuk Hotu, tapi pikirannya lagi tertuju kepada keselamatan Yo Ko, apa yang terjadi dengan Hotu itu sama sekali tidak diperhatikan olehnya. ia lihat Li Bok-chiu bertiga berlari menuju ke utara, maka cepat iapun memburu ke jurusan sana.
Sementara itu suasana dalam kota sedang ribut, di mana-mana pasukan dikerahkan menangkap mata2 musuh, Namun, Siao-liong-li tidak ambil pusing semua ituy ia terus berlari ke pintu benteng-waktu itu Loh Yu-kah sedang ronda dengan sekelompok anggota Kay-pang. Melihat Siao-liong-li, segera Loh Yu-kah bertanya: “Nona Liong, apakah Ui pangcu dan Kwe-tayhiap baik-baik saja?”
Siao-liong-li tidak menjawab, sebaliknya ia malah bertanya: “Apakah kau melihat Nyo-kongcu dan Kim-lun Hoatong serta seorang tokoh yang membawa anak bayi?”
“Semuanya melompat ke sana,” jawab Loh-Yu-kah sambil menuding keluar benteng.
Siao-Iiong-li melengak, ia pikir tembok benteng begitu tinggi, cara bagaimana ketiga orang itu turun ke sana, apakah mereka takkan patah tulang dan pecah kepala?
Sekilas dilihatnya seorang perajurit sedang menyikat bulu kuda merah, itu kuda mestika kesayangan Kwe Ceng, terkesiap hati Siao-liong-Ii, ia pikir kalau Yo Ko tidak menggunakan kuda mestika ini jelas sukar mencapai Coat-ceng-kok dalam waktu singkat, segera ia memburu maju dan menarik tali kendali kuda itu, katanya kepada Loh Yu-kah: “Aku ada urusan penting keluar kota, sementara ku pinjam pakai kuda ini.”
Yang dikuatirkan Loh Yu-kah hanya keselamatan Oey Yong dan Kwe Ceng saja, kembali ia tanya: “Apakah Ui-pangcu dan Kwe-tayhiap baik-baik saja!”
“Mereka tidak kurang apa-apa,” jawab Siao-Iiong li. “Bayi yang baru dilahirkan Ui- pangcu telah di culik orang, aku harus merampasnya kembali.”
Loh Yu-kah terkejut cepat ia memerintahkan membuka pintu benteng, baru saja pintu geybang terbuka sedikit dan sebelum jembatan gantung di-turunkan lurus, cepat sekali Siao-lion-li sudah membedakan kuda merah itu keluar benteng secepat terbang, Waktu Siao-liong-li memandang ke kaki tembok benteng sana, di lihatnya dua mayat perajurit hancur mumur menggeletak di saaa, di sebelahnya ada pula bangkai seekor kuda juga terbanting hancur, selain itu tiada sesuatu tanda lain yang men-curigakan. Diam-diam ia merasa heran cara bagai mana Yo Ko, Hoat-ong dan Li Bok-chiu melompat turun tembok benteng yang tinggi itu.
 Tapi mengingat Yo Ko bertiga tidak beralangan apa-apa, segera ia mengejar ke sana cepat untuk membantu anak muda itu merebut kembali anak bayi itu.
Akan tetapi sejauh pandangannya ke depan suasana sunyi senyap tiada bayangan seorang, entah ketiga orang itu sudah lari ke mana. Dalam keadaan bingung tak berdaya, Siao-liong-li tepuk-tepuk leher kuda merah itu sambil berguman: “Wahai kudaku sayang, aku hendak menyelamatkan majikan mudamu yang baru lahir itu, lekas membawaku ke sana.”
Entah kuda itu benar-benar paham perkataannya atau tidak, mendadak kuda merah itu menegak kepala dan meringkik keras, segera pula membelai ke arah timur laut sana.
Kiranya waktu Yo Ko dan Hoat-ong mengejar Li Bok-chiu, sampai di atas benteng, mereka pikir menghadapi jalan buntu, Li Bok-chiu pasti akan dapat di bekuk.
Tak terduga Li Bok-chiu memang kejam tapi juga cerdik, setiba diatas benteng, sekonyong-konyong ia tangkap seorang perajurit terus dilemparkan kebawah, menyusul iapun melompat turun. Ketika perajurit itu hampir menyentuh tanah, pada saat itulah sebelah kaki Li Bok-chiu menutul pada punggung perajurit itu sehingga daya turunnya itu berkurang, habis itu ia terus melompat ke depan dan turun diatas tanah dengan enteng, bahkan bayi dalam pangkuan nya juga tidak terkaget sementara itu perajurit tadi telah terbanting mampus.
Diam-diam Heat-ong mengakui kelihayan Li Bok chiu, iapun menirukan cara orang, iapun mencengkeram seorang perajurit dan dilemparkan ke bawah benteng, akhirnya iapun dapat melompat turun dengan selamat.
Yo Ko menjadi ragu-ragu menyaksikan kejadian itu, kecuali dahulu ia membinasakan seorang anggota Kay-pang secara tidak sengaja, selama ini dia belum pernah lagi membunuh seorangpun, apalagi harus mengorbankan jiwa orang lain untuk dipakai sebagai batu loncatan dirinya, betapapun ia tak tega.
Namun keadaan sudah mendesak, tiba-tiba ia mendapat akal, ia dorong seekor kuda keluar benteng, ketika kuda itu hampir jatuh ke tanah barulah dia menutul punggung kuda terus mengejar ke sana mengikuti jejak Hoat-ong.
Sebenarnya keadaan Yo Ko rada lemah karena sebelumnya telah bertempur sengit di tengah pasukan Mongol dan terluka oleh roda Kim-lun Hoat-ong, darah mengucur cukup banyak, apalagi tadi bertempur lagi sekian lama, sesungguhnya ia hampir tidak kuat.
Tapi mengingat puteri Kwe Ceng diculik musuh, ia pikir apapun yang terjadi bayi itu harus direbut kembali.
Sebenarnya kekuatan lari ketiga orang sangat cepatnya, Li Bok-chiu dibebani seorang bayi, Hoat-ong terluka dan kuatir racun bekerja pada lukanya itu, maka ia tidak berani mengerahkan segenap tenaga untuk mengejar. Sebab itulah kecepatan lari mereka bertiga tidak seperti biasanya, setelah belasan li meninggalkan kota Siangyang, jarak mereka bertiga tetap bertahan belasan meter jauhnya, Hoat-ong tidak sanggup menyusul Li Bok chiu, Yo Ko juga tidak mampu menyusul Hoat-ong.
 Setelah berlari-lari pula, Li Bok-chiu melihat Hoat-ong dan Yo Ko masih terus mengintil di belakangnya dilihatnya didepan sana banyak bukit-bukitan. beberapa li lagi akan dapat mencapai lereng bukit itu, maka ia percepat larinya, ia pikir kalau sudah masuk ke lembah pegunungan sana tentu akan mudah mencari tempat sembunyi.
Meski Siao-liong-li menyatakan bayi itu bukan anaknya, tapi melihat cara Yo Ko mengudaknya dengan mati-matian, ia menduga bayi itu pasti anak haram hasil hubungan gelap antara Yo Ko dengan siao-liong-li, asalkan bayi ini dipegangnya sebagai sandera, rasanya kitab pusaka Giok-li-sim-keng oleh sumoay akan terpaksa ditukarkan pada bayi itu.
Begitulah makin lama mereka makin menanjak ke dataran yang tinggi, sekitar pepohonan lebat melulu, jalan juga lika-liku. Hoat-ang menjadi kuatir kalau sebentar lagi Li Bok-chiu akan menyusup ke semak-semak pepohonan itu sukar lagi ditemukan.
Selama ini Hoat-ong belum pernah bergebrak dengan Li Bok-chiu, tapi dari Ginkangnya yang tinggi itu, ia yakin orang pasti seorang lawan yang tangguh. Dia sudah kehilangan dua rodanya, sebenarnya tidak ingin menyambitkan roda yang bersisa tiga itu, namun keadaan sudah mendesak dan tidak boleh ragu-ragu lagi, segera ia membentak sekerasnya: “Hai perempuan itu, lekas taruh anak itu dan jiwamu akan kuampuni, kalau tidak menurut, jangan kau salahkan aku tidak kenal kasihan!”
Tapi Li Bok-chiu menyambut dengan ngikik tawa, larinya bahkan tambah cepat.
Dengan gemas Hoat ong mengayun tangannya sebuah rodanya terus menyamber ke punggung Li Bok-chiu, samberan itu sungguh amat dahsyat, mau tak-mau Li Bik-chiu harus menyelamatkan diri, terpaksa ia membalik dan memutar kebutnya, baru saja kebutan hendak mengebas ke roda musuh, dilihatnya roda itu berputar dan memancarkan cahaya kemilau, kalau kebut sendiri kebentur bukan mustahil akan terhantam putus, cepat ia mengegos ke samping untuk menghindari serangan roda itu.
Saat itu juga Hoat-ong telah menubruk maju, roda tembaganya menyamber pula, sekali ini roda itu terbanting ke samping lebih dulu, habis itu memutar balik dan menyambar ke arah Li Bok-chiu.
Li Bok-chiu juga belum berani menangkis roda itu, ia melompat mundur dan sedikit membungkuk, kembali samberan roda itu dapat dihindari dengan Ginkang yang tinggi. Sementara itu Hoat-ong sudah menubruk maju lagi, roda perak tadi ditangkapnya kembali lebih dulu, sedangkan roda timah terus mengepruk ke pundak musuh..
Namun kebut Li Bok-chiu juga lantas mengebas hingga bulu kebut itu berubah menjadi be-ribu bintik emas dan bertebaran ke muka Hoat-ong, Terpaksa Hoat ong lemparkan roda timah tadi ke atas untuk menangkis kebut lawan berbareng ia tangkap kembali roda tembaga, menyusul ia benturkan roda tembaga dan roda perak yang dipegangnya itu hingga menerbitkan suara nyaring menggetar sukma, suaranya berkumandang jauh di lembah pegunungan itu sahut-menyahut hingga lama.
Habis itu Hoat ong putar kedua rodahya dan menyerang lebih gencar lagi.
Menghadapi lawan tangguh, semangat Li Bok chiu terbangkit, tak diduganya Hwesio gemuk besar ini memiliki tenaga sekuat ini, bahkan tipu serangannya juga cepat lagi lihay. Segera ia mengeluarkan segenap kemahirannya untuk menempurnya.
Dalam pada itu Yo Ko juga sudah menyusul tiba, dilihatnya kedua orang sedang bertempur dengan sengit, tiga buah roda terbang kian kemari diselingi sebuah kebut yang naik turun dengan cepat-nya. Untuk sementara Yo Ko hanya mengikuti pertarungan mereka sambil melepaskan lelah serta cari kesempatan baik untuk merebut kembali si bayi.
Bicara tentang tenaga dalam dan ilmu silat sebenarnya Hoat-ong lebih tinggi setingkat daripada li Bok-chiu, apalagi Li Bok-chiu memondong seorang bayi, sepantasnya dalam beberapa puluh jurus saja dia pasti akan keok.
Tak di sangkanya bayi yang tadinya selalu dilindunginya dan kuatir di celakai oleh Hoat-ong, setiap kali bila roda mendekati badan bayi itu, cepat lawan lantas menarik kembali serangannya malah.
Sedikit berpikir saja Li Bok-chiu lantas paham duduknya perkara, rupanya Hwesio gede ingin merebut bayi ini, makanya tidak ingin mencelakainya, dasar watak Li Bok-chiu memang keji dan kejam.
Sudah tentu ia tidak pedulikan mati hidup orang lain, apalagi sekarang setelah mengetahui jalan pikiran Hoat-ong, diam-diam ia bergirang, Setiap kali bila dia terdesak seperti tidak sengaja ia lantas menggunakan si jabang bayi sebagai tameng untuk menggagalkan serangan maut musuh.
Dengan demikian bayi ini bukan lagi merupakan beban, bahkan berubah menjadi perisai yang sangat berguna baginya, asalkan dia angkat bayi itu untuk menangkis betapapun lihay jurus serangan musuh juga akan di gagalkan seluruhnya.
Begitulah beberapa kali serangan maut Hoat Ong telah di tangkis oleh perisai bayi Li Bok-chiu, karuan Yo Ko kelabakan, ia kuatir kalau terjadi sedikit kekeliruan antara kedua orang itu, maka bayi yang berusia belum genap satu hari itu pasti akan melayang jiwanya.
Baru mencari akal buat rebut kembali bayi itu, dilihatnya roda perak Hoat-ong ditengah kanan mendadak menghantam dari luar ke bagian dalam, sedangkan roda tembaga di tengah kiri menyodok ke depan. Gerakan kedua roda seperti merangkul hingga Li Bok-chiu terkurung antara kedua tangan Hoat-ong.
Muka Li Bok-chiu menjadi merah dan memaki gerakan serangan si Hwesio yang kurang ajar itu, cepat kebutnya menyabet ke belakang untuk menangkis roda perak, sedangkan bayi di bawa di depan dada untuk membela diri, Namun sebelumnya Hoat-ong sudah memperhitungkan gerakan susulannya, mendadak tangan kiri melepaskan roda tembaga ke atas untuk menyerang muka Li Bok-chiu.
Jarak roda itu dengan Li Bok-chiu hanya satu-dua kaki saja dan mendadak disambitkan dengan cepat sekali, tentu saja sukar di tangkis, untung Li Bok-chiu sudah berpengalaman luas, sudah berpuluh tahun malang melintang di dunia Kangouw, dalam keadaan gawat mendadak ia doyongkan tubuhnya ke belakang, kedua kakinya memaku kencang di tanah, kebutnya terus balas menyerang pundak musuh.
Hoat-ong sempat mengegos hingga kebut itu menyerempet lewat pundaknya sementara itu tangan kiri yang kosong itu sempat memotong ke lengan kiri Li Bok-chiu, seketika Li Bok-chiu merasakan lengannya kaku linu, ia menjerit tertahan dan melompat mundur, namun tangannya sudah terasa kosong, bayi itu sudah direbut oleh Kim-lun Hoat-ong.
Selagi Hoat-ong bergirang, sekonyong-konyong dari samping menubruk tiba seorang, Yo Ko telah samber bayi itu dari tangan Hoat-ong terus bergulingan ke tanah, pedangnya diputar kencang untuk melindungi anak bayi itu, lalu melompat bangun dan siap menghadapi musuh.
Rupanya Yo Ko melihat saat yang bagus sebelum Hoat-ong dapat memondong si bayi dengan baik, tanpa menghiraukan jiwa sendiri ia terus menerjang maju dan sekali serobot ternyata berhasil dengan baik.
Begitulah dalam sekejap saja bayi itu telah berpindah tangan antara ketiga orang itu, Li Bok chiu berseru memuji:
“Bagus, Ko-ji!”
Hoat-ong menjadi gusar, benturan rodanya menerbitkan suara berdering pula, menyusul roda di tangan kanan terus menghantam, Sambil mengegos segera Yo Ko bermaksud angkat kaki Tiba-tiba terdengar suara angin menyamber, kiranya Li Bok-chiu dengan mengayun kebutnya telah mengadangnya sambil berkata dengan tertawa: “Jangan pergi dulu, Ko-ji, kita harus melabrak Hoat ong ini!? Karena roda Hoat-ong sudah menghatam pula, terpaksa Yo Ko memutar pedangnya untuk menangkis. Setelah bertempur beberapa hari ber-turut-urut kedua pihak sudah sama apal tipu serangan masing-masing, begitu saling labrak segera terjadilah serangan kilat, dalam sekejap saja berpuluh jurus sudah berlangsung.
Diam-diam Li Bok-chiu terkejut, ia heran mengapa dalam waktu sesingkat ini kepandaian Yo Ko sudah maju sedemikian pesat, tampaknya aku bukan lagi tandingannya, bahkan mendiang Suhu juga belum tentu bisa melebihi dia.
Akan tetapi karena Yo Ko harus memikirkan keselamatan si bayi, betapapun dayi itu adalah puteri sang paman yang dihormatinya itu, maka sedikitpun ia tak berani menirukan cara Li Bok-chiu memperalat bayi itu sebagai tameng. Dan justeru inilah akhirnya Hoat-ong dapat melihat kelemahannya, kini ia lebih banyak mengerahkan serangannya kepada si bayi, dengan demikian Yo Ko menjadi kelabakan dan sukar bertahan.
“Li-supek, lekas bantu aku rnenghalau bangsat gundul ini, urusan lain boleh kita bicarakan nanti”
-Sekilas Hoat-ong melirik Li Bok-chiu, tertampak perawakan yang ramping menggiurkan meski usianya sudah lewat setengah umur, tapi gayanya tetap menarik, dengan tersenyum simpul ia mengikuti pertarungan mereka dan tampaknya tidak bermaksud membantu pihak manapun.
Diam-diam Hoat ong sangat heran bahwa Tokoh ini ternyata paman guru si Yo Ko, tapi mengapa tidak membantu anak muda itu? jangan-jangan ada rencana licin dibalik persoalan ini? Paling penting sekarang bocah she Nyo ini harus lekas dikalahkan dan bayi itu direbut kembali.
Begitulah Hoat-ong lantas pergencar serangannya sehingga Nyo K-o terkurung rapat di bawah cahaya rodanya.
 Li Bok-chiu tahu musuh takkan mencelakai si bayi maka ia tidak ambil pusing terhadap teriakan minta tolong Yo Ko itu, ia hanya, tersenyum saja sambil bersimpuh tangan dengan adem ayem.
Setelah bertempur lagi sebentar, dada Yo Ko mulai terasa sakit, ia tahu tenaga dalam sendiri tak dapat menandingi lawan, kalau bertempur lebih lama lagi jelas sukar bertahan.
Sudah sekian lama ia tidak mendengar suara tangis si bayi, ia menjadi takut terjadi apa-apa, dalam seribu kesibukannya itu ia coba memandang sekejap kepada si bayi, tertampak wajah si kecil itu putih bersemu merah, molek menyenangkan, kedua matanya yang hitam itu sedang memandang padanya.
Padahal bayi itu belum genap satu hari dilahirkan dengan sendirinya belum tahu apa-apa tapi air mukanya kelihatan tenang dan tenteram, sama sekali tak mirip seorang bayi yang baru saja dilahirkan.
Biasanya Yo Ko tidak cocok dengan Kwe Hu, tapi menghadapi orok dalam pangkuannya ini, tiba-tiba timbul semacam pikiran aneh dalam benaknya: “Kini aku membelanya mati-matian, kalau nasibnya mujur dan jiwanya
dapat diselamatkan, tujuh hari lagi aku sendiri akan mati, kelak kalau dia sudah sebesar kakaknya itu entah dia akan teringat kepadaku atau tidak?”
Karena rangsangan perasaannya itu, entah dari mana datangnya kesedihan, tiba-tiba matanya menjadi merah dan hampir-hampir meneteskan air mata.
Bahwa Yo Ko sudah kewalahan melayani serangan Hoat-ong itu juga disaksikan oleh Li Bok-chiu, semula ia merasa tidak tega dan bermaksud maju membantu, tapi segera terpikir pula olehnya bahwa kepandaian Yo Ko sudah lebih tinggi daripada dia, jika sekarang tidak meminjam kepandaian si Hwesio ini untuk membunuhnya, kelak tentu akan mendatangkan bencana baginya. Karena itu ia tetap menonton saja tanpa membantu.
Di antara tiga orang ini ilmu silat Hoat-ong paling tinggi, Li Bok-chiu paling kejam, tapi bicara tentang tipu akal adalah Yo Ko. Setelah bersedih sebentar segera pula ia memikirkan akal cara meloloskan diri, ia jadi teringat kepada tipu akal Khong Bheng di jaman Sam-kok, waktu itu di antara tiga negara, Co jo dari negeri Gui terhitung paling kuat dan negeri Han pimpinan Lau Pi paling lemah, untuk melawan Co Jo terpaksa Lau Pi berterikat dengan Lun Koan dari negeri Go.
Kalau sekarang Li Bok-chiu tidak mau membantu terpaksa dirinya sendiri yang harus membantu Li Bok-chiu, untuk ini segera Yo Ko menyerang dua kali untuk menahan Hoat-ong, habis itu cepat ia melompat mundur dan mendadak menyodorkan bayi itu kepada Li Bok-chiu sambil berseru: “Terima ini!”
Kejadian ini benar-benar di luar dugaan Li Bok-chiu, seketika ia tidak paham apa maksud Yo Ko, tapi tanpa pikir ia terima jabang bayi itu.
Dalam pada itu Yo Ko telah berseru pula “Li Supek, lekas lari membawa anak itu, biar kutahan bangsat gundul inil”
Berbareng ia melancarkan serangan maut untuk mendesak mundur Hoat-ong.
Lik Bok-chiu mengira si Yo Ko mengharapkan bantuannya sebagai sang paman guru dan tentu takkan membikin susah anaknya, maka dalam keadaan bahaya bayi itu diserahkan lagi padanya, tentu saja ia bergirang dan anggap sangat kebetulan baginya.
Sama sekali tak terpikir olehnya bahwa cara itu adalah tipu akal Yo Ko, begitu Li Bok-chiu hendak angkat kaki, mendadak Hoat-ong menghantamnya pula dengan roda perak, Karena tiada jalan lain, terpaksa Li Bok-chiu memutar balik kebutnya untuk menangkis.
Melihat maksud tujuannya sudah tercapai Yo Ko menghela napas lega. Tapi dia tetap memikirkan keselamatan si orok dan tidak dapat berpeluk tangan tanpa urus seperti Li Bok - chiu tadi, Setelah istirahat sejenak, segera ia angkat pedang dan menerjang Hoat-ong dari samping.
Sementara itu sang surya sedang memancarkan cahaya yang terang, di tengah hutan lebat itu tetap tembus oleh cahaya matahari, semangat Yo Ko terbangkit, ia mainkan pedangnya terlebih keras. “trang, trang”, tiba-tiba roda perak Hoat-ong terkupas sebagian oleh Kuncu-kiam yang tajam itu.
Kim-lun Hoat-ong juga tidak kurang saktinya, meski terkejut, namun gerak serangannya semakin lihay.
Tiba-tiba Yo Ko mendapat akal, serunya: “Li-supek, awas roda tembaganya itu, bagian yang terkupas itu ada racunnya, jangan kau tersentuh olehnya.”
“Memangnya kenapa?” ujar Li Bok-chiu tak acuh.
“Racun yang terpoles di pedangku ini sangat lihay” kata Yo Ko.
Tadi Hoat-ong dilukai oleh pedang Yo Ko, memangnya dia berkaatir kalau pedang anak muda itu beracun, tapi setelah sekian lama bertempur tiada terasa tanda aneh pada lukanya, maka ia tidak berkuatir lagi, Sekarang Yo Ko menyebutnya pula, mau-tak-mau hatinya tergetar dan semangatnya menjadi lesu mengingat kekejian Kongsun Ci itu, mustahil pedang Yo Ko yang diambil dari tempatnya itu tidak -dipoles dengan racun.
Mendadak Li Bok chiu berseru “Tusuk dia dengan pedangmu yang beracun itu, Ko-ji!” -Berbareng ia mengayun tangannya seperti menyambitkan senjata rahasia.
Cepat Hoat-ong memutar rodanya menjaga rapat tubuhnya, tapi gerakan Li Bok-chiu itu ternyata gertakan belaka, kesempatan itu telah di gunakannya untuk berlari ke sana secepat terbang.
Walaupun meragukan terkena racun, tapi Hoat-ong sangat tangkas, ia merasa lukanya tidak geli dan juga tidak bengkak, betapapun ia tak mau pulang dengan tangan hampa, maka cepat ia terus mengudak ke jurusan Li Bok-chiu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar