Kamis, 15 November 2012

Sin Tiauw Hiap Lu 46


Kongsun Ci

Kembalinya Pendekar Rajawali 46

Jala ikan itu terbuat dari benang emas yang halus dan Iemas, sekalipun golok dan pedang pusaka juga sukar membobolnya, apalagi gerakan ke empat orang itu sangat cepat dan lihay, biar tokoh maha hebat juga sukar menghadapinya.
Begitulah keempat orang itu sangat senang karena berhasil menawan sasarannya sehingga merekapun tidak memperhatikan lagi siapa sebenarnya yang terjaring itu, Tapi ketika mendadak nampak air muka sang Kokcu bersungut dari menatap tajam jaring mereka, cepat merekapun menunduk dan mereka menjadi kaget hingga berkeringat dingin, cepat pula mereka membuka jaring dan membebaskan dua orang yang sedang bergumul. Siapa lagi mereka kalau bukan Hoan It-ong dan Be Kong-co
Kiranya tiada seorangpun yang menduga bahwa dalam keadaan telanjang bulat Ciu Pek-thong berani menerjang keluar semendadak itu. Karena gerakannya secepat kilat, sekali samber ia tarik kedua orang yang sedang bergumul itu terus dilemparkan ke dalam jaring. Selagi keempat murid Cui-sian-kok itu sibuk
mengencangkan ikatan jaring mereka, secepat angin Ciu Pek-thong terus menyelinap keluar, Gerakan aneh dan maha cepat ini sungguh luar biasa dan maha lihay.
Gara-gara perbuatan Lo-wan-tong Ciu Pek-thong ini, tidak cuma sang Kokcu saja yang kebobolan, bahkan mereka Kim-lun Hoat-ong dan kawannya juga merasa malu, masakah gabungan tokoh kelas wahid seperti mereka ini ternyata tidak mampu menangkap seorang tua yang gila-gilaan itu, sungguh terlalu tidak becus.
Hanya Yo Ko saja yang kagum sekali terhadap kepandaian Ciu Pek-thong, tadi ia sudah bertekad akan menolong anak tua nakal itu apabila sampai tertawan, tapi kini Ciu Pek-thong sendiri dapat meloloskan diri, diam-diam Nyo Ko bersukur dan lega.
Tujuan Kim-lun Hoat-ong sebenarnya hendak mencari tahu seluk-beluk sang Kokcu, tapi setelah ” dikacau” oleh Ciu Pek-thong, ia merasa rikuh untuk tinggal lebih lama lagi di situ, Setelah berunding dengan Slau-siang-cu dan In Kik-si, lalu dia berbangkit dan mohon diri.
Semula Kokcu itu menyangka keeram orang ini adalah sekomplotan dengan Ciu Pek-thong, tapi kemudian melihat Siau-siang-cu, Be Kong-co dan lainnya menempur Ciu Pek-thong dengan sengit dan menggunakan kepandaian khas masing-masing yang lihay, tampaknya memang sengaja
membantu pihak sendiri maka ia lantas memberi hormat dan berkata: “Ada sesuatu permintaanku yang tidak pantas, entah kalian berenam sudi menerimanya tidak?”
“Asalkan kami sanggup, tentu akan kami terima,” jawab Kim-lun Hoat-ong.
“Begini.” kata sang Kokcu, “lewat lohor nanti adalah upacara pernikahanku yang kedua kalinya, maka ingin kuundang kalian ikut hadir memberi do”a restu, di lembah pegunungan ini selama beratus tahan jarang didatangi orang luar, kebetulan sekarang kalian hadir sekaligus, sungguh kurasakan sangat beruntung.”
“Ada arak tidak nanti ?” seru Be Kong-co.
Belum lagi sang Kokcu menjawab, mendadak bayangan orang berkelebat masuklah seorang perempuan berbaju putih sambil bertanya: “Apakah orang yang mengacau sudah pergi?”
Kejut dan girang tidak kepalang Yo Ko melihat perempuan ini, cepat ia melompat maju dan menarik tangannya serta berseru : “Hei, Kokoh, engkau juga datang kesini? sungguh payah kucari kau sekian lamanya!”
Perempuan itu memandang sekejap kepada Yo Ko dengan air muka merasa heran, lalu menjawab: “Siapakah tuan? Kau memanggil apa padaku ?” , Yo Ko terperanjat ia coba mengamat-amati lagi perempuan ini, kelihatan wajahnya yang putih halus dan cantik, siapa lagi dia kalau bukan Siao-liong-li adanya ? Tanpa ragu segera ia menjawab: “Kokoh.. aku ini Yo Ko, masakah kau sudah pangling padaku?”
Kembali perempuan itu memandang sekejap kepadanya, lalu menjawab dengan dingin: “Selamanya aku tidak pernah kenal kau, mana kuberani dipanggil sebagai Kokoh?”
Berbareng ia terus melangkah ke depan dan duduk di sebelah sang Kokcu.
Wajah sang Kokcu yang tadinya kaku dingin segera berubah berseri-seri akan kedatangan perempuan cantik itu, dia berkata kepada Kim-lun Hoat-ong: “lnilah bakal isteriku yang upacara perkawinan kami segera akan dilangsungkan lewat lohor nanti”
Habis berkata ia melirik sekejap ke arah Yo Ko seperti kurang senang akan kecerobohan pemuda itu yang salah mengenali-orang.
Keruan kejut Yo Ko tak terkatakan, serunya: “Kokoh, masakah engkau ini bukan Siao-liong-li? Memangnya kau bukan Suhuku?”
Perempuan itu mengawasi Yo Ko sejenak air mukanya menampilkan perasaan heran dan bingung, sejenak kemudian barulah menjawab sambil menggeleng: “Bukan, siapakah Siao-liong-li itu?”
Kedua tangan Yo Ko mengepal sekencangnya dan diremas-remas hingga lecet, benaknya terasa tawar sekali, ia tidak tahu apakah sang Kokoh marah padanya sehingga tidak mau mengakui dia lagi? Atau disebabkan berada di tempat berbahaya dan dia sengaja bersikap demikian untuk mencari selamat? Atau barangkali di dunia ini benar-benar ada perempuan lain yang serupa dengan dia?
Meski Yo Ko biasanya pintar dan cerdik, tapi kini ia tak dapat mengendalikan pergolakan perasaannya teringat cintanya kepada Siao-Jiong-li, dan tanpa terasa ia menjerit.
Melihat pemuda itu bersikap kurang wajar, Kokcu itu mengernyitkan dahi dan berkata pelahan kepada perempuan baju putih itu : “Liu-ji, hari ini sungguh banyak orang yang aneh”
Perempuan itupun tidak menggubris padanya, pelahan ia menuang secawan air dan diminum, sorot matanya mengerling semua orang, tapi sampai pada Yo Ko, pandangnya menghindarkan pemuda itu dan tidak melihatnya lagi.
Jika orang lain tentu akan bersikap tenang untuk melihat apa yang akan terjadi nanti, tapi dasar watak Yo Ko memang tidak sabaran, apa lagi Kokcu itu menyatakan akan menikah lewat lohor nanti, dalam keadaan bingung dan tak berdaya, Yo Ko coba berpaling dan tanya Kim-lun Hoat-ong:
“Kau pernah bertanding dengan suhuku, tentu kau kenal dia dengan baik, coba katakan, apakah aku salah mengenali dia?”
Ketika perempuan baju putih itu muncul tadi sebenarnya Kim-lun Hoat-ong sudah mengenal dia sebagai Siao-Iiong-li, tapi nona itu ternyata tidak mau gubris, meski Yo Ko telah menegurnya sendiri, di antara pasangan muda-mudi ini tentu terjadi pertengkaran, maka ia tersenyum dan menjawab: “Entahlah, akupun tidak begitu ingat lagi.”
Sudah tentu jawaban Kim-lun Hoat-ong ini mempunyai dua maksud tujuan. Dia pernah dikalahkan oleh Giok-Ii-kiam- hoat yang dimainkan bersama antara Yo Ko dan Siao-liong-Ii, kini kepandaian Myo Ko sudah jauh lebih maju lagi, kalau kedua muda-mudi itu bergabung, jelas dirinya lebih-Iebih bukan tandingan mereka.
Tapi kalau kedua orang itu bertengkar biarpun bergabung lagi dan menempurnya, asalkan antara jiwa kedua orang itu sudah terjadi keretakan dan tidak dapat saling kontak, maka kesempatan untuk menang bagi dirinya menjadi sangat besar.
BegituIah Yo Ko menjadi melengak oleh jawaban Hoat- ong itu, tapi ia lantas paham juga maksud tujuan orang, pikirnya dengan mendongkol: “Hati manusia benar-benar keji dan culas, Ketika kau terluka parah, aku pernah membantu menyembuhkan kau, tapi sekarang kau malah bermaksud membikin susah padaku.”
Melihat sorot mata kebencian Yo Ko, Kim- lun Hoat-ong tahu pemuda itu merasa dendam padanya, kelak pasti akan membahayakan, kalau ada kesempatan harus kubereskan sekarang juga. ia lantas balas menghormat sang Kokcu dan menjawab: “Kami berterima kasih atas undangan Kok-cu-untuk menghadiri pernikahanmu, cuma kedatangan kami hanya kebetulan sehingga tidak membawa kado apapun, sungguh kami merasa tidak enak?”
Kokcu itu merasa senang karena Kim-lun Hoat-ong dan rombongannya mau terima undangannya, segera ia memperkenalkan mereka kepada bakal isterinya, ketika giliran Yo Ko, ia hanya menyebutnya she Nyo saja, lalu tidak diberi tambahan keterangan Iain.
Kelihatan perempuan baju putih itu cuma mengangguk pelahan saja tanpa memberi sesuatu perhatian apapun ketika diberitahu nama setiap orang, terhadap Yo Ko iapun tidak ambil pusing seperti halnya orang Iain.
Muka Yo Ko menjadi merah padam, jantungnya memukul keras, apa yang dibicarakan Kokcu itu sama sekali tak terdengar olehnya.
Kongsun Lik-oh yang berdiri di belakang ayahnya dapat mengikuti gerak-gerik Yo Ko itu, ia teringat ketika pemuda itu tertusuk duri bunga cinta segera merasa sakit karena timbul rasa rindunya, melihat gelagatnya sekarang apakah memang betul bakal ibu tiriku ini adalah kekasihnya ?
Masakah bisa terjadi secara begini kebetulan, jangan-jangan kedatangan orang-orang ini justeru di sebabkan oleh bakal ibu tiriku ini?
Karena pikiran itu, Kongsun Lik-oh coba mengawasi perempuan baju putih itu, terlihat air mukanya tenang-tenang saja, tidak merasa suka ria juga tidak merasa kikuk dan malu, sama sekali tidak memper sebagai seorang calon pengantin baru.
Dalam pada itu Yo Ko merasakan dadanya sesak seakan-akan putus napasnya, tapi biarpun wataknya mudah terguncang perasaannya namun dia juga seorang yang pintar dan cerdik, ia pikir kalau sang Kokoh tidak mau mengakui dia, bisa jadi Kokoh mempunyai maksud tujuan tertentu, untuk ini aku harus menjajakinya dengan jalan lain.
Segera ia berdiri dan memberi hormat kepada sang Kokcu, katanya dengan lantang: “Karena ada seorang sanak keluargaku yang mirip dengan wajah nyonya barumu, tadi aku salah mengenalinya untuk itu kumohon maaf.”
Ucapan yang cukup sopan ini diterima dengan baik oleh Kokcu itu, sikapnya lantas berubah ramah juga, ia balas
hormat dan menjawab: “Salah mengenali orang adalah kejadian biasa dan tidak ada persoalan maaf segala, Cuma… cuma di dunia ini ternyata ada orang lain lagi yang serupa bakal isteriku tercinta ini, hal ini tidak hanya kebetulan saja. tapi sesungguhnya teramat aneh.”
Di balik ucapannya ini dia ingin menyatakan bahwa didunia ini mustahil ada wanita cantik lagi yang serupa dengan calon isterinya itu.
“Memangnya, maka akupun sangat heran,” ujar Yo Ko.
“Maaf, apakah boleh kutanya siapakah she nyonya yang terhormat?”
“Dia she Liu, apakah kenalanmu itu juga she Liu?” kata sang Kokcu dengan tersenyum.
“Oh, bukan,” jawab Yo Ko, Diam-diam ia menimang-nimang mengapa sang Kokcu mengaku she Liu. Tapi, segera pikirannya tergerak: “Ah, soalnya aku she Nyo.”
Nyoliu Yang itu adalah nama pohon, jadi jelas Siau-liong-li mengaku she liu karena dia belum lagi melupakan Yo Ko.
Terpikir akan demikian, seketika jari Yo Ko kesakitan lagi.
Melihat Yo Ko meringis menahan sakit, Kongsun Lik-oh merasa kasihan dan sayang padanya, sorot matanya senantiasa mengikuti perubahan aii muka pemuda itu.
Sekuatnya Yo Ko menahan rasa sakit bekerjanya racun bunga cinta, mendadak teringat lagi sesuatu olehnya, cepat ia tanya “Apakah nona Liu ini penduduk sekitar pegunungan ini?
Entah cara bagaimana Kokcu berkenalan dengan “dia?”
Sebenarnya Kokcu itu juga sangat ingin tahu asal-usuI bakal isterinya itu, ia pikir bukan mustahil bocah ini memang kenal Liu-ji dan dari dia nanti akan diperoleh keterangan lebih jelas mengenai asal-usul bakal isteri itu, segera ia menjawab: “Ya, pertemuan kami memang terjadi secara kebetulan setengah bulan yang lalu, ketika aku sedang mencari bahan obat di lereng gunung, kutemukan dia menggeletak di kaki
gunung sana dalam keadaan terluka parah dan kempas-kempis. Setelah kuperiksa dia, kiranya dia menderita kesesatan lantaran berlatih lwekang kurang tepat, Aku lantas membawanya pulang dan mengobati dia dengan obat mujarab keluargaku yang sudah turun temurun, jadi perkenalan kami ini boleh dikatakan secara kebetulan, itulah yang dikatakan kalau memang sudah jodoh.”
“O, kiranya di dunia ini juga ada obat mujarab yang dapat menyembuhkan nona Liu, kukira hanya dapat disembuhkan dengan bantuan darah “orang lain,” kata Yo Ko.
Mendengar ucapan ini, mendadak perempuan itu menumpahkan darah segar sehingga bajunya yang putih itu berlepotan darah, “Semua orang menjerit kaget dan sama berbangkit.
Kiranya nona Liu ini memang betul nama samaran Siao-liong-li, setelah mendengar pembicaraan Oey Yong tempo hari itu, semalam suntuk ia tak dapat tidur, setelah dipikir bolak-balik, ia merasa kalau “Yo Ko menjadi suami isteri dengan dirinya, akibatnya pemuda itu akan dicaci maki orang dan hati sendiri merasa tidak enak jika keduanya mengasingkan diri didalam kuburan kuno-itu, lama-lama pemuda itu tentu akan kesal dan akhirnya bukan mustahil akan meninggalkannya.
Namun cintanya terhadap Yo Ko sesungguhnya teramat mendalam, sebab itulah dia tegas memutuskan hubungan hal inipun timbul dari cintanya yang suci murni dan demi kebahagiaan dan hari depan Yo Ko.
Begitulah seorang diri dia mengayunkan langkah tanpa arah tujuan di ladang sepi dan lereng, pegunungan, suatu hari ia berduduk bersemadi, mendadak pikirannya bergolak dan sukar diatasi, akibatnya luka dalam yang lama kambuh lagi.
Untung Kokcu she Kongsun itu kebetulan lewat di situ dan menolongnya, kalau tidak tentu Siao-liong-li sudah tewas di pegunungan sunyi itu.
Kongsun Kokcu itu sudah lama menduda, meIihat kecantikan Siao-liong-li yang tiada taranya itu, ia menjadi tertarik sebenarnya Siao-liong-Ii sendiri juga sudah putus asa, tapi setelah dipikirkan lagi ketika dilamar oleh Kokcu ,itu, ia pikir kalau sudah menjadi isteri orang lain, jelas persoalannya dengan Yo Ko akan menjadi putus, apalagi Cui-sian-kok ini sangat sunyi dan terpencil, selanjutnya pasti takkan bertemu lagi dengan pemuda itu.
Siapa tahu mendadak muncul Lo-wan-tong Ciu Pek-thong dan mengacaukan Cui-sian-kok itu dan memancing pula kedatangan Yo Ko.
Kini mendadak berhadapan dengan Yo Ko di tengah perjamuan, sungguh remuk rendam hati Siao liong-li, pikirnya: “Aku sudah menerima lamaran orang dan segera akan menikah, lebih baik aku berlagak tidak kenal dia, biar dia pergi dari sini dengan gusar dan membenci diriku selama hidup.
Sebab itulah dia tetap tidak menggubrisnya meski dilihatnya Yo Ko sangat cemas dan bingung, Ketika mendadak Yo Ko berkata tentang penyembuhan dengan bantuan darah orang lain, segera teringat olehnya ketika dirinya terluka parah oleh kaum Tosu Coan-cin-kau sehingga muntah darah, tapi tanpa menghiraukan keselamatan sendiri Yo Ko telah menyalurkan darah sendiri untuk menyelamatkan jiwanya, hal ini sungguh terukir mendalam di lubuk hatinya.
Karena guncangan perasaan itulah seketika iapun menumpahkan darah segar.
Dengan wajah pucat lesi ia berbangkit dan bermaksud melangkah ke ruangan belakang Kong-sun Kokcu cepat berkata padanya: “Duduk saja dan jangan bergerak agat tidak mengganggu urat nadi yang lain.” - Lalu ia berpaling kepada Yo Ko dan berkata pula: “Sebaiknya kau pergi saja dan untuk selanjutnya janganlah datang lagi ke sini”
Air mata Yo Ko bercucuran, katanya kepada Siao-liong-li: “Kokoh, bila aku beranjak silakah kau mencaci dan memukul aku, sekalipun kau membunuh aku juga aku rela, Tapi mengapa kau tidak mau mengakui diriku lagi?”
Siao-liong-li tidak menjawab, ia menunduk dan batuk pelahan beberapa kali.
Sejak tadi Kongsun Kokcu sudah murka karena ucapan Yo Ko telah membikin Siao-liong-li muntah darah, tapi sebisanya ia bersabar, dengan suara geram ia berkata pula: “Jika kau tidak segera pergi, jangan kau menjalankan aku tidak kenal ampun.”
Tapi mata Yo Ko hanya menatap tajam kepada Siao- liong-li dan tidak menggubris Kongsun Kokcu, ia memohon pula: “Kokoh, aku berjanji akan mendampingi kau selama hidup di kuburan kuno itu dan takkan menyesal, marilah kita berangkat sekarang.”
Pelahan Siao-liong-li mengangkat kepalanya, ia lihat sorot mata Yo Ko penuh rasa kasih sayang yang mendalam bercampurkan rasa sedih dan cemas tak terhingga, tanpa terasa hatinya bergoncang dan timbul niatnya akan terima ajakan Yo Ko itu, tapi segera terpikir lagi olehnya: “Tidak. perpisahanku ini sudah kupikirkan dengan masak, bila aku tidak tahan sekejap ini, kelak pasti akan bikin susah dia selama hidup.”
Karena itu, cepat ia berpaling lagi ke arah lain dan menghela napas panjang, katanya: “Aku tidak kenal kau. Apa yang kau katakan sama sekali aku tidak paham, sebaiknya lekas kau pergi saja !”
Beberapa kalimat itu diucapkannya dengan lemah dan lirih, namun penuh mengandung kasih sayang, kecuali orang dogol semacam Be Kong-co yang sama sekali tidak merasakannya, orang-orang lain segera mengetahui bahwa perasaan Siao-liong-li terhadap Yo Ko sesungguhnya sangat mesra, apa yang dikatakannya itu sesungguhnya bertentangan dengan pikirannya.
Sudah tentu tidak kepalang rasa cemburu Kongsun Kokcu setelah mendengar perkataan itu, meski Siao-liong-li sudah menerima lamarannya dan bersedia menjadi isterinya, tapi belum pernah nona itu mengucapkan sesuatu perkataan yang mesra padanya.
Dengan geram ia melotot kepada Yo Ko, dilihatnya pemuda itu memang gagah dan cakap, sesungguhnya memang pasangan yang sangat setimpal dengan Siao-liong-li,
ia pikir kedua muda-mudi itu mungkin memang sudah pacaran, entah pertengkaran urusan apa sehingga berpisah dan Liu-ji mau terima lamaranku, tapi jelas hatinya belum melupakan kekasihnya yang lama. Teringat hal ini, tanpa terasa sorot, matanya memancarkan sinar kegusaran dan kebencian.
Hoan It-ong paling setia kepada sang guru, ia lihat Yo Ko telah mengacaukan rencana pernikahan gurunya, bahkan mengakibatkan bakal ibu guru itu muntah darah dan sang guru tetap bersabar saja, segera ia tampil ke muka dan membentak: “Bocah she Nyo, jika kau tahu diri hendaklah lekas enyah dari sini, Kokcu kami tidak menyukai tamu yang tidak kenal sopan santun macam kau.”
Yo Ko anggap tidak mendengar saja, dengan suara lembut ia berkata pula kepada Siao-liong-li: “Kokoh, apakah engkau benar-benar telah lupa kepadaku?”
Gusar sekali Hoan It-ong, sebelah tangannya terus mencengkeram ke punggung Yo Ko dengan tenaga penuh, maksudnya sekali pegang segera Yo Ko hendak dilemparkannya keluar.
Saat itu Yo Ko sedang bicara kepada Siao-liong-li dengan penuh perhatian, kejadian apa di luar itu sama sekali tidak dihiraukannya, ketika jari Hoan It-ong menyentuh punggungnya barulah dia terkejut dan cepat mengerahkan tenaga untuk mengerutkan badan, seketika cengkeraman Hoan It-ong mengenai tempat kosong, terdengar suara “bret” baju bagian punggung Yo Ko telah terobek.
Karena permohonanaya yang berulang tefap tidak digubris oleh Siao-liong-li, Yo Ko menjadi semakin cemas, apabila berada berduaan di dalam kuburan kuno, dengan sendirinya dia akan memohon dengan sabar, tapi kini berada di depan orang banyak, sedangkan Hoan It-ong terus mengganggu keruan rasa gusar Yo Ko menjadi berpindah kepada kakek cebol itu, segera ia berpaling dari membentak: “Aku sedang bicara dengan Kokoh, kenapa kau mengganggu saja?”
Dengan suara keras Hoan It-ong balas membentak: “Kokcu suruh kau enyah, kau dengar tidak? Kalau kau tetap membangkang, jangan kau salahkan kakekmu yang tidak kenal ampun lagi padamu.”
“Aku justeru tidak mau pergi, kau mau apa?” jawab Nyo Ko dengan gusar. “Selama Kokoh masih di sini akupun akan tetap tinggal di sini. Biarpun aku mati dan mayatku menjadi abu juga tetap kuikut dia.”
Sudah tentu ucapan Yo Ko itu sengaja di-perdengarkan kepada Siao-liong-li. Ketika Kongsun Kokcu itu melirik wajah sinona, tertampak air matanya berlinang dan akhirnya menetes, sungguh pedih hatinya, rasa cemburunya terhadap Yo Ko juga semakin membakar, segera ia mengedipi Hoan It-ong dan memberi tanda agar segera melancarkan serangan maut untuk membinasakan Yo Ko.
Tak terduga juga oleh Hoan It-ong bahwa sang guru akan menyuruhnya membunuh pemuda itu, semula dia hanya bermaksud mengusirnya saja, Tapi sang guru telah mendesaknya lagi, terpaksa ia angkat tongkatnya dan diketokkan ke lantai hingga menerbitkan suara nyaring, bentaknya : “Apa-kau benar-benar tidak takut mati?”
Dalam pada itu Yo Ko merasakan darah panas, bergolak di rongga dadanya, seperti halnya Siao liong-li, rasanya darah itu akan tertumpah keluar.
Kiranya aliran lwekang Ko-bong-pay itu sangat mengutamakan soal mengekang perasaan dan pengendalikan napsu, sebab itulah waktu Siao-liong-li diajarkan oleh gurunya dahulu, ia diharuskan menjauhi segala macam perasaan suka-duka dan pengaruh dari Iuar. Belakangan ketika Siao-liong-li tak dapat menahan perasaannya sehingga beberapa kali ia telah tumpah darah.
Yo Ko sendiri mendapat ajaran dari Siao-liong-li, aliran Lwekangnya sama, karena gejolak perasaannya itu, kini kaki dan tangannya terasa dingin dan darah hampir tersembur dari mulutnya.
Ia menjadi nekat ingin mati saja di hadapan sang Kokoh yang tidak mau gubris lagi padanya itu, Tapi segera terpikir olehnya: “Betapa mesranya Kokoh padaku biasanya, bahwa sekarang dia bersikap sedingin ini padaku, kuyakin pasti-ada sebab musababnya, besar kemungkinan dia mendapat tekanan dari Kokcu bangsat ini dan terpaksa tidak berani mengakui diriku. Kalau aku tidak bersabar dan cari jalan keluar, tentu sukar menghadapi orang-orang di sini.”
Karena pikiran itu, serentak semangat jantannya timbul, ia bertekad akan melabrak musuh dan menyelamatkan Siao-liong-li keluar dari tempat berbahaya ini. Segera ia mengumpulkan semangat dan menenangkan diri, kemudian ia tersenyum dan berkata kepada Hoan It-ong: “He, ada apa kau gembat-gembor tadi? Pegunungan sunyi seperti kuburan ini, kalau tuan muda mau datang masakah kau mampu mengalangi dan jika kuingin pergi masakah kau dapat menahan diriku?”
Tadi semua orang menyaksikan keadaan Yo Ko yang sedih dan kalap seperti orang gila, tap mendadak bisa berubah menjadi sabar dan tenang sungguh mereka sangat heran, Karena Hoart It-ong memang tiada maksud membunuh Yo Ko sebagai mana perintah sang guru, maka tongkatnya segera disabetkan ke kaki Yo Ko.
Kongsun Lik-oh kenal kepandaian Toasuhengnya itu sangat lihay, meski tubuhnya pendek, tap memiliki tenaga raksasa pembawaan semalam pun menyaksikan ketahanan Yo Ko digarang di dalam rumah batu itu, Lwekangnya jelas tidak rendah, tapi mengingat usianya yang masih muda, rasanya sukar melawan permainan tongkat Toasu-hengnya, apabila kedua orang sudah bergebrak untuk menolong pemuda itu pasti sangat sukar.
Karena hasratnya ingin menolong Yo Ko, walaupun nampak sang ayah sedang gusar, namun Kongsun Lik-oh tetap nekat dan tampil ke muka, katanya kepada Yo Ko: “Yo-kongcu, tiada gunanya kau buang waktu di sini dan mengorbankan jiwamu.”
Yo Ko hanya mengangguk dan tersenyum, jawabnya:
“Terima kasih atas maksud baik nona, Tapi aku ingin main-main beberapa jurus dengan si jenggot panjang ini, eh, apakah kau suka mainan kuncir, biar kupotong jenggot si cebol ini untukmu.”
Kejut sekali Kongsun Lik-oh dan tidak berani menanggapi ucapan Yo Ko itu, ia anggap kelakar pemuda itu keterlaluan dan benar-benar sudah bosan hidup barangkali.
Dalam pada itu Hoan It-ong menjadi gusar juga karena jenggotnya itu diremehkan Yo Ko, mendadak ia membuang tongkatnya dan melompat maju sambil membentak: “Bocah kurangajar! rasakan dulu jenggotku ini!”
Belum habis ucapannya, mendadak jenggot yang panjang itu menyabet ke muka si Yo Ko.
Aembari berkelit Yo Ko berkata dengan tertawa: “Lo-wang-tong tidak berhasil memotong jenggotmu, biarlah akupun mencobanya.”
Segera ia mengeluarkan gunting raksasa dari rangselnya terus menggunting, Tapi sekali miringkan kepalanya, Hoan It-ong putar jenggotnya terus menghantam kepala lawan dengan kekuatan yang hebat.
Cepat Yo Ko melompat ke samping, sebalikya guntingnya terus membalik dan “creng”, guntingnya telah mengatup.
Kejut Hoan It-ong tak terkatakan, secepat kilat ia berjumpalitan ke belakang, sedikit ayal saja jenggotnya pasti sudah tergunting putus.
Sebenarnya gunting Yo Ko itu dia pesan dari Pang Bik-hong untuk digunakan melawan senjata kebut Li Bok-chiu, untuk itu dia sudah mempelajari gaya permainan kebut lawan dan cara, bagaimana guntingnya harus bekerja.
Siapa tahu Li Bok-chiu yang diharapkan itu belum pernah bertemu, kini guntingnya harus menghadapi si kakek cebol yang menggunakan jenggot panjang sebagai senjata.
Yo Ko sangat senang, ia yakin betapapun lihaynya jenggot si kakek juga pasti tidak lebih lihay daripada kebut Li Bok-chiu, karena itu dia tidak menjadi gentar, guntingnya terus mendesak lawan.
Hoan It-ong sendiri sudah lebih 30 tahun menggunakan jenggotnya sebagai senjata, apalagi kedua tangannya juga ikut menyerang, tentu saja tambah lihay.
Malahan Ciu Pek-thong yang maha sakti itupun tidak berhasil menggunting jenggot Hoan It-ong, maka semua orang menyangka Yo Ko pasti juga akan gagal.
Tak terduga permainan gunting Yo Ko ternyata lebih lincah dan hidup serta lain dari pada Ciu Pek-thong. tentu saja hal ini membikin semua orang merasa heran, Padahal bukanlah Yo Ko lebih tinggi ilmu silatnya daripada Ciu Pek-thong, soalnya sebelum itu dia sudah mempelajari gaya permainan kebut Li Bok-chiu dan sudah merancangkan cara bagaimana akan menggunakan guntingnya, sedangkan gerakan jenggot Hoan It-ong justeru hampir sama dengan permainan kebut Li Bok-chiu, maka sekali Yo Ko mulai memainkan guntingnya, dengan sendirinya terasa sangat lancar dan berada di atas angin.
Begitulah beberapa kali jenggot Hoan It-ong tampak kena digunting putus, kini ia tak berani lagi meremehkan Yo Ko yang masih muda itu. Segera, ia ganti serangan jenggotnya disertai dengan pukulan yang dahsyat, terkadang sabetan jenggotnya cuma gerak pura-pura, lalu disusul dengan
pukulan lihay sungguhan tapi ada kalanya pukulannya Cuma pancingan, lalu jenggotnya menyabet, sungguh kepandaian yang luar biasa dan lain daripada yang lain.
Setelah beberapa puluh jurus lagi, diam-diam Yo Ko mulai gelisah, ia pikir Kokcu she Kongsun itu jelas manusia culas dan kejam, ilmu silatnya pasti juga jauh di atas kakek cebol ini, kalau muridnya tak dapat dikalahkan lalu cara bagaimana melawan gurunya nanti?
Yo Ko coba memperhatikan gerak-gerik lawan, tertampak kelakuan kakek cebol itu sangat lucu dikala menggoyangkan kepala untuk menya-betkan jenggotnya, semakin keras sabetan jenggot-nya, semakin lucu pula kepalanya itu bergoyang.
Tiba-tiba hari Yo Ko tergerak ia telah menemukan cara mematahkan serangan lawan itu, “cret”, ia katupkan guntingnya sambil melompat mundur dan berseru: “Berhenti dulu !”
Hoan It-ong tidak mengudaknya, ia bertanya: “Adik cilik jika kau menyerah kalah, nah lekas pergi saja dari sini!”
Tapi Yo Ko menggeleng dan menjawab: “Aku ingin tanya, setelah jenggotmu ini dipotong, berapa lama baru dapat tumbuh lagi sepanjang itu?”
“Itu bukan urusanmu?” sahut Hoan lt-ong dengan gusar.
“Selamanya aku tidak pernah cukur!”
“Sayang, sayang ! sungguh sayang!” ujar Yo Ko sambil menggeleng.
“Sayang apa ?” tanya Hoan It-ong melengak.
“Cukup di dalam tiga jurus saja segera jenggotmu yang panjang ini akan kugunting putus,” kata Yo Ko.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar