Kamis, 15 November 2012

Sin Tiauw Hiap Lu 47



Kembalinya Pendekar Rajawali 47

Mana Hoan It-ong mau percaya dalam tiga-jurus saja dirinya akan dikalahkan oleh Yo Ko, bukankah sejak tadi mereka sudah bergebrak beberapa puluh jurus? Dengan gusar ia membentak: “Lihat seranganku!”–Sebelah tangannya segera memukul.
Cepat Yo Ko menangkis dengan tangan kiri, gunting ditangan kanan balas menghantam batok kepala lawan, perawakan Yo Ko lebih tinggi, untuk memukul lawan dengan sendirinya mesti dari atas ke bawah, karena itu Hoan I-ong memiringkan kepalanya untuk menghindar, tak terduga tangan kiri Yo Ko lantas menghantam pula kepeIipis kanannya, untuk mengelak terpaksa Hoan It-ong memiringkan kepala lagi, tapi lantaran serangan lawan teramat cepat dan caranya memiringkan kepala juga sangat cepat, dengan sendirinya jenggotnya yang panjang itu ikut tergertak ke atas, padahal gunting Yo Ko sudah disiapkan di sebelah kanannya “cret”, tanpa ampun lagi jenggotnya tergunting sepanjang setengah meter.
Semua orang menjerit kaget, ternyata benar Yo Ko telah memotong jenggot Hoan It-ong hanya dalam tiga jurus saja seperti apa yang dikatakan sebelumnya tadi.
Kiranya menurut pengamatan Yo Ko tadi, diketahuinya apabila Hoan It-ong hendak menyabet dengan jenggotnya kekiri misalnya, maka kepalanya pasti meleng dulu ke sebelah kanan, jika jenggot hendak menyabet ke atas, maka kepala tentu menunduk lebih dulu.
Dari situlah dia menetapkan siasatnya untuk memotong jenggot lawan harus pura-pura menghantam kepalanya dengan begitu barulah dia berani sesumbar akan menggunting jenggot lawan dalam tiga jurus saja.
Hoan It-ong terkesima sejenak, ia merasa sayang dan murka pula karena jenggot yang sudah dirawatnya selama hidup itu telah digunting begitu saja, Cepat ia samber kembali tongkatnya, dengan kalap ia serampang pinggang Yo Ko.
Waktu masuk tadi Be Kong-co telah dijatuhkan oleh jenggot Hoan It-ong, maka ia sangat senang melihat jenggot orang terguling putus, serunya sambil tertawa: “He, Hoan cebol, tampangmu memangnya jelek, tanpa jenggotmu itu kau menjadi semakin buruk rupa!”
Hoan It-ong tambak gemas sehingga serangannya bertambah dahsyat pula.
Selama Yo Ko bergebrak dengan Hoan It-ong, yang dipikirkan hanya jenggot orang saja sehingga belum diketahui sampai dimana kekuatan yang sesungguhnya, kini menghadapi tongkat lawan, ia ingin tahu bagaimana tenaganya, ketika tongkat lawan menyabet tiba, segera ia menangisnya dengan gunting, “trang”, lengan terasa kesemutan dan gunting raksasa itu telah bengkok. Hanya satu jurus itu saja gunting itu sudah tak dapat digunakan lagi.
Melihat perubahan itu, Kongsun Lik-oh menguatirkan pula keselamatan Yo Ko, cepat ia berseru: “Yo-Kongcu, tenagamu tidak memadai Toasuhengku, buat apa kau menempurnya lagi?”
Kegusaran Kongsun Kokcu bertambah sengit karena puterinya berulang kali membela orang luar, ia pelototi anak perempuannya itu, tertampak si nona mengawasi -Yo Ko dengan penuh perhatian, ketika ia memandang Siao-liong-li, tertampak sikapnya hambar saja seakan-akan tidak ambil pusing terhadap keselamatan Yo Ko.
Karena itu Kong-sun Kokcu menjadi girang, ia pikir Siao-liong-li ternyata tidak mencintai Yo Ko, terbukti keselamatan pemuda itu sedikitpun tidak dihiraukannya.
Padahal Siao-Iiong-Ii cukup kenal kepintaran dan kecerdikan Yo Ko, ilmu silatnya juga pasti tidak dibawah Hoan-It-ong, ia yakin pertarungan mereka pasti akan dimenangkan pemuda itu, makanya ia sama sekali tidak berkuatir.
Dalam pada itu Yo Ko telah membuang guntingnya yang sudah bengkok itu, lalu berkita: “Hoan-heng, kau pasti bukan tandinganku lebih baik kau menyerah saja!”
Dengan gusar Hoan It-ong menjawab: “Asalkan kau sanggup mengalahkan tongkatku ini, segera aku membunuh diri!” Berbareng tongkatnya terus mengemplang sekerasnya.
Namun sedikit Yo Ko miringkan tubuhnya, tongkat itu jatuh disebelahnya, sekali kaki kiri Yo Ko menginjak, dengan tepat batang tongkat itu terpijak.
Sekuatnya Hoan It-ong mengangkat tongkatnya ke atas, tapi tubuh Yo Ko juga lantas mengikuti gerakan tongkat itu dan terbawa ke udara, dengan mantap ia berdiri diatas tongkat dengan satu kaki, yaitu kaki kiri. Beberapa kali Koan it-ong menggerakkan tongkatnya agar Yo Ko tergetar jatuh, tapi tak berhasil.
Dengan murka Hoan It-ong hendak memutar tongkatnya, tapi Yo Ko keburu melangkah maju melalui batang tongkatnya.
Keruan gerakan aneh Yo Ko ini sangat mengejutkan Hoan It-ong, sementara itu Yo Ko sudah melangkah maju lagi satu tindak, mendadak kaki kanan melayang ke depan
untuk menendang hidung-nya.
Keadaan Hoan It-ong menjadi serba salah, musuh seperti melengket pada batang tongkatnya, kalau dirinya melompat mundur sama juga seperti membawa musuh lebih maju, kalau tidak melompat mundur jelas sukar menghindarkan tendangan lawan, sedang kedua tangan memegangi tongkat dan tak dapat digunakan menangkis, apalagi jenggotnya sudah tergunting sehingga tiada senjata buat menghela diri lagi.
Dalam keadaan kepepet, terpaksa ia membuang tongkatnya dan melompat mundur untuk menghindari tendangan musuh, “trang”, ujung tongkat mengetok lantai, ujung lain belum lagi jatuh sudah keburu dipegang oleh Yo Ko.
Be Kong-co, Nimo Singh dan lainnya bersorak memuji.
Segera Yo Ko ketokkan tongkat rampasannya itu ke lantai dan bertanya dengan tertawa “Apa abamu sekarang ? Muka Hoan It-ong merah padam, jawabnya penasaran: “Kau main licik, aku tetap tidak merasa kalah !”
“Baik, boleh kita coba lag” ujar Yo Ko sambil melemparkan tongkat kepada Hoan It-ong.
Ketika Hoan It-ong hendak menangkap tongkat itu, tak terduga mendadak tongkat itu melompat ke atas sehingga tangan Hoa It-ong menangkap angin, sekali ulur tangannya kembali Yo Ko samber lagi tongkat itu.
Serentak Be Kong-co dan lainnya bersorak pada lebih keras, sebaliknya muka Hoan It-ong semakin merah padam.
Kim-lun Hoat-ong dan In Kek-si saling pandang dengan tersenyum, diam-diam mereka memuji kepintaran Yo Ko.
Kemarin mereka menyaksikan Ciu Pek-thong menimpuk orang dengan ujung tombak yang patab, tapi ujung tombak itu bisa berubah arah di tengah jalan sebelum mencapai sasarannya, jelas Yo Ko telah menirukan cara Ciu Pek-thong itu.
Dengan sendirinya Kongsun Kokcu dan anak muridnya tidak mengetahui seluk-beluk itu, mereka menjadi kaget dan heran atas kepandaian Yo Ko.
“Bagaimana, apakah perlu satu kali lagi ?” tanya Yo Ko dengan tertawa.
Hoan It-ong merasa terguntingnya jenggot dan terampasnya tongkat adalah karena tertipu oleh kelicikan lawan, dengan sendirinya ia tidak mau mengaku kalah.
Dengan suara keras dan gemas ia menjawab: “Jika kau dapat mengalahkan aku dengan kepandaian sejati barulah aku menyerah padamu.”
“Ilmu silat harus mengutamakan kecerdikan,” jengek Yo Ko, “gurumu sendiri teramat tolol, anak muridnya dengan sendirinya goblok, makanya aku memberi nasehat lebih baik kau cari guru lain yang lebih pandai saja,” jelas ucapannya ini sama saja memaki Kongsun Kokcu.
Keruan Hoan It-ong bertambah murka, dengan nekat ia menerjang maju. Dengan melintangkan tongkat Yo Ko angsurkan senjata rampasannya itu kepada si kakek sambil berkata : “Sekali ini kau harus hati-hati, kalau sampai kurebut lagi jangan kau sesalkan orang.”
Hoan It-ong tidak berani menjawab, ia genggam tongkat sekencangnya dan siap siaga, ia pikir untuk dapat merampas lagi tongkat kecuali kau potong sekalian tanganku ini.
“Awas ! ” terdengar Yo Ko berseru sambil menubruk kedepan, tahu-tahu tangan kirinya sudah menempel ujung tongkat lawan, berbareng jari telunjuk dan jari tengah tangan kanan terus menyolok kedua mata musuh, malahan kaki kirinya juga ikut menginjak batang tongkat. Inilah jurus “Go kau-toat-tiang” (merampas tongkat dari mulut anjing galak), suatu jurus maha sakti dari Pakkau-pang-hoat kebanggaan Kay-pang itu.
Dahulu ketika pertemuan besar Kay-pang (kaum pengemis)-di Kue-san, dengan jurus inilah Oey Yong telah merebut tongkat penggebuk anjing dari tangan Yo Kong (ayah Yo Ko) dan jadilah dia ketua Kay-pang yang disegani.
Cara merebut senjata lawan dengan jurus sakti itu boleh di katakan tidak pernah meleset, seratus kali tembak seratus kali kena.
Kalau dua kali yang duluan Yo Ko berhasil merebut tongkat lawannya, walaupun caranya juga aneh, tapi gerakannya dapat diikuti dengan jelas oleh penonton, tapi sekali ini bahkan Hoa It-ong sendiri tidak tahu bagaimana caranya, sekejap mata saja tahu-tahu tongkatnya sudah berpindah ke tangan musuh.
“Nah, cebol tua, sekali ini kau takluk tidak?” seru Be Kong-co.
“Dia pakai ilmu sihir dan bukan kepandaian sejati, mana aku mau menyerah ?” jawab Hoan lt-ong penasaran.
“Habis cara bagaimana baru kau mau takluk?” tanya Yo Ko dengan tertawa.
“Kecuali kau merobohkan aku dengan kepandaian sejati,” sahut Hoan It-ong.
Yo Ko mengembalikan lagi tongkatnya dan berkata: “Baikiah, kita boleh coba-coba lagi beberapa jurus” Hoan It-ong sudah kapok terhadap cara orang merebut senjatanya dengan bertangan kosong, ia pikir sebaiknya bertanding senjata saja. Segera ia berkata pula: “Aku sendiri menggunakan senjata sebesar ini, sebaiknya kau bertangan kosong, andaikata aku menang juga kau merasa penasaran.”
“Jelas kau sudah kapok pada caraku merebut senjatamu dengan bertangan kosong,” ujar Yo Ko dengan tertawa, “Baiklah, biar akupun menggunakan senjata untuk melayani kau.” ia coba memandang sekeliling ruangan, dilihatnya dinding sekitarnya tiada sesuatu pajangan apapun, apalagi senjata yang dapat digunakan Hanya di halaman sana ada dua pohon Liu dengan ranting pohon yang berlambaian menghijau permai.
Ia pandang sekejap kepada Siao-liong-li dan berkata: “Kau ingin she Liu, biarlah kugunakan ranting pohon liu sebagai senjata,” Segera ia melompat ke halaman sana dan mengambil sepotong ranting liu yang bulat tengahnya sekira tiga senti dan panjang satu meteran sehingga mirip pentung penggebuk anjing milik Kay-pang, mana daun Liu tidak dihilangkannya dari ranting itu sehingga kelihatannya lebih luwes.
Diam-diam Hoan It-ong sangat mendongkol, ternyata Yo Ko tidak menggunakan senjata yang umum, sebaliknya memakai ranting kayu seperti mainan anak kecil saja, cara ini jelas sangat meremehkan dia.
Sementara itu Be Kong-co telah berseru: “Adik Yo, kau pakai golokku ini!” Segera pula ia melolos goloknya sehingga memancarkan cahaya kemilauan, sungguh sebatang golok- pusaka yang tajam.
“Terima kasih,” kata Yo Ko, “Si cebol ini belum mendapatkan guru sakti, kepandaiannya masih terbatas, ranting kayu ini saja sudah cukup untuk mengajar dia,”
Tidak kepalang gusar Hoan It-ong dengan nada ucapan Yo Ko itu kembali menghina nama baik gurunya, ia pikir pertarungan selanjutnya tidak ada ampun lagi.
Segera ia putar tongkatnya dengan kencang, ia mainkan ilmu tongkat “Boat-cui-tiang-hoat (permainan tongkat gebyur air) yang meliputi 9 x 9 81 jurus.
Permainan tongkatnya itu disebut “gebyur air” maksudnya air digebyurkan juga takkan tembus, suatu tanda betapa kencang dan rapat putaran tongkatnya itu.
Semula angin tongkatnya menyamber dahsyat, tapi setelah belasan jurus, lambat-laun terasa arah tongkatnya rada tergeser ujung tongkatnya.
Kiranya Yo Ko telah menggunakan gaya “lengket” dari Pak - kau - pang - hoat, ujung ranting kayu menempel pada ujung tongkat, ke timur tongkat itu mengarah, ke timur pula ranting kayunya mengikut dan begitu pula seterusnya, tapi berbareng itu dia tambahi tenaga betotan atau tolakan menurut gerakan tongkat lawan sehingga mau-tak-mau ujung tongkat selalu tergeser arahnya.
ilmu ini adalah sejalan dengan “Si-nio-boat-jian-kin” (empat tahil menolak ribuan kati), sejenis ilmu “pinjam tenaga musuh untuk menghantam musuh sendiri) yang pasti diyakinkan oleh setiap jago silat.
Gaya “lengket” dalam ilmu permainan pentung kaum Kay-pang itu diciptakan juga menurut kunci ilmu silat tadi, gayanya bagus dan tenaganya sukar diukur.
Tentu saja Kongsun Kokcu semakin heran sama sekali tak terduga olehnya bahwa seorang muda belia bisa memiliki ilmu sakti sehebat itu. Dilihat nya tenaga pada tongkat Hoan It-ong semakin lemah, sebaliknya kekuatan pada ranting kayu Yo Ko bertambah dahsyat, belasan jurus lagi seluruh badan Hoan It-ong sudah terkekang oleh setiap gerakan ranting kayu anak muda itu, semakin kuat Hoan It-ong putar tongkatnya, semakin berat pula rasanya untuk menguasai diri sendiri.
Sampai akhirnya dia merasa seperti tersedot ke tengah pusaran angin lesus yang dahyat sehingga kepala terasa pusing dan pandangan kabur.
“Mundur, It-ong!” mendadak Kongsun Kokcu menepuk meja sambil berseru, suaranya menggelegar mengagetkan orang.
Hati Yo Ko juga terkesiap, ia pikir masakah begitu mudah muridmu akan lolos dari tanganku, Sedikit tangannya bergerak, dan gaya “lengket” dia ganti dengan gaya “putar”, ia berdiri tegak, tapi pergelangan tangannya terus bergerak dalam putaran kecil sehingga Hoan It-ong ikut terbawa dari kiri ke kanan dan berputar dengan cepat seperti gasingan.
Semakin cepat Yo Ko putar tangannya, semakin kencang pula putaran Hoan It-ong, tongkat baja yang dipegangnya itu juga berputar menegak seperti poros gasingan saja.
“Kau sanggup berdiri tegak tanpa roboh, betapapun kau terhitung jagoan!” seru Yo Ko sambil menyesakkan ranting kayunya ke atas, lalu ia melompat mundur.
Dalam pada itu lahir batin Hoan It-ong serasa tak terkuasai Iagi, langkahnya semponyongan, kalau berputar beberapa kali lagi pasti akan terbanting roboh.
Sekonyong-konyong Kongsun Kokcu melompat ke atas, selagi terapung di udara, sebelah tangannya terus menggablok ujung tongkat, lalu melompat kembali ke tempatnya semula dengan enteng.
Gablokannya kelihatan pelahan, tapi membawa tenaga maha dahsyat, kontan tongkat baja itu ambles ke tanah hampir semeter dalamnya dan seketika tidak berputar Iagi.
Dengan berpegangan pada tongkat itu barulah Hoan It-ong tidak jadi jatuh, namun begitu tubuhnya tetap terhuyung kian kemari laksana orang mabuk.
Siau-siang-cu, In Kik-si dan lainnya sebentar memandang Yo Ko, lain saat memandang Kongsun Kokcu, mereka pikir kedua orang ini sama hebatnya dan sukar ditandingi, biarkan saja keduanya saling genjot, bahkan mereka berharap kedua orang itu mampus semua.
Hanya Be Kong-co saja yang berhati polos, jika bisa ia ingin membantu Yo Ko. Mendadak Hoan It-ong berlari dan berlutut di hadapan sang guru, ia menyembah beberapa kali, tanpa bicara kepalanya terus dibenturkan ke tiang rumah.
Perbuatannya ini sungguh tak terduga oleh siapapun, tiada yang menyangka bahwa watak kakek cebol itu ternyata begitu keras, kalah bertanding terus menempuh jalan pendek dengan membunuh diri.
Kongsun Kokcu menjerit kaget sambil meloncat maju untuk menjambret punggung Hoan It-ong tapi lantaran jaraknya terlalu jauh, pula benturan Hoan Itong itu dilakukan dengan sangat cepat, jambretnya itu ternyata luput.
Sementara itu kepala Hoan It-ong telah dibenturkan dengan sepenuh tenaga, tampaknya kepalanya pasti akan pecah berantakan Tapi mendadak terasa tempat yang terbentur oleh batok kepalanya itu sangat lunak, empuk seperti kasur.
Waktu ia menengadah, terlihat Yo Ko telah berdiri didepannya dengan menjulurkan kedua tangannya, rupanya pemuda ini berdiri paling dekat dengan Hoan It-ong, ketika melihat gerak-gerik kakek itu mencurigakan segara ia bersiap dan sempat mengadang di depan untuk menyelamatkannya.
“Hoan-heng, apakah kau tahu kejadian apa yang paling menyedihkan di dunia ini?” tanya Yo Ko.
“Apa itu?” Hoan It-ong balik bertanya dengan melenggong.
“Akupun tidak tahu.” ujar Yo Ko dengan pedih, “Hanya duka hatiku berpuluh kali lebih hebat daripadamu, sedangkan aku sendiri belum lagi bunuh diri, mengapa kau malah melakukan hal demikian?”
“Kau menang bertanding, apa yang membuatmu berduka?” kata Hoan It-ong.
Yo Ko menggeleng jawabnya: “Kalah atau menang bertanding bukan soal bagiku, selama hidupku ini entah sudah berapa kali dihajar orang. Yang jelas betapa cemas dan kuatirnya gurumu ketika melihat kau hendah membunuh diri, kalau aku yang membunuh diri tapi guruku sama sekali tidak ambil pusing. inilah hal yang paling menyedihkan bagiku.”
Belum lagi Hoan It-ong paham apa yang dimaksudkan si Yo Ko, terdengar Kongsun Kokcu membentaknya:” It-ong jika kau berbuat bodoh lagi berarti kau tidak taat kepada perintah garu, Kau berdiri saja disamping sana, saksikan gurumu membereskan bocah ini.”
Hoan It-ong paling hormat kepada sang guru, ia tak berani membantah dan segera berdiri ke sana sambil melotot kepada Yo Ko.
Mendengar Yo Ko mengatakan kalau dia membunuh diri juga gurunya tidak ambil pusing seketika mata Siao-Iiong-li basah ber-kaca2, pikirnya: “Jika kau mati, masakah aku mau hidup sendiri?”
Setiap selang sejenak Kongsun Kokcu tentu memandang sekejap kepada Siao-liong-li untuk mengawasi gerak-geriknya, ketika mendadak nampak si nona hendak meneteskan air mata lagi segera ia menepuk tangan tiga kali dan berseru:
“Tangkap bocah ini!”
Tepuk tangan tiga kali adalah tanda perintah kepada anak muridnya, Rupanya Kongsun Kokcu ingin menjaga harga diri dan merasa tidak sesuai untuk bertempur dengan anak muda seperti Yo Ko.
Begitulah anak muridnya serentak mengiakan, 16 orang terbagi berdiri di empat sudut, setiap empat orang lantas membentangkan sebuah jaring ikan.
Datangnya Yo Ko berombongan dengan Kim-lun Hoat-ong dan lain-lain, kalau persoalannya sudah lanjut begini, pantasnya Kim-lun Hoat-ong harus membuka suara untuk melerai, tapi dia cuma tersenyum dingin saja dan tetap menonton belaka.
Kongsun Kokcu tidak tahu maksud sikap Hoat-ong yang tak acuh itu, ia kira orang mengejeknya takkan mampu menandingi Yo Ko, diam-diam ia mendongkol dan hendak memperlihatkan kemahirannya.
Segera ia menepuk tangan lagi tiga kali, serentak ke-16 anak muridnya tadi bergeser bertukar tempat sehingga lingkaran kepungan mereka terhadap Yo Ko semakin ciut.
Melihat empat jaring lawan semakin mendekat, seketika Yo Ko menjadi bingung dan tak berdaya, Ciu Pek-thong yang maha sakti itu saja tertawan oleh jaring lawan apalagi diriku? Pula Ciu Pek-thong cuma berusaha meloloskan diri saja dan dapat melemparkan Be Kong-co dan Hoan It-ong ke dalam jaring, lalu dia berhasil kabur sebaliknya sekarang aku justeru ingin tinggal di sini dan, tak ingin lari.
Terdengar diantara anak murid Cui-sian-kok berseragam hijau itu ada yang bersuit, empat buah jaring mereka serentak bergeser lagi berganti posisi, sebentar bersilang, lain saat melintang atau menegak, mendatar atau menyerang dan terus mendesak maju.
Seketika sukar bagi Yo Ko untuk melanyani kepungan jaring-jaring itu, terpaksa ia berputar kayun lari di ruangan itu, dengan Ginkang maha tinggi aliran Ko-bong-pay ia terus melayang kian kemari, ia menghindari pertarungan dari depan, tapi berusaha membuat musuh merasa bingung dan
tak dapat meraba ke mana dia hendak bergeser Namun ke-16 orang itu ternyata tidak ikut berputar seperti Yo Ko melainkan terus memper-sempit kepungan mereka.
Sambil berlari Yo Ko memeriksa pula tempat kelemahan barisan musuh, setelah mengikuti beberapa kali perubahan, segera dapat ditarik kesimpulan bahwa barisan jaring musuh itu menirukan jaring labah2, biasanya labah2 bersembunyi lebih dulu, kalau musuh sudah terjebak barulah mangsanya ditangkap. ia pikir untuk memboboI-nya harus digunakan senjata rahasia.
Maka sambil berputar cepat segera ia menyiapkan segenggam Giok-hong-ciam (jarum tawon putih), ketika empat orang di sebelah kiri mulai mendekat, mendadak tangannya bergerak, tapi yang diincar justeru empat orang di sebelah kanan.
Senjata rahasia jarum lembut ini biasanya tak pernah meleset, apalagi jaraknya sekarang sangat dekat, Yo Ko yakin keempat orang itu pasti akan termakan oleh jarumnya itu.
Tak terduga gerakan keempat orang itupun sangat cepat, begitu nampak tangan lawan bergerak serentak mereka mengangkat jaringnya ke atas, terdengarlah suara gemerincing nyaring pelahan.
Jarum-jarum itu tersedot seluruhnya oleh jaring.
Kiranya jaring itu teranyam dari benang emas dan baja yang sebagian bertenaga semberani yang amat kuat, sekali jaring itu dibentangkan, betapapun lihay senjara rahasia lawan tentu akan tertahan seluruhnya.
Yo Ko mengira serangannya pasti berhasil tak terduga jaring musuh ternyata memiliki daya guna sehebat itu, dalam seribu kesibukannya ia sempat melotot kearah Kongsun Kokcu, ia pikir orang ini sungguh maha lihay dan dapat menciptakan senjata yang begitu aneh.
Gagal dengan rahasianya, terpaksa Yo Ko memikirkan jalan lain untuk membobol kepungan musuh.
Sementara itu jaring lawan sebelah kanan sudah mendekat, sekali pimpinannya berseru, terlihatlah gemerdepnya cahaya, sehelai jaring terus menyambar tiba.
Segera Ny Ko mengegos dan bermaksud menerobos kesebelah sana, tapi jaring depan dan belakang juga menubruk tiba bersama.
Mau-tak-mau Yo Ko mengeluh juga, ia pikir sekali ini diriku pasti akan disiksa habis-habisan oleh Kokcu jahanam ini apabila aku sampai tertawan olehnya.
Selagi Yo Ko berkuatir, tiba-tiba terdengar seorang pemegang jaring di belakang menjerit, waktu dia menoleh, dilihatnya Kongsun Lik-oh telah jatuh tersungkur, ujung jaring yang dipegangnya menjadi tertarik juga ke bawah.
Itulah suatu peluang ditengah barisan jaring musuh, tanpa pikir lagi Yo Ko, secepat kilat ia melompat ke sana dan menerobos keluar dari kepungan musuh, Sekilas dilihatnya Kongsun Lik-oh lagi merintih kesakitan, tapi berulang nona itu memberi isyarat kedipan mata agar Yo Ko lekas lari meninggalkan tempat berbahaya itu.
Tergerak hati Yo Ko, pikirnya: “Nona ini telah menyelamatkan diriku dengan mengorbankan dirinya, budi kebaikannya sungguh sukar kubalas, Jika kupergi begini saja, tentu Kokoh akan menikah dengan Kokcu jahanam itu, Biarlah ku-labrak dia dengan mati-matian, andaikata tertawan dan tersiksa juga takkan kutinggalkan tempat ini.”
Berkorban bagi cinta suci, matipun dia tidak menyesal. Dia terus berdiri di ujung ruangan sana sambil menatap tajam kepada Siao-liong-Ii, ia pikir masakah kau sama sekali tidak ambil pusing menyaksikan aku bergumul dengan malapetaka yang akan menimpa diriku ini.
Terlihat Siao-liong-li tetap menunduk tanpa bersuara. Akan
tetapi rasa sedih dan duka nestapa dalam hatinya saat itu sesungguhnya jauh melebihi Yo Ko.
Kalau Yo Ko tanpa tedeng aling-aling mengutarakan isi hatinya secara terus terang, biarpun menderita juga tekanan batinnya sudah terlampiaskan sebagian. Tapi Siao-liong-li
hanya tutup mulut saja, padahal dalam hati penuh rasa kasih
sayang kepada pemuda, namun pemuda itu mana bisa mengetahuinya.
Dalam pada itu Kongsun Kokcu telah menepuk tangan lagi dua kail keempat jaring ikan yang terbentang tadi serentak mundur, Lalu katanya terhadap Kongsun Lik-oh. “Mengapa kau ?”
“Kakiku mendadak kejang dan kesakitan,” jawab Kongsun Lik-oh.
Sudah tentu Kongsun Kokcu tahu puterinya jatuh hati kepada Yo Ko sehingga pada detik yang menentukan tadi sengaja memberi peluang kepada pemuda itu untuk lolos, Lantaran dihadapan orang luar, ia merasa tidak enak untuk mengumbar rasa gusarnya, segera ia mendengus dan berkata.
“Baik, kau mundur saja. Capsiji maju, gantikan tempatnya !”
Dengan Kepala menunduk Kongsun Lik-oh mengundurkan diri, sedangkan seorang anak muda yang rambutnya dikucir dua mengiakan maju dan memegang ujung jaring yang dipegang Kongsun Lik-oh tadi.
Kongsun Lik-oh sempat melirik sekejap kepada “Yo Ko dengan penuh rasa menyesal. Diam-diam Yo Ko merasa bersalah dan menyesal juga tak dapat memenuhi maksud baik si nona yang sengaja hendak menolongnya itu.
Kembali Kongsun Kokcu bertepuk tangan lagi empat kali, mendadak ke-16 anak muridnya tadi mengundurkan diri keruangan dalam, Yo Ko melengak, ia heran apakah orang mengaku kalah begitu saja? Ketika ia berpaling, dilihatnya air muka Kongsun Lik-oh penuh rasa cemas dan kuatir serta berulang memberi isyarat pula kepadanya agar lekas melarikan diri saja. Melihat sikap nona itu, tampaknya sebentar lagi bakal datang bencana maut yang sukar dihindarinya.
Yo Ko hanya tersenyum, sebaliknya ia seret sebuah kursi, lalu duduk di situ.
Dalam pada itu terdengar di ruangan dalam ada suara gemerincing nyaring, sejenak kemudian ke-16 anak murid tadi telah muncul lagi, tangan mereka tetap memegangi jaring, Hanya saja jaring mereka sudah berganti dengan jaring yang penuh terpasang kaitan dan pisau kecil, melihat sinarnya yang gemerlapan, jelas kaetan dan pisau2 itu sangat tajam, asal terkurung ditengah jaring, tentu seluruh tubuh akan tersayat dan mustahil bisa hidup lagi.
Segera Be Kong-co berteriak “He, sahabat Kokcu, mengapa kau menggunakan senjata sekeji itu terhadap tamu, kau tahu malu tidak?”
Sambil menuding Kyo Ko, Kongsun Kokcu berkata: “Bukan keinginanku hendak membunuh kau, soalnya berulang kali telah kusuruh kau pergi saja dari sini dan kau tidak mau.”
Betapapun Be Kong-co juga ngeri melihat ke-empat jaring yang berkait tajam itu, segera ia berbangkit dan menarik “Yo Ko, katanya: “Adik Nyo, orang busuk macam begini sebaiknya kita jauhi saja, buat apa kau merecoki dia lagi?”
Yo Ko tidak menjawab, ia menatap ke arah Siao-liong-li dan ingin dengar apa yang dikatakan si nona.
Siao-liong-li sendiri memang merasa bimbang, Bahwa dia mau menikah dengan Kongsun Kokcu adalah karena dia berterima kasih atas pertolongan jiwanja, pula tempat kediamannya yang indah permai dan terpencil ini juga cocok sebagai tempat untuk menghindari pencarian Yo Ko, apalagi
setelah berdiam beberapa hari, ia merasa sang Kokcu adalah seorang yang berpengetahuan luas dan pandai, jelas seorang yang serba pintar, maka sedikit banyak timbul juga rasa sukanya dam merasa mantap untuk hidup bersamanya.
Siapa tahu dunia yang luas ini terkadang juga seperti sangat ciut, justeru Yo Ko bisa muncul ditanah sunyi ini. Kini menyaksikan Kongsun Kokcu mengeluarkan barisan jaring berkait itu, ia pikir Yo Ko pasti tak terhindar dari kematian, iapun sudah bertekad, asalkan Yo Ko terkurung oleh jaring, segera ia sendiripun akan menubruk ke atas jaring itu untuk mati bersama pemuda itu.
Berpikir sampai disini tanpa terasa ia tersenyum simpul dan berhati lega.
Sudah tentu lika-liku yang dipikir Sian-liong-li itu tidak diketahui oleh Yo Ko, pemuda itu justeru menyangka kebalikannya, ia pikir diriku sedang terancam bahaya maut, tapi kau masih dapat tersenyum gembira, keruan rasa pedih hatinya bertambah hebat.
Namun pada saat dia merasa pedih, dongkol dan gelisah itulah, sekilas timbul sesuatu pikiran pada benaknya, Keputusan apapun yang diambilnya selalu dilakukannya dengan sangat cepat, tanpa pikir lagi untuk kedua kalinya, langsung ia mendekati Siao-liong-li, dengan sedikit membungkuk lalu berkata: “Kokoh, Ko-ji sedang menghadapi kesukaran, mohon pinjam Kim-Ieng-soh (selendang bergenta emas) dan Ciang-doh (sarung tangan) untuk kupakai sebentar.”
Yang terpikir oleh Siao-liang-Ii pada saat itu adalah betapa bahagianya dapat mati bersama Yo Ko, selain itu tiada sesuatu lagi yang terpikir-olehnya. Karena itu tanpa menjawab ia terus mengeluarkan sepasang sarung tangan putih dan sehelai selendang sutera putih serta diangsurkan kepada pemuda itu.
Dengan tenang Yo Ko menerima benda-benda itu, katanya pula sambil menatap tajam wajah Siao-liong-Ii: “Sekarang engkau telah mengakui di-riku?”
Dengan penuh kasih sayang Siao-liong-li menjawab dengan tersenyum : “Di dalam hati sejak tadi sudah kukenali dirimu !”
Seketika semangat Yo Ko terbangkit, tanyanya pula dengan suara gemetar: “Jadi kau pasti akan ikut pergi bersamaku dan takkan menikah dengan Kokcu ini, bukan?
“Ya, aku bertekad akan ikut pergi bersamamu dengan sendirinya takkan menikah dengan orang lain,” jawab Siao- liong-li dengan tersenyum. “Ko-ji, jelas aku ini adalah isterimu.”
Jawaban Siao-liong-li yang cukup tegas ini sudah tentu sangat mengejutkan orang, terutama Kongsun Kokcu, mukanya menjadi pucat pasi, mendadak ia bertepuk tangan empat kali dengan keras sebagai tanda perintah kepada anak muridnya agar melancarkan serangan serentak.
“Tanpa bicara lagi ke-16 anak muridnya tadi terus bergerak sambil membentang jaring mereka.
Bagi Yo Ko, ucapan Siao-liong-Ii bagaikan obat mujarab yang telah menghidupkan dia dari kematian, seketika keberaniannya berlipat ganda, andaikan di depannya sekarang mengadang lautan api atau minyak mendidih juga tak terpikir lagi olehnya.
Segera ia memakai sarung tangan yang kebal senjata itu, sedang Kim-leng-seh pada tangan kanan terus digentakkan hingga menimbulkan suara “ting-ting” yang nyaring, laksana ular putih saja selendang sutera putih itu terus menyambar ke depan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar