Kembalinya Pendekar Rajawali 47
Mana
Hoan It-ong mau percaya dalam tiga-jurus saja dirinya akan dikalahkan oleh Yo
Ko, bukankah sejak tadi mereka sudah bergebrak beberapa puluh jurus? Dengan
gusar ia membentak: “Lihat seranganku!”–Sebelah tangannya segera memukul.
Cepat Yo Ko menangkis dengan tangan kiri,
gunting ditangan kanan balas menghantam batok kepala lawan, perawakan Yo Ko
lebih tinggi, untuk memukul lawan dengan sendirinya mesti dari atas ke bawah,
karena itu Hoan I-ong memiringkan kepalanya untuk menghindar, tak terduga
tangan kiri Yo Ko lantas menghantam pula kepeIipis kanannya, untuk mengelak
terpaksa Hoan It-ong memiringkan kepala lagi, tapi lantaran serangan lawan teramat
cepat dan caranya memiringkan kepala juga sangat cepat, dengan sendirinya
jenggotnya yang panjang itu ikut tergertak ke atas, padahal gunting Yo Ko sudah
disiapkan di sebelah kanannya “cret”, tanpa ampun lagi jenggotnya tergunting
sepanjang setengah meter.
Semua orang menjerit kaget, ternyata benar Yo
Ko telah memotong jenggot Hoan It-ong hanya dalam tiga jurus saja seperti apa
yang dikatakan sebelumnya tadi.
Kiranya menurut pengamatan Yo Ko tadi,
diketahuinya apabila Hoan It-ong hendak menyabet dengan jenggotnya kekiri
misalnya, maka kepalanya pasti meleng dulu ke sebelah kanan, jika jenggot
hendak menyabet ke atas, maka kepala tentu menunduk lebih dulu.
Dari situlah dia menetapkan siasatnya untuk
memotong jenggot lawan harus pura-pura menghantam kepalanya dengan begitu
barulah dia berani sesumbar akan menggunting jenggot lawan dalam tiga jurus
saja.
Hoan It-ong terkesima sejenak, ia merasa
sayang dan murka pula karena jenggot yang sudah dirawatnya selama hidup itu
telah digunting begitu saja, Cepat ia samber kembali tongkatnya, dengan kalap
ia serampang pinggang Yo Ko.
Waktu masuk tadi Be Kong-co telah dijatuhkan
oleh jenggot Hoan It-ong, maka ia sangat senang melihat jenggot orang terguling
putus, serunya sambil tertawa: “He, Hoan cebol, tampangmu memangnya jelek,
tanpa jenggotmu itu kau menjadi semakin buruk rupa!”
Hoan It-ong tambak gemas sehingga serangannya
bertambah dahsyat pula.
Selama Yo Ko bergebrak dengan Hoan It-ong,
yang dipikirkan hanya jenggot orang saja sehingga belum diketahui sampai dimana
kekuatan yang sesungguhnya, kini menghadapi tongkat lawan, ia ingin tahu
bagaimana tenaganya, ketika tongkat lawan menyabet tiba, segera ia menangisnya
dengan gunting, “trang”, lengan terasa kesemutan dan gunting raksasa itu telah
bengkok. Hanya satu jurus itu saja gunting itu sudah tak dapat digunakan lagi.
Melihat perubahan itu, Kongsun Lik-oh
menguatirkan pula keselamatan Yo Ko, cepat ia berseru: “Yo-Kongcu, tenagamu
tidak memadai Toasuhengku, buat apa kau menempurnya lagi?”
Kegusaran Kongsun Kokcu bertambah sengit
karena puterinya berulang kali membela orang luar, ia pelototi anak
perempuannya itu, tertampak si nona mengawasi -Yo Ko dengan penuh perhatian,
ketika ia memandang Siao-liong-li, tertampak sikapnya hambar saja seakan-akan
tidak ambil pusing terhadap keselamatan Yo Ko.
Karena itu Kong-sun Kokcu menjadi girang, ia
pikir Siao-liong-li ternyata tidak mencintai Yo Ko, terbukti keselamatan pemuda
itu sedikitpun tidak dihiraukannya.
Padahal Siao-Iiong-Ii cukup kenal kepintaran
dan kecerdikan Yo Ko, ilmu silatnya juga pasti tidak dibawah Hoan-It-ong, ia
yakin pertarungan mereka pasti akan dimenangkan pemuda itu, makanya ia sama
sekali tidak berkuatir.
Dalam pada itu Yo Ko telah membuang
guntingnya yang sudah bengkok itu, lalu berkita: “Hoan-heng, kau pasti bukan
tandinganku lebih baik kau menyerah saja!”
Dengan gusar Hoan It-ong menjawab: “Asalkan
kau sanggup mengalahkan tongkatku ini, segera aku membunuh diri!” Berbareng
tongkatnya terus mengemplang sekerasnya.
Namun sedikit Yo Ko miringkan tubuhnya, tongkat
itu jatuh disebelahnya, sekali kaki kiri Yo Ko menginjak, dengan tepat batang
tongkat itu terpijak.
Sekuatnya Hoan It-ong mengangkat tongkatnya
ke atas, tapi tubuh Yo Ko juga lantas mengikuti gerakan tongkat itu dan terbawa
ke udara, dengan mantap ia berdiri diatas tongkat dengan satu kaki, yaitu kaki
kiri. Beberapa kali Koan it-ong menggerakkan tongkatnya agar Yo Ko tergetar
jatuh, tapi tak berhasil.
Dengan murka Hoan It-ong hendak memutar
tongkatnya, tapi Yo Ko keburu melangkah maju melalui batang tongkatnya.
Keruan gerakan aneh Yo Ko ini sangat
mengejutkan Hoan It-ong, sementara itu Yo Ko sudah melangkah maju lagi satu
tindak, mendadak kaki kanan melayang ke depan
untuk menendang hidung-nya.
Keadaan Hoan It-ong menjadi serba salah,
musuh seperti melengket pada batang tongkatnya, kalau dirinya melompat mundur
sama juga seperti membawa musuh lebih maju, kalau tidak melompat mundur jelas
sukar menghindarkan tendangan lawan, sedang kedua tangan memegangi tongkat dan
tak dapat digunakan menangkis, apalagi jenggotnya sudah tergunting sehingga
tiada senjata buat menghela diri lagi.
Dalam keadaan kepepet, terpaksa ia membuang
tongkatnya dan melompat mundur untuk menghindari tendangan musuh, “trang”,
ujung tongkat mengetok lantai, ujung lain belum lagi jatuh sudah keburu
dipegang oleh Yo Ko.
Be Kong-co, Nimo Singh dan lainnya bersorak
memuji.
Segera Yo Ko ketokkan tongkat rampasannya itu
ke lantai dan bertanya dengan tertawa “Apa abamu sekarang ? Muka Hoan It-ong
merah padam, jawabnya penasaran: “Kau main licik, aku tetap tidak merasa kalah
!”
“Baik, boleh kita coba lag” ujar Yo Ko sambil
melemparkan tongkat kepada Hoan It-ong.
Ketika Hoan It-ong hendak menangkap tongkat
itu, tak terduga mendadak tongkat itu melompat ke atas sehingga tangan Hoa
It-ong menangkap angin, sekali ulur tangannya kembali Yo Ko samber lagi tongkat
itu.
Serentak Be Kong-co dan lainnya bersorak pada
lebih keras, sebaliknya muka Hoan It-ong semakin merah padam.
Kim-lun Hoat-ong dan In Kek-si saling pandang
dengan tersenyum, diam-diam mereka memuji kepintaran Yo Ko.
Kemarin mereka menyaksikan Ciu Pek-thong
menimpuk orang dengan ujung tombak yang patab, tapi ujung tombak itu bisa
berubah arah di tengah jalan sebelum mencapai sasarannya, jelas Yo Ko telah
menirukan cara Ciu Pek-thong itu.
Dengan sendirinya Kongsun Kokcu dan anak
muridnya tidak mengetahui seluk-beluk itu, mereka menjadi kaget dan heran atas
kepandaian Yo Ko.
“Bagaimana, apakah perlu satu kali lagi ?”
tanya Yo Ko dengan tertawa.
Hoan It-ong merasa terguntingnya jenggot dan
terampasnya tongkat adalah karena tertipu oleh kelicikan lawan, dengan
sendirinya ia tidak mau mengaku kalah.
Dengan suara keras dan gemas ia menjawab:
“Jika kau dapat mengalahkan aku dengan kepandaian sejati barulah aku menyerah
padamu.”
“Ilmu silat harus mengutamakan kecerdikan,”
jengek Yo Ko, “gurumu sendiri teramat tolol, anak muridnya dengan sendirinya
goblok, makanya aku memberi nasehat lebih baik kau cari guru lain yang lebih
pandai saja,” jelas ucapannya ini sama saja memaki Kongsun Kokcu.
Keruan Hoan It-ong bertambah murka, dengan
nekat ia menerjang maju. Dengan melintangkan tongkat Yo Ko angsurkan senjata
rampasannya itu kepada si kakek sambil berkata : “Sekali ini kau harus
hati-hati, kalau sampai kurebut lagi jangan kau sesalkan orang.”
Hoan It-ong tidak berani menjawab, ia genggam
tongkat sekencangnya dan siap siaga, ia pikir untuk dapat merampas lagi tongkat
kecuali kau potong sekalian tanganku ini.
“Awas ! ” terdengar Yo Ko berseru sambil
menubruk kedepan, tahu-tahu tangan kirinya sudah menempel ujung tongkat lawan,
berbareng jari telunjuk dan jari tengah tangan kanan terus menyolok kedua mata
musuh, malahan kaki kirinya juga ikut menginjak batang tongkat. Inilah jurus
“Go kau-toat-tiang” (merampas tongkat dari mulut anjing galak), suatu jurus
maha sakti dari Pakkau-pang-hoat kebanggaan Kay-pang itu.
Dahulu ketika pertemuan besar Kay-pang (kaum
pengemis)-di Kue-san, dengan jurus inilah Oey Yong telah merebut tongkat
penggebuk anjing dari tangan Yo Kong (ayah Yo Ko) dan jadilah dia ketua
Kay-pang yang disegani.
Cara merebut senjata lawan dengan jurus sakti
itu boleh di katakan tidak pernah meleset, seratus kali tembak seratus kali
kena.
Kalau dua kali yang duluan Yo Ko berhasil
merebut tongkat lawannya, walaupun caranya juga aneh, tapi gerakannya dapat diikuti
dengan jelas oleh penonton, tapi sekali ini bahkan Hoa It-ong sendiri tidak
tahu bagaimana caranya, sekejap mata saja tahu-tahu tongkatnya sudah berpindah
ke tangan musuh.
“Nah, cebol tua, sekali ini kau takluk
tidak?” seru Be Kong-co.
“Dia pakai ilmu sihir dan bukan kepandaian
sejati, mana aku mau menyerah ?” jawab Hoan lt-ong penasaran.
“Habis cara bagaimana baru kau mau takluk?”
tanya Yo Ko dengan tertawa.
“Kecuali kau merobohkan aku dengan kepandaian
sejati,” sahut Hoan It-ong.
Yo Ko mengembalikan lagi tongkatnya dan
berkata: “Baikiah, kita boleh coba-coba lagi beberapa jurus” Hoan It-ong sudah
kapok terhadap cara orang merebut senjatanya dengan bertangan kosong, ia pikir
sebaiknya bertanding senjata saja. Segera ia berkata pula: “Aku sendiri menggunakan
senjata sebesar ini, sebaiknya kau bertangan kosong, andaikata aku menang juga
kau merasa penasaran.”
“Jelas kau sudah kapok pada caraku merebut
senjatamu dengan bertangan kosong,” ujar Yo Ko dengan tertawa, “Baiklah, biar
akupun menggunakan senjata untuk melayani kau.” ia coba memandang sekeliling
ruangan, dilihatnya dinding sekitarnya tiada sesuatu pajangan apapun, apalagi
senjata yang dapat digunakan Hanya di halaman sana ada dua pohon Liu dengan
ranting pohon yang berlambaian menghijau permai.
Ia pandang sekejap kepada Siao-liong-li dan
berkata: “Kau ingin she Liu, biarlah kugunakan ranting pohon liu sebagai
senjata,” Segera ia melompat ke halaman sana dan mengambil sepotong ranting liu
yang bulat tengahnya sekira tiga senti dan panjang satu meteran sehingga mirip
pentung penggebuk anjing milik Kay-pang, mana daun Liu tidak dihilangkannya
dari ranting itu sehingga kelihatannya lebih luwes.
Diam-diam Hoan It-ong sangat mendongkol,
ternyata Yo Ko tidak menggunakan senjata yang umum, sebaliknya memakai ranting
kayu seperti mainan anak kecil saja, cara ini jelas sangat meremehkan dia.
Sementara itu Be Kong-co telah berseru: “Adik
Yo, kau pakai golokku ini!” Segera pula ia melolos goloknya sehingga
memancarkan cahaya kemilauan, sungguh sebatang golok- pusaka yang tajam.
“Terima kasih,” kata Yo Ko, “Si cebol ini
belum mendapatkan guru sakti, kepandaiannya masih terbatas, ranting kayu ini
saja sudah cukup untuk mengajar dia,”
Tidak kepalang gusar Hoan It-ong dengan nada
ucapan Yo Ko itu kembali menghina nama baik gurunya, ia pikir pertarungan
selanjutnya tidak ada ampun lagi.
Segera ia putar tongkatnya dengan kencang, ia
mainkan ilmu tongkat “Boat-cui-tiang-hoat (permainan tongkat gebyur air) yang
meliputi 9 x 9 81 jurus.
Permainan tongkatnya itu disebut “gebyur air”
maksudnya air digebyurkan juga takkan tembus, suatu tanda betapa kencang dan
rapat putaran tongkatnya itu.
Semula angin tongkatnya menyamber dahsyat,
tapi setelah belasan jurus, lambat-laun terasa arah tongkatnya rada tergeser
ujung tongkatnya.
Kiranya Yo Ko telah menggunakan gaya
“lengket” dari Pak - kau - pang - hoat, ujung ranting kayu menempel pada ujung
tongkat, ke timur tongkat itu mengarah, ke timur pula ranting kayunya mengikut
dan begitu pula seterusnya, tapi berbareng itu dia tambahi tenaga betotan atau
tolakan menurut gerakan tongkat lawan sehingga mau-tak-mau ujung tongkat selalu
tergeser arahnya.
ilmu ini adalah sejalan dengan
“Si-nio-boat-jian-kin” (empat tahil menolak ribuan kati), sejenis ilmu “pinjam
tenaga musuh untuk menghantam musuh sendiri) yang pasti diyakinkan oleh setiap
jago silat.
Gaya “lengket” dalam ilmu permainan pentung
kaum Kay-pang itu diciptakan juga menurut kunci ilmu silat tadi, gayanya bagus
dan tenaganya sukar diukur.
Tentu saja Kongsun Kokcu semakin heran sama sekali
tak terduga olehnya bahwa seorang muda belia bisa memiliki ilmu sakti sehebat
itu. Dilihat nya tenaga pada tongkat Hoan It-ong semakin lemah, sebaliknya
kekuatan pada ranting kayu Yo Ko bertambah dahsyat, belasan jurus lagi seluruh
badan Hoan It-ong sudah terkekang oleh setiap gerakan ranting kayu anak muda
itu, semakin kuat Hoan It-ong putar tongkatnya, semakin berat pula rasanya
untuk menguasai diri sendiri.
Sampai akhirnya dia merasa seperti tersedot
ke tengah pusaran angin lesus yang dahyat sehingga kepala terasa pusing dan
pandangan kabur.
“Mundur, It-ong!” mendadak Kongsun Kokcu
menepuk meja sambil berseru, suaranya menggelegar mengagetkan orang.
Hati Yo Ko juga terkesiap, ia pikir masakah
begitu mudah muridmu akan lolos dari tanganku, Sedikit tangannya bergerak, dan
gaya “lengket” dia ganti dengan gaya “putar”, ia berdiri tegak, tapi
pergelangan tangannya terus bergerak dalam putaran kecil sehingga Hoan It-ong
ikut terbawa dari kiri ke kanan dan berputar dengan cepat seperti gasingan.
Semakin cepat Yo Ko putar tangannya, semakin
kencang pula putaran Hoan It-ong, tongkat baja yang dipegangnya itu juga
berputar menegak seperti poros gasingan saja.
“Kau sanggup berdiri tegak tanpa roboh,
betapapun kau terhitung jagoan!” seru Yo Ko sambil menyesakkan ranting kayunya
ke atas, lalu ia melompat mundur.
Dalam pada itu lahir batin Hoan It-ong serasa
tak terkuasai Iagi, langkahnya semponyongan, kalau berputar beberapa kali lagi
pasti akan terbanting roboh.
Sekonyong-konyong Kongsun Kokcu melompat ke
atas, selagi terapung di udara, sebelah tangannya terus menggablok ujung
tongkat, lalu melompat kembali ke tempatnya semula dengan enteng.
Gablokannya kelihatan pelahan, tapi membawa
tenaga maha dahsyat, kontan tongkat baja itu ambles ke tanah hampir semeter
dalamnya dan seketika tidak berputar Iagi.
Dengan berpegangan pada tongkat itu barulah
Hoan It-ong tidak jadi jatuh, namun begitu tubuhnya tetap terhuyung kian kemari
laksana orang mabuk.
Siau-siang-cu, In Kik-si dan lainnya sebentar
memandang Yo Ko, lain saat memandang Kongsun Kokcu, mereka pikir kedua orang
ini sama hebatnya dan sukar ditandingi, biarkan saja keduanya saling genjot,
bahkan mereka berharap kedua orang itu mampus semua.
Hanya Be Kong-co saja yang berhati polos,
jika bisa ia ingin membantu Yo Ko. Mendadak Hoan It-ong berlari dan berlutut di
hadapan sang guru, ia menyembah beberapa kali, tanpa bicara kepalanya terus
dibenturkan ke tiang rumah.
Perbuatannya ini sungguh tak terduga oleh
siapapun, tiada yang menyangka bahwa watak kakek cebol itu ternyata begitu
keras, kalah bertanding terus menempuh jalan pendek dengan membunuh diri.
Kongsun Kokcu menjerit kaget sambil meloncat
maju untuk menjambret punggung Hoan It-ong tapi lantaran jaraknya terlalu jauh,
pula benturan Hoan Itong itu dilakukan dengan sangat cepat, jambretnya itu
ternyata luput.
Sementara itu kepala Hoan It-ong telah
dibenturkan dengan sepenuh tenaga, tampaknya kepalanya pasti akan pecah
berantakan Tapi mendadak terasa tempat yang terbentur oleh batok kepalanya itu
sangat lunak, empuk seperti kasur.
Waktu ia menengadah, terlihat Yo Ko telah
berdiri didepannya dengan menjulurkan kedua tangannya, rupanya pemuda ini
berdiri paling dekat dengan Hoan It-ong, ketika melihat gerak-gerik kakek itu
mencurigakan segara ia bersiap dan sempat mengadang di depan untuk
menyelamatkannya.
“Hoan-heng, apakah kau tahu kejadian apa yang
paling menyedihkan di dunia ini?” tanya Yo Ko.
“Apa itu?” Hoan It-ong balik bertanya dengan
melenggong.
“Akupun tidak tahu.” ujar Yo Ko dengan pedih,
“Hanya duka hatiku berpuluh kali lebih hebat daripadamu, sedangkan aku sendiri
belum lagi bunuh diri, mengapa kau malah melakukan hal demikian?”
“Kau menang bertanding, apa yang membuatmu
berduka?” kata Hoan It-ong.
Yo Ko menggeleng jawabnya: “Kalah atau menang
bertanding bukan soal bagiku, selama hidupku ini entah sudah berapa kali
dihajar orang. Yang jelas betapa cemas dan kuatirnya gurumu ketika melihat kau
hendah membunuh diri, kalau aku yang membunuh diri tapi guruku sama sekali
tidak ambil pusing. inilah hal yang paling menyedihkan bagiku.”
Belum lagi Hoan It-ong paham apa yang
dimaksudkan si Yo Ko, terdengar Kongsun Kokcu membentaknya:” It-ong jika kau
berbuat bodoh lagi berarti kau tidak taat kepada perintah garu, Kau berdiri
saja disamping sana, saksikan gurumu membereskan bocah ini.”
Hoan It-ong paling hormat kepada sang guru,
ia tak berani membantah dan segera berdiri ke sana sambil melotot kepada Yo Ko.
Mendengar Yo Ko mengatakan kalau dia membunuh
diri juga gurunya tidak ambil pusing seketika mata Siao-Iiong-li basah ber-kaca2,
pikirnya: “Jika kau mati, masakah aku mau hidup sendiri?”
Setiap selang sejenak Kongsun Kokcu tentu
memandang sekejap kepada Siao-liong-li untuk mengawasi gerak-geriknya, ketika
mendadak nampak si nona hendak meneteskan air mata lagi segera ia menepuk
tangan tiga kali dan berseru:
“Tangkap bocah ini!”
Tepuk tangan tiga kali adalah tanda perintah
kepada anak muridnya, Rupanya Kongsun Kokcu ingin menjaga harga diri dan merasa
tidak sesuai untuk bertempur dengan anak muda seperti Yo Ko.
Begitulah anak muridnya serentak mengiakan,
16 orang terbagi berdiri di empat sudut, setiap empat orang lantas
membentangkan sebuah jaring ikan.
Datangnya Yo Ko berombongan dengan Kim-lun
Hoat-ong dan lain-lain, kalau persoalannya sudah lanjut begini, pantasnya
Kim-lun Hoat-ong harus membuka suara untuk melerai, tapi dia cuma tersenyum
dingin saja dan tetap menonton belaka.
Kongsun Kokcu tidak tahu maksud sikap
Hoat-ong yang tak acuh itu, ia kira orang mengejeknya takkan mampu menandingi
Yo Ko, diam-diam ia mendongkol dan hendak memperlihatkan kemahirannya.
Segera ia menepuk tangan lagi tiga kali,
serentak ke-16 anak muridnya tadi bergeser bertukar tempat sehingga lingkaran
kepungan mereka terhadap Yo Ko semakin ciut.
Melihat empat jaring lawan semakin mendekat,
seketika Yo Ko menjadi bingung dan tak berdaya, Ciu Pek-thong yang maha sakti
itu saja tertawan oleh jaring lawan apalagi diriku? Pula Ciu Pek-thong cuma
berusaha meloloskan diri saja dan dapat melemparkan Be Kong-co dan Hoan It-ong
ke dalam jaring, lalu dia berhasil kabur sebaliknya sekarang aku justeru ingin
tinggal di sini dan, tak ingin lari.
Terdengar diantara anak murid Cui-sian-kok
berseragam hijau itu ada yang bersuit, empat buah jaring mereka serentak
bergeser lagi berganti posisi, sebentar bersilang, lain saat melintang atau
menegak, mendatar atau menyerang dan terus mendesak maju.
Seketika sukar bagi Yo Ko untuk melanyani
kepungan jaring-jaring itu, terpaksa ia berputar kayun lari di ruangan itu,
dengan Ginkang maha tinggi aliran Ko-bong-pay ia terus melayang kian kemari, ia
menghindari pertarungan dari depan, tapi berusaha membuat musuh merasa bingung
dan
tak dapat meraba ke mana dia hendak bergeser
Namun ke-16 orang itu ternyata tidak ikut berputar seperti Yo Ko melainkan
terus memper-sempit kepungan mereka.
Sambil berlari Yo Ko memeriksa pula tempat
kelemahan barisan musuh, setelah mengikuti beberapa kali perubahan, segera
dapat ditarik kesimpulan bahwa barisan jaring musuh itu menirukan jaring
labah2, biasanya labah2 bersembunyi lebih dulu, kalau musuh sudah terjebak
barulah mangsanya ditangkap. ia pikir untuk memboboI-nya harus digunakan
senjata rahasia.
Maka sambil berputar cepat segera ia
menyiapkan segenggam Giok-hong-ciam (jarum tawon putih), ketika empat orang di
sebelah kiri mulai mendekat, mendadak tangannya bergerak, tapi yang diincar
justeru empat orang di sebelah kanan.
Senjata rahasia jarum lembut ini biasanya tak
pernah meleset, apalagi jaraknya sekarang sangat dekat, Yo Ko yakin keempat
orang itu pasti akan termakan oleh jarumnya itu.
Tak terduga gerakan keempat orang itupun
sangat cepat, begitu nampak tangan lawan bergerak serentak mereka mengangkat
jaringnya ke atas, terdengarlah suara gemerincing nyaring pelahan.
Jarum-jarum itu tersedot seluruhnya oleh
jaring.
Kiranya jaring itu teranyam dari benang emas
dan baja yang sebagian bertenaga semberani yang amat kuat, sekali jaring itu
dibentangkan, betapapun lihay senjara rahasia lawan tentu akan tertahan
seluruhnya.
Yo Ko mengira serangannya pasti berhasil tak
terduga jaring musuh ternyata memiliki daya guna sehebat itu, dalam seribu
kesibukannya ia sempat melotot kearah Kongsun Kokcu, ia pikir orang ini sungguh
maha lihay dan dapat menciptakan senjata yang begitu aneh.
Gagal dengan rahasianya, terpaksa Yo Ko
memikirkan jalan lain untuk membobol kepungan musuh.
Sementara itu jaring lawan sebelah kanan
sudah mendekat, sekali pimpinannya berseru, terlihatlah gemerdepnya cahaya,
sehelai jaring terus menyambar tiba.
Segera Ny Ko mengegos dan bermaksud menerobos
kesebelah sana, tapi jaring depan dan belakang juga menubruk tiba bersama.
Mau-tak-mau Yo Ko mengeluh juga, ia pikir
sekali ini diriku pasti akan disiksa habis-habisan oleh Kokcu jahanam ini
apabila aku sampai tertawan olehnya.
Selagi Yo Ko berkuatir, tiba-tiba terdengar
seorang pemegang jaring di belakang menjerit, waktu dia menoleh, dilihatnya
Kongsun Lik-oh telah jatuh tersungkur, ujung jaring yang dipegangnya menjadi
tertarik juga ke bawah.
Itulah suatu peluang ditengah barisan jaring
musuh, tanpa pikir lagi Yo Ko, secepat kilat ia melompat ke sana dan menerobos
keluar dari kepungan musuh, Sekilas dilihatnya Kongsun Lik-oh lagi merintih
kesakitan, tapi berulang nona itu memberi isyarat kedipan mata agar Yo Ko lekas
lari meninggalkan tempat berbahaya itu.
Tergerak hati Yo Ko, pikirnya: “Nona ini
telah menyelamatkan diriku dengan mengorbankan dirinya, budi kebaikannya
sungguh sukar kubalas, Jika kupergi begini saja, tentu Kokoh akan menikah
dengan Kokcu jahanam itu, Biarlah ku-labrak dia dengan mati-matian, andaikata
tertawan dan tersiksa juga takkan kutinggalkan tempat ini.”
Berkorban bagi cinta suci, matipun dia tidak
menyesal. Dia terus berdiri di ujung ruangan sana sambil menatap tajam kepada
Siao-liong-Ii, ia pikir masakah kau sama sekali tidak ambil pusing menyaksikan
aku bergumul dengan malapetaka yang akan menimpa diriku ini.
Terlihat Siao-liong-li tetap menunduk tanpa
bersuara. Akan
tetapi rasa sedih dan duka nestapa dalam
hatinya saat itu sesungguhnya jauh melebihi Yo Ko.
Kalau Yo Ko tanpa tedeng aling-aling
mengutarakan isi hatinya secara terus terang, biarpun menderita juga tekanan
batinnya sudah terlampiaskan sebagian. Tapi Siao-liong-li
hanya tutup mulut saja, padahal dalam hati
penuh rasa kasih
sayang kepada pemuda, namun pemuda itu mana
bisa mengetahuinya.
Dalam pada itu Kongsun Kokcu telah menepuk
tangan lagi dua kail keempat jaring ikan yang terbentang tadi serentak mundur,
Lalu katanya terhadap Kongsun Lik-oh. “Mengapa kau ?”
“Kakiku mendadak kejang dan kesakitan,” jawab
Kongsun Lik-oh.
Sudah tentu Kongsun Kokcu tahu puterinya jatuh
hati kepada Yo Ko sehingga pada detik yang menentukan tadi sengaja memberi
peluang kepada pemuda itu untuk lolos, Lantaran dihadapan orang luar, ia merasa
tidak enak untuk mengumbar rasa gusarnya, segera ia mendengus dan berkata.
“Baik, kau mundur saja. Capsiji maju,
gantikan tempatnya !”
Dengan Kepala menunduk Kongsun Lik-oh
mengundurkan diri, sedangkan seorang anak muda yang rambutnya dikucir dua
mengiakan maju dan memegang ujung jaring yang dipegang Kongsun Lik-oh tadi.
Kongsun Lik-oh sempat melirik sekejap kepada
“Yo Ko dengan penuh rasa menyesal. Diam-diam Yo Ko merasa bersalah dan menyesal
juga tak dapat memenuhi maksud baik si nona yang sengaja hendak menolongnya
itu.
Kembali Kongsun Kokcu bertepuk tangan lagi
empat kali, mendadak ke-16 anak muridnya tadi mengundurkan diri keruangan
dalam, Yo Ko melengak, ia heran apakah orang mengaku kalah begitu saja? Ketika
ia berpaling, dilihatnya air muka Kongsun Lik-oh penuh rasa cemas dan kuatir
serta berulang memberi isyarat pula kepadanya agar lekas melarikan diri saja.
Melihat sikap nona itu, tampaknya sebentar lagi bakal datang bencana maut yang
sukar dihindarinya.
Yo Ko hanya tersenyum, sebaliknya ia seret
sebuah kursi, lalu duduk di situ.
Dalam pada itu terdengar di ruangan dalam ada
suara gemerincing nyaring, sejenak kemudian ke-16 anak murid tadi telah muncul
lagi, tangan mereka tetap memegangi jaring, Hanya saja jaring mereka sudah
berganti dengan jaring yang penuh terpasang kaitan dan pisau kecil, melihat
sinarnya yang gemerlapan, jelas kaetan dan pisau2 itu sangat tajam, asal
terkurung ditengah jaring, tentu seluruh tubuh akan tersayat dan mustahil bisa
hidup lagi.
Segera Be Kong-co berteriak “He, sahabat
Kokcu, mengapa kau menggunakan senjata sekeji itu terhadap tamu, kau tahu malu
tidak?”
Sambil menuding Kyo Ko, Kongsun Kokcu
berkata: “Bukan keinginanku hendak membunuh kau, soalnya berulang kali telah
kusuruh kau pergi saja dari sini dan kau tidak mau.”
Betapapun Be Kong-co juga ngeri melihat
ke-empat jaring yang berkait tajam itu, segera ia berbangkit dan menarik “Yo
Ko, katanya: “Adik Nyo, orang busuk macam begini sebaiknya kita jauhi saja,
buat apa kau merecoki dia lagi?”
Yo Ko tidak menjawab, ia menatap ke arah
Siao-liong-li dan ingin dengar apa yang dikatakan si nona.
Siao-liong-li sendiri memang merasa bimbang,
Bahwa dia mau menikah dengan Kongsun Kokcu adalah karena dia berterima kasih
atas pertolongan jiwanja, pula tempat kediamannya yang indah permai dan
terpencil ini juga cocok sebagai tempat untuk menghindari pencarian Yo Ko,
apalagi
setelah berdiam beberapa hari, ia merasa sang
Kokcu adalah seorang yang berpengetahuan luas dan pandai, jelas seorang yang
serba pintar, maka sedikit banyak timbul juga rasa sukanya dam merasa mantap
untuk hidup bersamanya.
Siapa tahu dunia yang luas ini terkadang juga
seperti sangat ciut, justeru Yo Ko bisa muncul ditanah sunyi ini. Kini
menyaksikan Kongsun Kokcu mengeluarkan barisan jaring berkait itu, ia pikir Yo
Ko pasti tak terhindar dari kematian, iapun sudah bertekad, asalkan Yo Ko
terkurung oleh jaring, segera ia sendiripun akan menubruk ke atas jaring itu
untuk mati bersama pemuda itu.
Berpikir sampai disini tanpa terasa ia
tersenyum simpul dan berhati lega.
Sudah tentu lika-liku yang dipikir
Sian-liong-li itu tidak diketahui oleh Yo Ko, pemuda itu justeru menyangka
kebalikannya, ia pikir diriku sedang terancam bahaya maut, tapi kau masih dapat
tersenyum gembira, keruan rasa pedih hatinya bertambah hebat.
Namun pada saat dia merasa pedih, dongkol dan
gelisah itulah, sekilas timbul sesuatu pikiran pada benaknya, Keputusan apapun
yang diambilnya selalu dilakukannya dengan sangat cepat, tanpa pikir lagi untuk
kedua kalinya, langsung ia mendekati Siao-liong-li, dengan sedikit membungkuk
lalu berkata: “Kokoh, Ko-ji sedang menghadapi kesukaran, mohon pinjam Kim-Ieng-soh
(selendang bergenta emas) dan Ciang-doh (sarung tangan) untuk kupakai
sebentar.”
Yang terpikir oleh Siao-liang-Ii pada saat
itu adalah betapa bahagianya dapat mati bersama Yo Ko, selain itu tiada sesuatu
lagi yang terpikir-olehnya. Karena itu tanpa menjawab ia terus mengeluarkan
sepasang sarung tangan putih dan sehelai selendang sutera putih serta
diangsurkan kepada pemuda itu.
Dengan tenang Yo Ko menerima benda-benda itu,
katanya pula sambil menatap tajam wajah Siao-liong-Ii: “Sekarang engkau telah
mengakui di-riku?”
Dengan penuh kasih sayang Siao-liong-li
menjawab dengan tersenyum : “Di dalam hati sejak tadi sudah kukenali dirimu !”
Seketika semangat Yo Ko terbangkit, tanyanya
pula dengan suara gemetar: “Jadi kau pasti akan ikut pergi bersamaku dan takkan
menikah dengan Kokcu ini, bukan?
“Ya, aku bertekad akan ikut pergi bersamamu
dengan sendirinya takkan menikah dengan orang lain,” jawab Siao- liong-li
dengan tersenyum. “Ko-ji, jelas aku ini adalah isterimu.”
Jawaban Siao-liong-li yang cukup tegas ini
sudah tentu sangat mengejutkan orang, terutama Kongsun Kokcu, mukanya menjadi
pucat pasi, mendadak ia bertepuk tangan empat kali dengan keras sebagai tanda
perintah kepada anak muridnya agar melancarkan serangan serentak.
“Tanpa bicara lagi ke-16 anak muridnya tadi
terus bergerak sambil membentang jaring mereka.
Bagi Yo Ko, ucapan Siao-liong-Ii bagaikan
obat mujarab yang telah menghidupkan dia dari kematian, seketika keberaniannya
berlipat ganda, andaikan di depannya sekarang mengadang lautan api atau minyak
mendidih juga tak terpikir lagi olehnya.
Segera ia memakai sarung tangan yang kebal
senjata itu, sedang Kim-leng-seh pada tangan kanan terus digentakkan hingga
menimbulkan suara “ting-ting” yang nyaring, laksana ular putih saja selendang
sutera putih itu terus menyambar ke depan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar