Jumat, 16 November 2012

Sin Tiauw Hiap Lu 52



Kembalinya Pendekar Rajawali 52


Tertampak Kokcu duduk di tengah, dua muridnya dengan pedang terhunus berjaga di kanan-kiri Kongsun Lik-oh Setelah alat rangket diterima, segera Kongsun Kokcu mendengus: “Lik-ji, kau adalah darah daging-ku sendiri, sebab apa kau tega mengkhianati ayahmu?”
Kongsun Lik-oh hanya menunduk dan tidak menjawab.
“Kau telah jatuh hati kepada bocah she Yo itu, memangnya kau kira aku tidak tahu?” jengek pula Kongsun Kokcu, “Aku kan sudah menyatakan akan membebaskan dia, mengapa kau ter-buru-buru. Bagaimana kalau besok juga ayah bicara dengan dia dan menjodohkan kau padanya?”
Yo Ko bukan pemuda dungu, dengan sendirinya iapun mengetahui Kongsun Lik-oh itu jatuh cinta padanya, sekarang mendengar orang lain mengutarakan hal itu secara terang-terangan, betapapun jantungnya berdetak keras dan air muka menjadi merah.
Sekonyong-konyong Kongsun Lik-oh angkat kepalanya dan berkata nyaring: “Ayah, saat ini engkau lagi memikirkan “perkawinanmu” sendiri, mana engkau sempat memikirkan kepentingan putrimu?”
Kongsun Kokcu hanya mendengus saja dan tidak menanggapi.
Segera Kongsun Lik-oh menyambung pula: “Ya, memang, anak memang kagum terhadap kepribadian Nyo-kongcu yang setia dan berbudi itu, Tapi anakpun tahu dalam hatinya sudah terisi oleh Liong-kokoh seorang, sebabnya anak menolong dia hanya karena tidak setuju atas tindak tanduk ayah dan tiada tujuan lain.”
Hati Yo Ko sangat terharu mendengar ucapan itu, ia pikir Kokcu bangsat dan jahat ini ternyata melahirkan puteri yang baik hati
Air muka Kongsun Kokcu kelihatan kaku tanpa menunjuk sesuatu perasaan, katanya dengan hambar. “Jadi menurut pandanganmu ayahmu ini orang jahat, tidak berbudi, begitu?”
“Mana anak berani menuduh ayah demikian.” Ujar Kongsun Lik-oh, “Cuma… cuma…”
“Cuma apa?” desak Kongsun Kokcu.
“Yo-kongcu tersiksa oleh tusukan duri bunga cinta, mana dia sanggup menahan rasa sakitnya,” kata Kongsun Lik-oh.
“Ayah, kumohon engkau suka berbuat bajik dan kasihan padanya, sudilah engkau membebaskan dia.”
“Hm, besok aku sendiri dapat membebaskan dia, buat apa kau ikut campur?” jengek sang ayah.
Untuk sejenak Kongsun Lik-oh termangu diam seperti sedang memikirkan sesuatu yang diragukan apakah harus diutarakannya atau tidak, tapi mendadak air mukanya mengunjuk penuh rasa keyakinan secara tegas ia berkata kepada sang, ayah: “Ayah, anak telah dibesarkan engkau, sedangkan Nyo-kongcu baru kukenal, sebab apa anak malah membela dia? Apabiia besok ayah sungguh-sungguh mau mengobati dia dan membebaskan dia, masakah anak berani lagi datang ke kamar obat ini?”
“Habis apa maksud kedatanganmu ini?” tanya Kokcu dengan bengis.
“Soalnya anak tahu ayah tidak bermaksud baik padanya,”
jawab Lik-oh lantang, “malam nanti setelah ayah kawin dengan Liong-kokoh, tentu engkau akan membinasakan Yo-kongcu dengan keji untuk menghilangkan segala harapan Liong-kokoh,”
Sehari-harinya Kongsun Kokcu jarang memperlihatkan rasa senang atau gusarnya, segala urusan biasanya diselesaikan secara adil dan baik, terhadap anak muridnya juga sangat baik, sebab itulah anak buahnya sangat tunduk padanya.
Tapi Kongsun Lik-oh juga cukup kenal isi hati sang ayah, menghadapi pengacauan Yo Ko sekarang jelas ayahnya pasti akan membinasakan anak muda itu.
Karena isi hatinya dengan jitu kena dikorek oleh anak perempuannya, Kongsun Kokcu menjadi gusar, jengeknya: “Benar-benar piara macan mendatangkan bencana. Sudah kubesarkan kau, siapa tahu sekarang kau malah menggigit ayahmu sendiri serahkan sini” Berbareng sebelah tangannya dijulurkan.
“Apa yang ayah inginkan?” tanya Likoh,
“Masih kau berlagak pilon?” bentak sang Kokcu, “Goat-ceng-tan (pil putus cinta)! Obat penawar racun bunga cinta itu!”
“Anak tidak mengambilnya,” jawab Lik-oh.
“Habis siapa yang mencurinya?” teriak Kongsun Kokcu sambil berdiri.
Yo Ko mengamati isi kamar itu, terlihat di atas meja, almari, penuh terderet botol obat, dinding juga banyak tergantung rumput obat yang tidak dikenal namanya, Disebelah kiri sana bejajar tiga buah anglo pemasak obat, tentu kamar inilah yang disebut kamar obat.
Melihat muka Kongsun Kokcu yang bersungut itu, jelas Kongsun Lik-oh pasti akan mendapat hukuman berat Terdengar nona itu berkata pula: “Ayah, memang betul anak masuk ke sini ingin mencuri obat untuk menolong Yo-kongcu, tapi sekian lamanya kucari dan tidak menemukan obat nya, kalau tidak masakah dapat dipergoki Ayah?”
Dengan suara bengis Kongsun Kokcu membentak “Tempat obat ini sangat dirahasiakan, beberapa orang luar sejak tadi juga berada di ruangan tamu, tapi sekarang Coat-ceng-tan bisa hilang mendadak, memangnya obat itu punya kaki dan dapat lari ?”
Tiba-tiba Lik-oh bertekuk lutut di depan sang ayah, katanya sambil menangis. “Ayah, sudilah engkau mengampuni jiwa Nyo-kongcu, suruhlah dia pergi dari sini dan dilarang datang lagi selamanya.”
“Hm, jika keselamatan ayahmu terancam, belum tentu kau sudi berlutut dan mintakan ampun kepada orang,” jengek Kongsun Kokcu.
Lik-oh tidak menjawab lagi, ia hanya menangis sembari merangkul kedua kaki ayahnya.
“Coat-ceng-tan sudah kau ambil, cara bagaimana aku dapat menolongnya seperti permintaanmu?” uj’ar Kongsun Kokcu. “Baiklah, kau tidak mau mengaku juga terserah padamu. Boleh kau tinggal satu hari di sini, Obat itu sudah kau curi, tapi tak dapat kau antar kepada bocah itu, selewatnya 12 jam barulah kulepaskan kau nanti.” – Habis berkata ia terus melangkah ke pintu kamar.
Kongsun Lik-oh tahu lihaynya racun bunga cinta itu, sedikit tercocok durinya saja akan menderita tiga hari, apalagi sekarang sekujur badan Yo Ko tertusuk beribu durinya, dalam waktu 12 jam tak diberi obat tentu akan mati kesakitan, sekarang ayahnya hendak pergi begitu saja, itu berarti hukuman mati bagi Yo Ko. Maka cepat ia berseru: “Nanti dulu, ayah!”
“Apalagi yang hendak kau katakan ?” tanya sang ayah.
“Ayah, singkirkan dulu mereka,” kata Lik-oh sambil menuding keempat murid baju hijau.
“Setiap penghuni lembah kita ini adalah orang sendiri dan bersatu hati, tiada sesuatu yang perlu dirahasiakan,” ujar Kokcu.
Wajah Lik-oh tampak merah padam, tapi segera berubahmenjadi pucat, katanya kemudian: “Baiklah engkau tidak percaya kepada perkataan anak, silakan engkau periksa apakah obat itu ada padaku atau tidak?” Segera ia membuka baju sendiri, lalu melepaskan gaunnya.
Sama sekali Konasun Kokcu tidak menduga puterinya bisa berbuat senekat itu, cepat ia memberi tanda agar keempat muridnya keluar, lalu pintu kamarpun ditutup, Hanya sekejap saja Kongsun Lik-oh sudah menanggalkan pakaiannya kecuali kutang dan celana dalam, benar juga tidak nampak sesuatu benda apapun pada tubuhnya.
Dari tempat sembunyinya Yo Ko dapat melihat seluruh tubuh si nona yang putih bersih ltu, seketika jantungnya berdetak keras. Dia adalah pemuda perkasa, sedangkan tubuh Kongsun Lik-oh sangat montok serta berwajah cantik, betapapun darahnya menjadi bergolak.
Tapi segera teringat pula olehnya: “Ah, dia ingin menyelamatkan jiwaku sehingga rela membuka baju, wahai Yo Ko, apabila kau memandangnya lagi sekejap, maka lebih rendahlah kau daripada bintang.” Cepat ia pejamkan mata, namun karena pikiran kacau, tanpa sengaja dahinya telah membentur daun jendela.
Betapa lihainya Kongsun Kokcu, hanya suara benturan sedikit itu saja sudah diketahuinya, diam-diam ia mendapatkan akal, ia mendekati ketiga anglo pemasak obat, anglo yang tengah didorongnya ke samping, anglo bagian kanan ditariknya ke tengah dan anglo sebelah kiri digeser ke kanan.
Habis itu anglo yang tengah tadi di dorong ke sebelah kiri.
“Baiklah, jika begitu kuterima permintaanmu untuk mengampuni jiwa bocah itu,” kata sang Kokcu kemudian.
Lik-oh sangat girang dan berulang menyembah “Ayah!” katanya dengan suara gemetar.
Kokcu duduk kembali pada kursi di dekat dinding, lalu berkata pula: “Tapi peraturanku tentu pula sudah kau ketahui, apa akibatnya jika sembarangan masuk kamar obat ini tanpa idzinku?”
“Hukuman mati,” jawab Lik-oh sambil menunduk.
“Meski kau adalah puteri kandungku, namun peraturan harus dilaksanakan kau mangkat baik-baik saja,” kata Kongsun Kokcu dengan menghela napas sambil melolos pedang hitam dan diangkat ke atas, tiba-tiba ia berkata pula dengan suara halus: “Ai, anak Lik, kalau saja selanjutnya kau tidak membela bocah she Nyo itu, maka jiwamu dapat kuampuni, Diantara kau dan dia hanya satu saja yang dapat diampuni, coba katakan, mengampunkan dia atau kau?”
“Dia!” jawab Kongsun Lik-oh dengan suara pelahan tanpa ragu.
“Bagus, puteriku sungguh seorang yang maha berbudi dan jauh melebihi ayahmu ini,” kata Kokcu, pedangnya terus membacok ke kepala Lik-oh.
“Nanti dulu.” seru Yo Ko dengan terkejut, tanpa pikir lagi ia mendobrak jendela dan melompat ke dalam, Selagi tubuh masih terapung di udara iapun berseru pula: “Persoalan ini tiada sangkut pautnya dengan nona Kongsun, silakan kau membunuh aku saja,”
Sebelah kakinya telah menutul lantai dan baru tangannya hendak meraih pedang hitam Kongsun Kokcu, tiba-tiba tempat kakinya berpijak itu terasa lembek, seperli menginjak tempat kosong.
Diam-diam Yo Ko mengeluh bisa celaka, dengan mengerahkan tenaga dalam, sekuataya ia angkat tubuhnya ke atas, dalam keadaan kaki tidak mendapatkan tempat berpijak,
caranya mengangkat tubuh ke atas itu sungguh ilmu mengentengkan tubuh yang maha hebat.
“Sayang kepandaian sebagus itu!” terdengar Kongsun Kokcu berseru, mendadak ia dorong Lik-oh sehingga tubuh nona itu terdoyong ke belakang dan menumbuk badan Yo Ko.
Yo Ko dapat merasakan dorongan Kokcu itu sangat keras apabila tubuh kedua orang tertumbuk tentu Kongsun Lik-oh akan terluka parah, cepat Yo Ko menahan pelahan punggung si nona, dengan tenaga dalam yang lunak ia elakkan daya dorongan itu, tapi karena itu juga ia sendiri menjadi sukar menggeser lagi ke samping, bersama Kongsun Lik-oh mereka berdua terus anjlok lurus ke bawah, terasa kosong di bawah kaki, tiada sesuatu yang terinjak, mereka terus anjlok ke bawah hingga berpuluh meter dan masih belum mencapai tanah.
Meski cemas dan gugup, tapi dalam hati Yo Ko masih memikirkan keselamatan jiwa Kongsun Lik-oh, dalam keadaan gawat ia angkat tubuh si nona ke atas, pandangannya terasa gelap gulita dan entah akan terjatuh di tempat mana, entah dibawah kaki nanti apakah lautan api atau rimba belati?
Belum habis berpikir, “byar”, tahu-tahu mereka berdua terjeblos ke dalam air dan terus tenggelam ke bawah dengan cepat. Kiranya di bawah kamar obat itu adalah sebuah sumur yang sangat dalam.
Pada detik tubuhnya menyentuh air itupun hati Yo Ko lantas bergirang, ia tahu jiwanya dapatlah selamat untuk sementara Bayangkan saja, mereka terjerumus dari ketinggian ber-puluh2 meter, sekalipun memiliki kepandaian tinggi juga akan terluka parah apabila terbanting.
Lantaran anjiokan mereka itu sangat keras, dengan sendiri terceburnya ke dalam air juga dalam mereka terus tenggelam ke bawah seakan-akan tiada hentinya, Sekuatnya Yo Ko menahan napas, ia tunggu setelah daya menurunnya sudah rada lambat, dengan tangan kiri ia rangkul Lik-oh dan tangan kanan digunakan menggayuh air agar dapat timbul ke permukaan air.
Pada saat itu juga hidungnya lantas mengendus bau amis busuk, berbareng itu terdengar suara percikan gelombang air seperti ada makhluk raksasa air yang akan menyerangnya.
Sekilas timbul suatu pikiran dalam benak Yo Ko: “Kokcu bangsat ini menjebloskan kami berdua ke sini, mana dia bermaksud baik?” Tanpa pikir tangan kanan terus menghantam ke sebelah, maka terdengar suara keras diserta berdeburnya air, dengan meminjan daya tolakan pukulan itu Yo Ko dapat menongol ke permukaan air dengan merangkul Kongsun Lik-oh
Sebenarnya Yo Ko tidak dapat berenang, sebabnya dia sanggup bertahan dalam adalah berkat menahan napas dengan Lwekangnya yang tinggi itulah, maka keadaan gelap gulita, hanya terdengar di sebelah kiri dan belakang suara percikan air yang sangat keras, cepat tangan kanannya menabok kesana dan mendadak tangannya menahan pada sesuatu benda yang kaku, keras dan dingin, sungguh tidak kepalang kagetnya, ia pikir: “Masakah betul di dunia ini ada naga?”
Sekuatnya ia menolak ke bawah sehingga tubuh nya mencelat ke atas, sebaliknya makhluk air itu kena ditekannya ke bawah air.
Yo Ko menarik napas panjang2 dan bersiap untuk terjebur lagi ke dalam air, Tak terduga di mana kakinya menginjak ternyata berada di atas batu karang, Hal ini sama sekali tak terduga olehnya, Lantaran salah menggunakan tenaga pada ka-kinya, kakinya menjadi sakit malah menginjak batu.
Saking girangnya rasa sakitpun terlupakan, ia coba meraba dengan tangan, kiranya batu karang itu terletak di tepi sumur yang dalam itu. Kuatir diserang lagi oleh makhluk aneh tadi, cepat ia merangkak ke tepian yang lebih tinggi, di situ ia berduduk untuk mengaso.
Kongsun Lik-oh telah minum beberapa ceguk air dan dalam keadaan setengah pingsan, Yo Ko membiarkan nona itu mendekap di atas pahanya dan memutahkan air.
Terdengar suara batu karang itu dicakar dan digaruk oleh kuku besar disertai bau busuk amis yang menusuk hidung, kembali dua ekor makhluk aneh itu merangkak ke atas.
“He, apa itu?” seru Kongsun Lik-oh kaget sambil bangkit berduduk dan merangkul leher Yo Ko.
“Jangan takut, sembunyi saja di belakangku,” ujar Yo Ko, Kongsun lik-oh tidak berani bergerak, ia merangkul semakin kencang, “He,buaya… buaya…” serunya dengan suara gemetar.
Ketika masih tinggal di Tho-hoa-to, pernah juga-Yo Ko melihat buaya dan tahu binatang itu sangat kejam dan ganas, jauh lebih lihay daripada serigala atau harimau di daratan, Dikala bermain dengan Kwe Hu dan kedua saudara Bu, sering mereka bertemu dengan- buaya, tapi merekapun tak berani mengusiknya dan lebih suka menyingkirinya.
Tak terduga sumur di bawa tanah ini ternyata juga ada buayanya, Segera ia berduduk dan mengerahkan tenaga pada kedua tangan serta mendengarkan dengan cermtat, ia lihat tiga ekor buaya sedang mendekat.
“Nyo-toako, tidak terduga akan mati bersama di sini,” bisik Kongsun Lik-oh.
“Btarpun mati juga harus kita bunuh beberapa ekor buaya ini,” kata Yo Ko dengan tertawa.
Dalam pada itu buaya yang paling depan sudah dekat, cepat Lik-oh berani: “Hantam dia!”
“sebentar Iagi,” ujar Yo Ko sambil menjulurkan sebelah kaki ke bawah batu karang, setelah merambat lebih dekat lagi, mendadak buaya pertama tadi membuka mulut hendak menggigit Yo Ko.
Cepat sekali Yo Ko menarik kakinya terus menendang ke bagian tenggorokan binatang itu. Tanpa ampun buaya ita terjungkal dan tercebur ke dalam sumur, Terdengar suara berdeburnya air, kawanan buaya di dalam sumur menjadi kacau, sementara itu kedua ekor buaya yang Iain juga sudah mendekat.
Walaupun menderita keracunan bunga cinta, tapi ilmu silat Yo Ko sedikitpun tidak terganggu, tendangannya tadi sungguh sangat kuat, habis kena sasarannya, ia sendiri merasa ujung kaki amat kesakitan. sedangkan buaya yang tercebur lagi ke sumur itu masih dapat berenang dengan bebas, maka dapat dibayangkan betapa keras dan kuat kulit dagingnya.
Yo Ko pikir kalau cuma bertangan kosong tentu sukar melayani buaya sebanyak itu, akhirnya dirinya dan si nona pasti akan menjadi isi perut binatang buas itu, rasanya harus mencari akal agar kawasan buaya itu dapat dibinasakan semua, ia coba meraba batu karang sekitarnya dengan mencari sepotong batu sebagai senjata, Tapi batu karang itu terasa halus licin, sebutir pasirpun tiada.
Dalam pada itu dua ekor buaya telah mendekat puIa, cepat ia tanya Kongsun lik-oh: “Apakah kau membawa senjata?”
“Aku?” si nona mengulang, segera teringat olehnya tubuh sendiri sekarang hanya mengenakan kutang dan celana dalam saja, tapi sedang berada dalam pelukan si Yo Ko, seketika ia merasa malu, namun dalam hatipun merasa manis bahagia.
Karena perhatiannya tercurah kepada kawanan buaya, Yo Ko tidak memperhatikan sikap nona yang kikuk itu, mendadak kedua tangannya menghantam sekaligus dan tepat mengenai kepala kedua ekor buaya yang sudah dekat itu, kedua buaya itu kurang gesit dan juga tidak berusaha menghindari namun kulit dan sisiknya sangat keras, buaya2 itu cuma kelengar saja, lalu terperosot ke dalam kolam walaupun tidak mati.
Pada saat lain dua ekor buaya merayap tiba, sebelah kaki Yo Ko,mendepak sehingga salah seekor terpental ke dalam kolam, lantaran terlalu keras menggunakan tenaga sehingga rangkulannya kepada Kongsun Lik-oh menjadi kurang kencang, tubuh si nona ikut tergeser miring ke samping dan tergelincir ke bawah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar