Kembalinya Pendekar Rajawali 52
Tertampak Kokcu duduk di tengah, dua muridnya
dengan pedang terhunus berjaga di kanan-kiri Kongsun Lik-oh Setelah alat
rangket diterima, segera Kongsun Kokcu mendengus: “Lik-ji, kau adalah darah
daging-ku sendiri, sebab apa kau tega mengkhianati ayahmu?”
Kongsun Lik-oh hanya menunduk dan tidak
menjawab.
“Kau telah jatuh hati kepada bocah she Yo
itu, memangnya kau kira aku tidak tahu?” jengek pula Kongsun Kokcu, “Aku kan
sudah menyatakan akan membebaskan dia, mengapa kau ter-buru-buru. Bagaimana
kalau besok juga ayah bicara dengan dia dan menjodohkan kau padanya?”
Yo Ko bukan pemuda dungu, dengan sendirinya iapun
mengetahui Kongsun Lik-oh itu jatuh cinta padanya, sekarang mendengar orang
lain mengutarakan hal itu secara terang-terangan, betapapun jantungnya berdetak
keras dan air muka menjadi merah.
Sekonyong-konyong Kongsun Lik-oh angkat
kepalanya dan berkata nyaring: “Ayah, saat ini engkau lagi memikirkan
“perkawinanmu” sendiri, mana engkau sempat memikirkan kepentingan putrimu?”
Kongsun Kokcu hanya mendengus saja dan tidak
menanggapi.
Segera Kongsun Lik-oh menyambung pula: “Ya,
memang, anak memang kagum terhadap kepribadian Nyo-kongcu yang setia dan
berbudi itu, Tapi anakpun tahu dalam hatinya sudah terisi oleh Liong-kokoh
seorang, sebabnya anak menolong dia hanya karena tidak setuju atas tindak
tanduk ayah dan tiada tujuan lain.”
Hati Yo Ko sangat terharu mendengar ucapan
itu, ia pikir Kokcu bangsat dan jahat ini ternyata melahirkan puteri yang baik
hati
Air muka Kongsun Kokcu kelihatan kaku tanpa
menunjuk sesuatu perasaan, katanya dengan hambar. “Jadi menurut pandanganmu
ayahmu ini orang jahat, tidak berbudi, begitu?”
“Mana anak berani menuduh ayah demikian.”
Ujar Kongsun Lik-oh, “Cuma… cuma…”
“Cuma apa?” desak Kongsun Kokcu.
“Yo-kongcu tersiksa oleh tusukan duri bunga
cinta, mana dia sanggup menahan rasa sakitnya,” kata Kongsun Lik-oh.
“Ayah, kumohon engkau suka berbuat bajik dan
kasihan padanya, sudilah engkau membebaskan dia.”
“Hm, besok aku sendiri dapat membebaskan dia,
buat apa kau ikut campur?” jengek sang ayah.
Untuk sejenak Kongsun Lik-oh termangu diam
seperti sedang memikirkan sesuatu yang diragukan apakah harus diutarakannya
atau tidak, tapi mendadak air mukanya mengunjuk penuh rasa keyakinan secara
tegas ia berkata kepada sang, ayah: “Ayah, anak telah dibesarkan engkau,
sedangkan Nyo-kongcu baru kukenal, sebab apa anak malah membela dia? Apabiia besok
ayah sungguh-sungguh mau mengobati dia dan membebaskan dia, masakah anak berani
lagi datang ke kamar obat ini?”
“Habis apa maksud kedatanganmu ini?” tanya
Kokcu dengan bengis.
“Soalnya anak tahu ayah tidak bermaksud baik
padanya,”
jawab Lik-oh lantang, “malam nanti setelah
ayah kawin dengan Liong-kokoh, tentu engkau akan membinasakan Yo-kongcu dengan
keji untuk menghilangkan segala harapan Liong-kokoh,”
Sehari-harinya Kongsun Kokcu jarang
memperlihatkan rasa senang atau gusarnya, segala urusan biasanya diselesaikan
secara adil dan baik, terhadap anak muridnya juga sangat baik, sebab itulah
anak buahnya sangat tunduk padanya.
Tapi Kongsun Lik-oh juga cukup kenal isi hati
sang ayah, menghadapi pengacauan Yo Ko sekarang jelas ayahnya pasti akan
membinasakan anak muda itu.
Karena isi hatinya dengan jitu kena dikorek
oleh anak perempuannya, Kongsun Kokcu menjadi gusar, jengeknya: “Benar-benar
piara macan mendatangkan bencana. Sudah kubesarkan kau, siapa tahu sekarang kau
malah menggigit ayahmu sendiri serahkan sini” Berbareng sebelah tangannya
dijulurkan.
“Apa yang ayah inginkan?” tanya Likoh,
“Masih kau berlagak pilon?” bentak sang
Kokcu, “Goat-ceng-tan (pil putus cinta)! Obat penawar racun bunga cinta itu!”
“Anak tidak mengambilnya,” jawab Lik-oh.
“Habis siapa yang mencurinya?” teriak Kongsun
Kokcu sambil berdiri.
Yo Ko mengamati isi kamar itu, terlihat di
atas meja, almari, penuh terderet botol obat, dinding juga banyak tergantung
rumput obat yang tidak dikenal namanya, Disebelah kiri sana bejajar tiga buah
anglo pemasak obat, tentu kamar inilah yang disebut kamar obat.
Melihat muka Kongsun Kokcu yang bersungut
itu, jelas Kongsun Lik-oh pasti akan mendapat hukuman berat Terdengar nona itu
berkata pula: “Ayah, memang betul anak masuk ke sini ingin mencuri obat untuk
menolong Yo-kongcu, tapi sekian lamanya kucari dan tidak menemukan obat nya,
kalau tidak masakah dapat dipergoki Ayah?”
Dengan suara bengis Kongsun Kokcu membentak
“Tempat obat ini sangat dirahasiakan, beberapa orang luar sejak tadi juga
berada di ruangan tamu, tapi sekarang Coat-ceng-tan bisa hilang mendadak,
memangnya obat itu punya kaki dan dapat lari ?”
Tiba-tiba Lik-oh bertekuk lutut di depan sang
ayah, katanya sambil menangis. “Ayah, sudilah engkau mengampuni jiwa
Nyo-kongcu, suruhlah dia pergi dari sini dan dilarang datang lagi selamanya.”
“Hm, jika keselamatan ayahmu terancam, belum
tentu kau sudi berlutut dan mintakan ampun kepada orang,” jengek Kongsun Kokcu.
Lik-oh tidak menjawab lagi, ia hanya menangis
sembari merangkul kedua kaki ayahnya.
“Coat-ceng-tan sudah kau ambil, cara
bagaimana aku dapat menolongnya seperti permintaanmu?” uj’ar Kongsun Kokcu.
“Baiklah, kau tidak mau mengaku juga terserah padamu. Boleh kau tinggal satu
hari di sini, Obat itu sudah kau curi, tapi tak dapat kau antar kepada bocah
itu, selewatnya 12 jam barulah kulepaskan kau nanti.” – Habis berkata ia terus
melangkah ke pintu kamar.
Kongsun Lik-oh tahu lihaynya racun bunga
cinta itu, sedikit tercocok durinya saja akan menderita tiga hari, apalagi
sekarang sekujur badan Yo Ko tertusuk beribu durinya, dalam waktu 12 jam tak
diberi obat tentu akan mati kesakitan, sekarang ayahnya hendak pergi begitu
saja, itu berarti hukuman mati bagi Yo Ko. Maka cepat ia berseru: “Nanti dulu,
ayah!”
“Apalagi yang hendak kau katakan ?” tanya sang
ayah.
“Ayah, singkirkan dulu mereka,” kata Lik-oh
sambil menuding keempat murid baju hijau.
“Setiap penghuni lembah kita ini adalah orang
sendiri dan bersatu hati, tiada sesuatu yang perlu dirahasiakan,” ujar Kokcu.
Wajah Lik-oh tampak merah padam, tapi segera
berubahmenjadi pucat, katanya kemudian: “Baiklah engkau tidak percaya kepada
perkataan anak, silakan engkau periksa apakah obat itu ada padaku atau tidak?”
Segera ia membuka baju sendiri, lalu melepaskan gaunnya.
Sama sekali Konasun Kokcu tidak menduga
puterinya bisa berbuat senekat itu, cepat ia memberi tanda agar keempat
muridnya keluar, lalu pintu kamarpun ditutup, Hanya sekejap saja Kongsun Lik-oh
sudah menanggalkan pakaiannya kecuali kutang dan celana dalam, benar juga tidak
nampak sesuatu benda apapun pada tubuhnya.
Dari tempat sembunyinya Yo Ko dapat melihat
seluruh tubuh si nona yang putih bersih ltu, seketika jantungnya berdetak
keras. Dia adalah pemuda perkasa, sedangkan tubuh Kongsun Lik-oh sangat montok
serta berwajah cantik, betapapun darahnya menjadi bergolak.
Tapi segera teringat pula olehnya: “Ah, dia
ingin menyelamatkan jiwaku sehingga rela membuka baju, wahai Yo Ko, apabila kau
memandangnya lagi sekejap, maka lebih rendahlah kau daripada bintang.” Cepat ia
pejamkan mata, namun karena pikiran kacau, tanpa sengaja dahinya telah
membentur daun jendela.
Betapa lihainya Kongsun Kokcu, hanya suara
benturan sedikit itu saja sudah diketahuinya, diam-diam ia mendapatkan akal, ia
mendekati ketiga anglo pemasak obat, anglo yang tengah didorongnya ke samping,
anglo bagian kanan ditariknya ke tengah dan anglo sebelah kiri digeser ke
kanan.
Habis itu anglo yang tengah tadi di dorong ke
sebelah kiri.
“Baiklah, jika begitu kuterima permintaanmu
untuk mengampuni jiwa bocah itu,” kata sang Kokcu kemudian.
Lik-oh sangat girang dan berulang menyembah
“Ayah!” katanya dengan suara gemetar.
Kokcu duduk kembali pada kursi di dekat
dinding, lalu berkata pula: “Tapi peraturanku tentu pula sudah kau ketahui, apa
akibatnya jika sembarangan masuk kamar obat ini tanpa idzinku?”
“Hukuman mati,” jawab Lik-oh sambil menunduk.
“Meski kau adalah puteri kandungku, namun
peraturan harus dilaksanakan kau mangkat baik-baik saja,” kata Kongsun Kokcu
dengan menghela napas sambil melolos pedang hitam dan diangkat ke atas, tiba-tiba
ia berkata pula dengan suara halus: “Ai, anak Lik, kalau saja selanjutnya kau
tidak membela bocah she Nyo itu, maka jiwamu dapat kuampuni, Diantara kau dan
dia hanya satu saja yang dapat diampuni, coba katakan, mengampunkan dia atau
kau?”
“Dia!” jawab Kongsun Lik-oh dengan suara
pelahan tanpa ragu.
“Bagus, puteriku sungguh seorang yang maha
berbudi dan jauh melebihi ayahmu ini,” kata Kokcu, pedangnya terus membacok ke
kepala Lik-oh.
“Nanti dulu.” seru Yo Ko dengan terkejut,
tanpa pikir lagi ia mendobrak jendela dan melompat ke dalam, Selagi tubuh masih
terapung di udara iapun berseru pula: “Persoalan ini tiada sangkut pautnya
dengan nona Kongsun, silakan kau membunuh aku saja,”
Sebelah kakinya telah menutul lantai dan baru
tangannya hendak meraih pedang hitam Kongsun Kokcu, tiba-tiba tempat kakinya
berpijak itu terasa lembek, seperli menginjak tempat kosong.
Diam-diam Yo Ko mengeluh bisa celaka, dengan
mengerahkan tenaga dalam, sekuataya ia angkat tubuhnya ke atas, dalam keadaan
kaki tidak mendapatkan tempat berpijak,
caranya mengangkat tubuh ke atas itu sungguh
ilmu mengentengkan tubuh yang maha hebat.
“Sayang kepandaian sebagus itu!” terdengar
Kongsun Kokcu berseru, mendadak ia dorong Lik-oh sehingga tubuh nona itu
terdoyong ke belakang dan menumbuk badan Yo Ko.
Yo Ko dapat merasakan dorongan Kokcu itu
sangat keras apabila tubuh kedua orang tertumbuk tentu Kongsun Lik-oh akan
terluka parah, cepat Yo Ko menahan pelahan punggung si nona, dengan tenaga
dalam yang lunak ia elakkan daya dorongan itu, tapi karena itu juga ia sendiri
menjadi sukar menggeser lagi ke samping, bersama Kongsun Lik-oh mereka berdua
terus anjlok lurus ke bawah, terasa kosong di bawah kaki, tiada sesuatu yang
terinjak, mereka terus anjlok ke bawah hingga berpuluh meter dan masih belum
mencapai tanah.
Meski cemas dan gugup, tapi dalam hati Yo Ko
masih memikirkan keselamatan jiwa Kongsun Lik-oh, dalam keadaan gawat ia angkat
tubuh si nona ke atas, pandangannya terasa gelap gulita dan entah akan terjatuh
di tempat mana, entah dibawah kaki nanti apakah lautan api atau rimba belati?
Belum habis berpikir, “byar”, tahu-tahu
mereka berdua terjeblos ke dalam air dan terus tenggelam ke bawah dengan cepat.
Kiranya di bawah kamar obat itu adalah sebuah sumur yang sangat dalam.
Pada detik tubuhnya menyentuh air itupun hati
Yo Ko lantas bergirang, ia tahu jiwanya dapatlah selamat untuk sementara
Bayangkan saja, mereka terjerumus dari ketinggian ber-puluh2 meter, sekalipun
memiliki kepandaian tinggi juga akan terluka parah apabila terbanting.
Lantaran anjiokan mereka itu sangat keras,
dengan sendiri terceburnya ke dalam air juga dalam mereka terus tenggelam ke
bawah seakan-akan tiada hentinya, Sekuatnya Yo Ko menahan napas, ia tunggu
setelah daya menurunnya sudah rada lambat, dengan tangan kiri ia rangkul Lik-oh
dan tangan kanan digunakan menggayuh air agar dapat timbul ke permukaan air.
Pada saat itu juga hidungnya lantas mengendus
bau amis busuk, berbareng itu terdengar suara percikan gelombang air seperti
ada makhluk raksasa air yang akan menyerangnya.
Sekilas timbul suatu pikiran dalam benak Yo
Ko: “Kokcu bangsat ini menjebloskan kami berdua ke sini, mana dia bermaksud
baik?” Tanpa pikir tangan kanan terus menghantam ke sebelah, maka terdengar
suara keras diserta berdeburnya air, dengan meminjan daya tolakan pukulan itu
Yo Ko dapat menongol ke permukaan air dengan merangkul Kongsun Lik-oh
Sebenarnya Yo Ko tidak dapat berenang,
sebabnya dia sanggup bertahan dalam adalah berkat menahan napas dengan
Lwekangnya yang tinggi itulah, maka keadaan gelap gulita, hanya terdengar di
sebelah kiri dan belakang suara percikan air yang sangat keras, cepat tangan
kanannya menabok kesana dan mendadak tangannya menahan pada sesuatu benda yang
kaku, keras dan dingin, sungguh tidak kepalang kagetnya, ia pikir: “Masakah betul
di dunia ini ada naga?”
Sekuatnya ia menolak ke bawah sehingga tubuh
nya mencelat ke atas, sebaliknya makhluk air itu kena ditekannya ke bawah air.
Yo Ko menarik napas panjang2 dan bersiap
untuk terjebur lagi ke dalam air, Tak terduga di mana kakinya menginjak
ternyata berada di atas batu karang, Hal ini sama sekali tak terduga olehnya,
Lantaran salah menggunakan tenaga pada ka-kinya, kakinya menjadi sakit malah
menginjak batu.
Saking girangnya rasa sakitpun terlupakan, ia
coba meraba dengan tangan, kiranya batu karang itu terletak di tepi sumur yang
dalam itu. Kuatir diserang lagi oleh makhluk aneh tadi, cepat ia merangkak ke
tepian yang lebih tinggi, di situ ia berduduk untuk mengaso.
Kongsun Lik-oh telah minum beberapa ceguk air
dan dalam keadaan setengah pingsan, Yo Ko membiarkan nona itu mendekap di atas
pahanya dan memutahkan air.
Terdengar suara batu karang itu dicakar dan
digaruk oleh kuku besar disertai bau busuk amis yang menusuk hidung, kembali
dua ekor makhluk aneh itu merangkak ke atas.
“He, apa itu?” seru Kongsun Lik-oh kaget
sambil bangkit berduduk dan merangkul leher Yo Ko.
“Jangan takut, sembunyi saja di belakangku,”
ujar Yo Ko, Kongsun lik-oh tidak berani bergerak, ia merangkul semakin kencang,
“He,buaya… buaya…” serunya dengan suara gemetar.
Ketika masih tinggal di Tho-hoa-to, pernah
juga-Yo Ko melihat buaya dan tahu binatang itu sangat kejam dan ganas, jauh
lebih lihay daripada serigala atau harimau di daratan, Dikala bermain dengan
Kwe Hu dan kedua saudara Bu, sering mereka bertemu dengan- buaya, tapi
merekapun tak berani mengusiknya dan lebih suka menyingkirinya.
Tak terduga sumur di bawa tanah ini ternyata
juga ada buayanya, Segera ia berduduk dan mengerahkan tenaga pada kedua tangan
serta mendengarkan dengan cermtat, ia lihat tiga ekor buaya sedang mendekat.
“Nyo-toako, tidak terduga akan mati bersama
di sini,” bisik Kongsun Lik-oh.
“Btarpun mati juga harus kita bunuh beberapa
ekor buaya ini,” kata Yo Ko dengan tertawa.
Dalam pada itu buaya yang paling depan sudah
dekat, cepat Lik-oh berani: “Hantam dia!”
“sebentar Iagi,” ujar Yo Ko sambil
menjulurkan sebelah kaki ke bawah batu karang, setelah merambat lebih dekat
lagi, mendadak buaya pertama tadi membuka mulut hendak menggigit Yo Ko.
Cepat sekali Yo Ko menarik kakinya terus
menendang ke bagian tenggorokan binatang itu. Tanpa ampun buaya ita terjungkal
dan tercebur ke dalam sumur, Terdengar suara berdeburnya air, kawanan buaya di
dalam sumur menjadi kacau, sementara itu kedua ekor buaya yang Iain juga sudah
mendekat.
Walaupun menderita keracunan bunga cinta,
tapi ilmu silat Yo Ko sedikitpun tidak terganggu, tendangannya tadi sungguh
sangat kuat, habis kena sasarannya, ia sendiri merasa ujung kaki amat
kesakitan. sedangkan buaya yang tercebur lagi ke sumur itu masih dapat berenang
dengan bebas, maka dapat dibayangkan betapa keras dan kuat kulit dagingnya.
Yo Ko pikir kalau cuma bertangan kosong tentu
sukar melayani buaya sebanyak itu, akhirnya dirinya dan si nona pasti akan
menjadi isi perut binatang buas itu, rasanya harus mencari akal agar kawasan
buaya itu dapat dibinasakan semua, ia coba meraba batu karang sekitarnya dengan
mencari sepotong batu sebagai senjata, Tapi batu karang itu terasa halus licin,
sebutir pasirpun tiada.
Dalam pada itu dua ekor buaya telah mendekat
puIa, cepat ia tanya Kongsun lik-oh: “Apakah kau membawa senjata?”
“Aku?” si nona mengulang, segera teringat
olehnya tubuh sendiri sekarang hanya mengenakan kutang dan celana dalam saja,
tapi sedang berada dalam pelukan si Yo Ko, seketika ia merasa malu, namun dalam
hatipun merasa manis bahagia.
Karena perhatiannya tercurah kepada kawanan
buaya, Yo Ko tidak memperhatikan sikap nona yang kikuk itu, mendadak kedua
tangannya menghantam sekaligus dan tepat mengenai kepala kedua ekor buaya yang
sudah dekat itu, kedua buaya itu kurang gesit dan juga tidak berusaha
menghindari namun kulit dan sisiknya sangat keras, buaya2 itu cuma kelengar
saja, lalu terperosot ke dalam kolam walaupun tidak mati.
Pada saat lain dua ekor buaya merayap tiba,
sebelah kaki Yo Ko,mendepak sehingga salah seekor terpental ke dalam kolam,
lantaran terlalu keras menggunakan tenaga sehingga rangkulannya kepada Kongsun
Lik-oh menjadi kurang kencang, tubuh si nona ikut tergeser miring ke samping
dan tergelincir ke bawah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar