Kembalinya Pendekar Rajawali 51
Yo Ko menyadari gelagat jelek, tanpa pikirkan
keadaan sendiri yang terluka itu, mendadak ia melancarkan suatu jurus serangan
Coan-cin-kiam-hoat yang disebut “Ma-ciu-lok-hoa”
(Kuda meloncat merontokkan bunga), dengan
tekanan yang kuat ia paksa Kongsun Kokcu melayani serangannya dengan kedua
senjatanya, dengan demikian Siao-Iiong-li menjadi ringan.
Siao-liong-li sangat berterima kasih melihat
anak muda itu membantunya tanpa menghiraukan keselamatan sendiri, segera iapun
melancarkan serangan untuk membantu, dengan demikian mereka telah kembali ke
posisi tadi dengan cara menyerang dan bertahan bersama, daya tempur mereka
mendadak tambah kuat pula.
Setelah beberapa jurus berlangsung lagi, dahi
Kongsun Kokcu mulai berkeringat, sebaliknya daya tempur Siao-liong-li dan Yo Ko
semakin lancar dan kerja sama lebih rapat Ketika Yo Ko melontarkan suatu
serangan dengan menusuk pinggang lawan, cepat Siao-liong-li membarengi dengan
serangan menusuk muka musuh, jurus ini
dilakukan dengan penuh perasaan manis sambil melirik anak muda itu.
Tapi mendadak dada Siao-liong-li serasa
dipukul oleh palu besar, jari tangan kanan kesakitan dan hampir tidak kuat
memegangi pedangnya, air mukanya seketika berubah dan cepat melompat mundur.
“Hm, rasakan bunga cinta!” jengek Kongsun
Kokcu.
Siao-liong-li tidak paham ucapannya itu. tapi
Yo Ko mengetahuinya bahwa kesakitan Siao-liong-Ii itu adalah akibat bekerjanya
racun bunga cinta yang dirrinya telah melukai jari tadi, Waktu melancarkan
jurus serangan yang romantis dan perasaan terangsang, maka jarinya lantas
kesakitan sekali.
Karena Yo Ko sendiri sudah pernah merasakan
sakitnya tertusuk duri bunga cinta itu, ia menjadi kasihan kepada Siao-liong-li,
cepat ia bertanya. “Apakah sangat sakit?”
Kesempatan itu segera digunakan Kongsun Kokcu
uutuk melancarkan serangan gencar dengan golok dan pedang, sementara itu rasa
sakit jari Siao-liong-li sudah berkurang, cepat ia menubruk maju lagi untuk
membantu.
“Biarlah kau mengaso lagi sebentar,” ujar Yo
Ko dengan penuh kasih sayang, Diluar dugaan, karena rangsangan perasaannya ini,
jarinya sendiri menjadi kesakitan juga.
Bctapa cerdik dan lihaynya Kongsun Kokcu
begitu melihat ada pduang, segera pedangnya membacok, “cring”, Kun-cu-kiam
(pedang lelaki) yang dipegang Yo Ko terbentur jatuh, menyusul pedang hitamnya
terus menyamber tiba dan mengancam di depan dada anak muda itu.
Siao-liong-Ii terkejut dan hendak
menolongnya, tapi dia teralang oleh golok musuh dan takdapat mendekat “Tangkap
dia !” seru Kongsun Kokcu. serentak empat murid seragam hijau menubruk maju
dengan membentang jaring, sekali tebar, seketika Yo Ko tertawan di dalam jaring
mereka.
“Bagaimana kau, Liu-ji?” Kongsun Kokcu
berpaling dan bertanya kepada Siao-liong-li
Siao-liong-li menyadari sendirian pasti bukan
tandingan sang Kokcu, ia buang Siok-li-kiam (pe-dang perempuan) kelantai,
terdengar suara “cring” nyaring, tahu-tahu Kun-cu-kiam dan Siok-lt-kiam saling
menyerot terus lengket menjadi satu.
Rupanya pada kedua pedang itu terdapat daya
semberani yang sangat kuat
Dengan tegas Siao-liong-li lalu berkata:
“Pedang” saja begitu, masakah manusia tidak? Bolehlah kau bunuh saja kami
berdua!”
Kongsun Kokcu mendengus sekali, katanya:
“lkut padaku, sini!” Lalu ia memberi salam kepada Kim-lun Hoat-ong dan lainnya
dan berkata : “Maaf kutinggalkan sebentar,”
Segera ia mendahului melangkah ke ruangai
belakang,
dengan menyeret jaringnya keempat anak
muridnya lantas: ikut ke sana”. Karena Yo Ko sudah tertawan, dengan sendirinya
Siao-liong-li juga ikut masuk.
“Hayo, Hwesio Gede dan Mayat Hidup, Kita
harus berdaya menolong kawan kita,” seru Be Kong-co kepada Kim-lun Hoat-ong dan
Siau-siang cu Hoat-ong hanya tersenyum saja tanpa menjawab, sedang
Siau-siang-cu lantas menjengek “Hm, kau sendiri berbadan segede gajah, apakah
kau pikir mampu menandingi tuan rumahnya?”
Be Kong-co menggaruk-garuk kepalanya yang
tidak gatal dan merasa tidak berdaya, terpaksa hanya menjawab: “Tidak mampu
menandingi juga harus labrak dia, harus!”
Kongsun Kokcu terus melangkah ke sana dengan
bersitegang leher dan masuk sebuah kamar batu kecil, lalu berkata kepada
Siao-Iiong-li: “Liu-ji, bukan maksudku hendak bikin susah kau, aku cuma
berusaha mencegah kalau-kalau kau bunuh diri,”
Segera ia memberi tanda, empat muridnya
berseragam hijau terus menutupi tubuh Siao-liong-li dengan sebuah jaring dan
diringkus, kemudian sang Kokcu berkata puIa: “Bawakan sini beberapa ikat bunga
cinta,”
Yo Ko dan Siao-liong-Ii sudah bertekad ingin
mati bersama, keduanya hanya saling pandang dengan tersenyum saja dan tidak
ambil pusing terhadap segala tindak perbuatan Kongsun Kokcu.
Selang tidak lama, sekonyong-konyong dari
luar kamar teruar bau harum semerbak yang memabokkan, Waktu Yo Ko berdua
menoleh, terlihatlah belasan anak murid seragam hijau membawa masuk ber-ikat2
rangkuman bunga cinta, Tangan mereka memakai sarung kulit untuk menjaga tusukan
duri bunga itu.
Ketika Kongsun Kokcu memberi tanda perintah
agar rangkuman bunga cinta itu diuruk semuanya di atas badan Yo Ko, seketika Yo
Ko merasa sekujur badan seakan-akan digigit oleh beribu-ribu lebah sekaligus,
kaki tangan dan segenap ruas tulang terasa sakit tak tertahan, sampai akhirnya
ia mengerang kesakitan.
Siao-liong-li merasa pedih dan kasihan serta
gusar pula, ia membentak Kongsun Kokcu: “Kau-berbuat apaan ini?”
Dengan tegas Kongsun Kokcu berkata: “Liu-ji,
sekarang adalah waktu upacara pernikahan kita harus berlangsung, tapi bocah ini
telah mengacau ke sini sehingga saat bahagia kita telah dibikin berantakan
olehnya, Sebenarnya aku tidak pernah kenal dia dan tiada permusuhan apapun,
apalagi dia adalah kenalanmu yang lama, asalkan dia mau taat kepada sopan
santun sebagai seorang tamu, dengan sendirinya akupun akan melayani dia dengan
hormat, tapi sekarang urusan sudah begini terpaksa…”. sampai di sini ia memberi
tanda agar anak muridnya keluar semua, ia menutup pintu kamar, lalu menyambung
pula: “sekarang aku minta kau memilih sendiri, ingin dia mati atau hidup,
semuanya bergantung kepada keputusanmu.”
Di bawah tusukan duri bunga cinta yang tak
terhitung banyaknya itu, sungguh rasa derita Yo Ko tak tertahankan, cuma dia
tidak ingin si nona menyusahkannya, maka sebisanya dia mengertak gigi dan tutup
mulut menahan rasa sakit.
Siao-liong li memandangi muka anak muda itu
dengan penuh rasa kasih mesra, pada saat itu juga racun duri bunga cinta yang
melukai jarinya itu kumat lagi sehingga kesakitan, diam-diam ia pikir: “Aku
cuma tertusuk sedikit saja sudah begini sakit, apalagi dia sekarang sekujur
badan ditusuki duri itu, mana dia tahan!”
Rupanya Kongsun Kokcu tahu isi hati si nona,
katanya: “Liu-ji, dengan setulus hati aku ingin mengikat perjodohan denganmu,
semua itu timbul dari cintaku padamu secara murni dan sama sekali tiada maksud
buruk, dalam hal ini kau sendiri tentu paham.”
Siao liong-li-mengangguk dan menjawab dengan
pilu “Kau memang sangat baik padaku, sebelum dia datang ke sini senantiasa kau
menuruti segala keinginanku.” - ia menunduk sejenak dan menghela napas panjang,
lalu berkata pula:”
Kongsun siansing, kalau saja engkau tidak
menemukan diriku tempo hari dan tidak menyelamatkan jiwaku sehingga aku sudah
mati tanpa persoalan, maka segalanya tentu akan lebih baik bagi kita
bertiga-Tapi sekarang kalau engkau memaksa aku menikah denganmu, tentu aku
tidak akan gembira selama hidup ini dan apa manfaatnya pula hal ini bagimu?”
Kembali kedua alis Kongsun Kokcu mengerut
rapat, dengan berat ia berkata: “Selamanya aku bicara satu tetap satu, bilang
dua tetap dua, sekali-kali tidak sudi ditipu dan dihina orang, Kau sendiri sudah
berjanji akan menikah dengan aku, maka janji itu harus ditepati Mengenai suka
duka atau sedih bahagia memang dapat berubah dan sukar diduga, biarlah kita
ikuti saja kelanjutannya nanti”
Kemudian dia menyambung pula: “Sekujur badan
orang ini telah terluka oleh duri bunga cinta, selang setiap satu jam rasa,
sakitnya akan bertambah satu bagian puIa, sesudah 6 x 6 - 36 hari nanti dia
akan mati karena rasa sakit tak tertahankan. Tapi dalam waktu 12 jam aku akan
dapat menyembuhkan dia dengan obat mujizat buatanku sendiri, selewatnya 12 jam
biarpun malaikat dewata juga tidak sanggup menolongnya. Maka dia harus mati
atau hidup semuanya bergantung padamu” sembari bicara ia melangkah pelahan ke
pintu , kamar dan membuka pintu, lalu menoleh dan berkata lagi: “Jikalau lebih
suka dia mati kesakitan secara tersiksa, ya, terserah juga kepadamu, bolehlah
kau menunggunya 36 hari di sini dan menyaksikan kematiannya.
Li-ji, sama sekali aku tiada bermaksud
membikin celaka dirimu, untuk ini kau tidak perlu kuatir.” - Habis berkata
segera ia hendak melangkah keluar Siao-liong-li percaya apa yang dikatakan itu
bukan omong kosong belaka, ia pikir kalau saja dirinya dapat mati bersama Yo
Ko, maka segala urusan akan menjadi beres seluruhnya, Tapi Kongsun Kokcu
justeru memakai cara keji ini, tampaknya Yo Ko sedang menahan rasa sakit, hal
ini jelas kelihatan dari tubuh anak muda itu yang gemetaran, bibirnya tergigit
hingga berdarah, kedua matanya yang jeli dan bersinar tajam itu kini tampak
guram.
Terbayang olehnya betapa menderitanya anak
muda itu, apabila rasa sakit itu semakin bertambah pada setiap jam dan terus
menerus tersiksa hingga 36 hari lamanya, mungkin di akhirat sekalipun tiada
siksa derita sehebat itu.
Mengingat begitu, ia menjadi nekat dia
berkata: “Baiklah, Kongsun-siansing, kujanji akan menikah dengan kau, lekas kau
membebaskan dia dan ambilkan obat untuk menolongnya,”
Sejak tadi Kongsun Kokcu mendesak Siao-liong
li, tujuannya justeru ingin si nona mengucapkan demikian, apa yang didengarnya
sekarang membuatnya bergirang tapi juga iri dan gemas, ia tahu sejak kini
perempuan ini hanya akan merasa benci dan dendam padanya dan sekali-kali takkan
ada rasa cinta.
Namun begitu iapun mengangguk dan menjawab:
“Baik, pikiranmu sudah berubah, betapapun ada baiknya bagi kita!
Malam nanti setelah resmi kita menjadi
suami-isteri, besok pagi segera kuberikan obat penawar padanya.” “Silahkan kau
mengobati dia lebih dahulu,” ujar Siao-liong-li
“Liu-ji, tampaknya kau terlalu memandang
rendah padaku,” kata Kongsun Kokcu, “Biarpun kau sudah berjanji akan menjadi
isteriku, tapi sebenarnya kau tidak sukarela, memangnya aku tidak tahu isi
hatimu dan masakah aku dapat menyembuhkan dia lebih dulu?” sembari berkata ia
terus melepaskan jaring ikan yang membungkus tubuh Siao-liong-li itu. lalu
meninggalkan nona itu bersama Yo Ko di dalam kamar.
Kedua muda-mudi saling pandang dengan
bungkam, sampai sekian lama barulah Yo Ko membuka suara dengan pelahan: “Kokoh,
aku sangat bahagia mendapatkan cintamu yang murni, biarpun di alam baka juga
aku akan terhibur, BoIehlah kau pukul mati saja dan engkau lekas kabur
sejauhnya dari sini,”
Siao-liong-li pikir gagasan ini juga baik,
setelah kupukul mati dia, segera akupun membunuh diri. Segera ia mengangkat
tangannya dan mengerahkan tenaga dalam.
Dengan tersenyum simpul dan sorot mata yang
halus Yo Ko memandangi Siao-liong-li dengan rasa bahagia, desisnya dengan
lirih: “Saat ini adalah malaman pengantin kita berdua,” Melihat wajah si Yo Ko
yang bersuka ria itu, tiba-tiba timbul lagi pikiran Siao-liong-li: “Anak muda yang
begini cakap, apa dosanya sehingga Thian harus membuat dia mati konyol
sekarang.”
Tiba-tiba dada terasa sesak, tenggorokan
terasa anyir, darah segar hampir tertumpah lagi, tenaga dalam yang sudah
terhimpun di tangan Siao-liong-li itu lenyap seketika, Mendadak ia menubruk ke
atas tubuh yang terbungkus jaring dan penuh bunga cinta itu, seketika beribu
duri bunga itu mencocok tubuhnya, tapi dengan suara halus dia berbisik “Ko-ji
biarlah kita sama-sama menderita.”
“Buat apa kau berbuat begitu?” tiba-tiba suara
seorang menjengek di belakangnya. “Apakah rasa sakit tubuhmu itu dapat
mengurangi rasa deritanya?”
Jelas itulah suara Kongsun Kokcu. Siao-liong
li memandang Yo Ko sekejap dengan perasaan remuk rendam, perlahan-lahan ia
memutar tubuh dan melangkah keluar kamar dengan menunduk dan tanpa berpaling
lagi.
“Adik Nyo,” kata Kongsun kokcu kepada -Yo Ko,
“lewat enam jam lagi nanti kubawakan obat mujarab untuk menolong kau. Selama
enam jam ini kau harus berpikiran tenang dan bersih, sedikitpun tidak boleh
timbul pikiran menyeleweng atau napsu birahi, dengan begitu walaupun ada rasa
sakit juga tidak seberapa hebat,”
Habis berkata ia terus keluar dan merapatkan
pintu kembali. Begitulah tubuh Yo Ko tersiksa dan hatipun sakit.
“Tadi mengapa Kokoh tidak jadi memukul mati
aku saja?” demikian ia pikir. “Segala macam siksa derita yang pernah kurasakan
kalau dibandingkan apa yang kurasakan sekarang sungguh bukan apa-apa. Kokcu ini
sungguh keji, mana aku boleh mati begitu saja dan meninggalkan Kokoh berada
dalam cengkeramannya dan menderita selama hidup. Apalagi, sakit hati kematian
ayahnya belum terbalas, mana boleh manusia munafik sebangsa Kwe Ceng dan Oey
Yong tidak diberi ganjaran yang setimpal.
Berpikir begitu, serentak timbul semangatnya:
“Tidak, aku tidak boleh mati betapapun tidak boleh mati sekalipun Kokoh menjadi
nyonya rumah di sini juga akan kubebaskan dia dari cengkeraman Kokcu yang keji
itu. Selain itu aku masih harus giat berlatih untuk menuntut balas sakit hati
kematian ayah-ibu.”
Dengan tekad harus tetap hidup, segera ia
duduk bersila, meski terjaring dan tidak dapat berduduk dengan baik, namun
tenaga dalam dapat juga dikerahkan dan mulailah dia bersemedi.
Selang agak lama, sudah lewat lohor,
datanglah seorang murid seragam hijau dengan membawa sebuah piring berisi empat
potong roti tawar. Katanya kepada Yo Ko: “Kokcu mengadakan pesta nikah, biar
kaupun ikut makan yang kenyang,”
Segera ia ambilkan panganan seperti roti
tawar itu dan menyuapi Yo Ko melalui lubang jaring itu, Tangannya terbungkus
oleh kain tebal untuk menjaga cocokan duri bunga cinta.
Tanpa ragu Yo Ko menghabiskan empat potong
kue itu,
ia pikir kalau hendak perang tanding dengan
Kokcu bangsa itu, maka aku tidak boleh kelaparan dan merusak tubuhku sendiri.
“Eh, tampaknya napsu makanmu cukup besar juga,”
ujar murid seragam nyau itu dengan tertawa, pada saat itulah tiba-tiba bayangan
hijau berkelebat, secara diam-diam telah menyelinap masuk pula seorang murid
baju hijau, dengan berjinjit ia mendekati orang pertama tadi, mendadak ia
hantam sekuatnya di punggung orang itu, sebelum orang pertama sempat melihat
siapa pendatang itu sudah lebih dulu dipukul pingsan.
Waktu Yo Ko mengamati, ternyata penyergap itu
bukan lain daripada Kongsun Lik-oh, ia berseru kaget. “He, kau…”
“Sssst, jangan bersuara, Nyo-toako, kudatang
untuk menolong kau!” desis Kongsun Lik-oh.
Ia menutup dulu pintu kamar, menyusul ia
membukakan ikatan jaring dan menyingkirkan timbunan bunga cinta serta
mengeluarkan Yo Ko.
Yo Ko menjadi ragu-ragu dan berkata: “Wah,
jika diketahui ayahmu….”
“Biarlah kutanggung akibatnya,” ujar Kongsun
Lik-oh sambil memetik secomot bunga cinta dan dijejalkan ke dalam mulut murid
baju hijau agar tidak dapat berteriak bila sudah siumafi nanti.. Habis itu ia
bungkus pula orang itu dengan jaring ikan serta ditimbuni bunga cinta, Lalu
bisiknya kepada Yo Ko: “Nyo-toako, kalau ada orang datang, hendaklah, kau
sembunyi di belakang pintu. Kau keracunan bunga cinta, akan kuambilkan obat
penawarnya ke kamar obat ayah sana.”
Yo Ko sangat berterima kasih, iapun tahu si
nona sengaja menghadapi bahaya besar itu untuk menolongnya padahal mereka
berkenalan belum ada satu hari, tapi nona itu rela mengkhianati bahaya sendiri
untuk menolongnya, dengan terharu ia berkata pula: “Nona, aku….aku….”. namun ia
tidak mampu meneruskan lagi.
Kongsun Iik-oh. tersenyum bahagia, ia rela
dlhukum mati ayahnya melihat betapa terima kasih anak muda itu kepadanya.
Segera ia berkata pula:
“Kau tunggu sebentar segera kukembali ke
sini.”
Habis itu ia menyelinap keluar.
“Mengapa dia begitu baik terhadapku?”
demikian Yo Ko termangu-mangu dan merenungkan nasibnya sendiri, ia pikir meski
dirinya berulang mengalami nasib buruk dan sejak kecil dihina dan dianiaya
orang, namun di dunia ini ternyata juga tidak sedikit orang yang berbaik hati
padanya.
Selain Kokoh, ada pula Sun-popoh. Ang
Chit-kong, juga ayah angkatnya, yaitu Auyang Hong serta Oey Yok-su ditambah
lagi nona cantik seperti Thia Eng, Liok Bu-siang serta Kongsun Lik-oh sekarang
ini, semuanya sangat baik padanya.
Yo Ko menjadi heran sendiri apa barangkali
bintang kelahirannya yang terlalu aneh sehingga ada manusia yang begitu kejam
padanya, tapi juga banyak manusia yang teramat baik padanya.
Padahal sebenarnya pengalamannya yang terlalu
luar biasa, orang yang pernah dikenalnya kalau tidak teramat baik padanya tentu
terlalu jahat padanya, soalnya karena wataknya yang cenderung ke sudut ekstrim,
siapa yang cocok dengan wataknya akan dihadapi dengan tulus ikhlas, sebaliknya
kalau tidak cocok akan dipandangnya sebagai musuh.
Cara beginilah dia menghadapi orang lain dan
dengan sendirinya orang lain juga membalasnya dengan cara yang sama.
Begitulah dia menunggu sampai sekian lama
dengan sembunyi di belakang pintu, tapi sampai lama Kongsun Lik-oh masih belum
nampak muncul lagi, sementara itu si murid baju hijau sudah siuman sejak tadi,
karena terbungkus oleh jaring ikan dan ditimbuni pula bunga cinta, kelihatan
dia merasa cemas dan gusar pula.
Semakin lama menunggu semakin kuatir pula Yo
Ko, semula ia pikir mungkin di kamar obat itu ada orang sehingga belum ada peluang
bagi Kongsun Lik-oh untuk mencuri obat, tapi lama2 ia pikir, urusannya tentu
tidak begitu sederhana, biarpun gagal mencuri obat tentu si nona akan kembali
memberitahukannya, tampaknya urusan banyak buruk daripada selamatnya, Kalau si
nona mati menghadapi bahaya bagiku, mengapa kudiam saja di sini dan tidak
berdaya untuk menolongnya.
Ia coba membuka pintu sedikit, dari celah
pintu ia mengintip keluar, syukur di luar sunyi senyap tiada seorangpun dengan
pelahan ia terus menyelinap keluar. Tapi ia menjadi bingung karena tidak tahu
di mana beradanya Kongsun Lik-oh.
Sedang bingung, tiba-tiba terdengar suara
tindakan orang di tikungan sana, cepat ia sembunyi di balik tikungan sebelah
sini sejenak kemudian dua anak murid seragam hijau tampak mendatangi dengan jalan
berjajar, tangan masing-masing memegang sebilah pentung yang biasanya dipakai
sebagai alat perangkat pesakitan…”
Tergerak hati Yo Ko: “Apakah mungkin Kongsun
Lik-oh tertangkap oleh ayahnya dan sedang akan diberi hukuman?”
Segera ia mengikuti kedua orang itu dengan
hati-hati.
Kedua orang itu sama sekali tidak tahu,
mereka berjalan terus dan membelok kesana dan menikung kesini, akhirnya sampai
di depan sebuah kamar, segera mereka berseru: “Lapor Kokcu, alat rangket sudah
siap” - Lalu mereka mendorong pintu dan masuk ke dalam.
Hati Yo Ko menjadi berdebar, “Kokcu bangsat
itu ternyata benar ada di sini,” katanya di dalam hati.
Dilihatnya sebelah timur kamar itu ada
jendela, segera ia merunduk ke bawah jendela dan melongok ke dalam, benar juga
kelihatan Kongsun Lik-oh sudah tertawan di situ.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar