Jumat, 16 November 2012

Sin Tiauw Hiap Lu 51



Kembalinya Pendekar Rajawali 51

Yo Ko menyadari gelagat jelek, tanpa pikirkan keadaan sendiri yang terluka itu, mendadak ia melancarkan suatu jurus serangan Coan-cin-kiam-hoat yang disebut “Ma-ciu-lok-hoa”
(Kuda meloncat merontokkan bunga), dengan tekanan yang kuat ia paksa Kongsun Kokcu melayani serangannya dengan kedua senjatanya, dengan demikian Siao-Iiong-li menjadi ringan.
Siao-liong-li sangat berterima kasih melihat anak muda itu membantunya tanpa menghiraukan keselamatan sendiri, segera iapun melancarkan serangan untuk membantu, dengan demikian mereka telah kembali ke posisi tadi dengan cara menyerang dan bertahan bersama, daya tempur mereka
mendadak tambah kuat pula.
Setelah beberapa jurus berlangsung lagi, dahi Kongsun Kokcu mulai berkeringat, sebaliknya daya tempur Siao-liong-li dan Yo Ko semakin lancar dan kerja sama lebih rapat Ketika Yo Ko melontarkan suatu serangan dengan menusuk pinggang lawan, cepat Siao-liong-li membarengi dengan
serangan menusuk muka musuh, jurus ini dilakukan dengan penuh perasaan manis sambil melirik anak muda itu.
Tapi mendadak dada Siao-liong-li serasa dipukul oleh palu besar, jari tangan kanan kesakitan dan hampir tidak kuat memegangi pedangnya, air mukanya seketika berubah dan cepat melompat mundur.
“Hm, rasakan bunga cinta!” jengek Kongsun Kokcu.
Siao-liong-li tidak paham ucapannya itu. tapi Yo Ko mengetahuinya bahwa kesakitan Siao-liong-Ii itu adalah akibat bekerjanya racun bunga cinta yang dirrinya telah melukai jari tadi, Waktu melancarkan jurus serangan yang romantis dan perasaan terangsang, maka jarinya lantas kesakitan sekali.
Karena Yo Ko sendiri sudah pernah merasakan sakitnya tertusuk duri bunga cinta itu, ia menjadi kasihan kepada Siao-liong-li, cepat ia bertanya. “Apakah sangat sakit?”
Kesempatan itu segera digunakan Kongsun Kokcu uutuk melancarkan serangan gencar dengan golok dan pedang, sementara itu rasa sakit jari Siao-liong-li sudah berkurang, cepat ia menubruk maju lagi untuk membantu.
“Biarlah kau mengaso lagi sebentar,” ujar Yo Ko dengan penuh kasih sayang, Diluar dugaan, karena rangsangan perasaannya ini, jarinya sendiri menjadi kesakitan juga.
Bctapa cerdik dan lihaynya Kongsun Kokcu begitu melihat ada pduang, segera pedangnya membacok, “cring”, Kun-cu-kiam (pedang lelaki) yang dipegang Yo Ko terbentur jatuh, menyusul pedang hitamnya terus menyamber tiba dan mengancam di depan dada anak muda itu.
Siao-liong-Ii terkejut dan hendak menolongnya, tapi dia teralang oleh golok musuh dan takdapat mendekat “Tangkap dia !” seru Kongsun Kokcu. serentak empat murid seragam hijau menubruk maju dengan membentang jaring, sekali tebar, seketika Yo Ko tertawan di dalam jaring mereka.
“Bagaimana kau, Liu-ji?” Kongsun Kokcu berpaling dan bertanya kepada Siao-liong-li
Siao-liong-li menyadari sendirian pasti bukan tandingan sang Kokcu, ia buang Siok-li-kiam (pe-dang perempuan) kelantai, terdengar suara “cring” nyaring, tahu-tahu Kun-cu-kiam dan Siok-lt-kiam saling menyerot terus lengket menjadi satu.
Rupanya pada kedua pedang itu terdapat daya semberani yang sangat kuat
Dengan tegas Siao-liong-li lalu berkata: “Pedang” saja begitu, masakah manusia tidak? Bolehlah kau bunuh saja kami berdua!”
Kongsun Kokcu mendengus sekali, katanya: “lkut padaku, sini!” Lalu ia memberi salam kepada Kim-lun Hoat-ong dan lainnya dan berkata : “Maaf kutinggalkan sebentar,”
Segera ia mendahului melangkah ke ruangai belakang,
dengan menyeret jaringnya keempat anak muridnya lantas: ikut ke sana”. Karena Yo Ko sudah tertawan, dengan sendirinya Siao-liong-li juga ikut masuk.
“Hayo, Hwesio Gede dan Mayat Hidup, Kita harus berdaya menolong kawan kita,” seru Be Kong-co kepada Kim-lun Hoat-ong dan Siau-siang cu Hoat-ong hanya tersenyum saja tanpa menjawab, sedang Siau-siang-cu lantas menjengek “Hm, kau sendiri berbadan segede gajah, apakah kau pikir mampu menandingi tuan rumahnya?”
Be Kong-co menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal dan merasa tidak berdaya, terpaksa hanya menjawab: “Tidak mampu menandingi juga harus labrak dia, harus!”
Kongsun Kokcu terus melangkah ke sana dengan bersitegang leher dan masuk sebuah kamar batu kecil, lalu berkata kepada Siao-Iiong-li: “Liu-ji, bukan maksudku hendak bikin susah kau, aku cuma berusaha mencegah kalau-kalau kau bunuh diri,”
Segera ia memberi tanda, empat muridnya berseragam hijau terus menutupi tubuh Siao-liong-li dengan sebuah jaring dan diringkus, kemudian sang Kokcu berkata puIa: “Bawakan sini beberapa ikat bunga cinta,”
Yo Ko dan Siao-liong-Ii sudah bertekad ingin mati bersama, keduanya hanya saling pandang dengan tersenyum saja dan tidak ambil pusing terhadap segala tindak perbuatan Kongsun Kokcu.
Selang tidak lama, sekonyong-konyong dari luar kamar teruar bau harum semerbak yang memabokkan, Waktu Yo Ko berdua menoleh, terlihatlah belasan anak murid seragam hijau membawa masuk ber-ikat2 rangkuman bunga cinta, Tangan mereka memakai sarung kulit untuk menjaga tusukan duri bunga itu.
Ketika Kongsun Kokcu memberi tanda perintah agar rangkuman bunga cinta itu diuruk semuanya di atas badan Yo Ko, seketika Yo Ko merasa sekujur badan seakan-akan digigit oleh beribu-ribu lebah sekaligus, kaki tangan dan segenap ruas tulang terasa sakit tak tertahan, sampai akhirnya ia mengerang kesakitan.
Siao-liong-li merasa pedih dan kasihan serta gusar pula, ia membentak Kongsun Kokcu: “Kau-berbuat apaan ini?”
Dengan tegas Kongsun Kokcu berkata: “Liu-ji, sekarang adalah waktu upacara pernikahan kita harus berlangsung, tapi bocah ini telah mengacau ke sini sehingga saat bahagia kita telah dibikin berantakan olehnya, Sebenarnya aku tidak pernah kenal dia dan tiada permusuhan apapun, apalagi dia adalah kenalanmu yang lama, asalkan dia mau taat kepada sopan santun sebagai seorang tamu, dengan sendirinya akupun akan melayani dia dengan hormat, tapi sekarang urusan sudah begini terpaksa…”. sampai di sini ia memberi tanda agar anak muridnya keluar semua, ia menutup pintu kamar, lalu menyambung pula: “sekarang aku minta kau memilih sendiri, ingin dia mati atau hidup, semuanya bergantung kepada keputusanmu.”
Di bawah tusukan duri bunga cinta yang tak terhitung banyaknya itu, sungguh rasa derita Yo Ko tak tertahankan, cuma dia tidak ingin si nona menyusahkannya, maka sebisanya dia mengertak gigi dan tutup mulut menahan rasa sakit.
Siao-liong li memandangi muka anak muda itu dengan penuh rasa kasih mesra, pada saat itu juga racun duri bunga cinta yang melukai jarinya itu kumat lagi sehingga kesakitan, diam-diam ia pikir: “Aku cuma tertusuk sedikit saja sudah begini sakit, apalagi dia sekarang sekujur badan ditusuki duri itu, mana dia tahan!”
Rupanya Kongsun Kokcu tahu isi hati si nona, katanya: “Liu-ji, dengan setulus hati aku ingin mengikat perjodohan denganmu, semua itu timbul dari cintaku padamu secara murni dan sama sekali tiada maksud buruk, dalam hal ini kau sendiri tentu paham.”
Siao liong-li-mengangguk dan menjawab dengan pilu “Kau memang sangat baik padaku, sebelum dia datang ke sini senantiasa kau menuruti segala keinginanku.” - ia menunduk sejenak dan menghela napas panjang, lalu berkata pula:”
Kongsun siansing, kalau saja engkau tidak menemukan diriku tempo hari dan tidak menyelamatkan jiwaku sehingga aku sudah mati tanpa persoalan, maka segalanya tentu akan lebih baik bagi kita bertiga-Tapi sekarang kalau engkau memaksa aku menikah denganmu, tentu aku tidak akan gembira selama hidup ini dan apa manfaatnya pula hal ini bagimu?”
Kembali kedua alis Kongsun Kokcu mengerut rapat, dengan berat ia berkata: “Selamanya aku bicara satu tetap satu, bilang dua tetap dua, sekali-kali tidak sudi ditipu dan dihina orang, Kau sendiri sudah berjanji akan menikah dengan aku, maka janji itu harus ditepati Mengenai suka duka atau sedih bahagia memang dapat berubah dan sukar diduga, biarlah kita ikuti saja kelanjutannya nanti”
Kemudian dia menyambung pula: “Sekujur badan orang ini telah terluka oleh duri bunga cinta, selang setiap satu jam rasa, sakitnya akan bertambah satu bagian puIa, sesudah 6 x 6 - 36 hari nanti dia akan mati karena rasa sakit tak tertahankan. Tapi dalam waktu 12 jam aku akan dapat menyembuhkan dia dengan obat mujizat buatanku sendiri, selewatnya 12 jam biarpun malaikat dewata juga tidak sanggup menolongnya. Maka dia harus mati atau hidup semuanya bergantung padamu” sembari bicara ia melangkah pelahan ke pintu , kamar dan membuka pintu, lalu menoleh dan berkata lagi: “Jikalau lebih suka dia mati kesakitan secara tersiksa, ya, terserah juga kepadamu, bolehlah kau menunggunya 36 hari di sini dan menyaksikan kematiannya.
Li-ji, sama sekali aku tiada bermaksud membikin celaka dirimu, untuk ini kau tidak perlu kuatir.” - Habis berkata segera ia hendak melangkah keluar Siao-liong-li percaya apa yang dikatakan itu bukan omong kosong belaka, ia pikir kalau saja dirinya dapat mati bersama Yo Ko, maka segala urusan akan menjadi beres seluruhnya, Tapi Kongsun Kokcu justeru memakai cara keji ini, tampaknya Yo Ko sedang menahan rasa sakit, hal ini jelas kelihatan dari tubuh anak muda itu yang gemetaran, bibirnya tergigit hingga berdarah, kedua matanya yang jeli dan bersinar tajam itu kini tampak guram.
Terbayang olehnya betapa menderitanya anak muda itu, apabila rasa sakit itu semakin bertambah pada setiap jam dan terus menerus tersiksa hingga 36 hari lamanya, mungkin di akhirat sekalipun tiada siksa derita sehebat itu.
Mengingat begitu, ia menjadi nekat dia berkata: “Baiklah, Kongsun-siansing, kujanji akan menikah dengan kau, lekas kau membebaskan dia dan ambilkan obat untuk menolongnya,”
Sejak tadi Kongsun Kokcu mendesak Siao-liong li, tujuannya justeru ingin si nona mengucapkan demikian, apa yang didengarnya sekarang membuatnya bergirang tapi juga iri dan gemas, ia tahu sejak kini perempuan ini hanya akan merasa benci dan dendam padanya dan sekali-kali takkan ada rasa cinta.
Namun begitu iapun mengangguk dan menjawab: “Baik, pikiranmu sudah berubah, betapapun ada baiknya bagi kita!
Malam nanti setelah resmi kita menjadi suami-isteri, besok pagi segera kuberikan obat penawar padanya.” “Silahkan kau mengobati dia lebih dahulu,” ujar Siao-liong-li
“Liu-ji, tampaknya kau terlalu memandang rendah padaku,” kata Kongsun Kokcu, “Biarpun kau sudah berjanji akan menjadi isteriku, tapi sebenarnya kau tidak sukarela, memangnya aku tidak tahu isi hatimu dan masakah aku dapat menyembuhkan dia lebih dulu?” sembari berkata ia terus melepaskan jaring ikan yang membungkus tubuh Siao-liong-li itu. lalu meninggalkan nona itu bersama Yo Ko di dalam kamar.
Kedua muda-mudi saling pandang dengan bungkam, sampai sekian lama barulah Yo Ko membuka suara dengan pelahan: “Kokoh, aku sangat bahagia mendapatkan cintamu yang murni, biarpun di alam baka juga aku akan terhibur, BoIehlah kau pukul mati saja dan engkau lekas kabur sejauhnya dari sini,”
Siao-liong-li pikir gagasan ini juga baik, setelah kupukul mati dia, segera akupun membunuh diri. Segera ia mengangkat tangannya dan mengerahkan tenaga dalam.
Dengan tersenyum simpul dan sorot mata yang halus Yo Ko memandangi Siao-liong-li dengan rasa bahagia, desisnya dengan lirih: “Saat ini adalah malaman pengantin kita berdua,” Melihat wajah si Yo Ko yang bersuka ria itu, tiba-tiba timbul lagi pikiran Siao-liong-li: “Anak muda yang begini cakap, apa dosanya sehingga Thian harus membuat dia mati konyol sekarang.”
Tiba-tiba dada terasa sesak, tenggorokan terasa anyir, darah segar hampir tertumpah lagi, tenaga dalam yang sudah terhimpun di tangan Siao-liong-li itu lenyap seketika, Mendadak ia menubruk ke atas tubuh yang terbungkus jaring dan penuh bunga cinta itu, seketika beribu duri bunga itu mencocok tubuhnya, tapi dengan suara halus dia berbisik “Ko-ji biarlah kita sama-sama menderita.”
“Buat apa kau berbuat begitu?” tiba-tiba suara seorang menjengek di belakangnya. “Apakah rasa sakit tubuhmu itu dapat mengurangi rasa deritanya?”
Jelas itulah suara Kongsun Kokcu. Siao-liong li memandang Yo Ko sekejap dengan perasaan remuk rendam, perlahan-lahan ia memutar tubuh dan melangkah keluar kamar dengan menunduk dan tanpa berpaling lagi.
“Adik Nyo,” kata Kongsun kokcu kepada -Yo Ko, “lewat enam jam lagi nanti kubawakan obat mujarab untuk menolong kau. Selama enam jam ini kau harus berpikiran tenang dan bersih, sedikitpun tidak boleh timbul pikiran menyeleweng atau napsu birahi, dengan begitu walaupun ada rasa sakit juga tidak seberapa hebat,”
Habis berkata ia terus keluar dan merapatkan pintu kembali. Begitulah tubuh Yo Ko tersiksa dan hatipun sakit.
“Tadi mengapa Kokoh tidak jadi memukul mati aku saja?” demikian ia pikir. “Segala macam siksa derita yang pernah kurasakan kalau dibandingkan apa yang kurasakan sekarang sungguh bukan apa-apa. Kokcu ini sungguh keji, mana aku boleh mati begitu saja dan meninggalkan Kokoh berada dalam cengkeramannya dan menderita selama hidup. Apalagi, sakit hati kematian ayahnya belum terbalas, mana boleh manusia munafik sebangsa Kwe Ceng dan Oey Yong tidak diberi ganjaran yang setimpal.
Berpikir begitu, serentak timbul semangatnya: “Tidak, aku tidak boleh mati betapapun tidak boleh mati sekalipun Kokoh menjadi nyonya rumah di sini juga akan kubebaskan dia dari cengkeraman Kokcu yang keji itu. Selain itu aku masih harus giat berlatih untuk menuntut balas sakit hati kematian ayah-ibu.”
Dengan tekad harus tetap hidup, segera ia duduk bersila, meski terjaring dan tidak dapat berduduk dengan baik, namun tenaga dalam dapat juga dikerahkan dan mulailah dia bersemedi.
Selang agak lama, sudah lewat lohor, datanglah seorang murid seragam hijau dengan membawa sebuah piring berisi empat potong roti tawar. Katanya kepada Yo Ko: “Kokcu mengadakan pesta nikah, biar kaupun ikut makan yang kenyang,”
Segera ia ambilkan panganan seperti roti tawar itu dan menyuapi Yo Ko melalui lubang jaring itu, Tangannya terbungkus oleh kain tebal untuk menjaga cocokan duri bunga cinta.
Tanpa ragu Yo Ko menghabiskan empat potong kue itu,
ia pikir kalau hendak perang tanding dengan Kokcu bangsa itu, maka aku tidak boleh kelaparan dan merusak tubuhku sendiri.
“Eh, tampaknya napsu makanmu cukup besar juga,” ujar murid seragam nyau itu dengan tertawa, pada saat itulah tiba-tiba bayangan hijau berkelebat, secara diam-diam telah menyelinap masuk pula seorang murid baju hijau, dengan berjinjit ia mendekati orang pertama tadi, mendadak ia hantam sekuatnya di punggung orang itu, sebelum orang pertama sempat melihat siapa pendatang itu sudah lebih dulu dipukul pingsan.
Waktu Yo Ko mengamati, ternyata penyergap itu bukan lain daripada Kongsun Lik-oh, ia berseru kaget. “He, kau…”
“Sssst, jangan bersuara, Nyo-toako, kudatang untuk menolong kau!” desis Kongsun Lik-oh.
Ia menutup dulu pintu kamar, menyusul ia membukakan ikatan jaring dan menyingkirkan timbunan bunga cinta serta mengeluarkan Yo Ko.
Yo Ko menjadi ragu-ragu dan berkata: “Wah, jika diketahui ayahmu….”
“Biarlah kutanggung akibatnya,” ujar Kongsun Lik-oh sambil memetik secomot bunga cinta dan dijejalkan ke dalam mulut murid baju hijau agar tidak dapat berteriak bila sudah siumafi nanti.. Habis itu ia bungkus pula orang itu dengan jaring ikan serta ditimbuni bunga cinta, Lalu bisiknya kepada Yo Ko: “Nyo-toako, kalau ada orang datang, hendaklah, kau sembunyi di belakang pintu. Kau keracunan bunga cinta, akan kuambilkan obat penawarnya ke kamar obat ayah sana.”
Yo Ko sangat berterima kasih, iapun tahu si nona sengaja menghadapi bahaya besar itu untuk menolongnya padahal mereka berkenalan belum ada satu hari, tapi nona itu rela mengkhianati bahaya sendiri untuk menolongnya, dengan terharu ia berkata pula: “Nona, aku….aku….”. namun ia tidak mampu meneruskan lagi.
Kongsun Iik-oh. tersenyum bahagia, ia rela dlhukum mati ayahnya melihat betapa terima kasih anak muda itu kepadanya. Segera ia berkata pula:
“Kau tunggu sebentar segera kukembali ke sini.”
Habis itu ia menyelinap keluar.
“Mengapa dia begitu baik terhadapku?” demikian Yo Ko termangu-mangu dan merenungkan nasibnya sendiri, ia pikir meski dirinya berulang mengalami nasib buruk dan sejak kecil dihina dan dianiaya orang, namun di dunia ini ternyata juga tidak sedikit orang yang berbaik hati padanya.
Selain Kokoh, ada pula Sun-popoh. Ang Chit-kong, juga ayah angkatnya, yaitu Auyang Hong serta Oey Yok-su ditambah lagi nona cantik seperti Thia Eng, Liok Bu-siang serta Kongsun Lik-oh sekarang ini, semuanya sangat baik padanya.
Yo Ko menjadi heran sendiri apa barangkali bintang kelahirannya yang terlalu aneh sehingga ada manusia yang begitu kejam padanya, tapi juga banyak manusia yang teramat baik padanya.
Padahal sebenarnya pengalamannya yang terlalu luar biasa, orang yang pernah dikenalnya kalau tidak teramat baik padanya tentu terlalu jahat padanya, soalnya karena wataknya yang cenderung ke sudut ekstrim, siapa yang cocok dengan wataknya akan dihadapi dengan tulus ikhlas, sebaliknya kalau tidak cocok akan dipandangnya sebagai musuh.
Cara beginilah dia menghadapi orang lain dan dengan sendirinya orang lain juga membalasnya dengan cara yang sama.
Begitulah dia menunggu sampai sekian lama dengan sembunyi di belakang pintu, tapi sampai lama Kongsun Lik-oh masih belum nampak muncul lagi, sementara itu si murid baju hijau sudah siuman sejak tadi, karena terbungkus oleh jaring ikan dan ditimbuni pula bunga cinta, kelihatan dia merasa cemas dan gusar pula.
Semakin lama menunggu semakin kuatir pula Yo Ko, semula ia pikir mungkin di kamar obat itu ada orang sehingga belum ada peluang bagi Kongsun Lik-oh untuk mencuri obat, tapi lama2 ia pikir, urusannya tentu tidak begitu sederhana, biarpun gagal mencuri obat tentu si nona akan kembali memberitahukannya, tampaknya urusan banyak buruk daripada selamatnya, Kalau si nona mati menghadapi bahaya bagiku, mengapa kudiam saja di sini dan tidak berdaya untuk menolongnya.
Ia coba membuka pintu sedikit, dari celah pintu ia mengintip keluar, syukur di luar sunyi senyap tiada seorangpun dengan pelahan ia terus menyelinap keluar. Tapi ia menjadi bingung karena tidak tahu di mana beradanya Kongsun Lik-oh.
Sedang bingung, tiba-tiba terdengar suara tindakan orang di tikungan sana, cepat ia sembunyi di balik tikungan sebelah sini sejenak kemudian dua anak murid seragam hijau tampak mendatangi dengan jalan berjajar, tangan masing-masing memegang sebilah pentung yang biasanya dipakai sebagai alat perangkat pesakitan…”
Tergerak hati Yo Ko: “Apakah mungkin Kongsun Lik-oh tertangkap oleh ayahnya dan sedang akan diberi hukuman?”
Segera ia mengikuti kedua orang itu dengan hati-hati.
Kedua orang itu sama sekali tidak tahu, mereka berjalan terus dan membelok kesana dan menikung kesini, akhirnya sampai di depan sebuah kamar, segera mereka berseru: “Lapor Kokcu, alat rangket sudah siap” - Lalu mereka mendorong pintu dan masuk ke dalam.
Hati Yo Ko menjadi berdebar, “Kokcu bangsat itu ternyata benar ada di sini,” katanya di dalam hati.
Dilihatnya sebelah timur kamar itu ada jendela, segera ia merunduk ke bawah jendela dan melongok ke dalam, benar juga kelihatan Kongsun Lik-oh sudah tertawan di situ.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar