Kamis, 15 November 2012

Sin Tiauw Hiap Lu 48



Kembalinya Pendekar Rajawali 48

Pada ujung selendang putih itu terikat sebuah keleningan emas yang dapat berbunyi ketika selendang itu menjulur dan mengkeret lagi, kontan keleningan emas itu telah tepat mengetok “lm-kok-hiat” lawan yang berada di sebelah kanan, ketika selendang itu tertarik balik, kembali seorang lawan disebelah kiri juga tertutuk, seketika lengan orang itu lemas tak bertenaga dan dengan sendirinya jaring yang dipegangnya terlepas dari tangannya.
Dua kali serangan kilat ini benar-benar luar biasa, sekaligus selendang berkeleningan itu bergerak, seketika barisan jaring musuh kena dibobolkan. Waktu keempat orang yang memegangi jaring sebelah barat tertegun sejenak, sementara itu Kim-leng-soh yang disabetkan Yo Ko telah menyambar tiba pula, “ting-ting”, kembali dua orang diantaranya tertotok roboh lagi.
Tapi pada saat itu juga jaring di sebelah belakang telah menubruk tiba, kaitan dan pisau kecil yang terpasang di jaring itu segera akan melukainya, terpaksa Yo Ko gunakan tangan kiri untuk mencengkeram jaring musuh terus di betot sekuatnya, Karena dia bersarung tangan pusaka, meski kaitan dan pisau tajam itu tercengkeram olehnya juga takkan melukainya.
Sejak dia menciptakan aliran ilmu silatnya sendiri, setiap gerak-geriknya boleh dikatakan selalu timbul secara otomatis dan tanpa ragu. Kini jaring yang kena dicengkeramnya itu segera digentakkan sehingga jaring berbalik menyamber ke arah para pemegangnya.
Yang dilatih anak murid Cui-sinkok itu adalah menyerang dengan jaring serta kemungkinan lolosnya musuh, sama sekaki tak terpikir oleh mereka bahwa jaring dapat terbalik hendak makan mereka, keruan mereka terkejut ketika melihat pisau dan kaitan tajam di dalam jaring yang menyambar kepala mereka itu, sambil menjerit ketakutan cepat mereka melompat mundur dan melepaskan jaring yang mereka pegang.
Anak muda yang berkuncir kecil tadi lebih lemah, tidak urung pahanya terluka oleh pisau sehingga mengucurkan darah, ia jatuh tersungkur dan menangis kesakitan.
“Jangun takut, adik cilik, takkan kulukai kau,” kata Yo Ko sambil tertawa, Segera ia taburkan kait jaring yang dirampasnya itu, sedang tangan lain memutar Kim-leng-soh, terdengar suara gemerincing nyaring bunyi keleningan serta benturan pisau dan kaitan tajam pada jaring rampasan itu.
Melihat lceperkasaan Yo Ko, mana anak murid itu berani maju lagi, mereka berdiri di sudut sana, cuma tanpa perintah sang guru, biarpun takut merekapun tak berani melarikan diri, Keadaan yang sesungguhnya mereka sudah dikalahkan Yo Ko walaupun secara resmi mereka belum mengaku kaIah.
Be Kong-co terus bertepuk tangan dan bersorak, tapi hanya dia sendiri saja yang bersorak sehingga terasa kesepian, ia menjadi rikuh sendiri ia melotot pada Kim-Iun Hoat-ong dan menegur: “He, Hwesio gede, memangnya kepandaian adik Nyo itu kurang bagus? Mengapa tidak bersorak memuji?”
“Bagus, bagus sekali kepandaiannya!” jawab Hoat-ong tertawa, “Tapi kan juga tidak perlu gembar-gembor begitu rupa, toh!”
“Sebab apa?” omel Be Kong-co pula dengan mendelik.
Sementara itu Kim-lun Hoat-ong melihat Kongsun Kokcu sedang melangkah ke tengah ruangan, maka ia tidak gubris lagi apa yang dikatakan Be Kong-co.
Setelah mendengar ucapan Siao-liong-li yang menyatakan bertekad ikut pergi bersama Yo Ko, maka sadarlah Kongsun Kok-cu bahwa impiannya yang muluk-muluk selama setengah bulan ini akhirnya cuma kosong belaka, ia menjadi sangat kecewa dan gusar pula, pikirnya : “Jika kugagal mendapatkan hatimu. paling tidak aku harus mendapatkan tubuh-mu, Biarlah kubinasakan binatang cilik ini, dengan begitu mau-tak-mau kau harus ikut padaku, lama2 pikiranmu tentu juga akan berubah.”
Meski wataknya kereng dan kejam, tapi iapun dapat membedakan antara yang benar dan salah. Gadis cantik seperti Siao-liong-li itu telah menyanggupi sendiri menjadi isterinya dan hari ini akan berlangsung upacara nikahnya, tapi mendadak muncul si Yo Ko dan mengacaukan semuanya itu tentu saja ia sangat murka.
Melihat kedua alis sang Kokcu yang menegak dan merapat sehingga mata-alisnya seakan-akan tegak semua, Yo Ko terkejut dan waswas, sambil memegang Kim-leng-soh dan jaring rampasannya ia siap siaga sepenuhnya, ia menyadari mati-sendiri dan sengsara atau bahagia Siao-liong-li hanya bergantung pada pertarungan yang menentukan ini, maka sedikitpun ia tak berani gegabah.
Dengan pelahan Kongsun kokcu terus mengitari Yo Ko, sebaliknya Kyo Ko juga berputar dengan pelahan, panjangnya sedikitpun tak pernah meninggalkan tatapan musuh yang tajam itu, Ternyata sang Kokcu masih belum mau turun tangan, tapi ia tahu sekali musuh sudah menyerang tentu digunakan jurus serangan yang maha lihay.
Sejenak kemudian, mendadak kedua tangan sang Kokcu menjulur lurus ke depan tiga kali, lalu bertepuk dan menimbulkan suara “creng” laksana bunyi dua potong besi yang dibenturkan.
Yo Ko terkesiap dan melangkah mundur setindak, tapi tangan kanan Kongsun Kokcu mendadak menyamber tiba, tahu-tahu jaring ikan rampasan itu kena dicengkeramnya terus dibetot sekuatnya.
Merasa tenaga betotan lawan luar biasa dahsyatnya,
tangan sendiri sampai terasa sakit, terpaksa Yo Ko melepaskan jaring itu.
Kongsun Kokcu melemparkan jaring itu kepada anak muridnya tadi sambil membentak: “Mundur-semua!” Kaku sitam tepukan tangan Kongsun Kokcu itu sangat mengejutkan orang, sekarang semua orang bertambah kaget dan heran pula bahwa tangan sang Kokcu yang jelas telanjang itu ternyata tidak gentar akan ketajaman pisau dan kaitan yang terdapat pada jaring itu.
Biarpun Kongsun Lik-oh adalah anak perempuannya juga diketahui ilmu silat sang ayah memang sangat tinggi dan tidak tahu ayahnya memiliki kepandaian sehebat itu, Hanya Hoan It-ong saja sebagai muridnya yang tertua kenal kepandaian sejati sang guru, ia pandang Yo Ko dan berkata dalam hati:
“Hari ini kau pasti mampus!”
Setelah jaringnya terebut, Yo Ko tidak beri kesempatan lagi kepada lawan untuk mendahuluinya, selendang sutera bergerak, keleningan berbunyi “ting-ting”, sekaligus ia incar dua Hiat-to di bagian leher dan bahu, serangan ini hanya penjajagan saja, karena Yo Ko belum tahu betul betapa lihaynya lawan.
Ilmu silat Kongsun Kokcu memang menyendiri serangan Yo Ko itu ternyata tidak digubris olehnya, malahan sebelah tangannya terus menjulur ke depan. dan mencengkeram lengan Yo Ko. Terdengar suara “ting-ting” dua kali, kedua tempat Hiat-to yang diincar Yo Ko itu dengan tepat terketok oleh keleningan namun Kongsun Kokcu seperti tidak merasakan apa-apa, cengkeramannya tadi mendadak terbuka terus menyodok ke dagu kiri anak muda itu.
Yo Ko tahu kalau Lwekang seseorang sudah berlatih sempurna, maka setiap saat dapat menutup Hiat-to di tubuh sendiri apabila menghadapi serangan musuh. Ada juga Lwekang yang aneh seperti apa yang dilatih Auyang Hong secara terbalik itu sehingga membingungkan serangan musuhnya.
Tapi cara Kongsun Kokcu menghadapi serangannya yang sama sekali se-akan tidak merasakan sesuatu, seperti ditubuhnya tidak terdapat Hiat-to, kepandaian ini benar-benar sangat luar biasa, Yo Ko mengkeret dan jeri.
Sementara itu kedua tangan Kongsun Kokcu bergerak naik turun, telapak tangan samar-samar bersemu hitam. Angin pukulannya terasa menyamber dengan dahsyat.
Yo Ko tahu kelihayan lawan dan tak berani menangkisnya dengan keras lawan keras, sembari menggunakan Kim-leng-soh untuk melayani serangan musuh, tangan yang lain digunakan menjaga diri dengan rapat.
Dalam sekejap saja belasan jurus sudah berlangsung, Yo Ko memperhatikan setiap serangan musuh dengan cermat, tiba-tiba hatinya tergerak “ilmu pukulan Kokcu ini tidak aneh, rasanya aku pernah melihatnya entah di mana?”
Pada suatu kesempatan mendadak ia melompat mundur sambil berseru: “He, apakah engkau kenal Wany&n Peng?”
Kiranya Yo Ko melihat gaya pukulan Kokcu ini serupa dengan ilmu silat Wanyan Peng, hanya kekuatan Kokcu ini jauh berbeda dengan Wanyan Peng yang lemah itu.
Kongsun Kokcu tidak menjawab, sebaliknya ia terus menubruk maju lagi dan melancarkan pukulan dahsyat. Sekali ini Yo Ko melihat gaya pukulannya tidak sama dengan Wanyan Peng, untuk menghindar terasa tidak keburu lagi, terpaksa Yo Ko menangkisnya dengan tangan kiri.
“PIak”, kedua tangan beradu, Yo Ko tergetar mundur dua-tiga tindak, sebaliknya Kongsun Kokcu tetap berdiri ditempatnya, hanya tubuhnya tergeliat sedikit Kedua tangan begitu beradu terus berpisah pula tapi kontan Yo Ko merasakan suatu arus hawa panas menyusup ke tangannya, keruan ia terkejut pikirnya: “Hebat benar tenaga pukulan jahanam ini, padahal sarung tangan Kokoh yang kupinjam ini kebal terhadap senjata tajam macam apapun, tapi ternyata tidak mampu menahan tenaga pukulannya.”
Meski kelihatan Kongsun Kokcu berdiri tanpa terhuyung dan seperti lebih unggul, tapi sesungguhnya dadanya juga terasa sakit karena getaran tenaga pukulannya Yo Ko, iapun terkejut dan heran: “Bocah ini masih muda belia, ternyata mampu menahan pukulanku yang dahsyat ini. Jika terlibat lebih lama, rasanya belum tentu dapat membinasakan dia, sebaliknya kalau berakhir sama kuat maka musnahlah pamorku ini.”
Mendadak ia bertepuk tangan pula dua kali sehingga menimbulkan nyaring, ia menoleh kepada puterinya dan berseru: “Ambilkan senjataku!”
Kongsun Lik-oh menyadari apabila senjata sang ayah dikeluarkan, maka bagi Yo Ko hanya ada kematian saja dan tak mungkin bisa selamat.
Karena sedikit ragu dan merandeknya itu, dengan suara bengis Kongsun Kokcu membentak pu!a: “Ambilkan senjataku, kau dengar tidak ?”
Dengan muka pucat Kongsun Lik-oh mengiakan dan cepat berlari keruangan belakang.
Yo Ko telah mengikuti sikap ayah beranak itu, ia pikir dengan bertangan kosong saja aku tidak dapat melawannya, apalagi sekarang akan digunakan lagi senjata apa, mana aku dapat lolos dengan hidup. Mumpung ada kesempatan, biarlah kulari saja sekarang.
Segera ia mendekati Siao-lioag-li dan mengulurkan tangan, katanya: “Kokoh, marilah ikut padaku.”
Kongsun Kokcu sudah siap pukulannya yang maha dahsyat, asalkan Siao-liong-li berbangkit dan menggenggam tangan Yo Ko, seketika dia akan menubruk maju untuk menghancurkan punggung anak muda itu, ia sudah ambil keputusan akan membinasakan Yo Ko andaikan diri sendiri juga akan terluka parah. Ia pikir kalau sampai calon isteri itu ikut pergi bersama Yo Ko, lalm apa artinya pula hidup ini baginya ?
Tak terduga Siao-liong-li tidak lantas berbangkit, ia hanya menjawab dengan hambar: “Kini belum waktunya, Ko-ji, selama beberapa hari ini apakah kau baik-baik saja?” – Betapa mesranya pertanyaannya yang terakhir itu jelas tertampak.
“Engkau tidak marah lagi padaku, Kokoh?” jawab Yo Ko.
Siao-Iiong-li tersenyum hambar, katanya: “Mana aku dapat marah padamu? Coba sini, putar tubuhmu!”
Yo Ko menurut dan memutar tubuhnya, ia tidak tahu apa kehendak si nona, tiba-tiba Siao-liong-li mengeluarkan benang dan jarum, kemudian diukurnya baju bagian punggung Yo Ko yang robek tercengkeram oleh Koagsun Kokcu tadi.
“Sudah sekian lamanya kuingin membuatkan sebuah baju baru bagimu, tapi mengingat selanjutnya tak bakalan bertemu lagi dengan kau, untuk apa kubuatkan baju baru? Ai, sungguh tidak nyana engkau akan mencari ke sini,” sembari berkata dengan gegetun, Siao-liong-li lantas menggunakan sebuah gunting kecil untuk memotong sebagian lengan baju sendiri untuk menambal baju Yo Ko yang robek itu.
Dahulu waktu mereka masih tinggal di kuburan kuno, apabila baju Yo Ko robek, selalu Siao-liong-li menambalkan bajunya dengan cara demikian, Kinl kedua orang sudah tidak memikirkan mati hidup lagi dan seakan2 berada berduaan saja mesti di ruangan itu sorot mata semua orang sedang memperhatikan gerak-gerik mereka.
Kim-lun Hoat ong lain-lain saling pandang dengan heran dan kagum pula, Kongsun Kokcu juga terkesima, seketika tak tahu apa yang harus dilakukannya.
“Selama beberapa hari ini aku telah bertemu dengan beberapa orang yang menarik,” tutur Yo Ko pula, “Coba terka, Kokoh, darimanakah kuperoleh gunting raksasa itu?”
“Ya, memangnya akupun heran seakan2 kau sudah menduga sebelumnya bakal bertemu dengan si jenggot cebol itu di sini, maka sengaja pesan sebuah gunting raksasa untuk memotong jengggotnya,” ujar Siao-liong-Ii.
“Ai, kau sungguh nakal orang memiara jenggotnya dengan susah payah selama berpuluh tahun, tapi sekejap saja sudah kau potong, bukankah sangat sayang?”
Melihat betapa kedua orang itu bicara dengan mesranya, rasa cemburu Kongsun Kokcu seketika berkobar, segera sebelah tangannya mencengkeram kedada Yo Ko sambil membentak: “Anak jadah, terlalu temberang kau, memangnya kau anggap tiada orang lain di sini?”
Tapi kini biarpun langit ambruk atau bumi amblas juga takkan digubris oleh Yo Ko, serangan Kongsun Kokcu itu ternyata tidak dihiraukannya! sama sekali, ia hanya menjawab: “Tunggu sebentar, setelah bajuku ditambal segera kulayani kau.”
Sementara itu jari Kongsun Kokcu sudah tinggal beberapa senti saja di depan dada Yo Ko.
Bagaimanapun juga dia harus menjaga harga diri sebagai seorang guru besar ilmu silat, walaupun murka, betapapun serangannya itu tak dapat diteruskan lagi ke tubuh lawan yang sama sekali tidak menangkis itu.
Pada saat itulah tiba-tiba terdengar Kongsua Lik-oh berkata di belakang: “Ayah, senjatamu ini!” Kongsua Kokcu tidak berpaling, dia melangkah mundur dua tindak dan dapatlah menerima senjata yang disodorkan puterinya itu.
Waktu semua orang mengamati terlihat tangan kirinya telah memegang sebatang golok tebal dengan bagian yang tajam itu berbentuk gergaji dan mengerdepkan cahaya keemasan, rupanya terbuat dari emas, sedangkan tangan kanannya memegangi senjata berwarna hitam panjang kecil, senjata aneh itu tidak mirip golok juga tidak memper pedang, kelihatan bergetar pelahan, tampaknya batang senjata itu sangat lemas.
Nyata kedua macam senjata itu berbeda satu sama lain secara terbalik, kalau yang satu, berat dan keras, maka satunya lagi enteng dan lemas.
Seperti diketahui, bobot emas jauh lebih berat dari pada besi senjata yang bentuknya sama dan terbuat dari emas bobotnya akan lipat satu kali dari pada senjata terbuat dari besi biasa.
Tampaknya golok emas bergerigi itu sedikitnya ada 50-60 kati sedangkan pedang atau anggar hitam itu entah terbuat dari logam apa?
Yo Ko memandang sekejap, sepasang senjata lawan yang aneh itu, lalu berkata pula kepada Siao-liong-li: “Kokoh, tempo hari aku bertemu dengan seorang perempuan gendeng, dia telah memberitahukan padaku musuh pembunuh ayahku.”
Hati Siao-liong-li terkesiap, cepat ia bertanya: “Siapa Musuhmu itu?”
Sambil mengertak gigi Yo Ko berkata dengan penuh dendam: “Bagaimana juga kau pasti tak-kan menduga akan mereka, selama ini akupun menganggap mereka sangat baik padaku.”
“Mereka? Mereka siapa?” Siao-liong-li menegas.
“Siapa lagi mereka kalau bukan…” belum sempat Yo Ko menerangkan nama yang akan disebutnya, terdengarlah suara mendenging nyaring memekak teIinganya, itulah suara benturan antara golok emas dan pedang hitam yang dipegang Kongsun Kokcu itu.
Sekali bergerak, susul menyusul Kongsun Kokcu menusuk tiga kali, pertama menusuk atas kepala, kedua menusuk leher sebelah kanan dan ketiga sebelah kiri leher, semuanya menyamber lewat satu-dua senti di atas kulit.
Rupanya Kokcu itu ingin menjaga diri, kalau lawan tidak menangkis, maka iapun tidak sudi melukainya, cuma tiga kali tusukannya itu sungguh amat cepat dan jitu, benar-benar kepandaian hebat.
“Sudah!” ucap Siao-Iiong-Ii selesai menambal baju Yo Ko sambil menepuk pelahan punggung anak muda itu, Yo Ko menoleh dan tersenyum, lalu melangkah maju dengan menenteng Kim-leng-soh.
Meski Kongsun Kokcu sudah lama mengasingkan diri dilembah sunyi, tapi pandangannya sedikitpun tidak kurang tajamnya, orang yang mengajarkan ilmu silat padanya itu paham benar berbagai aliran ilmu silat di dunia dan dahulu pernah berkata padanya bahwa bisa jadi jago kelas satu dijaman ini mampu menandingi Kangfau (Kungfu) tangan besinya, tapi untuk membobol barisan jaring ikannya itu belum tentu bisa kecuali Paktau-tin dari Coan-cin-kau yang mungkin dapat menandinginya dengan sama kuat dan siapa lebih ulet akhirnya akan menang.
Tapi kalau dua macam senjatanya yang berlainan itu dikeluarkan diduga di dunia ini tiada orang yang sanggup melawannya.
Karena itu ia menduga betapapun tinggi kepandaian Yo Ko, dalam sepuluh jurus saja pasti akan dibinasakan olehnya.
Tapi ketika menyaksikan sikap Siao-liong-li yang mesra tadi terhadap anak muda itu, iapun tahu apabila Yo Ko mati, maka berarti putus harapan pula rencana pemikahan nona itu dengan dirinya.
Setelah merenung sejenak, akhirnya ia mendapat akal: “Harus kupaksa dia (Siao-liong-li) memohon ampun padaku bagi bocah ini, dalam keadaan begitu, biarpun hatinya tidak rela, mau-tak mau dia harus menikah juga dengan aku”
Kalau Kongsun Kokcu merenung untuk mencari akal, dipihak lain Yo Ko juga sedang memikirkan cara melawan orang, ia pikir orang tidak takut Hiat-to tertutuk, ini berarti daya guna Kim leng soh tidak banyak artinya. Meski diri sendiri sudah menciptakan suatu aliran ilmu silat, tapi belum sempat dipelajari secara matang, sedangkan senjata musuh kelihatan sangat aneh, sekali dimainkan tentu sangat lihay.
Selagi Yo Ko merasa tak berdaya, sementara itu terdengar Kongsun Kokcu telah berseru: “Awas serangan!”
Berbareng pedang emas begerak terus menusuk dada.
Anehnya tusukan itu tidak langsung ke depan, tepi ujung pedang bergetar dalam lingkaran kecil di depan tubuhnya, Yo Ko terkejut dan melompat mundur.
“Maklumlah kalau ujung pedang itu ditusukkan biarpun hebat jurus seranganya tentu juga akan dapat dipatahkannya, tapi kini ujung pedang itu terus berputar dalam lingkaran sehingga sukar diraba arah tujuan ujung pedangnya kalau menangkis ke kiri kuatir musuh menusuk ke kanan malah, bila menangkis ke atas, siapa tahu kalau dia berbalik menyerang bagian bawah, Karena ragu-ragu, terpaksa ia melompat mundur saja untuk menghindar.
Tapi Kongsun Kokcu juga sangat gesit, begitu Yo Ko
melompat mundur, segera dia membayangi lawan, kembali lingkaran pedangnya bergetar lagi didepan Yo Ko, makin lama lingkaran ujung pedang itu makin besar, semula hanya lingkaran seluas dada, beberapa putaran lagi sudah mencakup bagian perutnya dan kemudian meluas pula ke bagian leher.
Kim-lun Hoat-ong, In Kik-si dan lainnya adalah maha guru ilmu silat terkemuka, namun ilmu pedang yang mendesak musuh dengan lingkaran ujung pedang begitu boleh dikatakan belum pernah mereka lihat, maka mereka menjadi heran dan terkejut.
Begitulah setiap kali Kongsun Kokcu melancarkan suatu tusukan, setiap kali pula Yo Ko terpaksa melompat mundur, belasan kali Yo Ko harus menghindar secara begitu tanpa sanggup balas menyerang, Tampaknya serangan Kongsun Kokcu semakin lihay, apalagi golok bergerigi pada tangannya yang lain belum pula digunakan, kalau sampai golok emas itupun ikut menyerang, pasti sukar bagi Yo Ko untuk menahannya.
Tanpa pikir lagi segera Yo Ko melompat ke kiri sambil mengayun Kim-leng-soh, “tring”, genta kecil itu menyamber ke depan untuk mengetok mata kiri musuh. Biarpun Kongsun Kokcu tidak gentar Hiat-to tertutuk, tapi mata adalah tempat yang lemah dan harus dijaga, cepat ia miringkan kepala dan segera balas menyerang pula dengan pedang hitam.
Yo Ko sangat girang, sekali Kim-leng-soh menyendal, terbelitlah kaki kanan musuh, bara saja hendak dibetot sekuatnya, mendadak pedang hitam Kongsun Kokcu memotong ke bawah, “sret”, selendang sutera Yo Ko itu putus dibagian tengah, pedang hitam yang tampaknya mirip seutas tali itu ternyata tajamnya tidak kepalang.
Terdengar semua orang menjerit kaget, berbareng itu terdengar pula samberan angin, golok bergerigi sang Kokcu telah membacok ke arah Yo Ko, sebisanya Yo Ko menjatuhkan diri ke lantai dan berguling ke sana, “trang”, suara nyaring menggetar telinga, kiranya Yo Ko sempat menyamber tongkat baja Hoan It-ong tadi dan digunakan menangkis ke atas. Karena benturan golok dan tongkat itu, tangan kedua orang sama sakit kesemutan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar