Kembalinya Pendekar Rajawali 48
Pada ujung selendang putih itu terikat sebuah
keleningan emas yang dapat berbunyi ketika selendang itu menjulur dan mengkeret
lagi, kontan keleningan emas itu telah tepat mengetok “lm-kok-hiat” lawan yang
berada di sebelah kanan, ketika selendang itu tertarik balik, kembali seorang
lawan disebelah kiri juga tertutuk, seketika lengan orang itu lemas tak
bertenaga dan dengan sendirinya jaring yang dipegangnya terlepas dari
tangannya.
Dua kali serangan kilat ini benar-benar luar
biasa, sekaligus selendang berkeleningan itu bergerak, seketika barisan jaring
musuh kena dibobolkan. Waktu keempat orang yang memegangi jaring sebelah barat
tertegun sejenak, sementara itu Kim-leng-soh yang disabetkan Yo Ko telah
menyambar tiba pula, “ting-ting”, kembali dua orang diantaranya tertotok roboh
lagi.
Tapi pada saat itu juga jaring di sebelah
belakang telah menubruk tiba, kaitan dan pisau kecil yang terpasang di jaring
itu segera akan melukainya, terpaksa Yo Ko gunakan tangan kiri untuk
mencengkeram jaring musuh terus di betot sekuatnya, Karena dia bersarung tangan
pusaka, meski kaitan dan pisau tajam itu tercengkeram olehnya juga takkan
melukainya.
Sejak dia menciptakan aliran ilmu silatnya
sendiri, setiap gerak-geriknya boleh dikatakan selalu timbul secara otomatis
dan tanpa ragu. Kini jaring yang kena dicengkeramnya itu segera digentakkan
sehingga jaring berbalik menyamber ke arah para pemegangnya.
Yang dilatih anak murid Cui-sinkok itu adalah
menyerang dengan jaring serta kemungkinan lolosnya musuh, sama sekaki tak
terpikir oleh mereka bahwa jaring dapat terbalik hendak makan mereka, keruan
mereka terkejut ketika melihat pisau dan kaitan tajam di dalam jaring yang
menyambar kepala mereka itu, sambil menjerit ketakutan cepat mereka melompat
mundur dan melepaskan jaring yang mereka pegang.
Anak muda yang berkuncir kecil tadi lebih
lemah, tidak urung pahanya terluka oleh pisau sehingga mengucurkan darah, ia
jatuh tersungkur dan menangis kesakitan.
“Jangun takut, adik cilik, takkan kulukai
kau,” kata Yo Ko sambil tertawa, Segera ia taburkan kait jaring yang
dirampasnya itu, sedang tangan lain memutar Kim-leng-soh, terdengar suara
gemerincing nyaring bunyi keleningan serta benturan pisau dan kaitan tajam pada
jaring rampasan itu.
Melihat lceperkasaan Yo Ko, mana anak murid
itu berani maju lagi, mereka berdiri di sudut sana, cuma tanpa perintah sang
guru, biarpun takut merekapun tak berani melarikan diri, Keadaan yang sesungguhnya
mereka sudah dikalahkan Yo Ko walaupun secara resmi mereka belum mengaku kaIah.
Be Kong-co terus bertepuk tangan dan
bersorak, tapi hanya dia sendiri saja yang bersorak sehingga terasa kesepian,
ia menjadi rikuh sendiri ia melotot pada Kim-Iun Hoat-ong dan menegur: “He,
Hwesio gede, memangnya kepandaian adik Nyo itu kurang bagus? Mengapa tidak
bersorak memuji?”
“Bagus, bagus sekali kepandaiannya!” jawab
Hoat-ong tertawa, “Tapi kan juga tidak perlu gembar-gembor begitu rupa, toh!”
“Sebab apa?” omel Be Kong-co pula dengan
mendelik.
Sementara itu Kim-lun Hoat-ong melihat
Kongsun Kokcu sedang melangkah ke tengah ruangan, maka ia tidak gubris lagi apa
yang dikatakan Be Kong-co.
Setelah mendengar ucapan Siao-liong-li yang
menyatakan bertekad ikut pergi bersama Yo Ko, maka sadarlah Kongsun Kok-cu
bahwa impiannya yang muluk-muluk selama setengah bulan ini akhirnya cuma kosong
belaka, ia menjadi sangat kecewa dan gusar pula, pikirnya : “Jika kugagal
mendapatkan hatimu. paling tidak aku harus mendapatkan tubuh-mu, Biarlah
kubinasakan binatang cilik ini, dengan begitu mau-tak-mau kau harus ikut
padaku, lama2 pikiranmu tentu juga akan berubah.”
Meski wataknya kereng dan kejam, tapi iapun
dapat membedakan antara yang benar dan salah. Gadis cantik seperti Siao-liong-li
itu telah menyanggupi sendiri menjadi isterinya dan hari ini akan berlangsung
upacara nikahnya, tapi mendadak muncul si Yo Ko dan mengacaukan semuanya itu
tentu saja ia sangat murka.
Melihat kedua alis sang Kokcu yang menegak
dan merapat sehingga mata-alisnya seakan-akan tegak semua, Yo Ko terkejut dan
waswas, sambil memegang Kim-leng-soh dan jaring rampasannya ia siap siaga
sepenuhnya, ia menyadari mati-sendiri dan sengsara atau bahagia Siao-liong-li
hanya bergantung pada pertarungan yang menentukan ini, maka sedikitpun ia tak
berani gegabah.
Dengan pelahan Kongsun kokcu terus mengitari
Yo Ko, sebaliknya Kyo Ko juga berputar dengan pelahan, panjangnya sedikitpun
tak pernah meninggalkan tatapan musuh yang tajam itu, Ternyata sang Kokcu masih
belum mau turun tangan, tapi ia tahu sekali musuh sudah menyerang tentu
digunakan jurus serangan yang maha lihay.
Sejenak kemudian, mendadak kedua tangan sang
Kokcu menjulur lurus ke depan tiga kali, lalu bertepuk dan menimbulkan suara
“creng” laksana bunyi dua potong besi yang dibenturkan.
Yo Ko terkesiap dan melangkah mundur
setindak, tapi tangan kanan Kongsun Kokcu mendadak menyamber tiba, tahu-tahu
jaring ikan rampasan itu kena dicengkeramnya terus dibetot sekuatnya.
Merasa tenaga betotan lawan luar biasa dahsyatnya,
tangan sendiri sampai terasa sakit, terpaksa
Yo Ko melepaskan jaring itu.
Kongsun Kokcu melemparkan jaring itu kepada
anak muridnya tadi sambil membentak: “Mundur-semua!” Kaku sitam tepukan tangan
Kongsun Kokcu itu sangat mengejutkan orang, sekarang semua orang bertambah
kaget dan heran pula bahwa tangan sang Kokcu yang jelas telanjang itu ternyata
tidak gentar akan ketajaman pisau dan kaitan yang terdapat pada jaring itu.
Biarpun Kongsun Lik-oh adalah anak
perempuannya juga diketahui ilmu silat sang ayah memang sangat tinggi dan tidak
tahu ayahnya memiliki kepandaian sehebat itu, Hanya Hoan It-ong saja sebagai
muridnya yang tertua kenal kepandaian sejati sang guru, ia pandang Yo Ko dan
berkata dalam hati:
“Hari ini kau pasti mampus!”
Setelah jaringnya terebut, Yo Ko tidak beri
kesempatan lagi kepada lawan untuk mendahuluinya, selendang sutera bergerak,
keleningan berbunyi “ting-ting”, sekaligus ia incar dua Hiat-to di bagian leher
dan bahu, serangan ini hanya penjajagan saja, karena Yo Ko belum tahu betul
betapa lihaynya lawan.
Ilmu silat Kongsun Kokcu memang menyendiri
serangan Yo Ko itu ternyata tidak digubris olehnya, malahan sebelah tangannya
terus menjulur ke depan. dan mencengkeram lengan Yo Ko. Terdengar suara
“ting-ting” dua kali, kedua tempat Hiat-to yang diincar Yo Ko itu dengan tepat
terketok oleh keleningan namun Kongsun Kokcu seperti tidak merasakan apa-apa,
cengkeramannya tadi mendadak terbuka terus menyodok ke dagu kiri anak muda itu.
Yo Ko tahu kalau Lwekang seseorang sudah
berlatih sempurna, maka setiap saat dapat menutup Hiat-to di tubuh sendiri
apabila menghadapi serangan musuh. Ada juga Lwekang yang aneh seperti apa yang
dilatih Auyang Hong secara terbalik itu sehingga membingungkan serangan
musuhnya.
Tapi cara Kongsun Kokcu menghadapi
serangannya yang sama sekali se-akan tidak merasakan sesuatu, seperti
ditubuhnya tidak terdapat Hiat-to, kepandaian ini benar-benar sangat luar
biasa, Yo Ko mengkeret dan jeri.
Sementara itu kedua tangan Kongsun Kokcu
bergerak naik turun, telapak tangan samar-samar bersemu hitam. Angin pukulannya
terasa menyamber dengan dahsyat.
Yo Ko tahu kelihayan lawan dan tak berani
menangkisnya dengan keras lawan keras, sembari menggunakan Kim-leng-soh untuk
melayani serangan musuh, tangan yang lain digunakan menjaga diri dengan rapat.
Dalam sekejap saja belasan jurus sudah
berlangsung, Yo Ko memperhatikan setiap serangan musuh dengan cermat, tiba-tiba
hatinya tergerak “ilmu pukulan Kokcu ini tidak aneh, rasanya aku pernah
melihatnya entah di mana?”
Pada suatu kesempatan mendadak ia melompat
mundur sambil berseru: “He, apakah engkau kenal Wany&n Peng?”
Kiranya Yo Ko melihat gaya pukulan Kokcu ini
serupa dengan ilmu silat Wanyan Peng, hanya kekuatan Kokcu ini jauh berbeda
dengan Wanyan Peng yang lemah itu.
Kongsun Kokcu tidak menjawab, sebaliknya ia
terus menubruk maju lagi dan melancarkan pukulan dahsyat. Sekali ini Yo Ko
melihat gaya pukulannya tidak sama dengan Wanyan Peng, untuk menghindar terasa
tidak keburu lagi, terpaksa Yo Ko menangkisnya dengan tangan kiri.
“PIak”, kedua tangan beradu, Yo Ko tergetar
mundur dua-tiga tindak, sebaliknya Kongsun Kokcu tetap berdiri ditempatnya,
hanya tubuhnya tergeliat sedikit Kedua tangan begitu beradu terus berpisah pula
tapi kontan Yo Ko merasakan suatu arus hawa panas menyusup ke tangannya, keruan
ia terkejut pikirnya: “Hebat benar tenaga pukulan jahanam ini, padahal sarung
tangan Kokoh yang kupinjam ini kebal terhadap senjata tajam macam apapun, tapi
ternyata tidak mampu menahan tenaga pukulannya.”
Meski kelihatan Kongsun Kokcu berdiri tanpa
terhuyung dan seperti lebih unggul, tapi sesungguhnya dadanya juga terasa sakit
karena getaran tenaga pukulannya Yo Ko, iapun terkejut dan heran: “Bocah ini
masih muda belia, ternyata mampu menahan pukulanku yang dahsyat ini. Jika
terlibat lebih lama, rasanya belum tentu dapat membinasakan dia, sebaliknya
kalau berakhir sama kuat maka musnahlah pamorku ini.”
Mendadak ia bertepuk tangan pula dua kali
sehingga menimbulkan nyaring, ia menoleh kepada puterinya dan berseru:
“Ambilkan senjataku!”
Kongsun Lik-oh menyadari apabila senjata sang
ayah dikeluarkan, maka bagi Yo Ko hanya ada kematian saja dan tak mungkin bisa
selamat.
Karena sedikit ragu dan merandeknya itu,
dengan suara bengis Kongsun Kokcu membentak pu!a: “Ambilkan senjataku, kau
dengar tidak ?”
Dengan muka pucat Kongsun Lik-oh mengiakan
dan cepat berlari keruangan belakang.
Yo Ko telah mengikuti sikap ayah beranak itu,
ia pikir dengan bertangan kosong saja aku tidak dapat melawannya, apalagi
sekarang akan digunakan lagi senjata apa, mana aku dapat lolos dengan hidup.
Mumpung ada kesempatan, biarlah kulari saja sekarang.
Segera ia mendekati Siao-lioag-li dan
mengulurkan tangan, katanya: “Kokoh, marilah ikut padaku.”
Kongsun Kokcu sudah siap pukulannya yang maha
dahsyat, asalkan Siao-liong-li berbangkit dan menggenggam tangan Yo Ko,
seketika dia akan menubruk maju untuk menghancurkan punggung anak muda itu, ia
sudah ambil keputusan akan membinasakan Yo Ko andaikan diri sendiri juga akan
terluka parah. Ia pikir kalau sampai calon isteri itu ikut pergi bersama Yo Ko,
lalm apa artinya pula hidup ini baginya ?
Tak terduga Siao-liong-li tidak lantas
berbangkit, ia hanya menjawab dengan hambar: “Kini belum waktunya, Ko-ji,
selama beberapa hari ini apakah kau baik-baik saja?” – Betapa mesranya pertanyaannya
yang terakhir itu jelas tertampak.
“Engkau tidak marah lagi padaku, Kokoh?”
jawab Yo Ko.
Siao-Iiong-li tersenyum hambar, katanya:
“Mana aku dapat marah padamu? Coba sini, putar tubuhmu!”
Yo Ko menurut dan memutar tubuhnya, ia tidak
tahu apa kehendak si nona, tiba-tiba Siao-liong-li mengeluarkan benang dan
jarum, kemudian diukurnya baju bagian punggung Yo Ko yang robek tercengkeram
oleh Koagsun Kokcu tadi.
“Sudah sekian lamanya kuingin membuatkan
sebuah baju baru bagimu, tapi mengingat selanjutnya tak bakalan bertemu lagi
dengan kau, untuk apa kubuatkan baju baru? Ai, sungguh tidak nyana engkau akan
mencari ke sini,” sembari berkata dengan gegetun, Siao-liong-li lantas
menggunakan sebuah gunting kecil untuk memotong sebagian lengan baju sendiri untuk
menambal baju Yo Ko yang robek itu.
Dahulu waktu mereka masih tinggal di kuburan
kuno, apabila baju Yo Ko robek, selalu Siao-liong-li menambalkan bajunya dengan
cara demikian, Kinl kedua orang sudah tidak memikirkan mati hidup lagi dan
seakan2 berada berduaan saja mesti di ruangan itu sorot mata semua orang sedang
memperhatikan gerak-gerik mereka.
Kim-lun Hoat ong lain-lain saling pandang
dengan heran dan kagum pula, Kongsun Kokcu juga terkesima, seketika tak tahu
apa yang harus dilakukannya.
“Selama beberapa hari ini aku telah bertemu
dengan beberapa orang yang menarik,” tutur Yo Ko pula, “Coba terka, Kokoh,
darimanakah kuperoleh gunting raksasa itu?”
“Ya, memangnya akupun heran seakan2 kau sudah
menduga sebelumnya bakal bertemu dengan si jenggot cebol itu di sini, maka
sengaja pesan sebuah gunting raksasa untuk memotong jengggotnya,” ujar
Siao-liong-Ii.
“Ai, kau sungguh nakal orang memiara
jenggotnya dengan susah payah selama berpuluh tahun, tapi sekejap saja sudah
kau potong, bukankah sangat sayang?”
Melihat betapa kedua orang itu bicara dengan
mesranya, rasa cemburu Kongsun Kokcu seketika berkobar, segera sebelah
tangannya mencengkeram kedada Yo Ko sambil membentak: “Anak jadah, terlalu
temberang kau, memangnya kau anggap tiada orang lain di sini?”
Tapi kini biarpun langit ambruk atau bumi
amblas juga takkan digubris oleh Yo Ko, serangan Kongsun Kokcu itu ternyata
tidak dihiraukannya! sama sekali, ia hanya menjawab: “Tunggu sebentar, setelah
bajuku ditambal segera kulayani kau.”
Sementara itu jari Kongsun Kokcu sudah
tinggal beberapa senti saja di depan dada Yo Ko.
Bagaimanapun juga dia harus menjaga harga
diri sebagai seorang guru besar ilmu silat, walaupun murka, betapapun
serangannya itu tak dapat diteruskan lagi ke tubuh lawan yang sama sekali tidak
menangkis itu.
Pada saat itulah tiba-tiba terdengar Kongsua
Lik-oh berkata di belakang: “Ayah, senjatamu ini!” Kongsua Kokcu tidak
berpaling, dia melangkah mundur dua tindak dan dapatlah menerima senjata yang
disodorkan puterinya itu.
Waktu semua orang mengamati terlihat tangan
kirinya telah memegang sebatang golok tebal dengan bagian yang tajam itu
berbentuk gergaji dan mengerdepkan cahaya keemasan, rupanya terbuat dari emas,
sedangkan tangan kanannya memegangi senjata berwarna hitam panjang kecil,
senjata aneh itu tidak mirip golok juga tidak memper pedang, kelihatan bergetar
pelahan, tampaknya batang senjata itu sangat lemas.
Nyata kedua macam senjata itu berbeda satu
sama lain secara terbalik, kalau yang satu, berat dan keras, maka satunya lagi
enteng dan lemas.
Seperti diketahui, bobot emas jauh lebih
berat dari pada besi senjata yang bentuknya sama dan terbuat dari emas bobotnya
akan lipat satu kali dari pada senjata terbuat dari besi biasa.
Tampaknya golok emas bergerigi itu sedikitnya
ada 50-60 kati sedangkan pedang atau anggar hitam itu entah terbuat dari logam
apa?
Yo Ko memandang sekejap, sepasang senjata
lawan yang aneh itu, lalu berkata pula kepada Siao-liong-li: “Kokoh, tempo hari
aku bertemu dengan seorang perempuan gendeng, dia telah memberitahukan padaku
musuh pembunuh ayahku.”
Hati Siao-liong-li terkesiap, cepat ia
bertanya: “Siapa Musuhmu itu?”
Sambil mengertak gigi Yo Ko berkata dengan
penuh dendam: “Bagaimana juga kau pasti tak-kan menduga akan mereka, selama ini
akupun menganggap mereka sangat baik padaku.”
“Mereka? Mereka siapa?” Siao-liong-li
menegas.
“Siapa lagi mereka kalau bukan…” belum sempat
Yo Ko menerangkan nama yang akan disebutnya, terdengarlah suara mendenging
nyaring memekak teIinganya, itulah suara benturan antara golok emas dan pedang
hitam yang dipegang Kongsun Kokcu itu.
Sekali bergerak, susul menyusul Kongsun Kokcu
menusuk tiga kali, pertama menusuk atas kepala, kedua menusuk leher sebelah
kanan dan ketiga sebelah kiri leher, semuanya menyamber lewat satu-dua senti di
atas kulit.
Rupanya Kokcu itu ingin menjaga diri, kalau
lawan tidak menangkis, maka iapun tidak sudi melukainya, cuma tiga kali
tusukannya itu sungguh amat cepat dan jitu, benar-benar kepandaian hebat.
“Sudah!” ucap Siao-Iiong-Ii selesai menambal
baju Yo Ko sambil menepuk pelahan punggung anak muda itu, Yo Ko menoleh dan
tersenyum, lalu melangkah maju dengan menenteng Kim-leng-soh.
Meski Kongsun Kokcu sudah lama mengasingkan
diri dilembah sunyi, tapi pandangannya sedikitpun tidak kurang tajamnya, orang
yang mengajarkan ilmu silat padanya itu paham benar berbagai aliran ilmu silat
di dunia dan dahulu pernah berkata padanya bahwa bisa jadi jago kelas satu
dijaman ini mampu menandingi Kangfau (Kungfu) tangan besinya, tapi untuk
membobol barisan jaring ikannya itu belum tentu bisa kecuali Paktau-tin dari
Coan-cin-kau yang mungkin dapat menandinginya dengan sama kuat dan siapa lebih
ulet akhirnya akan menang.
Tapi kalau dua macam senjatanya yang
berlainan itu dikeluarkan diduga di dunia ini tiada orang yang sanggup melawannya.
Karena itu ia menduga betapapun tinggi
kepandaian Yo Ko, dalam sepuluh jurus saja pasti akan dibinasakan olehnya.
Tapi ketika menyaksikan sikap Siao-liong-li
yang mesra tadi terhadap anak muda itu, iapun tahu apabila Yo Ko mati, maka
berarti putus harapan pula rencana pemikahan nona itu dengan dirinya.
Setelah merenung sejenak, akhirnya ia
mendapat akal: “Harus kupaksa dia (Siao-liong-li) memohon ampun padaku bagi
bocah ini, dalam keadaan begitu, biarpun hatinya tidak rela, mau-tak mau dia
harus menikah juga dengan aku”
Kalau Kongsun Kokcu merenung untuk mencari
akal, dipihak lain Yo Ko juga sedang memikirkan cara melawan orang, ia pikir
orang tidak takut Hiat-to tertutuk, ini berarti daya guna Kim leng soh tidak
banyak artinya. Meski diri sendiri sudah menciptakan suatu aliran ilmu silat,
tapi belum sempat dipelajari secara matang, sedangkan senjata musuh kelihatan
sangat aneh, sekali dimainkan tentu sangat lihay.
Selagi Yo Ko merasa tak berdaya, sementara
itu terdengar Kongsun Kokcu telah berseru: “Awas serangan!”
Berbareng pedang emas begerak terus menusuk
dada.
Anehnya tusukan itu tidak langsung ke depan,
tepi ujung pedang bergetar dalam lingkaran kecil di depan tubuhnya, Yo Ko
terkejut dan melompat mundur.
“Maklumlah kalau ujung pedang itu ditusukkan
biarpun hebat jurus seranganya tentu juga akan dapat dipatahkannya, tapi kini
ujung pedang itu terus berputar dalam lingkaran sehingga sukar diraba arah
tujuan ujung pedangnya kalau menangkis ke kiri kuatir musuh menusuk ke kanan
malah, bila menangkis ke atas, siapa tahu kalau dia berbalik menyerang bagian
bawah, Karena ragu-ragu, terpaksa ia melompat mundur saja untuk menghindar.
Tapi Kongsun Kokcu juga sangat gesit, begitu
Yo Ko
melompat mundur, segera dia membayangi lawan,
kembali lingkaran pedangnya bergetar lagi didepan Yo Ko, makin lama lingkaran
ujung pedang itu makin besar, semula hanya lingkaran seluas dada, beberapa
putaran lagi sudah mencakup bagian perutnya dan kemudian meluas pula ke bagian
leher.
Kim-lun Hoat-ong, In Kik-si dan lainnya adalah
maha guru ilmu silat terkemuka, namun ilmu pedang yang mendesak musuh dengan
lingkaran ujung pedang begitu boleh dikatakan belum pernah mereka lihat, maka
mereka menjadi heran dan terkejut.
Begitulah setiap kali Kongsun Kokcu
melancarkan suatu tusukan, setiap kali pula Yo Ko terpaksa melompat mundur,
belasan kali Yo Ko harus menghindar secara begitu tanpa sanggup balas
menyerang, Tampaknya serangan Kongsun Kokcu semakin lihay, apalagi golok
bergerigi pada tangannya yang lain belum pula digunakan, kalau sampai golok
emas itupun ikut menyerang, pasti sukar bagi Yo Ko untuk menahannya.
Tanpa pikir lagi segera Yo Ko melompat ke
kiri sambil mengayun Kim-leng-soh, “tring”, genta kecil itu menyamber ke depan
untuk mengetok mata kiri musuh. Biarpun Kongsun Kokcu tidak gentar Hiat-to
tertutuk, tapi mata adalah tempat yang lemah dan harus dijaga, cepat ia
miringkan kepala dan segera balas menyerang pula dengan pedang hitam.
Yo Ko sangat girang, sekali Kim-leng-soh
menyendal, terbelitlah kaki kanan musuh, bara saja hendak dibetot sekuatnya,
mendadak pedang hitam Kongsun Kokcu memotong ke bawah, “sret”, selendang sutera
Yo Ko itu putus dibagian tengah, pedang hitam yang tampaknya mirip seutas tali
itu ternyata tajamnya tidak kepalang.
Terdengar semua orang menjerit kaget,
berbareng itu terdengar pula samberan angin, golok bergerigi sang Kokcu telah
membacok ke arah Yo Ko, sebisanya Yo Ko menjatuhkan diri ke lantai dan
berguling ke sana, “trang”, suara nyaring menggetar telinga, kiranya Yo Ko
sempat menyamber tongkat baja Hoan It-ong tadi dan digunakan menangkis ke atas.
Karena benturan golok dan tongkat itu, tangan kedua orang sama sakit kesemutan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar