Jumat, 16 November 2012

Sin Tiauw Hiap Lu 55





Kembalinya Pendekar Rajawali 55

Sukar dibayangkan entah berapa tahun yang lalu dari udara telah jatuh satu biji bibit kurma dan mulai tumbuh didalam gua ini, lalu mulai menjalar dan berkembang biak sehingga seluruhnya di dalam gua kini tumbuh beberapa puluh pohon kurma.
Kalau saja dahulu tidak pernah terjatuh satu biji kurma atau bibit kurma itu tidak dapat tumbuh, maka kedatangan Yo Ko dan Lik-oh di dalam gua sekarang ini hanya akan menyaksikan setumpuk tulang belulang belaka, siapakah takkan menduga tulang ini adalah seorang tokoh Bu-lim yang maha sakti, bahkan Lik-oh juga takkan mengetahui tulang belulang inilah ibu kandungnya sendiri.
Begitulah Kiu Jian-jio telah menjemput satu biji buah kurma terus dimakan. Kemudian ia menengadah, sekali semprot biji kurma terbidik ke atas dan tepat mengenai suatu dahan pohon, dahan pohon kurma itu terguncang dan rontoklah buah kurma disana hujan.
Yo Ko manggut-manggut dan membatin: “Kiranya cacat anggota badannya telah memaksa dia berlatih ilmu menyemprot biji kurma yang lihay ini, ini menandakan Thian (Tuhan) memang tidak pernah membikin buntu kehidupan manusia,” - Terpikir demikian, seketika semangatnya terbangkit.
Segera pula Lik-oh mengumpulkan buah kurma dan dibagikan kepada sang ibu dan Yo Ko untuk dimakan bersama.
Di dalam gua bawah tanah Lik-oh bertindak secara tertib sebagai anak yang meladeni sang ibu sebagaimana layaknya seorang nyonya rumah. Kiu Jian-jio telah mengalami musibah yang mengenaskan sudah beberapa tahun rasa dendam dan benci terkumpul di dalam hatinya, jangankan dasar wataknya keras, sekalipun perempuan yang lemah lembut juga akan berubah menjadi eksentrik apabila mengalami nasib seperti dia.
Namun apapun juga kasih sayang antara ibu dan anak adalah pembawaan alamiah, apalagi dilihatnya anak perempuan, yang dirindukannya selama ini ternyata begini cantik dan lemah lembut, akhirnya kelembutan kasih sayang seorang ibu mengatasi segala perasaannya, dengan suara halus Kiau jian-jiu lantas bertanya: “Hal busuk apa saja yang dikatakan Kongsun Ci atas diriku?”
“Selamanya ayah tidak pernah menyinggung persoalan ibu,” tutur Likoh- “Waktu kecil pernah kutanya beliau apakah wajahku mirip ibu dan ku tanyakan pula penyakit apa yang menyebabkan kematian ibu? Tapi ayah menjadi gusar, aku didamperat habis-habisan dan seterusnya aku dilarang menyebut urusan ibu lagi, Beberapa tahun kemudian kucoba bertanya pula dan kembali ayah marah dan mendamprat diriku.”
“Oh bagaimana pikiranmu sendiri ?” tanya Kian Jiao-jio.
Air mata Lik-oh berlinang, katanya: “Senantiasa anak berpikir ibu tentu sangat baik dan cantik, tentu ayah dan ibu saling cinta mencintai, sebab itu ayah suka berduka apabila ada orang lain menyinggung meninggalnya ibu, dan sebab itulah seterusnya akupun tidak berani bertanya pula.”
“Hm, sekarang kau pasti kecewa sekali, bukan? jengek Liu Jian-jio “ibumu ternyata tidak cantik dan juga tidak ramah, tapi adalah seorang nenek bermuka jelek, galak lagi ganas.
Tahu begitu, kukira kau lebih suka tidak bertemu dengan aku.”
Lik-oh merangkul leher sang ibu dan berkata dengan suara lembut “O, ibu betapapun anak tidak pernah berpikir begitu.” -
Lalu ia berpaling dan berkata kepada Yo Ko: “Yo-toako, ibuku sangat cantik, bukan? Dia sangat baik padaku dan juga sangat baik padamu, betul tidak?”
Pertanyaan si nona diucapkan dengan sungguh-sungguh dan penuh ketulusan hati, dalam batinnya ternyata benar-benar menganggap sang ibu adalah perempuan yang paling sempurna di dunia ini.
Yo Ko pikir waktu mudanya mungkin si nenek memang cantik, tapi sekarang apanya yang dapat dikatakan cantik?
Mungkin dia baik pada Lik-oh, tapi baik tidak terhadapku masih harus diuji dahulu. Namun ia tidak ingin membikin kikuk si nona, terpaksa menjawab: “Memang betul ucapanmu.”
Tapi jelas pada ucapan Yo Ko tidak setulus ucapan Lik-oh tadi, hal ini segera dapat dibedakan oleh Kiu Jian-jio, diam-diam ia bersyukur dirinya masih diberi kesempatan untuk bertemu kembali dengan puterinya, maka segala sebab musabab penderitaannya haruslah diceritakan kepadanya dengan sejelasnya.
Begitulah Kiu Jian-jio lantas bertutur. “Anak Lik, tadi kau bertanya mengapa aku terkurung di sini dan sebab apa Kongsun Ci mengatakan akui sudah mati, Nah, duduklah yang baik, biar kuceritakan kisahnya padamu.
Leluhur Kongsun Ci adalah pembesar jaman dinasti Tong, karena kekacauan negara pada waktu itu keluarga Kongsun berpindah ke lembah pegunungan sunyi ini. Leluhurnya adalah pembesar militer, maka iapun belajar ilmu silat keluarga sendiri, bahkan lebih tinggi daripada leluhurnya, namun ilmu silatnya yang benar-benar lihay itu justeru akulah yang mengajarkan dia.”
Yo Ko dan Dk-oh berseru heran bersama, sungguh hal itu sama sekali diluar dugaan mereka.
Dengan bangga Kiu Jian-jio menyambung pula. “Kalian masih kecil, dengan sendirinya tak paham seluk-beluknya Hm, di dunia persilatan siapa yang tidak kenal Thi-cio-pang (perserikatan telapak besi)? Nah, Pangcu dari organisasi besar itu, Thi-cio-cui-siang-biau (si telapak besi melayang di atas air) Kiu Jian-yim adalah kakak kandungku, Coba Yo Ko, ceritakan sekadarnya tentang Thi-cio-pang kepada anak Lik biar dia tahu,”
Yo Ko melengak dan menjawab: “Oh, Wanpwe kurang pengalaman dan pengetahuan, entah apakah Thi-cio-pang yang dimaksud itu?”
“Kurangajar, kau berani membohongi damperat Kiu Jian-jiu. “Nama Thi-cio-pang terkenal di mana-mana, sama tersohornya seperti Kay-pang, masakah kau tidak tahu?”
“Kalau Kay-pang sih Wanpwe memang pernah dengar” jawab Yo Ko, “tapi Thi-cio-pang wah..”
Kiu Jian-jio tambah gusar, kembali ia memaki “Hehe, percuma kau belajar silat segala, masakah Thi-cio-pang saja tidak tahu, sungguh…”
Melihat sang ibu marah-marah, cepat Lik-oh menyela: “Bu, Nyo-toako masih muda, sejak kecil tinggal di pegunungan yang terpencil maka tibaklah heran jika seluk-beluk dunia persilatan memang kurang diketahuinya.”
Tapi Kiu Jian-jio tidak menggubrisnya dan masih terus mengomel.
Dimasa diketahui 20-an tahun yang lalu Thi-cio-pang memang sangat terkenal di dunia Kangouw, tapi kemudian pimpinannya yaitu Thi-cio-ciu siang biau Kiu Jian-yim telah berguru kepada It teng Taysu dan memeluk agama Budha, maka anak buah Thi-cio-pang lantas kocar-kacir juga dan bubar.
Tatkala itu Yo Ko baru lahir, dengan sendirinya belum tahu apa-apa. padahal bertemunya ayah-ibu kandungnya besar sangkut-pautnya dengan Thi-cio pang itu. Kini dia ditanya oleh Kiu Jian-jio, sudah tentu dia melongo tak dapat menjawab.
Kiu Jian-jio sendiri sudah menyepi selama 30-an tahun diCui-sian-kok, segala kejadian di dunia Kangouw hampir tidak diketahuinya, dia mengira Thi-cio-pang yang bersejarah ratusan tahun itu sekarang itu tentu bertambah jaya, maka tidaklah heran dia berjingkrak marah-marah ketika Yo Ko
menjawab tidak tahu “Thi-cio-pang” segala.
Biasanya Yo Ko tidak tahan dibikin sirik orang lain, kalau sudah gusar, sekalipun gurunya seperti Tio Ci-keng juga dilabraknya habis-habisan. sekarang Kiu Jiac-jio mendamperatnya tanpa alasan, semula dia masih tahan, tapi  lama2 ia menjadi gregetan juga, segera ia bermaksud balas memaki nenek itu, tapi baru saja hendak membuka mulut, dilihatnya Lik-oh sedang memandangnya dengan sorot mata yang lembut penuh rasa menyesal atas sikap ibunya itu.
Mau tak-mau hati Yo Ko menjadi lunak kembali, terpaksa ia hanya angkat bahu sebagai tanda apa boleh buat-saja, ia pikir semakin keji ibumu memaki aku, semakin baik pula kau terhadapku Omelan si nenek ku anggap angin lalu saja, hati si cantik harus dihormati ia menjadi lapang dada setelah ambil keputusan itu, tiba-tiba otaknya menjadi tajam juga dan berpikir “He, ilmu silat nona Wanyan Peng tempo hari itu mirip benar dengan Kongsun Ci, jangan-jangan mereka sama-sama orang Thi-cio-pang?”
Ia coba merenungkan kembali ilmu silat yang pernah dimainkan Wanyan Peng dahulu ketika mendesak Yalu Ce, rasanya ia masih ingat sebagian, segera ia berseru “Aha, ingatlah aku!”
Kiu Jiu-jie terkejut oleh teriakan Yo Ko itu, damperatnya keras: “Kau menjerit apa?”
“Tentang Thi-cio-pang aku menjadi ingat kepada seorang tokoh aneh,” tutur Yo Ko. “Kira-kira tiga tahun yang lalu, kulihat tokoh itu bergebrak melawan belasan orang, sendirian dia hajar orang-orang itu, akhirnya sembilan di antaranya luka parah dan sembilan orang lagi dibinasakan olehnya, Konon tokoh Bu-lim yang hebat itu adalah orang Thi-cio-pang.”
“Bagaimana macamnya orang itu?” tanya Kiu Jian-jio cepat,padahal Yo Ko cuma membual belaka, tapi sudah telanjur omong, pula tidak bakal ada saksi, segera ia meneruskan dongengnya: “Orang itu berkepala botak, usianya antara 60an, wajahnya merah,perawakannya tinggi besar, memakai jubah hijau dan mengaku she Kiu.”
“Omong kosong!” mendadak Kiu Jian-jio membentak, “Kedua kakakku sama sekali tidak botak, perawakannya juga tidak tinggi, selamanya tidak pernah memakai baju hijau, Hm, kau melihat aku botak, maka kau sangka kakakku juga botak, begitu bukan?”
Diam-diam Yo Ko mengeluh karena dongengnya bisa terbongkar tapi airmukanya tetap tenang-tenang saja, jawabnya dengan tertawa. “Ah, sabar dulu, Locian-pwe, dengarkan lebih lanjut ceritaku ini. Kan Wan-pwe tidak bilang orang itu adalah kakakmu, memangnya setiap orang she Kiu di dunia ini mesti kakakmu?”
Kiu Jian-jio menjadi bungkam malah oleh debatan anak muda itu, terpaksa ia tanya: “Jika, begitu, coba katakan bagaimana ilmu silatnya?”
Yo Ko berdiri dan memainkan beberapa jurus silat yang pernah dilihatnya dari Wanyan Peng itu, akhirnya permainannya semakin lancar dan menimbulkan samberan angin yang keras, gayanya ilmu tiruan dari Wanyan Peng, tapi tenaganya adalah milik Yo Ko dan jauh lebih kuat, bagian kelemahan Wanyan Peng dapat dicukupi oleh kepandaian Yo Ko yang memang sudah tinggi sekarang, maka permainannya menjadi sangat rapi.
Keruan Kiu Jian-jio sangat senang, ia berseru: “Anak Lik, lihatlah, memang inilah ilmu silat Thi-cio-pang kita, ikutilah yang cermat!”
Diam-diam Yo Ko merasa geli, ia pikir kalau main lebih lama lagi bisa jadi rahasianya akan terbongkar maka ia lantas berhenti dan berkata: “sampai di smi tokoh aneh itu sudah menang total dan selesailah, pertaruhan dahsyat yang kusaksikan itu.”
“BoIeh juga kau dapat mengingatnya sedemikian jelas,” kata Kiu Jianjio dengan gembira “Eh, siapakah nama tokoh itu, apakah dia menerangkan padamu?”
“Tokoh aneh itu juga lucu kelakuannya, habis menang beliau terus pergi begitu saja,” sahut Nyo-Ko “Hanya dari korbannya yang terluka daa menggeletak itu kudengar saling menggerundel dan saling menyalahkan katanya seharusnya mereka jangan mengganggu Kiu-loyacu dari Thi-cio-pang, sebab hal itu berarti mereka mencari mampus sendiri.”
“Ya, kukira orang she Kiu itu besar kemungkinan adalah anak murid kakakku,” ujar Kiu Jian jio dengan girang, Dasarnya dia memang keranjingan ilmu silat, selama berpuluh tahun dia tak dapat bergerak, kini menyaksikan Yo Ko memainkan ilmu silat keluarganya itu, tentu saja ia sangat senang, maka dengan bersemangat ia membicarakan ilmu telapak tangan besi andalan Thi-cio-pang mereka dengan Yo Ko dan Lik-oh.
Yo Ko sendiri sangat gelisah dan ingin cepat-cepat meninggalkan gua agar dapat antar Coat-ceng-tan kepada Siao - liong - li, maka ia tidak sabar mengikuti ocehan nenek botak itu. Segera ia memberi isyarat kepada Lik-oh, Si nona paham maksudnya, segera ia berkata: “lbu, cara bagaimana engkau mengajarkan ilmu silatmu kepada ayah?”
“Panggil dia Kongsun Ci, tidak perlu menyebutnya ayah segala!” bentak Kiu Jian-jio dengan gusar.
“Baiklah, harap ibu suka menerangkan,” sahut Lik-oh.
UHm,” Kiu Jian-jio mendengus dengan penuh dendam, selang sejenak baru dia menyambung: “itulah kejadian lebih 20 tahun yang lalu. Karena kedua kakakku berselisih paham…”
“Wah jadi aku mempunyai dua paman?” sela Lik-oh.
“Memangnya kau tidak tahu?” Kiu Jian-jio menegas dengan suara bengis dan menyalahkan sinona.
“Darimana kudapat tahu?” demikian ia membatin dalam hati. Segera iapun menjawab: “Ya, sebab selama ini tak pernah ada orang memberi tahukan padaku.”
Teringat bahwa sejak kecil Lik-oh tidak mendapat kasih sayang ibu, betapapun Kiu Jian-jio menjadi terharu juga, segera suaranya berubah halus, katanya: “Kedua pamanmu itu adalah saudara kembar, Toaku (paman pertama) bernama Jian-li dan Jiku (paman kedua) bernama Jian-yim. Karena kembar, maka wajah mereka dan pakaiannya juga serupa seperti pihang dibelah dua.
Namun watak kedua orang justeru sangat berbeda, ilmu silat Ji-kumu sangat tinggi, sedangkan kepandaian Toaku hanya biasa saja- Kepandaianku adalah ajaran langsung dari Jiko (kakak kedua), namun Toako (kakak pertama) lebih rapat dengan aku, soalnya Jiko menjabat sebagai pangcu Thi-cio-pang, wataknya keras, pekerjaannya sibuk dan giat berlatih ilmu silatnya sehingga jarang bertemu muka dengan aku, sebaliknya Toako suka berkumpul dengan aku, setiap hari selalu memanggil “adik sayang” padaku. Tapi kemudian antara Toako dan Jiko terjadi selisih paham dan ribut mulut dengan sendirinya aku rada condong pada pihak Toako.”
“Sebab apakah kedua paman itu berselisih paham?” tanya Lik-oh.
Tiba-tiba wajah Kiu Jian-jio menampilkan senyuman, katanya: “persoalannya tidak dapat dikatakan penting, tapi juga tidak boleh dianggap remeh, Jiko sendiri juga teramat kukuh pada pendiriannya. Maklumlah bahwa nama Thi-cio-ciu-siang-biau Kiu Jian-yim sudah sangat terkenal didunia Kang-ouw, sedangkan nama Kiu Jian-li justeru jarang yang tahu diluaran.
Sebab itulah apabila Toako mengembara di luaran, terkadang dia suka menggunakan nama Jiko, wajah keduanya memang mirip dan saudaranya sekandung pula, sebenarnya juga tidak apa-apa jika meminjam nama saudaranya sendiri.
Namun Jiko justeru sering mengomel mengenai hal itu dan menganggap Toako suka berdusta dan menipu orang sehingga merugikan nama baiknya, Sifat Toako memang sabar dan periang, kalau Jiko marah-marah dan ngomel, selalu Toako tertawa dan minta maaf.
Suatu kali Jiko mendamperat Toako secara keterlaluan, aku tidak tahan dan menimbrung untuk membela Toako, akibatnya aku sendiri bertengkar dengan Jiko, dalam gusarku terus saja aku meninggalkan Thi-cio-san dan seterusnya tak pernah pulang lagi kesana.
“Seorang diri aku terlunta-lunta di dunia Kang ouw, suatu kali aku mengudak seorang penjahat dan sampai di Cui-sian-kok ini, mungkin sudah suratan nasib, di sini kubertemu dengan Kongsun Gi dan keduanya lantas menikah.
Usiaku lebih tua beberapa tahun daripada dia, ilmu silatku juga lebih tinggi, sehabis menjadi suami-isteri kuanggap dia seperti adikku saja kuajarkan seluruh kepandaianku kepadanya, bahkan kuladeni dan mencukupi segala kehendaknya sebagai seorang istri yang baik.
Siapa duga kalau bangsat Kongsun Ci itu ternyata manusia berhati binatang, air susu dibalasnya dengan air tuba, setelah dia menjadi kuat, ia tidak ingat lagi ilmu silatnya itu berasal dari siapa?”
Sampai disini ia terus saja menghamburkan caci maki kepada Kongsun Ci dengan istilah-istilah kasar dan kotor, semakin memaki semakin menjadi-jadi.
Muka Lik-oh menjadi merah, ia merasa caci maki sang ibu itu agak kurang pantas didengar oleh Yo Ko, maka cepat ia memanggil “Ibu!”. Namun hamburan kata- kasar Kiu Jian-jio itu sukar dicegah lagi.
Yo Ko sendiri juga sangat benci kepada Kongsun Ci, maka caci maki Kiu Jian-jio terasa sangat mencocoki seleranya, malahan terkadang ia sengaja membumbui untuk menambah semangat Kiu Jian-jio, kalau saja tidak rikuh di hadapan Lik-oh, bisa jadi iapun ikut mencaci maki.
BegituIah Kiu Jian-jio terus mencaci maki dengan istilah yang paling kasar dan aneh sehingga hampir kehabisan bahan makian barulah dia berhenti, katanya: “Pada tahun aku mengandung kau, wanita yang sedang hamil dengan sendirinya bersifat agak aseram Tak terduga, lahirnya saja Kongsun Ci sangat penurut padaku, tapi diam-diam main gila dengan seorang pelayan muda.
SemuIa, aku tidak tahu hubungan gelap mereka, kukira setelah memperoleh seorang puteri yang menyenangkan dia jadi tambah sayang padaku. Dua tahun kemudian, waktu kau mulai dapat bicara, pada suatu ketika tanpa sengaja kudengar bangsat Kongsun Ci sedang berembuk dengan pelayan hina itu akan meninggalkan Cui-sian kok dan meninggalkan anak isterinya.”
“Aku sembunyi dibalik sebatang pohon besar dan mendengar Kongsun Ci mengatakan jeri kepada kelihayan ilmu silatku, maka ingin minggat sejauhnya untuk menghindari pencarianku, katanya aku telah mengawasi dia dengan ketat tanpa kebebasan sedikitpun dia merasa bahagia kalau berada bersama budak hina itu, tadinya kukira Kongsun Ci mencintai aku dengan segenap jiwa raganya, keruan hampir saja aku jatuh semaput mendengar ucapannya itu, sungguh aku ingin menerjang maju dan membinasakan sepasang anjing laki perempuan yang tidak tahu malu itu.
Namun kemudian aku dapat bersabar mengingat hubungan baik suami isteri sekian lama, kupikir Kongsun Ci adalah orang baik, tentu dia tergoda oleh mulut manis budak sisa itu sehingga lupa daratan.
“Maka dengan menahan rasa murka aku tetap mendengarkan pembicaraan mereka, Kudengar mereka mengambil keputusan akan minggat bersama tiga hari lagi pada waktu aku mengasingkan diri di kamar untuk berlatih ilmu, biasanya selama tujuh hari tujuh malam aku mengurung diri di dalam kamar dan tak pernah keluar, pada kesempatan itulah mereka akan kabur dan bila kemudian kuketahui toh mereka sudah minggat selama tujuh hari, tentu aku tak dapat mencari atau menyusul mereka.
Aku benar-benar mengkirik mendengar keputusan mereka itu, diam-diam aku bersyukur kepada Tuhan yang maha pengasih yang telah memberi kesempatan padaku untuk mengetahui rencana busuk mereka itu, kalau tidak, selewatnya tujuh hari, ke mana lagi aku harus mencari mereka?” - Berkata sampai di sini Kiu Jian-jio terus mengertak gigi dengan penuh rasa gemas dan dendam.
“Siapakah nama pelayan muda itu? Apakah dia sangat cantik?” tanya Lik-oh.
“Huh, cantik apa? Dia cuma penurut saja, apa saja yang dikatakan Kongsun Ci dia hanya menurut belaka, entah dia mempunyai ilmu silat apa sehingga bangsat Kongsun Ci itu sampai tergoda olehnya. Hm, budak hina itu bernama Yu-ji.”
Diam-diam sekarang Yo Ko menaruh kasihan kepada Kongsun Ci, ia pikir bukan mustahil Kiu Jian-jio sendiri terlalu bawel dan main kuasa sehingga menimbulkan rasa benci suaminya sendiri.
Dalam pada itu Lik-oh telah tanya pula. “Kemudian bagaimana, Bu?”
“Ya, kedua manusia rendah itu telah berjanji lohor besoknya akan bertemu lagi di situ, cuma selama dua hari keduanya harus bersikap wajar seperti tidak terjadi apa-apa agar rahasia mereka tidak terbongkar olehku,” tutur Kiu Jian-jio pula.
“Habis itu kedua manusia rendah itu asyik rnasyuk dengan kata-kata mesra yang membikin aku hampir saja kelengar saking gusarnya.Pada esok hari ketiga aku pura-pura bersemedi di kamar latihanku, kutahu Kongsun Ci beberapa kali mengintip di luar jendela dan dapat kuduga dia pasti sangat gembira sebab mengira rencana mereka akan berhasil.
Tapi begitu dia pergi, segera aku mendahului menuju ketempat pertemuan mereka yang sudah ditentukan itu. Benar saja Yu-ji sudah menunggu di situ, Tanpa bicara aku terus seret dia dan kulemparkan ke semak-semak bunga cinta.”
Dengan cara bagaimana Yo Ko bertiga akan keluar dari gua di bawah tanah itu?
Dapatkah Kiu Jian-jio melampiaskan dendamnya kepada Kongsun Ci?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar