Kembalinya Pendekar Rajawali 55
Sukar dibayangkan entah berapa tahun yang
lalu dari udara telah jatuh satu biji bibit kurma dan mulai tumbuh didalam gua
ini, lalu mulai menjalar dan berkembang biak sehingga seluruhnya di dalam gua
kini tumbuh beberapa puluh pohon kurma.
Kalau saja dahulu tidak pernah terjatuh satu
biji kurma atau bibit kurma itu tidak dapat tumbuh, maka kedatangan Yo Ko dan
Lik-oh di dalam gua sekarang ini hanya akan menyaksikan setumpuk tulang
belulang belaka, siapakah takkan menduga tulang ini adalah seorang tokoh Bu-lim
yang maha sakti, bahkan Lik-oh juga takkan mengetahui tulang belulang inilah
ibu kandungnya sendiri.
Begitulah Kiu Jian-jio telah menjemput satu
biji buah kurma terus dimakan. Kemudian ia menengadah, sekali semprot biji
kurma terbidik ke atas dan tepat mengenai suatu dahan pohon, dahan pohon kurma
itu terguncang dan rontoklah buah kurma disana hujan.
Yo Ko manggut-manggut dan membatin: “Kiranya
cacat anggota badannya telah memaksa dia berlatih ilmu menyemprot biji kurma
yang lihay ini, ini menandakan Thian (Tuhan) memang tidak pernah membikin buntu
kehidupan manusia,” - Terpikir demikian, seketika semangatnya terbangkit.
Segera pula Lik-oh mengumpulkan buah kurma
dan dibagikan kepada sang ibu dan Yo Ko untuk dimakan bersama.
Di dalam gua bawah tanah Lik-oh bertindak secara
tertib sebagai anak yang meladeni sang ibu sebagaimana layaknya seorang nyonya
rumah. Kiu Jian-jio telah mengalami musibah yang mengenaskan sudah beberapa
tahun rasa dendam dan benci terkumpul di dalam hatinya, jangankan dasar
wataknya keras, sekalipun perempuan yang lemah lembut juga akan berubah menjadi
eksentrik apabila mengalami nasib seperti dia.
Namun apapun juga kasih sayang antara ibu dan
anak adalah pembawaan alamiah, apalagi dilihatnya anak perempuan, yang
dirindukannya selama ini ternyata begini cantik dan lemah lembut, akhirnya
kelembutan kasih sayang seorang ibu mengatasi segala perasaannya, dengan suara
halus Kiau jian-jiu lantas bertanya: “Hal busuk apa saja yang dikatakan Kongsun
Ci atas diriku?”
“Selamanya ayah tidak pernah menyinggung
persoalan ibu,” tutur Likoh- “Waktu kecil pernah kutanya beliau apakah wajahku
mirip ibu dan ku tanyakan pula penyakit apa yang menyebabkan kematian ibu? Tapi
ayah menjadi gusar, aku didamperat habis-habisan dan seterusnya aku dilarang
menyebut urusan ibu lagi, Beberapa tahun kemudian kucoba bertanya pula dan
kembali ayah marah dan mendamprat diriku.”
“Oh bagaimana pikiranmu sendiri ?” tanya Kian
Jiao-jio.
Air mata Lik-oh berlinang, katanya:
“Senantiasa anak berpikir ibu tentu sangat baik dan cantik, tentu ayah dan ibu
saling cinta mencintai, sebab itu ayah suka berduka apabila ada orang lain
menyinggung meninggalnya ibu, dan sebab itulah seterusnya akupun tidak berani
bertanya pula.”
“Hm, sekarang kau pasti kecewa sekali, bukan?
jengek Liu Jian-jio “ibumu ternyata tidak cantik dan juga tidak ramah, tapi
adalah seorang nenek bermuka jelek, galak lagi ganas.
Tahu begitu, kukira kau lebih suka tidak
bertemu dengan aku.”
Lik-oh merangkul leher sang ibu dan berkata
dengan suara lembut “O, ibu betapapun anak tidak pernah berpikir begitu.” -
Lalu ia berpaling dan berkata kepada Yo Ko:
“Yo-toako, ibuku sangat cantik, bukan? Dia sangat baik padaku dan juga sangat
baik padamu, betul tidak?”
Pertanyaan si nona diucapkan dengan
sungguh-sungguh dan penuh ketulusan hati, dalam batinnya ternyata benar-benar
menganggap sang ibu adalah perempuan yang paling sempurna di dunia ini.
Yo Ko pikir waktu mudanya mungkin si nenek
memang cantik, tapi sekarang apanya yang dapat dikatakan cantik?
Mungkin dia baik pada Lik-oh, tapi baik tidak
terhadapku masih harus diuji dahulu. Namun ia tidak ingin membikin kikuk si
nona, terpaksa menjawab: “Memang betul ucapanmu.”
Tapi jelas pada ucapan Yo Ko tidak setulus
ucapan Lik-oh tadi, hal ini segera dapat dibedakan oleh Kiu Jian-jio, diam-diam
ia bersyukur dirinya masih diberi kesempatan untuk bertemu kembali dengan
puterinya, maka segala sebab musabab penderitaannya haruslah diceritakan
kepadanya dengan sejelasnya.
Begitulah Kiu Jian-jio lantas bertutur. “Anak
Lik, tadi kau bertanya mengapa aku terkurung di sini dan sebab apa Kongsun Ci
mengatakan akui sudah mati, Nah, duduklah yang baik, biar kuceritakan kisahnya
padamu.
Leluhur Kongsun Ci adalah pembesar jaman
dinasti Tong, karena kekacauan negara pada waktu itu keluarga Kongsun berpindah
ke lembah pegunungan sunyi ini. Leluhurnya adalah pembesar militer, maka iapun
belajar ilmu silat keluarga sendiri, bahkan lebih tinggi daripada leluhurnya,
namun ilmu silatnya yang benar-benar lihay itu justeru akulah yang mengajarkan
dia.”
Yo Ko dan Dk-oh berseru heran bersama,
sungguh hal itu sama sekali diluar dugaan mereka.
Dengan bangga Kiu Jian-jio menyambung pula.
“Kalian masih kecil, dengan sendirinya tak paham seluk-beluknya Hm, di dunia
persilatan siapa yang tidak kenal Thi-cio-pang (perserikatan telapak besi)?
Nah, Pangcu dari organisasi besar itu, Thi-cio-cui-siang-biau (si telapak besi
melayang di atas air) Kiu Jian-yim adalah kakak kandungku, Coba Yo Ko,
ceritakan sekadarnya tentang Thi-cio-pang kepada anak Lik biar dia tahu,”
Yo Ko melengak dan menjawab: “Oh, Wanpwe
kurang pengalaman dan pengetahuan, entah apakah Thi-cio-pang yang dimaksud
itu?”
“Kurangajar, kau berani membohongi damperat
Kiu Jian-jiu. “Nama Thi-cio-pang terkenal di mana-mana, sama tersohornya
seperti Kay-pang, masakah kau tidak tahu?”
“Kalau Kay-pang sih Wanpwe memang pernah
dengar” jawab Yo Ko, “tapi Thi-cio-pang wah..”
Kiu Jian-jio tambah gusar, kembali ia memaki
“Hehe, percuma kau belajar silat segala, masakah Thi-cio-pang saja tidak tahu,
sungguh…”
Melihat sang ibu marah-marah, cepat Lik-oh
menyela: “Bu, Nyo-toako masih muda, sejak kecil tinggal di pegunungan yang
terpencil maka tibaklah heran jika seluk-beluk dunia persilatan memang kurang
diketahuinya.”
Tapi Kiu Jian-jio tidak menggubrisnya dan
masih terus mengomel.
Dimasa diketahui 20-an tahun yang lalu
Thi-cio-pang memang sangat terkenal di dunia Kangouw, tapi kemudian pimpinannya
yaitu Thi-cio-ciu siang biau Kiu Jian-yim telah berguru kepada It teng Taysu
dan memeluk agama Budha, maka anak buah Thi-cio-pang lantas kocar-kacir juga
dan bubar.
Tatkala itu Yo Ko baru lahir, dengan
sendirinya belum tahu apa-apa. padahal bertemunya ayah-ibu kandungnya besar
sangkut-pautnya dengan Thi-cio pang itu. Kini dia ditanya oleh Kiu Jian-jio,
sudah tentu dia melongo tak dapat menjawab.
Kiu Jian-jio sendiri sudah menyepi selama
30-an tahun diCui-sian-kok, segala kejadian di dunia Kangouw hampir tidak
diketahuinya, dia mengira Thi-cio-pang yang bersejarah ratusan tahun itu
sekarang itu tentu bertambah jaya, maka tidaklah heran dia berjingkrak
marah-marah ketika Yo Ko
menjawab tidak tahu “Thi-cio-pang” segala.
Biasanya Yo Ko tidak tahan dibikin sirik
orang lain, kalau sudah gusar, sekalipun gurunya seperti Tio Ci-keng juga
dilabraknya habis-habisan. sekarang Kiu Jiac-jio mendamperatnya tanpa alasan,
semula dia masih tahan, tapi lama2 ia menjadi gregetan juga, segera ia
bermaksud balas memaki nenek itu, tapi baru saja hendak membuka mulut,
dilihatnya Lik-oh sedang memandangnya dengan sorot mata yang lembut penuh rasa
menyesal atas sikap ibunya itu.
Mau tak-mau hati Yo Ko menjadi lunak kembali,
terpaksa ia hanya angkat bahu sebagai tanda apa boleh buat-saja, ia pikir
semakin keji ibumu memaki aku, semakin baik pula kau terhadapku Omelan si nenek
ku anggap angin lalu saja, hati si cantik harus dihormati ia menjadi lapang
dada setelah ambil keputusan itu, tiba-tiba otaknya menjadi tajam juga dan
berpikir “He, ilmu silat nona Wanyan Peng tempo hari itu mirip benar dengan
Kongsun Ci, jangan-jangan mereka sama-sama orang Thi-cio-pang?”
Ia coba merenungkan kembali ilmu silat yang
pernah dimainkan Wanyan Peng dahulu ketika mendesak Yalu Ce, rasanya ia masih
ingat sebagian, segera ia berseru “Aha, ingatlah aku!”
Kiu Jiu-jie terkejut oleh teriakan Yo Ko itu,
damperatnya keras: “Kau menjerit apa?”
“Tentang Thi-cio-pang aku menjadi ingat
kepada seorang tokoh aneh,” tutur Yo Ko. “Kira-kira tiga tahun yang lalu,
kulihat tokoh itu bergebrak melawan belasan orang, sendirian dia hajar
orang-orang itu, akhirnya sembilan di antaranya luka parah dan sembilan orang
lagi dibinasakan olehnya, Konon tokoh Bu-lim yang hebat itu adalah orang
Thi-cio-pang.”
“Bagaimana macamnya orang itu?” tanya Kiu
Jian-jio cepat,padahal Yo Ko cuma membual belaka, tapi sudah telanjur omong,
pula tidak bakal ada saksi, segera ia meneruskan dongengnya: “Orang itu
berkepala botak, usianya antara 60an, wajahnya merah,perawakannya tinggi besar,
memakai jubah hijau dan mengaku she Kiu.”
“Omong kosong!” mendadak Kiu Jian-jio
membentak, “Kedua kakakku sama sekali tidak botak, perawakannya juga tidak tinggi,
selamanya tidak pernah memakai baju hijau, Hm, kau melihat aku botak, maka kau
sangka kakakku juga botak, begitu bukan?”
Diam-diam Yo Ko mengeluh karena dongengnya
bisa terbongkar tapi airmukanya tetap tenang-tenang saja, jawabnya dengan
tertawa. “Ah, sabar dulu, Locian-pwe, dengarkan lebih lanjut ceritaku ini. Kan
Wan-pwe tidak bilang orang itu adalah kakakmu, memangnya setiap orang she Kiu
di dunia ini mesti kakakmu?”
Kiu Jian-jio menjadi bungkam malah oleh
debatan anak muda itu, terpaksa ia tanya: “Jika, begitu, coba katakan bagaimana
ilmu silatnya?”
Yo Ko berdiri dan memainkan beberapa jurus
silat yang pernah dilihatnya dari Wanyan Peng itu, akhirnya permainannya
semakin lancar dan menimbulkan samberan angin yang keras, gayanya ilmu tiruan
dari Wanyan Peng, tapi tenaganya adalah milik Yo Ko dan jauh lebih kuat, bagian
kelemahan Wanyan Peng dapat dicukupi oleh kepandaian Yo Ko yang memang sudah
tinggi sekarang, maka permainannya menjadi sangat rapi.
Keruan Kiu Jian-jio sangat senang, ia
berseru: “Anak Lik, lihatlah, memang inilah ilmu silat Thi-cio-pang kita,
ikutilah yang cermat!”
Diam-diam Yo Ko merasa geli, ia pikir kalau
main lebih lama lagi bisa jadi rahasianya akan terbongkar maka ia lantas
berhenti dan berkata: “sampai di smi tokoh aneh itu sudah menang total dan
selesailah, pertaruhan dahsyat yang kusaksikan itu.”
“BoIeh juga kau dapat mengingatnya sedemikian
jelas,” kata Kiu Jianjio dengan gembira “Eh, siapakah nama tokoh itu, apakah
dia menerangkan padamu?”
“Tokoh aneh itu juga lucu kelakuannya, habis
menang beliau terus pergi begitu saja,” sahut Nyo-Ko “Hanya dari korbannya yang
terluka daa menggeletak itu kudengar saling menggerundel dan saling menyalahkan
katanya seharusnya mereka jangan mengganggu Kiu-loyacu dari Thi-cio-pang, sebab
hal itu berarti mereka mencari mampus sendiri.”
“Ya, kukira orang she Kiu itu besar
kemungkinan adalah anak murid kakakku,” ujar Kiu Jian jio dengan girang,
Dasarnya dia memang keranjingan ilmu silat, selama berpuluh tahun dia tak dapat
bergerak, kini menyaksikan Yo Ko memainkan ilmu silat keluarganya itu, tentu
saja ia sangat senang, maka dengan bersemangat ia membicarakan ilmu telapak
tangan besi andalan Thi-cio-pang mereka dengan Yo Ko dan Lik-oh.
Yo Ko sendiri sangat gelisah dan ingin
cepat-cepat meninggalkan gua agar dapat antar Coat-ceng-tan kepada Siao - liong
- li, maka ia tidak sabar mengikuti ocehan nenek botak itu. Segera ia memberi
isyarat kepada Lik-oh, Si nona paham maksudnya, segera ia berkata: “lbu, cara
bagaimana engkau mengajarkan ilmu silatmu kepada ayah?”
“Panggil dia Kongsun Ci, tidak perlu
menyebutnya ayah segala!” bentak Kiu Jian-jio dengan gusar.
“Baiklah, harap ibu suka menerangkan,” sahut
Lik-oh.
UHm,” Kiu Jian-jio mendengus dengan penuh
dendam, selang sejenak baru dia menyambung: “itulah kejadian lebih 20 tahun
yang lalu. Karena kedua kakakku berselisih paham…”
“Wah jadi aku mempunyai dua paman?” sela
Lik-oh.
“Memangnya kau tidak tahu?” Kiu Jian-jio
menegas dengan suara bengis dan menyalahkan sinona.
“Darimana kudapat tahu?” demikian ia membatin
dalam hati. Segera iapun menjawab: “Ya, sebab selama ini tak pernah ada orang
memberi tahukan padaku.”
Teringat bahwa sejak kecil Lik-oh tidak
mendapat kasih sayang ibu, betapapun Kiu Jian-jio menjadi terharu juga, segera
suaranya berubah halus, katanya: “Kedua pamanmu itu adalah saudara kembar,
Toaku (paman pertama) bernama Jian-li dan Jiku (paman kedua) bernama Jian-yim.
Karena kembar, maka wajah mereka dan pakaiannya juga serupa seperti pihang
dibelah dua.
Namun watak kedua orang justeru sangat berbeda,
ilmu silat Ji-kumu sangat tinggi, sedangkan kepandaian Toaku hanya biasa saja-
Kepandaianku adalah ajaran langsung dari Jiko (kakak kedua), namun Toako (kakak
pertama) lebih rapat dengan aku, soalnya Jiko menjabat sebagai pangcu
Thi-cio-pang, wataknya keras, pekerjaannya sibuk dan giat berlatih ilmu
silatnya sehingga jarang bertemu muka dengan aku, sebaliknya Toako suka
berkumpul dengan aku, setiap hari selalu memanggil “adik sayang” padaku. Tapi
kemudian antara Toako dan Jiko terjadi selisih paham dan ribut mulut dengan
sendirinya aku rada condong pada pihak Toako.”
“Sebab apakah kedua paman itu berselisih
paham?” tanya Lik-oh.
Tiba-tiba wajah Kiu Jian-jio menampilkan
senyuman, katanya: “persoalannya tidak dapat dikatakan penting, tapi juga tidak
boleh dianggap remeh, Jiko sendiri juga teramat kukuh pada pendiriannya.
Maklumlah bahwa nama Thi-cio-ciu-siang-biau Kiu Jian-yim sudah sangat terkenal
didunia Kang-ouw, sedangkan nama Kiu Jian-li justeru jarang yang tahu diluaran.
Sebab itulah apabila Toako mengembara di
luaran, terkadang dia suka menggunakan nama Jiko, wajah keduanya memang mirip
dan saudaranya sekandung pula, sebenarnya juga tidak apa-apa jika meminjam nama
saudaranya sendiri.
Namun Jiko justeru sering mengomel mengenai
hal itu dan menganggap Toako suka berdusta dan menipu orang sehingga merugikan
nama baiknya, Sifat Toako memang sabar dan periang, kalau Jiko marah-marah dan
ngomel, selalu Toako tertawa dan minta maaf.
Suatu kali Jiko mendamperat Toako secara
keterlaluan, aku tidak tahan dan menimbrung untuk membela Toako, akibatnya aku
sendiri bertengkar dengan Jiko, dalam gusarku terus saja aku meninggalkan
Thi-cio-san dan seterusnya tak pernah pulang lagi kesana.
“Seorang diri aku terlunta-lunta di dunia
Kang ouw, suatu kali aku mengudak seorang penjahat dan sampai di Cui-sian-kok
ini, mungkin sudah suratan nasib, di sini kubertemu dengan Kongsun Gi dan
keduanya lantas menikah.
Usiaku lebih tua beberapa tahun daripada dia,
ilmu silatku juga lebih tinggi, sehabis menjadi suami-isteri kuanggap dia
seperti adikku saja kuajarkan seluruh kepandaianku kepadanya, bahkan kuladeni
dan mencukupi segala kehendaknya sebagai seorang istri yang baik.
Siapa duga kalau bangsat Kongsun Ci itu
ternyata manusia berhati binatang, air susu dibalasnya dengan air tuba, setelah
dia menjadi kuat, ia tidak ingat lagi ilmu silatnya itu berasal dari siapa?”
Sampai disini ia terus saja menghamburkan
caci maki kepada Kongsun Ci dengan istilah-istilah kasar dan kotor, semakin
memaki semakin menjadi-jadi.
Muka Lik-oh menjadi merah, ia merasa caci
maki sang ibu itu agak kurang pantas didengar oleh Yo Ko, maka cepat ia
memanggil “Ibu!”. Namun hamburan kata- kasar Kiu Jian-jio itu sukar dicegah
lagi.
Yo Ko sendiri juga sangat benci kepada
Kongsun Ci, maka caci maki Kiu Jian-jio terasa sangat mencocoki seleranya,
malahan terkadang ia sengaja membumbui untuk menambah semangat Kiu Jian-jio,
kalau saja tidak rikuh di hadapan Lik-oh, bisa jadi iapun ikut mencaci maki.
BegituIah Kiu Jian-jio terus mencaci maki
dengan istilah yang paling kasar dan aneh sehingga hampir kehabisan bahan
makian barulah dia berhenti, katanya: “Pada tahun aku mengandung kau, wanita
yang sedang hamil dengan sendirinya bersifat agak aseram Tak terduga, lahirnya
saja Kongsun Ci sangat penurut padaku, tapi diam-diam main gila dengan seorang
pelayan muda.
SemuIa, aku tidak tahu hubungan gelap mereka,
kukira setelah memperoleh seorang puteri yang menyenangkan dia jadi tambah
sayang padaku. Dua tahun kemudian, waktu kau mulai dapat bicara, pada suatu
ketika tanpa sengaja kudengar bangsat Kongsun Ci sedang berembuk dengan pelayan
hina itu akan meninggalkan Cui-sian kok dan meninggalkan anak isterinya.”
“Aku sembunyi dibalik sebatang pohon besar
dan mendengar Kongsun Ci mengatakan jeri kepada kelihayan ilmu silatku, maka
ingin minggat sejauhnya untuk menghindari pencarianku, katanya aku telah
mengawasi dia dengan ketat tanpa kebebasan sedikitpun dia merasa bahagia kalau
berada bersama budak hina itu, tadinya kukira Kongsun Ci mencintai aku dengan
segenap jiwa raganya, keruan hampir saja aku jatuh semaput mendengar ucapannya
itu, sungguh aku ingin menerjang maju dan membinasakan sepasang anjing laki
perempuan yang tidak tahu malu itu.
Namun kemudian aku dapat bersabar mengingat
hubungan baik suami isteri sekian lama, kupikir Kongsun Ci adalah orang baik,
tentu dia tergoda oleh mulut manis budak sisa itu sehingga lupa daratan.
“Maka dengan menahan rasa murka aku tetap
mendengarkan pembicaraan mereka, Kudengar mereka mengambil keputusan akan
minggat bersama tiga hari lagi pada waktu aku mengasingkan diri di kamar untuk
berlatih ilmu, biasanya selama tujuh hari tujuh malam aku mengurung diri di
dalam kamar dan tak pernah keluar, pada kesempatan itulah mereka akan kabur dan
bila kemudian kuketahui toh mereka sudah minggat selama tujuh hari, tentu aku
tak dapat mencari atau menyusul mereka.
Aku benar-benar mengkirik mendengar keputusan
mereka itu, diam-diam aku bersyukur kepada Tuhan yang maha pengasih yang telah
memberi kesempatan padaku untuk mengetahui rencana busuk mereka itu, kalau
tidak, selewatnya tujuh hari, ke mana lagi aku harus mencari mereka?” - Berkata
sampai di sini Kiu Jian-jio terus mengertak gigi dengan penuh rasa gemas dan
dendam.
“Siapakah nama pelayan muda itu? Apakah dia
sangat cantik?” tanya Lik-oh.
“Huh, cantik apa? Dia cuma penurut saja, apa
saja yang dikatakan Kongsun Ci dia hanya menurut belaka, entah dia mempunyai
ilmu silat apa sehingga bangsat Kongsun Ci itu sampai tergoda olehnya. Hm,
budak hina itu bernama Yu-ji.”
Diam-diam sekarang Yo Ko menaruh kasihan
kepada Kongsun Ci, ia pikir bukan mustahil Kiu Jian-jio sendiri terlalu bawel
dan main kuasa sehingga menimbulkan rasa benci suaminya sendiri.
Dalam pada itu Lik-oh telah tanya pula.
“Kemudian bagaimana, Bu?”
“Ya, kedua manusia rendah itu telah berjanji
lohor besoknya akan bertemu lagi di situ, cuma selama dua hari keduanya harus
bersikap wajar seperti tidak terjadi apa-apa agar rahasia mereka tidak
terbongkar olehku,” tutur Kiu Jian-jio pula.
“Habis itu kedua manusia rendah itu asyik
rnasyuk dengan kata-kata mesra yang membikin aku hampir saja kelengar saking
gusarnya.Pada esok hari ketiga aku pura-pura bersemedi di kamar latihanku,
kutahu Kongsun Ci beberapa kali mengintip di luar jendela dan dapat kuduga dia
pasti sangat gembira sebab mengira rencana mereka akan berhasil.
Tapi begitu dia pergi, segera aku mendahului
menuju ketempat pertemuan mereka yang sudah ditentukan itu. Benar saja Yu-ji
sudah menunggu di situ, Tanpa bicara aku terus seret dia dan kulemparkan ke
semak-semak bunga cinta.”
Dengan cara bagaimana Yo Ko bertiga akan
keluar dari gua di bawah tanah itu?
Dapatkah Kiu Jian-jio melampiaskan dendamnya
kepada Kongsun Ci?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar