Kembalinya Pendekar Rajawali 67
Segera ia putar pedangnya, beberapa kali
gebrakan ia desak pentung Siau-siang-cu ke samping menyusul ia hendak menikam
lagi ke punggung Kwe Ceng.
Waktu itu Kwe Ceng lagi melayani gempuran
kim-Iun Hoat-ong dan Nimo Singh, ia tidak maut tahu Yo Ko sedang main gila di
atas punggungnya disangkanya anak muda itu lagi menempur Siau siang cu dengan
mati-matian, malahan ia lantas memperingatkan Yo Ko: “Awas, Ko-ji, pentungnya
itu dapat menyemburkan asap berbisa!”
Yo Ko mengiakan, sementara itu pentung
Siau-siang-cu menyambar tiba pula. Keadaan itu dapat dilihat dengan jelas oleh
Kim-lun Hoat-ong.
Nimo Singh yang berdiri di depan sana, jelas
Yo Ko akan berhasil, tapi selalu digagalkan.oleh Siau-siang cu, dengan gusar
mereka lantas membentak: “Hai, Siau-siang cu, kau main gila apa?”
Siau-siang-cu menyeringai seram, mendadak
pentungnya menghantam Kwe Ceng, ketika untuk ketiga kalinya Yo Ko hendak
menikam punggung Kwe Ceng, mendadak Siau-siangcu menangkis lagi pedangnya.
Mengingat Yo Ko lagi kurang sehat, Kwe Ceng
menguatirkan anak muda itu tidak sanggup melayani serangan Siau-siang-cu,
segera ia membaiki tangan kiri dan menghantam ke dada musuh itu, seketika tubuh
Siau-siang-cu tergetar dan terpaksa mundur dua-tiga tindak.
Dalam keadaan bebas tanpa rintangan, asal
ditikam lagi tujuan Yo Ko pasti akan tercapai tapi dilihatnya iga kiri Kwe Cing
menjadi tidak terjaga karena serangannya kepada Siau-siang-cu, kesempatan itu telah
digunakan Nimo Simgh untuk menerobos maju, senjata ularnya terus me-nusuk.
Karena kuatir tikaman akan berhasil setelah
mundur segera Siau-siang-cu menubruk lagi dengan cepat, pentungnya terus
menutuk hiatto maut di punggung Yo Ko untuk membuat anak muda itu mau-tak-mau
harus menjaga lebih dulu.
Sementara itu tangan kanan Kwe Ceng sedang
melayani Hoat-ong, kedua orang sedang mengadu tenaga dalam, tapi dia dan Yo Ko
justeru terancam bahaya sekaligus, dasar watak Kwe Ceng memang berbudi luhur,
dia tidak menyelamatkan diri sendiri, tapi menolong Yo Ko lebih dulu, tangan
kirinya terus menyampuk dengan jurus Sin-Iiong-pah-bwe” (naga sakti goyang
ekor), dengan tepat pentung Siau-siang-cu terhantam, sekujur badan Siau-siangcu
terasa panas, mukanya yang pucat seketika berubah merah.
Tapi pada saat yang sama, senjata ular Nimo
Singh juga sudah menyamber tiba, Kwe Ceng sedang mengerahkan sebagian besar
tenaganya untuk melayani Kim-lun Hoat-ong serta menghantam Siau-siang-cu
sehingga tiada sisa tenaga untuk menahan serangan Nimo Singh itu, dalam keadaan
kepepet sedapatnya menarik tubuhnya sedikit ke belakang.
Serangan Nimo Singh itu dapat dielakkan,
walaupun begitu kepala ular besi itu toh masuk juga pada iganya sedalam dua
tiga senti-seketika Kwe Ceng mengerahkan tenaga dan otot tangannya mengencang,
daya tusuknya senjata ular tertahan dan sukar menancap lebih dalam dan sebelah
kaki Kwe Ceng lantas menendang hingga Nimo Singh terjungkal.
Tadinya Nimo Sing sudah bergirang melihat
serangannya berhasil mengenai sasarannya dan yakin Kwe Ceng pasti akan binasa
dan gelar jago nomor satu akan jatuh padanya,
sungguh tak terduga. bahwa dalam keadaan
kepepet Kwe Cing sanggup mengeluarkan kepandaian lihay dan ia sendiri malah
kena di tendang tepat pada dadanya kontan tiga tulang rusuknya patah.
Kalau disebelah sini ber-turut-urut
Siau-siang-cu dan Nimo Singh kecundang, di sebelah sana Kim-lun Hoat-ong terus
mendesak lebih kuat dengan tenaga pukuIannya, lantaran luka pada iga kiri
sehingga tenaga dalam Kwe Ceng banyak terkuras, Kwe Ceng tidak sanggup bertahan
lagi, terasa suatu tenaga maha dahsyat menimpanya, kalau paksakan diri mengadu
tenaga tentu jiwa sendiri akan melayang. Terpaksa dilepaskan pertahanannya dan
menerima sebuah pukulan dengan Lwekang tingkat tinggi telah dilatih selama
sepuluh tahun ini. “Wuaakkk”, tumpahlah darah segar keluar dari muIutnya.
Walaupun jiwa sendiri terancam bahaya namun
Kwe Ceng masih tetap memikirkan keselamatan Yo Ko, serunya: “Lekas rebut kuda
dan lari, Ko-ji, akan kutahan kejaran musuh bagimu!”
Betapapun hati Yo Ko tergetar dan darah
bergolak dalam rongga dadanya demi menyaksikan sang paman membelanya
mati-matian tanpa menghiraukan keselamatan sendiri, tak terpikir lagi olehnya
tentang dendam kesumat segala, ia pikir sedemikian luhur budi paman Kwe, kalau
aku tidak membalas budi kebaikannya ini berarti percumalah hidupku ini.!
Segera ia melompat turun dari gendongan sang
paman, ia putar pedangnya sedemikian kencang untuk melindungi Kwe Cing. ia
mengamuk seperti banteng ketaton, ia menyerang mati-matian..”
Kim-lun Hoat ong dan Siau-siang-cu tercengang
melihat tindakan anak muda itu, seru mereka: “Hai, Yo Ko, apa- apaan kau ini?”
Yo Ko tidak menjawab “sret”, ia menusuk
Hoat-ong, begitu musuh mengelak “sret” serangannya beralih ke arah
Siau-siang-cu.
Melihat Yo Ko seperti orang kalap, tanpa
terasa mereka sama melompat mundur.
“Jangan urus diriku, Ko-ji, lekas kau
menyelamatkan dirimu!” seru Kwe Ceng.
“Kwe-pepek, akulah yang bikin susah padamu,
biarlah aku mati bersama kau saja,” teriak Yo Ko sambil putar pedangnya dengan
kencang dia hanya melindungi Kwe Ceng saja tanpa menghiraukan bahaya yang
mengancam dirinya sendiri Kim-lun Hoat-ong dan Siau-siang-cu sama-sama ingin
berebut gelar “jago nomor satu”, karena itu mereka saling berlomba menawan atau
membunuh Kwe Ceng, senjata mereka berbareng menyerang. Tapi Yo Ko telah putar
pedangnya begitu hebat sehingga kedua orang itu tak dapat mendekat.
Di sekeliling mereka beribu-ribu
perajurit Mangol bersorak sorai riuh rendah mengikuti pertarungan sengit itu.
Berulang-ulang Kwe Ceng mendesak Yo Ko lekas lari, tapi anak muda itu tetap
bertempur membelanya, ia menjadi cemas dan berterima kasih pula, akhirnya ia
merasa lemah dan tidak sanggup bertahan Iagi, kedua kakinya terasa lemas, jatuh
terduduk.
Nimo Singh benar-benar tangkas, meski tulang
rusuknya patah tiga buah, ia angkat senjata ular dan mendekat dengan pelahan
untuk membunuh Kwe Ceng, Sekuatnya Yo Ko menghalau ini, ia tahu sendirian sukar
menahan tiga lawan, mendadak ia menarik Kwe Ceng ke punggungnya dengan nekat ia
terus menerjang keluar.
Kepandaian Yo Ko memangnya bukan tandingan
Kim-lun Hoat-ong, kini dia menggendong Kwe Ceng, tentu saja dia tidak sanggup
bertahan, Beberapa gebrakan kemudian lengan kirinya telah kena dilukai oleh
roda emas Hoat-ong.
Pada detik yang berbahaya itulah
sekonyong-konyong pasukan Mongol yang mengepung itu tersiak ke samping, seorang
tua berkaki pincang bertongkat besi tampak menerjang datang dengan memutar
senjatanya yang berbentuk palu besar.
“Lekas terjang keluar, Yo Ko, akan kulindungi
kau dari belakang!” seru kakek pincang itu. Kiranya dia adalah Pang Bik-hong,
murid Oey Yok-su.
Seperti diketahui, dia dipaksa wajib kerja
bagi pasukan Mongol untuk menggembleng dan membuat senjata, tapi diam-diam ia
bercita2 akan membunuh beberapa perwira Mongol namun selama ini belum ada
kesempatan. Kebetulan hari ini ia terdengar suara pertempuran yang sengit, dari
tempat ketinggian ia melihat Kwe Ceng dan Yo Ko dikepung, segera ia menerjang
ke sisi untuk membantu merek.,
Ia putar palunya yang besar itu dengan
kencang, siapa yang kebentur pasti kepala remuk dan tulang patah, karena itu
dia berhasil membuka suatu jalan berdarah, Tentu saja Yo Ko bergirang, cepat ia
menerobos ke sana. Tapi Kim-lun Hoat ong tidak tinggal diam, ia putar rodanya dan
sekaligus mengadang di depan Yo Ko dan Pang Bik-hong, ia sambut semua serangan
kedua orang itu..
Hanya kalau pentung Siau-siang-ou menghantam
kepunggung Kwe Ceng, maka Hoat-ong lantas memberi kesempatan pada Yo Ko untuk
menangkisnya agar serangan Siau-siang-cu itu gagal mengenai Kwe Ceng.
Tapi jika rodanya mengepruk Kwe Ceng,
Siau-siang-cu juga lantas ayun pentungnya untuk menangkiskannya, untunglah
kedua orang itu saling berlomba membunuh Kwe Ceng, kalau tidak biarpun Yo Ko
bertempur mat2an juga sukar untuk menyelamatkan jiwa Kwe Ceng.
sementara itu Kwe Ceng dan Yo Ko sudah
bertempur sekian lamanya di tengah kepungan musuh yang ketat itu, Kim-lun
Hoat-ong tidak sangsi lagi, cepat ia menubruk maju, rodanya terus menghantam
dan beradu dengan pedang Yo-Ko Kun-cu-kiam yang didapatkan Yo Ko dari
Coat-ceng-kok itu sangat tajam, roda Hoat-ong tertabas secuil, tapi Hoat-ong
terus mendorong rodanya ke depan dengan tenaga kuat, kuatir Kwe Ceng terluka,
Yo Ko tak berani mengegos kesamping, terpaksa ia menangkis pula dengan
pedangnya, karena roda itu sudah menyerang dulu ke samping belakangnya, maka
lengannya kembali tergores luka dan mengucurkan darah.
Meski lukanya tidak parah, namun sekali ini,
pembuluh darah teriris oleh tepian roda yang tajam, darah terus mengalir,
lambat laun Yo Ko merasa lemas, tenaga juga semakin kurang, sedangkan musuh
menyerang lebih gencar sehingga tak sempat membalut lukanya.
Dengan putar tongkat dan palunya Pang
Bik-hong bermaksud membantu, namun pukulan Hoat-ong telah membuatnya kelabakan.
Melihat kesempatan baik, mendadak Siau-siang
cu melompat ke atas, pentungnya terus menutuk kepala Kwe Cing, segera ia hendak
menggunakan asap berbisa. Tentu saja Yo Ko terkejut, dengan menggendong Kwe
Ceng, gerak-geriknya menjadi kurang gesit, tanpa pikir ia mengulur tangan kiri
untuk menangkap ujung pentung musuh menyusul pedang di tangan kanan terus
menusuk.
Keadaan Yo Ko sekarang sama sekali tidak
terjaga, kalau mau dengan mudah saja Hoat-ong dapat membinasakan anak muda itu,
tapi Hoat-ong sengaja hendak memperalat Yo Ko untuk menghalau serangan
Siau-siang-cu, maka setelah mendesak mundur Pang Bik-hong, segera ia
mencengkeram punggung Kwe Ceng, dengan menawan Kwe Ceng hidup-hidup berarti
suatu jasa maha besar.
Dalam pada itu Yo Ko telah mengeluarkan segenap
kemahirannya, ia merebut pentung dan menusuk dengan pedang, kedua gerakan ini
dilakukan dengan sekaligus belum lagi kaki Siau-siang-cu menancap kembali di
atas tanah, tahu-tahu pentungnya sudah dipegang lawan, malahan pandangannya
menjadi silau, ujung pedang Yo Ko sudah nyamber tiba di depan.
Dalam keadaan kepepet, tiada jalan lain
kecuali pentung diIepaskannya, tubuhnya terus balik ke belakang dan dengan
begitu jiwanya dipertahankan.
Sementara itu Pang Bik-hong menjadi melihat
keadaan cukup gawat, kembali tongkat dan palunya menghantam kepunggung Kim-Iun
Hoat-ong, Terpaksa Hoat-ong membaliki rodanya untuk menangkis, “trangtrang”,
tangan tergetar sakit namun sebelah tangannya masih terus mencengkeram ke
punggung Kwe Ceng.
Pang Bik-hong meraung keras, tongkat dan palu
dibuangnya terus menubruk maju dengan kalap, ia rangkul tubuh Kim-Iun Hoat-ong
sekencang-kencangnya, seketika kedua orang jatuh terguling, Tidak kepalang
gusar Hoat-ong, “blang”. ia hantam pundak Pang Bik-hong hingga isi perut murid
Ui Yok su itu serasa terjungkir balik dan rontok.
Namun Pang Bik-hong benar-benar sudah nekat,
ia telah menyaksikan keganasan pasukan Mongol dan betapa hebatnya Siangyang
digempur serta cara Kwe Ceng berusaha menghalau musuh dengan mati-matian, ia
tidak kenal Kwe Cing dan juga tidak orang adalah menantu gurunya, cuma ia pikir
kalau Kwe Ceng mati, tentu kota Siangyang juga jatuh, sebab itulah ia sudah
bertekad akan menoIong Kwe Ceng sekalipun jiwa sendiri harus terbunuh…
Begitulah tanpa ampun Kim-lun Hoat-ong
menghantam beberapa kali, seketika otot Pang Bik-hong putus dan tulang remuk,
walaupun terluka parah, namun rangkulannya tidak menjadi kendur, bahkan semakin
kencang sehingga kesepuluh jarinya ambles ke dalam daging tubuh Kim-lun
Hoat-ong.
Jadinya perwira dan perajurit Mongol hanya
menyaksikan pertarungan sengit itu, mereka yakin Kim-lun Hoat-ong dan Lain-lain
pasti akan berhasil kini mendadak tampak Hoat-ong terguling dan Siau-siang-cu
melompat mundur, serentak mereka terus mengerubut maju. Dalam keadaan demikian,
sekalipun tidak terluka juga Kwe Ceng dan Yo Ko sukar menahan terjangan beribu2
orang itu.
Diam-diam Yo Ko mengeluh nasibnya sekali ini
pasti akan tamat Tapi sebelum ajal ia pantang menyerah, tanpa pikir ia putar
pentung rampasannya dari Siau-siang-cu. Mendadak terdengar mendesis dari ujung
pentung itu tersembur keluar asap, kontan sepuluh perajurit Mongol yang paling
depan itu roboh terguIing.
Kiranya tanpa sengaja Yo Ko telah menyentuh
pesawat rahasianya itu dan menyemprotkan asap berbisa yang tersimpan di
dalamnya.
Tercengang juga Yo Ko, tapi segera iapun
sadar apa artinya itu, cepat ia gendong Kwe Ceng dan melangkah ke depan.
Dilihatnya pasukan musuh membanjir tiba pula dari kanan-kiri, cepat ia tekan
pesawat rahasia pentung itu, asap hitam tersembul keluar lagi dan berpuluh
perajurit musuh kembali terguling.
Meski perwira dan perajurit Mongol, pada
umumnya sangat tangkas di medan perang, tapi rata2 percaya tahayul, serentak
mereka ber-teiak2: “Awas, dia bisa ilmu sihir, lekas menyingkir lekas!..”
Dengan leluasa dapatlah Yo Ko menerjang lagi
ke depan, ketika ia persuit, kudanya yang kurus itu mendekatinya dari sana, Yo
Ko sendiri sudah lelah, ia taruh Kwe Ceng di atas kuda, ia sendiri tidak
sanggup lagi lomoat ke atas kudanya, ia hanya tepuk pelahan pantat kuda itu dan
berkata: “Kuda baik, lekas lari !”
Kuda itu sangat cerdik pula, dahulu Yo Ko
menyelamatkan jiwanya maka iapun cinta kepada majikannya, sebelum sang majikan
naik di punggungnya, ia hanya angkat kepala dan meringkik saja, betapapun tidak
mau lari dengan cepat.
Karena keadaan sangat gawat, pasukan Mongol
sedang mengejar datang, terpaksa Yo Ko gunakan pentungnya untuk menjojoh pantat
kuda agar berlari, “Lekas kabur, kuda baik.” serunya
Tak terduga karena ulahnya, tutukan pentung
itu rada menceng dan mengenai kaki Kwe Ceng. sebenarnya Kwe Ceng dalam keadaan
hampir tak sadar, tutukan pentung itu membuatnya membuka matanya, segera ia
tarik Kyo Ko ke atas kuda.
Merasakan sang majikan sudah berada di
punggungnya, kuda itu meringkik girang dan membeda secepat terbang.
Terdengar suara tiupan tanduk riuh rendah di
sana sini, pasukan Mongol mengejar dengan kencang, segera Kwe Ceng bersuit,
kuda merahnya berlari mendekati kuda kurus itu dan menggosokkan moncongnya pada
tubuh Kwe Ceng…
Yo Ko tahu kuda sendiri itu betapapun tak
dapat menandingi kecepatan kuda merah Kwe Ceng itu, sementara itu pasukan
Mongol melepaskan panah dari belakang. Ia rangkul Kwe Ceng dan sekuatnya
melompat keatas kuda merah.
Pada saat itu juga terdengar suara mendengung
di belakang, roda emas Hoat-ong sedang menyambar tiba.
Sedih juga Yo Ko, ia tahu si pandai besi she
Pang jelas telah menjadi korban keganasan Kim-lun Hoat-ong. Dalam pada itu roda
musuh sudah semakin mendekat, ia berusaha mendekam di atas kuda dengan harapan
roda itu menyamber lewat di atas tubuhnya, Tapi dari suara mendengung itu
kedengaran berada di bagian bawah, agaknya
sasaran roda itu adalah kaki kuda.
Serangan Kim-lun Hoat-ong ini sungguh keji,
Setelah memukul mati Pang Bik-hong tadi, waktu ia berdiri kembali, dilihatnya
Kwe Ceng dan Yo Ko sudah menyemplak ke atas kuda, untuk mengubernya jelas tidak
keburu lagi segera ia mengumpulkan tenaga dan menyambitkan roda emasnya.
Yang diarah adalah kaki kuda, ia pikir
andaikan Yo Ko atau Kwe Ceng tentu korbannya akan tetap dibawa lari oleh kuda
itu, hanya kalau kaki tertabas patah barulah maksud tujuannya akan tercapai
Begitulah ketika mendengar roda musuh semakin
mendekat, terpaksa Yo Ko membaliki pedang ke belakang untuk menangkis, ia
menyadari tenaga sendiri sudah lemah, tangkisan itu tetap sukar menahan roda
musuh, soalnya sudah kepepet ia hanya berbuat sebisanya saja.
Tampaknya roda itu semakin mendekati tinggal
satu meteran saja dari kaki kuda, suara mendengungnya terdengar mengejutkan Yo
Ko coba, mengacungkan pedangnya ke bawah untuk melindungi kaki kuda. Siapa duga
kuda merah itu seperti sudah keranjingan setan saja, larinya semakin kencang,
sekejap kemudian jarak roda dan kaki itu-tetap semeteran dan tidak bertambah
dekat Sungguh girang Yo Ko tak terpikirkan, ia tahu samberan roda emas musuh
itu makin lama tentu ma-kin lemah. Benar juga, sejenak pula jarak roda ini
dengan kaki kuda itu sudah bertambah jauh, kini sudah ada dua meteran, habis
itu lantas tiga meter, empat meter dan semakin jauh tertinggal dibelakang Akhirnya
“trang” roda emas itu jauh ke tanah.
Selagi bergirang, Yo Ko mendengar suara
ringkikan kuda, waktu ia menoleh ke belakang, dilihatnya kudanya sendiri tadi
telah terkapar dengan panah menancap di perut. Hati Yo Ko menjadi pedih dan
tanpa terasa mencucurkan air mata mengingat jasa kuda kurus itu.
Dalam pada itu kuda merah masih terus
membedal secepat terbang, dalam sekejap saja pasukan Mongol yang mengejar itu
sudah jauh tertinggal di belakang. Sambil merangkul tubuh Kwe Ceng, kemudian Yo
Ko bertanya “Bagaimana keadaanmu Kwe-pepek?”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar