Rabu, 21 November 2012

Sin Tiauw Hiap Lu 67




Kembalinya Pendekar Rajawali 67

Segera ia putar pedangnya, beberapa kali gebrakan ia desak pentung Siau-siang-cu ke samping menyusul ia hendak menikam lagi ke punggung Kwe Ceng.
Waktu itu Kwe Ceng lagi melayani gempuran kim-Iun Hoat-ong dan Nimo Singh, ia tidak maut tahu Yo Ko sedang main gila di atas punggungnya disangkanya anak muda itu lagi menempur Siau siang cu dengan mati-matian, malahan ia lantas memperingatkan Yo Ko: “Awas, Ko-ji, pentungnya itu dapat menyemburkan asap berbisa!”
Yo Ko mengiakan, sementara itu pentung Siau-siang-cu menyambar tiba pula. Keadaan itu dapat dilihat dengan jelas oleh Kim-lun Hoat-ong.
Nimo Singh yang berdiri di depan sana, jelas Yo Ko akan berhasil, tapi selalu digagalkan.oleh Siau-siang cu, dengan gusar mereka lantas membentak: “Hai, Siau-siang cu, kau main gila apa?”
Siau-siang-cu menyeringai seram, mendadak pentungnya menghantam Kwe Ceng, ketika untuk ketiga kalinya Yo Ko hendak menikam punggung Kwe Ceng, mendadak Siau-siangcu menangkis lagi pedangnya.
Mengingat Yo Ko lagi kurang sehat, Kwe Ceng menguatirkan anak muda itu tidak sanggup melayani serangan Siau-siang-cu, segera ia membaiki tangan kiri dan menghantam ke dada musuh itu, seketika tubuh Siau-siang-cu tergetar dan terpaksa mundur dua-tiga tindak.
Dalam keadaan bebas tanpa rintangan, asal ditikam lagi tujuan Yo Ko pasti akan tercapai tapi dilihatnya iga kiri Kwe Cing menjadi tidak terjaga karena serangannya kepada Siau-siang-cu, kesempatan itu telah digunakan Nimo Simgh untuk menerobos maju, senjata ularnya terus me-nusuk.
Karena kuatir tikaman akan berhasil setelah mundur segera Siau-siang-cu menubruk lagi dengan cepat, pentungnya terus menutuk hiatto maut di punggung Yo Ko untuk membuat anak muda itu mau-tak-mau harus menjaga lebih dulu.
Sementara itu tangan kanan Kwe Ceng sedang melayani Hoat-ong, kedua orang sedang mengadu tenaga dalam, tapi dia dan Yo Ko justeru terancam bahaya sekaligus, dasar watak Kwe Ceng memang berbudi luhur, dia tidak menyelamatkan diri sendiri, tapi menolong Yo Ko lebih dulu, tangan kirinya terus menyampuk dengan jurus Sin-Iiong-pah-bwe” (naga sakti goyang ekor), dengan tepat pentung Siau-siang-cu terhantam, sekujur badan Siau-siangcu terasa panas, mukanya yang pucat seketika berubah merah.
Tapi pada saat yang sama, senjata ular Nimo Singh juga sudah menyamber tiba, Kwe Ceng sedang mengerahkan sebagian besar tenaganya untuk melayani Kim-lun Hoat-ong serta menghantam Siau-siang-cu sehingga tiada sisa tenaga untuk menahan serangan Nimo Singh itu, dalam keadaan kepepet sedapatnya menarik tubuhnya sedikit ke belakang.
Serangan Nimo Singh itu dapat dielakkan, walaupun begitu kepala ular besi itu toh masuk juga pada iganya sedalam dua tiga senti-seketika Kwe Ceng mengerahkan tenaga dan otot tangannya mengencang, daya tusuknya senjata ular tertahan dan sukar menancap lebih dalam dan sebelah kaki Kwe Ceng lantas menendang hingga Nimo Singh terjungkal.
Tadinya Nimo Sing sudah bergirang melihat serangannya berhasil mengenai sasarannya dan yakin Kwe Ceng pasti akan binasa dan gelar jago nomor satu akan jatuh padanya,
sungguh tak terduga. bahwa dalam keadaan kepepet Kwe Cing sanggup mengeluarkan kepandaian lihay dan ia sendiri malah kena di tendang tepat pada dadanya kontan tiga tulang rusuknya patah.
Kalau disebelah sini ber-turut-urut Siau-siang-cu dan Nimo Singh kecundang, di sebelah sana Kim-lun Hoat-ong terus mendesak lebih kuat dengan tenaga pukuIannya, lantaran luka pada iga kiri sehingga tenaga dalam Kwe Ceng banyak terkuras, Kwe Ceng tidak sanggup bertahan lagi, terasa suatu tenaga maha dahsyat menimpanya, kalau paksakan diri mengadu tenaga tentu jiwa sendiri akan melayang. Terpaksa dilepaskan pertahanannya dan menerima sebuah pukulan dengan Lwekang tingkat tinggi telah dilatih selama sepuluh tahun ini. “Wuaakkk”, tumpahlah darah segar keluar dari muIutnya.
Walaupun jiwa sendiri terancam bahaya namun Kwe Ceng masih tetap memikirkan keselamatan Yo Ko, serunya: “Lekas rebut kuda dan lari, Ko-ji, akan kutahan kejaran musuh bagimu!”
Betapapun hati Yo Ko tergetar dan darah bergolak dalam rongga dadanya demi menyaksikan sang paman membelanya mati-matian tanpa menghiraukan keselamatan sendiri, tak terpikir lagi olehnya tentang dendam kesumat segala, ia pikir sedemikian luhur budi paman Kwe, kalau aku tidak membalas budi kebaikannya ini berarti percumalah hidupku ini.!
Segera ia melompat turun dari gendongan sang paman, ia putar pedangnya sedemikian kencang untuk melindungi Kwe Cing. ia mengamuk seperti banteng ketaton, ia menyerang mati-matian..”
Kim-lun Hoat ong dan Siau-siang-cu tercengang melihat tindakan anak muda itu, seru mereka: “Hai, Yo Ko, apa- apaan kau ini?”
Yo Ko tidak menjawab “sret”, ia menusuk Hoat-ong, begitu musuh mengelak “sret” serangannya beralih ke arah Siau-siang-cu.
Melihat Yo Ko seperti orang kalap, tanpa terasa mereka sama melompat mundur.
“Jangan urus diriku, Ko-ji, lekas kau menyelamatkan dirimu!” seru Kwe Ceng.
“Kwe-pepek, akulah yang bikin susah padamu, biarlah aku mati bersama kau saja,” teriak Yo Ko sambil putar pedangnya dengan kencang dia hanya melindungi Kwe Ceng saja tanpa menghiraukan bahaya yang mengancam dirinya sendiri Kim-lun Hoat-ong dan Siau-siang-cu sama-sama ingin berebut gelar “jago nomor satu”, karena itu mereka saling berlomba menawan atau membunuh Kwe Ceng, senjata mereka berbareng menyerang. Tapi Yo Ko telah putar pedangnya begitu hebat sehingga kedua orang itu tak dapat mendekat.
 Di sekeliling mereka beribu-ribu perajurit Mangol bersorak sorai riuh rendah mengikuti pertarungan sengit itu. Berulang-ulang Kwe Ceng mendesak Yo Ko lekas lari, tapi anak muda itu tetap bertempur membelanya, ia menjadi cemas dan berterima kasih pula, akhirnya ia merasa lemah dan tidak sanggup bertahan Iagi, kedua kakinya terasa lemas, jatuh terduduk.
Nimo Singh benar-benar tangkas, meski tulang rusuknya patah tiga buah, ia angkat senjata ular dan mendekat dengan pelahan untuk membunuh Kwe Ceng, Sekuatnya Yo Ko menghalau ini, ia tahu sendirian sukar menahan tiga lawan, mendadak ia menarik Kwe Ceng ke punggungnya dengan nekat ia terus menerjang keluar.
Kepandaian Yo Ko memangnya bukan tandingan Kim-lun Hoat-ong, kini dia menggendong Kwe Ceng, tentu saja dia tidak sanggup bertahan, Beberapa gebrakan kemudian lengan kirinya telah kena dilukai oleh roda emas Hoat-ong.
Pada detik yang berbahaya itulah sekonyong-konyong pasukan Mongol yang mengepung itu tersiak ke samping, seorang tua berkaki pincang bertongkat besi tampak menerjang datang dengan memutar senjatanya yang berbentuk palu besar.
“Lekas terjang keluar, Yo Ko, akan kulindungi kau dari belakang!” seru kakek pincang itu. Kiranya dia adalah Pang Bik-hong, murid Oey Yok-su.
Seperti diketahui, dia dipaksa wajib kerja bagi pasukan Mongol untuk menggembleng dan membuat senjata, tapi diam-diam ia bercita2 akan membunuh beberapa perwira Mongol namun selama ini belum ada kesempatan. Kebetulan hari ini ia terdengar suara pertempuran yang sengit, dari tempat ketinggian ia melihat Kwe Ceng dan Yo Ko dikepung, segera ia menerjang ke sisi untuk membantu merek.,
Ia putar palunya yang besar itu dengan kencang, siapa yang kebentur pasti kepala remuk dan tulang patah, karena itu dia berhasil membuka suatu jalan berdarah, Tentu saja Yo Ko bergirang, cepat ia menerobos ke sana. Tapi Kim-lun Hoat ong tidak tinggal diam, ia putar rodanya dan sekaligus mengadang di depan Yo Ko dan Pang Bik-hong, ia sambut semua serangan kedua orang itu..
Hanya kalau pentung Siau-siang-ou menghantam kepunggung Kwe Ceng, maka Hoat-ong lantas memberi kesempatan pada Yo Ko untuk menangkisnya agar serangan Siau-siang-cu itu gagal mengenai Kwe Ceng.
Tapi jika rodanya mengepruk Kwe Ceng, Siau-siang-cu juga lantas ayun pentungnya untuk menangkiskannya, untunglah kedua orang itu saling berlomba membunuh Kwe Ceng, kalau tidak biarpun Yo Ko bertempur mat2an juga sukar untuk menyelamatkan jiwa Kwe Ceng.
sementara itu Kwe Ceng dan Yo Ko sudah bertempur sekian lamanya di tengah kepungan musuh yang ketat itu, Kim-lun Hoat-ong tidak sangsi lagi, cepat ia menubruk maju, rodanya terus menghantam dan beradu dengan pedang Yo-Ko Kun-cu-kiam yang didapatkan Yo Ko dari Coat-ceng-kok itu sangat tajam, roda Hoat-ong tertabas secuil, tapi Hoat-ong terus mendorong rodanya ke depan dengan tenaga kuat, kuatir Kwe Ceng terluka, Yo Ko tak berani mengegos kesamping, terpaksa ia menangkis pula dengan pedangnya, karena roda itu sudah menyerang dulu ke samping belakangnya, maka lengannya kembali tergores luka dan mengucurkan darah.
Meski lukanya tidak parah, namun sekali ini, pembuluh darah teriris oleh tepian roda yang tajam, darah terus mengalir, lambat laun Yo Ko merasa lemas, tenaga juga semakin kurang, sedangkan musuh menyerang lebih gencar sehingga tak sempat membalut lukanya.
Dengan putar tongkat dan palunya Pang Bik-hong bermaksud membantu, namun pukulan Hoat-ong telah membuatnya kelabakan.
Melihat kesempatan baik, mendadak Siau-siang cu melompat ke atas, pentungnya terus menutuk kepala Kwe Cing, segera ia hendak menggunakan asap berbisa. Tentu saja Yo Ko terkejut, dengan menggendong Kwe Ceng, gerak-geriknya menjadi kurang gesit, tanpa pikir ia mengulur tangan kiri untuk menangkap ujung pentung musuh menyusul pedang di tangan kanan terus menusuk.
Keadaan Yo Ko sekarang sama sekali tidak terjaga, kalau mau dengan mudah saja Hoat-ong dapat membinasakan anak muda itu, tapi Hoat-ong sengaja hendak memperalat Yo Ko untuk menghalau serangan Siau-siang-cu, maka setelah mendesak mundur Pang Bik-hong, segera ia mencengkeram punggung Kwe Ceng, dengan menawan Kwe Ceng hidup-hidup berarti suatu jasa maha besar.
Dalam pada itu Yo Ko telah mengeluarkan segenap kemahirannya, ia merebut pentung dan menusuk dengan pedang, kedua gerakan ini dilakukan dengan sekaligus belum lagi kaki Siau-siang-cu menancap kembali di atas tanah, tahu-tahu pentungnya sudah dipegang lawan, malahan pandangannya menjadi silau, ujung pedang Yo Ko sudah nyamber tiba di depan.
Dalam keadaan kepepet, tiada jalan lain kecuali pentung diIepaskannya, tubuhnya terus balik ke belakang dan dengan begitu jiwanya dipertahankan.
Sementara itu Pang Bik-hong menjadi melihat keadaan cukup gawat, kembali tongkat dan palunya menghantam kepunggung Kim-Iun Hoat-ong, Terpaksa Hoat-ong membaliki rodanya untuk menangkis, “trangtrang”, tangan tergetar sakit namun sebelah tangannya masih terus mencengkeram ke punggung Kwe Ceng.
Pang Bik-hong meraung keras, tongkat dan palu dibuangnya terus menubruk maju dengan kalap, ia rangkul tubuh Kim-Iun Hoat-ong sekencang-kencangnya, seketika kedua orang jatuh terguling, Tidak kepalang gusar Hoat-ong, “blang”. ia hantam pundak Pang Bik-hong hingga isi perut murid Ui Yok su itu serasa terjungkir balik dan rontok.
Namun Pang Bik-hong benar-benar sudah nekat, ia telah menyaksikan keganasan pasukan Mongol dan betapa hebatnya Siangyang digempur serta cara Kwe Ceng berusaha menghalau musuh dengan mati-matian, ia tidak kenal Kwe Cing dan juga tidak orang adalah menantu gurunya, cuma ia pikir kalau Kwe Ceng mati, tentu kota Siangyang juga jatuh, sebab itulah ia sudah bertekad akan menoIong Kwe Ceng sekalipun jiwa sendiri harus terbunuh…
Begitulah tanpa ampun Kim-lun Hoat-ong menghantam beberapa kali, seketika otot Pang Bik-hong putus dan tulang remuk, walaupun terluka parah, namun rangkulannya tidak menjadi kendur, bahkan semakin kencang sehingga kesepuluh jarinya ambles ke dalam daging tubuh Kim-lun Hoat-ong.
Jadinya perwira dan perajurit Mongol hanya menyaksikan pertarungan sengit itu, mereka yakin Kim-lun Hoat-ong dan Lain-lain pasti akan berhasil kini mendadak tampak Hoat-ong terguling dan Siau-siang-cu melompat mundur, serentak mereka terus mengerubut maju. Dalam keadaan demikian, sekalipun tidak terluka juga Kwe Ceng dan Yo Ko sukar menahan terjangan beribu2 orang itu.
Diam-diam Yo Ko mengeluh nasibnya sekali ini pasti akan tamat Tapi sebelum ajal ia pantang menyerah, tanpa pikir ia putar pentung rampasannya dari Siau-siang-cu. Mendadak terdengar mendesis dari ujung pentung itu tersembur keluar asap, kontan sepuluh perajurit Mongol yang paling depan itu roboh terguIing.
Kiranya tanpa sengaja Yo Ko telah menyentuh pesawat rahasianya itu dan menyemprotkan asap berbisa yang tersimpan di dalamnya.
Tercengang juga Yo Ko, tapi segera iapun sadar apa artinya itu, cepat ia gendong Kwe Ceng dan melangkah ke depan. Dilihatnya pasukan musuh membanjir tiba pula dari kanan-kiri, cepat ia tekan pesawat rahasia pentung itu, asap hitam tersembul keluar lagi dan berpuluh perajurit musuh kembali terguling.
Meski perwira dan perajurit Mongol, pada umumnya sangat tangkas di medan perang, tapi rata2 percaya tahayul, serentak mereka ber-teiak2: “Awas, dia bisa ilmu sihir, lekas menyingkir lekas!..”
Dengan leluasa dapatlah Yo Ko menerjang lagi ke depan, ketika ia persuit, kudanya yang kurus itu mendekatinya dari sana, Yo Ko sendiri sudah lelah, ia taruh Kwe Ceng di atas kuda, ia sendiri tidak sanggup lagi lomoat ke atas kudanya, ia hanya tepuk pelahan pantat kuda itu dan berkata: “Kuda baik, lekas lari !”
Kuda itu sangat cerdik pula, dahulu Yo Ko menyelamatkan jiwanya maka iapun cinta kepada majikannya, sebelum sang majikan naik di punggungnya, ia hanya angkat kepala dan meringkik saja, betapapun tidak mau lari dengan cepat.
Karena keadaan sangat gawat, pasukan Mongol sedang mengejar datang, terpaksa Yo Ko gunakan pentungnya untuk menjojoh pantat kuda agar berlari, “Lekas kabur, kuda baik.” serunya
Tak terduga karena ulahnya, tutukan pentung itu rada menceng dan mengenai kaki Kwe Ceng. sebenarnya Kwe Ceng dalam keadaan hampir tak sadar, tutukan pentung itu membuatnya membuka matanya, segera ia tarik Kyo Ko ke atas kuda.
Merasakan sang majikan sudah berada di punggungnya, kuda itu meringkik girang dan membeda secepat terbang.
Terdengar suara tiupan tanduk riuh rendah di sana sini, pasukan Mongol mengejar dengan kencang, segera Kwe Ceng bersuit, kuda merahnya berlari mendekati kuda kurus itu dan menggosokkan moncongnya pada tubuh Kwe Ceng…
Yo Ko tahu kuda sendiri itu betapapun tak dapat menandingi kecepatan kuda merah Kwe Ceng itu, sementara itu pasukan Mongol melepaskan panah dari belakang. Ia rangkul Kwe Ceng dan sekuatnya melompat keatas kuda merah.
Pada saat itu juga terdengar suara mendengung di belakang, roda emas Hoat-ong sedang menyambar tiba.
Sedih juga Yo Ko, ia tahu si pandai besi she Pang jelas telah menjadi korban keganasan Kim-lun Hoat-ong. Dalam pada itu roda musuh sudah semakin mendekat, ia berusaha mendekam di atas kuda dengan harapan roda itu menyamber lewat di atas tubuhnya, Tapi dari suara mendengung itu
kedengaran berada di bagian bawah, agaknya sasaran roda itu adalah kaki kuda.
Serangan Kim-lun Hoat-ong ini sungguh keji, Setelah memukul mati Pang Bik-hong tadi, waktu ia berdiri kembali, dilihatnya Kwe Ceng dan Yo Ko sudah menyemplak ke atas kuda, untuk mengubernya jelas tidak keburu lagi segera ia mengumpulkan tenaga dan menyambitkan roda emasnya.
Yang diarah adalah kaki kuda, ia pikir andaikan Yo Ko atau Kwe Ceng tentu korbannya akan tetap dibawa lari oleh kuda itu, hanya kalau kaki tertabas patah barulah maksud tujuannya akan tercapai
Begitulah ketika mendengar roda musuh semakin mendekat, terpaksa Yo Ko membaliki pedang ke belakang untuk menangkis, ia menyadari tenaga sendiri sudah lemah, tangkisan itu tetap sukar menahan roda musuh, soalnya sudah kepepet ia hanya berbuat sebisanya saja.
Tampaknya roda itu semakin mendekati tinggal satu meteran saja dari kaki kuda, suara mendengungnya terdengar mengejutkan Yo Ko coba, mengacungkan pedangnya ke bawah untuk melindungi kaki kuda. Siapa duga kuda merah itu seperti sudah keranjingan setan saja, larinya semakin kencang, sekejap kemudian jarak roda dan kaki itu-tetap semeteran dan tidak bertambah dekat Sungguh girang Yo Ko tak terpikirkan, ia tahu samberan roda emas musuh itu makin lama tentu ma-kin lemah. Benar juga, sejenak pula jarak roda ini dengan kaki kuda itu sudah bertambah jauh, kini sudah ada dua meteran, habis itu lantas tiga meter, empat meter dan semakin jauh tertinggal dibelakang Akhirnya “trang” roda emas itu jauh ke tanah.
Selagi bergirang, Yo Ko mendengar suara ringkikan kuda, waktu ia menoleh ke belakang, dilihatnya kudanya sendiri tadi telah terkapar dengan panah menancap di perut. Hati Yo Ko menjadi pedih dan tanpa terasa mencucurkan air mata mengingat jasa kuda kurus itu.
Dalam pada itu kuda merah masih terus membedal secepat terbang, dalam sekejap saja pasukan Mongol yang mengejar itu sudah jauh tertinggal di belakang. Sambil merangkul tubuh Kwe Ceng, kemudian Yo Ko bertanya “Bagaimana keadaanmu Kwe-pepek?”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar