Kembalinya Pendekar Rajawali 73
“Hm,
setelah terkena jarumku, seumpama kabur juga takkan mencapai jauh,” jengek
Li-Bok-chiu, “sekarang cabutlah semua jarum yang kau tancapkan di mulut gua
tadi dan taruh di depanku sini.”
Karena bayi itu masih terus menangis, Yo Ko
pikir harus lekas mencarikan sesuatu makanan baginya, maka ia turut perintah Li
Bok-chiu itu, dengan tangan terbalut ia cabuti jarum-jarum itu dan di
kembalikan kepada yang empunya.
Setelah memasukkan jarum berbisa itu ke
kantungnya.
segera Li Bok-chiu melangkah keluar, Yo Ko
mengintilnya dengan cepat dan bertanya “Hendak kau bawa ke mana bayi itu?”
“Pulang ke rumahku,” jawab Bok-chiu.
“Untuk apa kau membawa pulang anak ini? Kan
bukan kau yang melahirkannya,” seru Yo Ko tanpa pikir.
Muka Li Bok-chiu menjadi merah dan
men-lamperat: “Ngaco-belo tak keruan! Asalkan kau mengantar Giok-li-sim-keng
dari Ko-bong pay kita kepadaku segera kukembalikan anak ini padamu, ku jamin
takkan mengganggu seujung rambutnya.”
Habis berkata ia terus berlari secepat
terbang ke utara dengan Ginkang yang tinggi.
“He, harus kau susui dia dulu!” seru Yo Ko
sambil mengikutinya lari.
Dengan muka merah padam Li Bok-chiu berpaling
dan membentak: “Keparat, kau bicara tidak keruan dan selalu mengolok-olok
saja.”
“Hm, mengolok-olok bagaimana?” ujar Yo Ko
dengan heran, “Bukankah anak itu akan mati kelaparan jika tidak disusui?”
“Aku masih gadis suci bersih, cara bagaimana
dapat menyusui setan cilik ini?” omel Li Bok-chiu Baru sekarang Yo Ko tahu apa
sebabnya muka orang merah, dengan tersenyum ia menjawab: “Li supek, bukan
maksudku menyuruh engkau menyusui bocah ini, tapi: kuminta engkau berusaha
mencarikan susu baginya.”
Li Bok-chiu menjaga diri dengan suci bersih
dan tidak pernah menikah, selama hidup berkecimpung di dunia Kangouw, mengenai
urusan merawat bayi segala sedikitpun ia tidak paham.
la menjadi bingung, setelah berpikir sejenak,
kemudian ia tanya: “Mencari susu ke mana? Makan nasi saja, bagaimana?”
“Boleh kau periksa dia bergigi atau tidak?”
katanya.
Li Bok-chiu coba pentang mulut si orok yang
mungil itu, lalu menggeleng dan berkata: “Tidak ada, satu bijipun tidak ada,”
“Hei, kita dapat mencari seorang perempuan yg
sedang menyusui anaknya di kampung sana, kita suruh perempuan itu menyusui orok
ini, bagus tidak”
Ya, kau memang cerdik dan banyak akal,” kata
Bok-chiu dengan girang, ia coba memandang jauh ke sana dari tempat tinggi,
kelihatan di sebelah barat sana ada asap mengepul.
Segera mereka sama berlari ke sana, dalam
waktu singkat sampailah mereka di suatu kampung kecil. Sudah lama peperangan
melanda kota Siang-yang, maka kota-kota kecil sekitarnya juga telah men-jadi
korban api peperangan itu dan setelah dihancurkan oleh keganasan pasukan
Mongol, hanya di tempat pegunungan yang sunyi ini masih ada sedikit rumah
penduduk.
“Dari rumah ke rumah Li Bok-chiu memeriksa
dengan teliti, sampai rumah petani ke empat barulah dilihatnya seorang
perempuan muda sedang menyusui anaknya yang berumur setahunan.
Bok-chiu sangat girang, tanpa permisi ia
tarik anak perempuan muda itu dan dilemparkan ke atas dipan sana, habis itu
bayi yang dipondongnya ia lantas ditaruh pada pangkuan perempuan itu sambil
berkata: “Anak ini lapar, lekas kau menyusui dia.”
Anak kecil yang dilemparkan ke dipan itu
terbanting cukup keras, karena kesakitan seketika terdengarlah jerit tangis,
Adalah lazim seorang ibu sayang pada anaknya sendiri, lekas-lekas ia
menggendong kembali anaknya itu.
Melihat bagian dada perempuan muda itu
terbuka, cepat Yo Ko berpaling keluar rumah. Segera didengarnya bentakan Li Bok
chiu “Kusuruh kau menyusui anakku, apa kau tidak dengar? Siapa suruh kau
memondong anakmu sendiri?” -
Menyusul terdengar kebut menyabet, lalu
terdengar suara “Blang” sekali.
Yo Ko terkejut dan menoleh, dilihatnya anak
perempuan petani itu telah dibanting oleh Li Bok -chiu di dekat kaki tembok
sana kepalanya berlumuran darah, entah mati atau masih hidup.
Tentu saja tidak kepalang pedih hati si
perempuan petani, cepat ia menaruh anak Kwe Ceng itu diatas dipan dan segera
menubruk maju untuk memondong anaknya sendiri sambil menjerit dan menagis. Li
Bok-chiu tambah gusar, ia angkat kebutnya hendak menyabet kepala perempuan itu.
Syukur Yo Ko sempat menangkis kebut itu
dengan pedangnya, dalam hati ia pikir Li Bok-chiu ini sungguh wanita yang
paling kejam dan se-wenang2. tapi dimulut ia berkata: “Li-supek, kalau mau
membinasakan dia, orang mati tak dapat lagi menyusui.”
“Persetan!” omel Bok-chiu dengan gusar, “Apa
toh.
kulakukan adalah demi kebaikan anakmu,
mengapa kau malah ikut campur urusan tetek bengek.”
Diam-diam Yo Ko mendongkol sudah jelas bukan
anaknya, tapi Li Bok-chiu terus menerus mengatakan bayi itu anaknya, Tapi kalau
benar anaknya, mengapa dikatakan pula Yo Ko ikut campur urusan tetek bengek.
Tapi Yo Ko tidak membantah, katanya dengan
tersenyum: “Anak ini sudah kelaparan, paling penting disusui dulu.” - Berbareng
ia terus hendak membopong bayi di atas dipan itu.
Namun Li Bok-chiu telah mengadangnya dengan
ancaman kebut dan berseru: “Kau berani merebut anak itu?”
Terpaksa Yo Ko melangkah mundur lagi dan
berkata:
“Baik, takkan kupondong dia.”
Li Bok-chiu sendiri lantas pondong bayi itu
dan baru saja akan disodorkan lagi kepada perempuan petani tadi, tapi perempuan
itu ternyata sudah menghilang entah ke mana.
Rupanya selagi mereka berdua bertengkar,
perempuan itu terus kabur melalui pintu belakang dengan membawa puteranya yang
terluka itu.
Dengan murka Li Bok-chiu menerjang keluar
pintu, dilihatnya perempuan tadi sedang lari kesetanan ke depan sana dengan anaknya,
sekali Li Bok-chiu menjengek, ia melompat ke sana, kebutnya terus menyabet,
tahu-tahu perempuan petani brtsama anaknya sudah menggeletak tak bernyawa
dengan tulang kepala pecah berantakan.
Masih belum puas dengan itu, Li Bok-chiu
terus menyalakan api dan membakar rumah petani itu hingga habis menjadi abu,
habis itu barulah ia melangkah pergi..
Diam-diam Yo Ko menyesali Li Bok-chiu yang
teramat kejam dan keji itu, ia terus mengintil di belakangnya. Kedua orang
sama-sama diam dan berjalan di ladang pegunungan, sampai berpuluh li jauhnya,
rupanya saking lelahnya bayi itu telah terpulas dalam pondongan Li Bok-chiu.
Tengah berjalan, tiba-tiba Li Bok-chiu
bersuara heran dan berhenti, dilihatnya dua ekor anakan macan tutul sedang
bersenda gurau di bawah sinar matahari, ia melangkah maju dan baru hendak
mendepak minggir kedua ekor macan tutul kecil itu, sekonyong-konyong terdengar
suara meraung dari semak-semak di samping sana, seekor induk macan tutul yabg
besar menubruk tiba.
Biarpun tinggi ilmu silat Li Bok-chiu juga
kaget melihat betapa besarnya macan tutul itu, cepat ia melompat ke samping
untuk menghindar.
Macan tutul itu kelihatan sangat buas, sekali
tubruk tidak kena, segera ia memutar balik hendak mencakar, gerakannya sangat
gesit seperti jago silat saja, Segera Li Bok-chiu angkat kebutnya dan menyabet,
tapi mengenai batok kepala macan
tutul itu sehingga binatang itu marah dan
semakin buas, macan tutul itu mendekam di tanah dengan menyeringai hingga
kelihatan kedua baris giginya yang putih tajam, kedua matanya terus mengincar
mangsanya dan siap menerkam pula.
Cepat Li Bok-chiu menyambitkan kedua buah
jarum untuk menyerang kedua mata harimau itu. Mendadak Yo Ko berseru: “Nanti
dulu!” -Berbareng kedua jarum itu disampuknya dengan pedangnya.
Pada saat itu juga macan tutul itu sudah
melompat ke atas dan menubruk tiba pula, Namun pada saat yang sama Yo Ko juga
melompat keatas, lebih dulu ia sampok pula dua jarum yang sementara itu
disambitkan lagi oleh Li Bok-chiu.
Menyusul kepalan kanan dengan cepat
menghantam pada tulang punggung di dekat gitok macan itu.
Macan tutul itu mengaung kesakitan dan
terjatuh, tapi segera menubruk lagi ke arah Yo Ko. Cepat anak muda itu mengegos
sambil menghantamkan sebelah tangannya, betapapun kuatnya binatang itu juga
tidak tahan oleh genjotan Yo Ko dan jatuh terjungkal.
Li Bok-chiu menjadi heran mengapa dia
menolong harimau itu dari serangan jarumnya, sebaliknya sekarang anak muda itu
berkelahi dengan binatang itu.
Dilihatnya susul menyusul Yo Ko memukul macan
tutul yang jatuh bangufn itu, hanya tempat yang dihantamnya itu bukan tempat
mematikan melainkan tempat yang membuat binatang itu jatuh dan kesakitan
melulu.
Suara macan tutul itu makin Iama makin
perlahan, meski tidak terluka, tapi sudah belasan kali ia dipukul oleh Yo Ko
dan tidak tahan lagi segera ia melompat ke atas lereng bukit Tapi Yo Ko sudah
menduga akan itu, segera ekor harimau itu hendak ditariknya.
Tak terduga macan tutul itu mendadak mencawat
ekornya di sela-sela kaki sehingga tarikan Yo Ko tidak kena pada sasarannya.
Selagi Yo Ko hendak mengejar, mendadak macan
tutul itu berpaling dan meraung seperti memanggil kedua ekor anaknya agar ikut
lari. Pikiran Yo Ko tergerak cepat ia pegang kuduk kedua anakan macan tutul dan
diangkat tinggi ke atas.
Tampaknya induk macan juga sayang kepada
anaknya, tanpa hiraukan keselamatan sendiri kembali macan tutul besar itu
menubruk ke arah Yo Ko. Cepat Yo Ko melempar kedua anak harimau itu kepada Li
Bok-chiu sambil berseru “peganglah ini, jangan dimatikan!”
Berbareng itu ia terus meloncat ke atas,
bahkan lebih tinggi daripada macan tutul itu, ia incar dengan tepatnya, jatuh
ke bawah dengan persis dapat menunggangi punggung macan tutul, kedua tangannya
terus mencengkeram kencang telinga binatang itu dan ditahan ke bawah sekuatnya.
Macan tutul itu meronta sekuatnya, namun
seluruh badannya sudah diatasi lawan, mulutnya yang terpentang lebar juga
ambles terbenam ke dalam tanah.
“Li-supek, lekas membuat tali dengan kulit
pohon dan mengikat keempat kakinya,” seru Yo Ko.
“Hm, aku tiada tempo ikut memain dengan kau,”
jengek Li Bok-chiu, habis itu segera ia hendak melangkah pergi Yo Ko menjadi
ribut, teriaknya pula: “Hei, memangnya siapa mengajak kau main-main? Maksudku
macan tutul ini punya susu!”
Baru sekarang Li Bok-chiu paham maksud Yo Ko,
dengan girang ia berkata: “He, betul, Hanya kau yang dapat memikirkan hal ini.”
- Cepat mengambil belasan lempeng kulit pohon dan dipelintir menjadi tali yang
kuat, lebih dulu ia ikat moncong macan tutul itu dengan kencang, habis itulah
meringkus keempat kakinya.
Dengan tersenyum barulah Yo Ko melepaskan
pegangan pada harimau itu, ia berbangkit sambil kebut debu pasir di tubuhnya.
Harimau itu tidak dapat berkutik lagi, sinar
matanya memancarkan rasa takut. Yo Ko meraba-raba kepalanya dan berkata dengan
tertawa: “jangan kuatir, jiwamu takkan kami
ganggu, kami cuma minta kau menjadi mak inang
sementara.”
Segera Li Bok-chiu mendekatkan mulut si bayi
pada punting susu harimau itu. Bayi itu sudah sangat kelaparan, begitu punting
susu harimau masuk mulutnya, sekuatnya ia lantas menyedot
Air susu harimau tutul itu beberapa kali
lipat lebih banyak daripada air susu manusia, tidak berapa lama kenyanglah.
bayi itu dan terpulas pula dengan nyenyaknya.
Selama bayi itu menyusu hingga tertidur,
selama itu pula pandangan Yo Ko dan Li Bok-chiu tak pernah meninggalkan wajah
si kecil yang molek itu, setelah menyaksikan bayi itu kenyang menyusu dan
terpulas, air mukanya yang lembut itu tersenyum simpuI, hati kedua orang
menjadi girang dab tanpa terasa mereka saling pandang dan tertawa.
Saling tertawa ini banyak membawa kedamaian
bagi mereka, rasa waswas yang tadinya meliputi perasaan mereka seketika lenyap
sebagian, Dengan wajah yang penuh perasaan lembut Li Bok-chiu memondong kembali
bayi itu lambil ber- nyanyi2 kecil dengan suara pelahan.
Yo Ko lantas mencari rumput yang lunak dan
membuat sebuah “kasur” kecil dibawah pohon katanya: “Rebahkan di sini biar dia
tidur lebih lelap.
“Sssst!” tiba-tiba Li Bok-chiu mendesis
sambil memberi tanda agar anak muda itu jangan berisik.
Yo Ko melelet lidah dengan muka jenaka,
Terlihat si bayi telah tertidur dengan tenteram, bara sekarang ia dapat
menghela napas lega.
Sementara itu kedua ekor anakan macan tutul
juga sedang sibuk menyusu pada induknya, Suasana sekeliling aman tenteram,
angin meniup sepoi-sepoi manusia dan binatang berdampingan dengan damai Setelah
mengalami banyak peristiwa selama beberapa hari ini, baru sekarang Yo Ko
merasakan longgar.
Li Bok-chiu duduk menunggui anak bayi itu,
kebutnya mengebas pelahan mengusir lalat dan nyamuk yang menghinggapi si kecil,
Di bawah kebut ini entah sudah berapa banyak melayang jiwa manusia, untuk
pertama kalinya sekarang kebut itu digunakan untuk yang baik dengan perasaan
kasih.
Yo Ko melihat Li Bok-chiu terus memandangi si
kecil dengan terkesima, terkadang mengulum senyum, lain saat tampak sedih,
mendadak kelihatan terangsang, tapi segera kelihatan tenteram lagi. Mungkin
batin iblis perempuan ini sedang bergolak dengan hebatnya dan teringat kepada
pengalamannya selama ini.
Memang Yo Ko tidak jelas kisah hidup Li
Bok-chiu, hanya sekadarnya pernah didengarnya dari Thia Eng dan Liok Bu-siang,
bahwa tindak-tanduknya sangat keji dan benci kepada sesamanya, tentu pernah ia
pernah mengalami kedukaan yang luar biasa. Selama ini Yo Ko benci padanya,
sekarang terasa timbul juga rasa kasihan nya.
Selang agak lama, Li Bok-chiu angkat
kepalanya, beradu pandang dengan Yo Ko, melihat air muka anak muda itu tenang
ramah, hati Li Bok-chiu rada tercengang, dengan suara pelahan ia berkat “Hari
hampir gelap, bagaimana baiknya malam nanti?”
Yo Ko memandang sekeliling situ. katanya
kemudian: “Kita juga tak dapat membawa “mak inang” raksasa ini dalam
perjalanan, sebaiknya kita mencari sebuah gua untuk bermalam, segala persoalan
kita tentukan saja besok.”
Li Bok-chiu mengangguk setuju. Yo Ko lantas
memeriksa sekitar tempat itu menemukan sebuah gua yang sekadarnya cukup untuk
berteduh, ia mengumpulkan sedikit rerumputan dan dijereng menjadi dua kasuran
besar dan kecil di dalam gua itu lalu berkata: “Li-supek, silahkan mengaso dulu,
aku pergi mencari barang makanan.”
Tidak lama kemudian Yo Ko sudah kembali
dengan membawa tiga ekor kelinci dan belasan buah buahan. Ia melepaskan tali
yang membelenggu moncong harimau tutul itu dan memberinya makan seekor kelinci,
lalu ia membuat api unggun untuk memanggang kedua ekor kelinci yang lain dan
dimakan bersama dengan Li Bok-chiu.
“Li supek, silakan tidur saja, akan ku jaga
di sini” kata Yo Ko kemudian. ia ambil seutas tali diikat pada dua batang
pohon, di atas tali itulah ia tidur secara terapung.
“Cara tidur Yo Ko itu adalah latihan utama
dari Kobong-pay. dengan sendirinya Li Bck-chiu tak merasa heran. Selama ini
selain terkadang dalam perjalanan bersama muridnya, Ang Leng-po, biasanya Li
Bok-chiu pergi datang sendirian, sekarang Yo Ko menemani dan melayani dia
dengan baik dan rapi.
lnilah berbeda rasanya daripada hidup
sendirian dipergunungan sunyi di masa lalu, tanpa terasa Li Bok-chiu menghela
napas gegetun.
Tertidur sampai tengah malang tiba-tiba Yo Ko
mendengar suara burung berkicau di jurusan tenggara sana, suaranya nyaring
halus dan terasa sangat enak didengar. .”
Dia pasang telinga mendengarkan sejenak, ia
tidak tahu bunyi burung jenis apakah yang sedemikian merdunya. Karena ingin
tahu, pelahan ia melompat turun dari ranjang tali dan merunduk ke arah
datangnya suara burung itu.
Didengarnya suara burung itu terkadang
meninggi dan mendadak rendah, tempo cepat dan lain jadi lambat, mirip sekali
dengan orang yang sedang memainkan alat musiknya.
Mau tak mau timbul hasratnya untuk menangkap
burung aneh itu.
Begitulah ia terus menyusur maju ke sana,
makin lama makin menurun tempatnya, akhirnya ia sama di sebuah lembah yang
dalam, terdengar suara burung itu berada tidak jauh di depannya, kuatir
mengejutkan burung itu, ia berjalan dengan pelahan dan langkahnya dibuat
enteng, hati-hati sekali ia menyingkap semak-semak dan melongok ke sana, tapi
ia menjadi kecewa, heran dan geli pula.
Kiranya burung yang berkicau dengan suara
yang merdu tadi, bentuknya justeru sangat jelek badannya tinggi besar, malahan
lebih tinggi satu kepala kalau berdiri berjajar dengan Yo Ko. Bulu di sekujur
badannya jarang-jarang sehingga mirip dicabut orang, warna bulunya kuning
bercampur hitam dan kelihaian kotor, tampangnya rada mirip dengan sepasang
rajawali piaraan Oey Yong di Tho-hoa-to itu, cuma kedua rajawali itu sangat
cakap, sebaliknya rajawali aneh ini jelek, bedanya seperti langit dan bumi.
Malahan paruhnya besar membengkok, dibatok
kepalanya tumbuh sebuah gumpalan daging merah sehingga menyerupai jengger, di
antara beribu-ribu jenis burung di dunia ini, rasanya tiada lagi yang lebih
jelek rupanya dari pada burung raksasa yang ini.
Rajawali jelek ini sedang melangkah kian
kemari, terkadang menjulurkan sayap, ternyata sayap juga ada kelainan, sebelah
kanan pendek sebelah kiri panjang, entah cara bagaimana ini bisa terbang. Sikap
Rajawali aneh ini sangat angkuh, dengan bersitegang leher ia berjalan mondar
mandir.
Setelah berkicau sejenak, mendadak suaranya
berubah, dari halus merdu berubah menjadi galang menantang, tiba- tiba di
sela-sela sana ada suara mendesis.
Sejak kecil Yo Ko ikut ibunya menangkap ular,
maka mendengar suara itu segera ia tahu ada tujuh atau delapan ekor ular
berbisa besar sedang menyusur tiba. Sudah tentu dia tidak takut pada ular
berbisa, tapi jumlah ular cukup banyak, mau tak-mau ia harus berjaga-jaga.
Baru timbul rasa waswasnya, di bawah cahaya
rembulan kelihatanlah warna loreng2, delapan ekor ular berbisa sekaligus
menyambar ke arah si rajawali jelek tadi, tapi rajawali itu telah pentang
paruhnya yang bengkok itu, berturut-urut ia mencocok delapan kali, kontan
kedelapan ekor ular m tercocok mati.
Betapa cepat dan jitu caranya memaruh luar
biasa, sekalipun jago silat kelas satu sebangsa Kwe Ceng atau Kim-lun Hoat-ong
juga tidak lebih dari itu.
Yo Ko terkesima menyaksikan kesaktian
rajawali jelek itu, sekejap itu lenyaplah perasaan meremehkan dan mentertawakan
rajawali yang buruk rupa itu, sekarang timbul perasaan kagum dan heran.
Sementara itu, rajawali aneh itu sedang
melalap ular-ular berbisa tadi satu demi satu, dari suaranya mengunyah itu
seakan-akan mulut burung itu bergigi saja.
Semakin heran Yo Ko menyaksikan itu, ia pikir
kalau kejadian ini diceritakan pada orang lain, tentu orang takkan percaya,
Selagi ia terpesona oleh kesaktian rajawali yang aneh itu, tiba-tiba hidungnya
mengedus bau amis busuk, nyata ada ular menyusur tiba pula.
Agaknya rajawali itupun tahu datangnya ular,
dia berkaok tiga kali se-akan sedang menarik perhatian. Mendadak terdengar
suara bergedebuk dari atas pohon di depan sana menggelatung turun seekor ular
sawa (Python) yang bulat tengahnya sebesar mangkuk, kepalanya bentuk segi tiga,
begitu buka mulut, seketika segumpal kabut merah bisa menyembur ke arah
rajawali tadi.
Namun rajawali itu sama sekali tidak gentar,
sebaliknya ia malah memapak maju, mulutnya membuka, kabut berbisa tadi
dihirupnya semua ke dalam perut. Berulang tiga kali ular sawa ini menyemburkan
kabut racun, tapi seluruhnya dapat diisap oleh rajawali jelek itu.
Rupanya ular sawa itu tahu gelagat jelek dan
ada tanda takut dan hendak mengerat mundur, namun rajawali itu cepat sekali
mematuk sehingga sebuah mata ular itu terpatuk buta.
Tampaknya leher rajawali itu cekak lagi
kasar, gerak-geriknya seperti kurang leluasa, tapi mulur mengkeretnya ternyata
secepat kilat sehingga Yo Ko tidak sempat melihat jelas cara bagaimana rajawali
itu membutakan mata lawannya.
Karena kehilangan sebuah matanya, ular
sawa-kesakitan sekali ia pentang mulut dan -”crat” jengger merah diatas kepala
rajawali itu terus dipatuknya. Kejadian yang tak terduga ini ikut menjerit
kaget.
Setelah menyerang berhasil, segera ular sawa
itu merambat ke bawah, tubuhnya melilit beberapa kali di badan rajawali terus
mengencang sekuatnya, tampaknya jiwa rajawali itu pasti sukar dipertahankan.
Lantatan ibunya tewas oleh pagutan ular
berbisa, maka selama hidup Yo Ko sangat benci pada ular, meski dia tidak
menaruh simpatik terhadap rajawali buruk rupa itu, tapi iapun tidak ingin
burung itu dicelakai ular jahat, cepat ia melompat keluar, pedangnya terus
membacok tubuh ular itu.
Terdengarlah suara “blang” yang nyaring
pedang nya ternyata terpental balik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar