Sabtu, 24 November 2012

Sin Tiauw Hiap Lu 73



Kembalinya Pendekar Rajawali 73

 “Hm, setelah terkena jarumku, seumpama kabur juga takkan mencapai jauh,” jengek Li-Bok-chiu, “sekarang cabutlah semua jarum yang kau tancapkan di mulut gua tadi dan taruh di depanku sini.”
Karena bayi itu masih terus menangis, Yo Ko pikir harus lekas mencarikan sesuatu makanan baginya, maka ia turut perintah Li Bok-chiu itu, dengan tangan terbalut ia cabuti jarum-jarum itu dan di kembalikan kepada yang empunya.
Setelah memasukkan jarum berbisa itu ke kantungnya.
segera Li Bok-chiu melangkah keluar, Yo Ko mengintilnya dengan cepat dan bertanya “Hendak kau bawa ke mana bayi itu?”
“Pulang ke rumahku,” jawab Bok-chiu.
“Untuk apa kau membawa pulang anak ini? Kan bukan kau yang melahirkannya,” seru Yo Ko tanpa pikir.
Muka Li Bok-chiu menjadi merah dan men-lamperat: “Ngaco-belo tak keruan! Asalkan kau mengantar Giok-li-sim-keng dari Ko-bong pay kita kepadaku segera kukembalikan anak ini padamu, ku jamin takkan mengganggu seujung rambutnya.”
Habis berkata ia terus berlari secepat terbang ke utara dengan Ginkang yang tinggi.
“He, harus kau susui dia dulu!” seru Yo Ko sambil mengikutinya lari.
Dengan muka merah padam Li Bok-chiu berpaling dan membentak: “Keparat, kau bicara tidak keruan dan selalu mengolok-olok saja.”
“Hm, mengolok-olok bagaimana?” ujar Yo Ko dengan heran, “Bukankah anak itu akan mati kelaparan jika tidak disusui?”
“Aku masih gadis suci bersih, cara bagaimana dapat menyusui setan cilik ini?” omel Li Bok-chiu Baru sekarang Yo Ko tahu apa sebabnya muka orang merah, dengan tersenyum ia menjawab: “Li supek, bukan maksudku menyuruh engkau menyusui bocah ini, tapi: kuminta engkau berusaha mencarikan susu baginya.”
Li Bok-chiu menjaga diri dengan suci bersih dan tidak pernah menikah, selama hidup berkecimpung di dunia Kangouw, mengenai urusan merawat bayi segala sedikitpun ia tidak paham.
la menjadi bingung, setelah berpikir sejenak, kemudian ia tanya: “Mencari susu ke mana? Makan nasi saja, bagaimana?”
“Boleh kau periksa dia bergigi atau tidak?” katanya.
Li Bok-chiu coba pentang mulut si orok yang mungil itu, lalu menggeleng dan berkata: “Tidak ada, satu bijipun tidak ada,”
“Hei, kita dapat mencari seorang perempuan yg sedang menyusui anaknya di kampung sana, kita suruh perempuan itu menyusui orok ini, bagus tidak”
Ya, kau memang cerdik dan banyak akal,” kata Bok-chiu dengan girang, ia coba memandang jauh ke sana dari tempat tinggi, kelihatan di sebelah barat sana ada asap mengepul.
Segera mereka sama berlari ke sana, dalam waktu singkat sampailah mereka di suatu kampung kecil. Sudah lama peperangan melanda kota Siang-yang, maka kota-kota kecil sekitarnya juga telah men-jadi korban api peperangan itu dan setelah dihancurkan oleh keganasan pasukan Mongol, hanya di tempat pegunungan yang sunyi ini masih ada sedikit rumah penduduk.
“Dari rumah ke rumah Li Bok-chiu memeriksa dengan teliti, sampai rumah petani ke empat barulah dilihatnya seorang perempuan muda sedang menyusui anaknya yang berumur setahunan.
Bok-chiu sangat girang, tanpa permisi ia tarik anak perempuan muda itu dan dilemparkan ke atas dipan sana, habis itu bayi yang dipondongnya ia lantas ditaruh pada pangkuan perempuan itu sambil berkata: “Anak ini lapar, lekas kau menyusui dia.”
Anak kecil yang dilemparkan ke dipan itu terbanting cukup keras, karena kesakitan seketika terdengarlah jerit tangis, Adalah lazim seorang ibu sayang pada anaknya sendiri, lekas-lekas ia menggendong kembali anaknya itu.
Melihat bagian dada perempuan muda itu terbuka, cepat Yo Ko berpaling keluar rumah. Segera didengarnya bentakan Li Bok chiu “Kusuruh kau menyusui anakku, apa kau tidak dengar? Siapa suruh kau memondong anakmu sendiri?” -
Menyusul terdengar kebut menyabet, lalu terdengar suara “Blang” sekali.
Yo Ko terkejut dan menoleh, dilihatnya anak perempuan petani itu telah dibanting oleh Li Bok -chiu di dekat kaki tembok sana kepalanya berlumuran darah, entah mati atau masih hidup.
Tentu saja tidak kepalang pedih hati si perempuan petani, cepat ia menaruh anak Kwe Ceng itu diatas dipan dan segera menubruk maju untuk memondong anaknya sendiri sambil menjerit dan menagis. Li Bok-chiu tambah gusar, ia angkat kebutnya hendak menyabet kepala perempuan itu.
Syukur Yo Ko sempat menangkis kebut itu dengan pedangnya, dalam hati ia pikir Li Bok-chiu ini sungguh wanita yang paling kejam dan se-wenang2. tapi dimulut ia berkata: “Li-supek, kalau mau membinasakan dia, orang mati tak dapat lagi menyusui.”
“Persetan!” omel Bok-chiu dengan gusar, “Apa toh.
kulakukan adalah demi kebaikan anakmu, mengapa kau malah ikut campur urusan tetek bengek.”
Diam-diam Yo Ko mendongkol sudah jelas bukan anaknya, tapi Li Bok-chiu terus menerus mengatakan bayi itu anaknya, Tapi kalau benar anaknya, mengapa dikatakan pula Yo Ko ikut campur urusan tetek bengek.
Tapi Yo Ko tidak membantah, katanya dengan tersenyum: “Anak ini sudah kelaparan, paling penting disusui dulu.” - Berbareng ia terus hendak membopong bayi di atas dipan itu.
Namun Li Bok-chiu telah mengadangnya dengan ancaman kebut dan berseru: “Kau berani merebut anak itu?”
Terpaksa Yo Ko melangkah mundur lagi dan berkata:
“Baik, takkan kupondong dia.”
Li Bok-chiu sendiri lantas pondong bayi itu dan baru saja akan disodorkan lagi kepada perempuan petani tadi, tapi perempuan itu ternyata sudah menghilang entah ke mana.
Rupanya selagi mereka berdua bertengkar, perempuan itu terus kabur melalui pintu belakang dengan membawa puteranya yang terluka itu.
Dengan murka Li Bok-chiu menerjang keluar pintu, dilihatnya perempuan tadi sedang lari kesetanan ke depan sana dengan anaknya, sekali Li Bok-chiu menjengek, ia melompat ke sana, kebutnya terus menyabet, tahu-tahu perempuan petani brtsama anaknya sudah menggeletak tak bernyawa dengan tulang kepala pecah berantakan.
Masih belum puas dengan itu, Li Bok-chiu terus menyalakan api dan membakar rumah petani itu hingga habis menjadi abu, habis itu barulah ia melangkah pergi..
Diam-diam Yo Ko menyesali Li Bok-chiu yang teramat kejam dan keji itu, ia terus mengintil di belakangnya. Kedua orang sama-sama diam dan berjalan di ladang pegunungan, sampai berpuluh li jauhnya, rupanya saking lelahnya bayi itu telah terpulas dalam pondongan Li Bok-chiu.
Tengah berjalan, tiba-tiba Li Bok-chiu bersuara heran dan berhenti, dilihatnya dua ekor anakan macan tutul sedang bersenda gurau di bawah sinar matahari, ia melangkah maju dan baru hendak mendepak minggir kedua ekor macan tutul kecil itu, sekonyong-konyong terdengar suara meraung dari semak-semak di samping sana, seekor induk macan tutul yabg besar menubruk tiba.
Biarpun tinggi ilmu silat Li Bok-chiu juga kaget melihat betapa besarnya macan tutul itu, cepat ia melompat ke samping untuk menghindar.
Macan tutul itu kelihatan sangat buas, sekali tubruk tidak kena, segera ia memutar balik hendak mencakar, gerakannya sangat gesit seperti jago silat saja, Segera Li Bok-chiu angkat kebutnya dan menyabet, tapi mengenai batok kepala macan
tutul itu sehingga binatang itu marah dan semakin buas, macan tutul itu mendekam di tanah dengan menyeringai hingga kelihatan kedua baris giginya yang putih tajam, kedua matanya terus mengincar mangsanya dan siap menerkam pula.
Cepat Li Bok-chiu menyambitkan kedua buah jarum untuk menyerang kedua mata harimau itu. Mendadak Yo Ko berseru: “Nanti dulu!” -Berbareng kedua jarum itu disampuknya dengan pedangnya.
Pada saat itu juga macan tutul itu sudah melompat ke atas dan menubruk tiba pula, Namun pada saat yang sama Yo Ko juga melompat keatas, lebih dulu ia sampok pula dua jarum yang sementara itu disambitkan lagi oleh Li Bok-chiu.
Menyusul kepalan kanan dengan cepat menghantam pada tulang punggung di dekat gitok macan itu.
Macan tutul itu mengaung kesakitan dan terjatuh, tapi segera menubruk lagi ke arah Yo Ko. Cepat anak muda itu mengegos sambil menghantamkan sebelah tangannya, betapapun kuatnya binatang itu juga tidak tahan oleh genjotan Yo Ko dan jatuh terjungkal.
Li Bok-chiu menjadi heran mengapa dia menolong harimau itu dari serangan jarumnya, sebaliknya sekarang anak muda itu berkelahi dengan binatang itu.
Dilihatnya susul menyusul Yo Ko memukul macan tutul yang jatuh bangufn itu, hanya tempat yang dihantamnya itu bukan tempat mematikan melainkan tempat yang membuat binatang itu jatuh dan kesakitan melulu.
Suara macan tutul itu makin Iama makin perlahan, meski tidak terluka, tapi sudah belasan kali ia dipukul oleh Yo Ko dan tidak tahan lagi segera ia melompat ke atas lereng bukit Tapi Yo Ko sudah menduga akan itu, segera ekor harimau itu hendak ditariknya.
Tak terduga macan tutul itu mendadak mencawat ekornya di sela-sela kaki sehingga tarikan Yo Ko tidak kena pada sasarannya.
Selagi Yo Ko hendak mengejar, mendadak macan tutul itu berpaling dan meraung seperti memanggil kedua ekor anaknya agar ikut lari. Pikiran Yo Ko tergerak cepat ia pegang kuduk kedua anakan macan tutul dan diangkat tinggi ke atas.
Tampaknya induk macan juga sayang kepada anaknya, tanpa hiraukan keselamatan sendiri kembali macan tutul besar itu menubruk ke arah Yo Ko. Cepat Yo Ko melempar kedua anak harimau itu kepada Li Bok-chiu sambil berseru “peganglah ini, jangan dimatikan!”
Berbareng itu ia terus meloncat ke atas, bahkan lebih tinggi daripada macan tutul itu, ia incar dengan tepatnya, jatuh ke bawah dengan persis dapat menunggangi punggung macan tutul, kedua tangannya terus mencengkeram kencang telinga binatang itu dan ditahan ke bawah sekuatnya.
Macan tutul itu meronta sekuatnya, namun seluruh badannya sudah diatasi lawan, mulutnya yang terpentang lebar juga ambles terbenam ke dalam tanah.
“Li-supek, lekas membuat tali dengan kulit pohon dan mengikat keempat kakinya,” seru Yo Ko.
“Hm, aku tiada tempo ikut memain dengan kau,” jengek Li Bok-chiu, habis itu segera ia hendak melangkah pergi Yo Ko menjadi ribut, teriaknya pula: “Hei, memangnya siapa mengajak kau main-main? Maksudku macan tutul ini punya susu!”
Baru sekarang Li Bok-chiu paham maksud Yo Ko, dengan girang ia berkata: “He, betul, Hanya kau yang dapat memikirkan hal ini.” - Cepat mengambil belasan lempeng kulit pohon dan dipelintir menjadi tali yang kuat, lebih dulu ia ikat moncong macan tutul itu dengan kencang, habis itulah meringkus keempat kakinya.
Dengan tersenyum barulah Yo Ko melepaskan pegangan pada harimau itu, ia berbangkit sambil kebut debu pasir di tubuhnya.
Harimau itu tidak dapat berkutik lagi, sinar matanya memancarkan rasa takut. Yo Ko meraba-raba kepalanya dan berkata dengan tertawa: “jangan kuatir, jiwamu takkan kami
ganggu, kami cuma minta kau menjadi mak inang sementara.”
Segera Li Bok-chiu mendekatkan mulut si bayi pada punting susu harimau itu. Bayi itu sudah sangat kelaparan, begitu punting susu harimau masuk mulutnya, sekuatnya ia lantas menyedot
Air susu harimau tutul itu beberapa kali lipat lebih banyak daripada air susu manusia, tidak berapa lama kenyanglah. bayi itu dan terpulas pula dengan nyenyaknya.
Selama bayi itu menyusu hingga tertidur, selama itu pula pandangan Yo Ko dan Li Bok-chiu tak pernah meninggalkan wajah si kecil yang molek itu, setelah menyaksikan bayi itu kenyang menyusu dan terpulas, air mukanya yang lembut itu tersenyum simpuI, hati kedua orang menjadi girang dab tanpa terasa mereka saling pandang dan tertawa.
Saling tertawa ini banyak membawa kedamaian bagi mereka, rasa waswas yang tadinya meliputi perasaan mereka seketika lenyap sebagian, Dengan wajah yang penuh perasaan lembut Li Bok-chiu memondong kembali bayi itu lambil ber- nyanyi2 kecil dengan suara pelahan.
Yo Ko lantas mencari rumput yang lunak dan membuat sebuah “kasur” kecil dibawah pohon katanya: “Rebahkan di sini biar dia tidur lebih lelap.
“Sssst!” tiba-tiba Li Bok-chiu mendesis sambil memberi tanda agar anak muda itu jangan berisik.
Yo Ko melelet lidah dengan muka jenaka, Terlihat si bayi telah tertidur dengan tenteram, bara sekarang ia dapat menghela napas lega.
Sementara itu kedua ekor anakan macan tutul juga sedang sibuk menyusu pada induknya, Suasana sekeliling aman tenteram, angin meniup sepoi-sepoi manusia dan binatang berdampingan dengan damai Setelah mengalami banyak peristiwa selama beberapa hari ini, baru sekarang Yo Ko merasakan longgar.
Li Bok-chiu duduk menunggui anak bayi itu, kebutnya mengebas pelahan mengusir lalat dan nyamuk yang menghinggapi si kecil, Di bawah kebut ini entah sudah berapa banyak melayang jiwa manusia, untuk pertama kalinya sekarang kebut itu digunakan untuk yang baik dengan perasaan kasih.
Yo Ko melihat Li Bok-chiu terus memandangi si kecil dengan terkesima, terkadang mengulum senyum, lain saat tampak sedih, mendadak kelihatan terangsang, tapi segera kelihatan tenteram lagi. Mungkin batin iblis perempuan ini sedang bergolak dengan hebatnya dan teringat kepada pengalamannya selama ini.
Memang Yo Ko tidak jelas kisah hidup Li Bok-chiu, hanya sekadarnya pernah didengarnya dari Thia Eng dan Liok Bu-siang, bahwa tindak-tanduknya sangat keji dan benci kepada sesamanya, tentu pernah ia pernah mengalami kedukaan yang luar biasa. Selama ini Yo Ko benci padanya, sekarang terasa timbul juga rasa kasihan nya.
Selang agak lama, Li Bok-chiu angkat kepalanya, beradu pandang dengan Yo Ko, melihat air muka anak muda itu tenang ramah, hati Li Bok-chiu rada tercengang, dengan suara pelahan ia berkat “Hari hampir gelap, bagaimana baiknya malam nanti?”
Yo Ko memandang sekeliling situ. katanya kemudian: “Kita juga tak dapat membawa “mak inang” raksasa ini dalam perjalanan, sebaiknya kita mencari sebuah gua untuk bermalam, segala persoalan kita tentukan saja besok.”
Li Bok-chiu mengangguk setuju. Yo Ko lantas memeriksa sekitar tempat itu menemukan sebuah gua yang sekadarnya cukup untuk berteduh, ia mengumpulkan sedikit rerumputan dan dijereng menjadi dua kasuran besar dan kecil di dalam gua itu lalu berkata: “Li-supek, silahkan mengaso dulu, aku pergi mencari barang makanan.”
Tidak lama kemudian Yo Ko sudah kembali dengan membawa tiga ekor kelinci dan belasan buah buahan. Ia melepaskan tali yang membelenggu moncong harimau tutul itu dan memberinya makan seekor kelinci, lalu ia membuat api unggun untuk memanggang kedua ekor kelinci yang lain dan dimakan bersama dengan Li Bok-chiu.
“Li supek, silakan tidur saja, akan ku jaga di sini” kata Yo Ko kemudian. ia ambil seutas tali diikat pada dua batang pohon, di atas tali itulah ia tidur secara terapung.
“Cara tidur Yo Ko itu adalah latihan utama dari Kobong-pay. dengan sendirinya Li Bck-chiu tak merasa heran. Selama ini selain terkadang dalam perjalanan bersama muridnya, Ang Leng-po, biasanya Li Bok-chiu pergi datang sendirian, sekarang Yo Ko menemani dan melayani dia dengan baik dan rapi.
lnilah berbeda rasanya daripada hidup sendirian dipergunungan sunyi di masa lalu, tanpa terasa Li Bok-chiu menghela napas gegetun.
Tertidur sampai tengah malang tiba-tiba Yo Ko mendengar suara burung berkicau di jurusan tenggara sana, suaranya nyaring halus dan terasa sangat enak didengar. .”
Dia pasang telinga mendengarkan sejenak, ia tidak tahu bunyi burung jenis apakah yang sedemikian merdunya. Karena ingin tahu, pelahan ia melompat turun dari ranjang tali dan merunduk ke arah datangnya suara burung itu.
Didengarnya suara burung itu terkadang meninggi dan mendadak rendah, tempo cepat dan lain jadi lambat, mirip sekali dengan orang yang sedang memainkan alat musiknya.
Mau tak mau timbul hasratnya untuk menangkap burung aneh itu.
Begitulah ia terus menyusur maju ke sana, makin lama makin menurun tempatnya, akhirnya ia sama di sebuah lembah yang dalam, terdengar suara burung itu berada tidak jauh di depannya, kuatir mengejutkan burung itu, ia berjalan dengan pelahan dan langkahnya dibuat enteng, hati-hati sekali ia menyingkap semak-semak dan melongok ke sana, tapi ia menjadi kecewa, heran dan geli pula.
Kiranya burung yang berkicau dengan suara yang merdu tadi, bentuknya justeru sangat jelek badannya tinggi besar, malahan lebih tinggi satu kepala kalau berdiri berjajar dengan Yo Ko. Bulu di sekujur badannya jarang-jarang sehingga mirip dicabut orang, warna bulunya kuning bercampur hitam dan kelihaian kotor, tampangnya rada mirip dengan sepasang rajawali piaraan Oey Yong di Tho-hoa-to itu, cuma kedua rajawali itu sangat cakap, sebaliknya rajawali aneh ini jelek, bedanya seperti langit dan bumi.
Malahan paruhnya besar membengkok, dibatok kepalanya tumbuh sebuah gumpalan daging merah sehingga menyerupai jengger, di antara beribu-ribu jenis burung di dunia ini, rasanya tiada lagi yang lebih jelek rupanya dari pada burung raksasa yang ini.
Rajawali jelek ini sedang melangkah kian kemari, terkadang menjulurkan sayap, ternyata sayap juga ada kelainan, sebelah kanan pendek sebelah kiri panjang, entah cara bagaimana ini bisa terbang. Sikap Rajawali aneh ini sangat angkuh, dengan bersitegang leher ia berjalan mondar mandir.
Setelah berkicau sejenak, mendadak suaranya berubah, dari halus merdu berubah menjadi galang menantang, tiba- tiba di sela-sela sana ada suara mendesis.
Sejak kecil Yo Ko ikut ibunya menangkap ular, maka mendengar suara itu segera ia tahu ada tujuh atau delapan ekor ular berbisa besar sedang menyusur tiba. Sudah tentu dia tidak takut pada ular berbisa, tapi jumlah ular cukup banyak, mau tak-mau ia harus berjaga-jaga.
Baru timbul rasa waswasnya, di bawah cahaya rembulan kelihatanlah warna loreng2, delapan ekor ular berbisa sekaligus menyambar ke arah si rajawali jelek tadi, tapi rajawali itu telah pentang paruhnya yang bengkok itu, berturut-urut ia mencocok delapan kali, kontan kedelapan ekor ular m tercocok mati.
Betapa cepat dan jitu caranya memaruh luar biasa, sekalipun jago silat kelas satu sebangsa Kwe Ceng atau Kim-lun Hoat-ong juga tidak lebih dari itu.
Yo Ko terkesima menyaksikan kesaktian rajawali jelek itu, sekejap itu lenyaplah perasaan meremehkan dan mentertawakan rajawali yang buruk rupa itu, sekarang timbul perasaan kagum dan heran.
Sementara itu, rajawali aneh itu sedang melalap ular-ular berbisa tadi satu demi satu, dari suaranya mengunyah itu seakan-akan mulut burung itu bergigi saja.
Semakin heran Yo Ko menyaksikan itu, ia pikir kalau kejadian ini diceritakan pada orang lain, tentu orang takkan percaya, Selagi ia terpesona oleh kesaktian rajawali yang aneh itu, tiba-tiba hidungnya mengedus bau amis busuk, nyata ada ular menyusur tiba pula.
Agaknya rajawali itupun tahu datangnya ular, dia berkaok tiga kali se-akan sedang menarik perhatian. Mendadak terdengar suara bergedebuk dari atas pohon di depan sana menggelatung turun seekor ular sawa (Python) yang bulat tengahnya sebesar mangkuk, kepalanya bentuk segi tiga, begitu buka mulut, seketika segumpal kabut merah bisa menyembur ke arah rajawali tadi.
Namun rajawali itu sama sekali tidak gentar, sebaliknya ia malah memapak maju, mulutnya membuka, kabut berbisa tadi dihirupnya semua ke dalam perut. Berulang tiga kali ular sawa ini menyemburkan kabut racun, tapi seluruhnya dapat diisap oleh rajawali jelek itu.
Rupanya ular sawa itu tahu gelagat jelek dan ada tanda takut dan hendak mengerat mundur, namun rajawali itu cepat sekali mematuk sehingga sebuah mata ular itu terpatuk buta.
Tampaknya leher rajawali itu cekak lagi kasar, gerak-geriknya seperti kurang leluasa, tapi mulur mengkeretnya ternyata secepat kilat sehingga Yo Ko tidak sempat melihat jelas cara bagaimana rajawali itu membutakan mata lawannya.
Karena kehilangan sebuah matanya, ular sawa-kesakitan sekali ia pentang mulut dan -”crat” jengger merah diatas kepala rajawali itu terus dipatuknya. Kejadian yang tak terduga ini ikut menjerit kaget.
Setelah menyerang berhasil, segera ular sawa itu merambat ke bawah, tubuhnya melilit beberapa kali di badan rajawali terus mengencang sekuatnya, tampaknya jiwa rajawali itu pasti sukar dipertahankan.
Lantatan ibunya tewas oleh pagutan ular berbisa, maka selama hidup Yo Ko sangat benci pada ular, meski dia tidak menaruh simpatik terhadap rajawali buruk rupa itu, tapi iapun tidak ingin burung itu dicelakai ular jahat, cepat ia melompat keluar, pedangnya terus membacok tubuh ular itu.
Terdengarlah suara “blang” yang nyaring pedang nya ternyata terpental balik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar