Kembalinya Pendekar Rajawali 59
Semua orang sama berteriak heran dan
berbangkit Kim-lun Hoat-ong dan Lain-lain tahu persoalannya bahwa Kiu lian-jio
sebenarnya bukan memberi petunjuk kepada Yo Ko caranya memperoleh kemenangan,
tapi mengajarkan dia mencari kesempatan menang dari keadaan yang tidak mungkin
menang itu, bukan ditujukan titik kelemahan Kongsun Ci, tapi suruh Yo Ko
mendesak musuh yang sama sekali tiada kelemahan itu agar terpaksa memberi titik
kelemahan, Hanya beberapa kali saja Kiu Jian-jio memberi petunjuk, karena Yo Ko
memang anak yang cerdik dan pintar, segera ia dapat menangkap di mana letak
intisari ilmu silat yang bagus itu, dalam hati ia sangat kagum dan bersyukur
akan petunjuk Kiu Jian-jio yang besar manfaatnya itu.
Cuma untuk bisa memaksa Kongsun Ci
memperlihatkan titik kelemahannya selain lawannya harus lebih unggul ilmu
silatnya dan harus pula paham akan setiap gerak serangan Kongsun Ci, dengan
begini barulah dapat menapsirkan jurus serangan mana yang bakal dilontarkan
musuh itu dan
memancingnya menuju kearah yang keliru.
Untuk ini memang cuma Kiu Jian-jio saja yang
sanggup, Yo Ko sendiri hanya paham maksudnya tapi tidak mampu melakukannya
sendiri tanpa petunjuk nenek itu. Karena itulah dia turut setiap petunjuk Kiu
Jian-jio dan melancarkan serangan berantai mengitari Kongsun Ci, setelah belasan
jurus lagi, kembali kaki Kongsun Ci tertusuk oleh pedangnya.
Meski tidak parah, namun lukanya cukup
panjang, diam-diam Kongsun Ci sangat mendongkol ia pikir dalam waktu singkat
jelas dirinya sukar mendapat kemenangan malahan kalau bertempur lebih lama
bukan mustahil jiwanya sendiri yang akan melayang dibawah pedang bocah ini.
Dahulu, demi untuk menyelamatkan jiwa sendiri
pernah juga dia membunuh Yu-ji yang dicintainya itu, sekarang keadaan sudah
kepepet, maka iapun tidak memikirkan Siao-liong-li lagi, segera pedang hitam
bergerak ke depan, tapi mendadak goloknya yang membacok ke bahu Siao-Iiong li.
Yo Ko terkejut, cepat ia menangisnya.
“Tusuk pinggangnya.” mendadak Kiu Jian-jio
berseru pula.
Yo Ko melengak, ia pikir Kokoh sedang
terancam, mana boleh kudiamkan saja? Tapi setiap petunjuk Kiu-locianpwo selalu
mengandung arti yang dalam, bisa jadi cara ini adalah jurus penolong yang
bagus, Karena itu pedangnya terus berputar ke bawah untuk menusuk pinggang
musuh.
Pada saat itulah terdengar Siao-Liong-Li menjerit
kesakitan, lengannya telah terluka, “trang”, Siok-li-kiam terjatuh pula.
Menyusul itu Kongsun Ci sempat menangkis
serangan Yo Ko dengan pedangnya.
Yo Ko sangat kuatir akan luka Siao-Iiong-li
itu, serunya: “Kokoh, kau mundur saja, biar aku sediri melayani dia!”-Karena
rangsangan perasaannya terhadap Siao-liong-Ii, tiba- tiba dadanya terasa sakit.
Dalam keadaan tcrluka, terpaksa Siao-liong-li
mundur kesamping untuk membalut lukanya dengan robekan baju.
Yo Ko terus bertempur dengan gagah berani, ia
sangat mendongkol terhadap petunjuk Kiu Jian-jio yang keliru itu, pada suatu
kesempatan ia melotot gusar terhadap nenek itu.
Sudah tentu Kiu Jiau-jio paham maksud anak
muda itu, ia menjengek: “Hm, kenapa kau menyalahkan aku? Aku Cuma membantu kau
menggem-pur musuh, peduli apa dengan dia?
Hmm, biarpun mampus juga aku tidak peduli
nona itu!”
“Kalian suami-isteri benar-benar suatu
pasangan manusia yang keji dan kejam!” damperat Yo Ko dengan gusar.
Makian Yo Ko kini sungguh sangat tepat dan
tajam, namun Kiu Jian-jio hanya mendengus saja dan tidak marah, ia tetap
tenang-tenang saja mengikuti pertarungan kedua orang.
Sekilas Yo Ko melihat Siao-liong-li sedang
membalut lukanya, tampaknya tidak begitu parah, seketika serangannya berubah
dengan bersemangat.
Dari Coan-cin-kiam-hoat ia ganti menyerang
dengan Giok- li-kiam-hoat.
Kongsun Ci rada heran melihat serangan Yo Ko
sekarang hampir seluruhnya berbeda daripada tadi, kini tampak lebih gesit dan
lincah dan lebih bergaya dibanding tadi yang kereng dan tenang. ia menjadi curiga
jangan-jangan Yo Ko sengaja main gila untuk memancingnya
Tapi setelah bergebrak lagi beberapa jurus,
ternyata gaya tempur Yo Ko sekarang serupa dengan Siao-liong-li tadi, segera
rasa curiga Kongsun Ci lenyap, golok dan pedangnya lantas menyerang pula sekaligus.
Maka setelah belasan jurus, lambat laun Yo Ko
terdesak lagi di bawah angin dan berulang terdesak mundur.
Beberapa kali Kiu Jian-jio berseru memberi
petunjuk lagi, namun Yo Ko sudah telanjur khe-ki karena nenek itu sengaja
membikin susah Siao-liong-li, maka petunjuknya itu tak digubrisnya lagi,
“Sret-sret”, mendadak ia melancarkan serangan empat kali ber-turut-urut, ketika
Kongsun Ci
menangkis secepatnya Yo Ko menubruk maju,
“trang”, ia selentik golok lawan, seketika Kongsun Ci merasa lengannya kesemutan
dan golok hampir terlepas dari pegangan, Pada saat itu juga mendadak Yo Ko
menubruk maju, jari kirinya menutuk bagian pusarnya.
Yo Ko kegirangan dan yakin musuh pasti akan
roboh dan terluka parah, Tak terduga, sambil mendoyongkan tubuhnya, mendadak
sebelah kaki Kongsun Ci menendang ke dagu Yo Ko.
Keruan kejut Yo Ko tak terkatakan cepat ia
melompat kesamping. Segera teringat olehnya bahwa Hiat-to di tubuh musuh memang
sangat aneh, tadi Sia liong li juga pernah menghantam Hiat-ta orang dengan
genta kecil yang terikat pada ujung selendangnya, jelas Hiat-to yang di arah
itu kena dengan tepat, tapi Kongsun Ci tetap tidak roboh.
Selagi Yo Ko merasa bingung cara bagaimana
untuk bisa mengalahkan musuh, sementara itu golok dan pedang Kongsun Ci sudah
membura tiba pula, sedangkan Kiu Jian-jio lagi-lagi berseru: “Golok dan
pedangnya menyilang, pedangnya akan menyerang ke kiri dan goloknya menyerang
kanan!”
Tanpa pikir Yo Ko mengadakan penjagaan rapat
seperti peringatan Kiu Jian-jio itu sehingga buyarlah setiap serangan Kongsun
Ci. .
Bicara tentang Kanghu sejati sebenarnya Yo Ko
tak dapat melawan keuletan Kongsun Ci, hanya berkat petunjuk Kiu Jian-jio saja
dapatlah Yo Ko mematahkan setiap serangan Kongsun Ci yang lihay itu.
Sementara itu kedua orang sudah bertempur
sampai beberapa ratus jurus, para penonton sama berdebar dan sukar menduga
siapa di antaranya yang bakal menang dan kalah, Kongsun Ci dan Yo Ko tampaknya
sama payahnya, napas Kongsun Ci kelihatan mulai terengah, sedangkan Yo Ko juga
sudah mandi keringat, gerak-gerik mereka tidak segesit dan secepat tadi.
Lik-oh pikir kalau pertempuran itu
berlangsung lagi, akhirnya satu diantara dua pasti celaka. Dia tidak
mengharapkan Yo Ko kalah, tapi iapun tidak tega menyaksikan ayah sendiri
celaka, Maka dengan suara pelahan ia memohon kepada Kiu Jian-jio: “lbu,
sebaiknya engkau suruh mereka berhenti saja, biarlah kita bicara baik-baik saja
untuk menentukan yang salah dan benar.” Kiu Jian-jio hanya mendengus saja tanpa
menjawab.
Sejenak kemudian barulah ia berkata: “Coba
ambilkan dua mangkok teh,”
Dengan pikiran kacau Lik-oh pergi menuangkan
dua mangkok teh dan dibawa ke depan sang ibu, Segera Kiu Jian-jio menanggalkan
kain pembalut lukanya yang berlepotan darah itu. seperti diketahui Siao
liong-li yang merobek baju sendiri untuk membalutkan lukanya itu, sekarang kain
pembalut dilepaskan, darah lantas merembes keluar lagi dari kepalanya.
“Bu!” Lik-oh berseru kuatir.
“Jangan bersuara,” kata Kiu Jian-jio, lalu ia
memeras beberapa tetes darah dari kain pembalut itu ke dalam mangkuk Waktu
melihat Lik-oh merasa heran dan curiga, segera ia memeras sedikit darah lagi ke
mangkuk yang lain. Ia guncang sedikit mangkuk itu sehingga tetesan darah itu
lantas terbaur dalam air teh, dalam sekejap saja tiada kelihatan apa- apa lagi.
Habis itu Kiu Jian-jio menempelkan lagi kain
pembalut pada lukanya, segera ia berseru: “Tentu mereka sudah lelah bertempur
biarkan masing-masing minum semangkuk teh dulu.” Lalu ia berkata kepada Lik-oh:
“Antarkan teh ini kepada mereka, seorang semangkuk!”
Lik-oh tahu betapa benci dan dendam sang ibu
terhadap ayah, kalau bisa sang-ayah hendak membinasakan seketika, maka ketika
melihat ibunya meneteskan darah ke dalam mangkuk meski tidak paham apa
maksudnya, tapi ia pikir perbuatan ini tentu tidak menguntungkan ayahnya, tapi
kemudian dilihatnya kedua mangkuk teh itu
sama-sama diberi tetesan darah, maka rasa curiganya menjadi lenyap, segera ia
membawa kedua mangkuk teh itu ke tengah ruangan dan berseru: “Ayah, Yo-toako,
sjlakan kalian minum teh dahulu!”
Memangnya Kongsun Ci dan Yo Ko lagi kehausan,
mendengar seruan itu, serentak mereka berhenti bertempur dan melompat mundur,
lebih dulu Lik-oh menyodorkan semangkuk teh kepada ayahnya.
Kongsun Ci merasa sangsi, ia pikir teh ini
diantarkan kepadanya atas suruhan Kiu Jian -jio di dalam hal ini pasti ada
sesuatu yang tidak beres, bukan mustahil diberi racun, karena itu ia tidak mau
menerima teh itu, tapi katanya kepada Yo Ko: “Kau minum dulu.”
Sedikitpun Yo Ko tidak gentar dan sangsi,ia
terima mangkuk itu terus hendak diminumnya, mendadak Kongsun Ci berkata pula
“Baiklah, biar kuminum semangkuk itu!” – Segera pula ia ambil mangkuk yang
dipegang Yo Ko itu.
Yo Ko tahu apa artinya itu, dengan tertawa ia
berkata: “Anak perempuanmu sendiri yang menuangkan teh ini, masakah dia menaruh
racun?” Habis berkata ia terus terima mangkuk teh yang lain dan ditenggak
hingga habis.
Kongsun Ci melihat air muka Lik-oh
tenang-tenang saja tanpa mengunjuk sesuatu perasaan kuatir Yo Ko akan
keracunan, maka percayalah dia bahwa teh itu tidak berbahaya. Segera iapun
minum habis isi mangkuk itu.
“Creng”, ia membentrok kedua senjatanya dan
berkata: “Nah, tak perlu mengaso lagi, marilah kita mulai bertempur pula, Hm,
kalau saja perempuan hina itu tidak memberi petunjuk pada-mu, biarpun kau
mempunyai jiwa serep juga sudah melayang sejak tadi.”
Pada saat itulah mendadak Kiu Jian-jio
menanggapi deagan suara dingin: “Sekarang ilmu kebalnya sudah pecah, boleh kau
incar saja Hiat-tonya.”
Kongsun Ci melengak, segera ia merasakan
ujung lidahnya ada rasa amisnya darah, sungguh kejutnya tak terkatakan.
Kiranya ilmu kebal tutukan Hiat-to yang
dilatihnya itu pantang makan minum barang berjiwa, untuk menjaga segala
kemungkinan, maka ia melarang setiap anak buahnya di Cui-sian-kok untuk makan
daging dan barang apa saja yang berbau darah. Meski orang lain tidak melatih
ilmu kebal itu, tapi terpaksa mesti ikut tersiksa.
Walaupun Kongsun Ci sudah berjaga dan
hati-hati sama sekali tak terduga olehnya bahwa Kiu Jianjio akan menaruh darah
dalam teh yang diminumnya itu. Bagi Yo Ko tentu tidak menjadi soal tapi bagi
Kongsun Ci, teh campur tetesan darah itu seketika membuat ilmu kebalnya itu
hancur…
Saking murkanya ia berpaling dan melihat Kiu
Jian-jio sedang komat kamit asyik makan kurma, tangan yang satu menggengam
kurma, tangan yang lain melangsir buah kurma itu ke mulut dan dimakan dengan
nikmatnya.
“Ilmu itu adalah pemberianku dan sekarang aku
yang memusnahkannya, kan tidak perlu heran dan kaget toh?” kata Kiu Jian-jiu
dengan tersenyum.
Kedua mata Kongsun Ci merah berapi, ia angkat
kedua senjatanya terus menerjang ke arak Kiu Jian-jio.
Lik-oh terkejut, cepat ia memburu maju hendak
melindungi sang ibu. Tapi mendadak terdengar angin keras menyamber di sebelah
telinga, menyusul terdengar Kongsun Ci menjerit keras-keras, senjatanya
terlepas dari tangan, sambil menutupi mata kanannya terus berlari keluar,
terdengar suara jerit tangisnya yang mengaung ngeri dan makin menjauh, akhirnya
lenyap di tengah pegunungan.
Para hadirin saling pandang dengan bingung
karena tidak tahu dengan cara bagaimana Kiu Jian-Jiu melukai Kongsun Ci, Hanya
Yo Ko dan Lik-oh saja yang tahu duduknya perkara, jelas Kiu Jian-Jio
menggunakan biji kurma yang disemprotkan dari mulutnya itu, untuk membutakan
mata bekas suaminya itu, Waktu Yo Ko bertempur dengan Kongsun Ci, diam-diam Kiu
Jian-jio sudah mengumpulkan beberapa biji kurma didalam mulutnya, cuma waktu
itu dia tidak berani sembarangan bertindak, ia lihat ilmu silat Kongsun Ci
sudah jauh lebih maju, ia kuatir kalau sekali serang tidak kena maka akan
membikin runyamnya urusan dan selanjutnya pasti sukar lagi hendak melukai
Kongsun Ci.
Sebab itulah lebih dulu Kiu Jian-jio
memunahkan ilmu kebal Tiam-hiat yang dilatih Kongsun Ci itu dengan teh
berdarah, lalu pada saat Kongsud Ci menjadi murka, mendadak iapun menyerangnya
dengan semburan biji kurma yang merupakan satunya senjata yang dilatihnya
selama belasan tahun ini, baik kekuatannya maupun kejituannya tidak kalah
daripada senjata rahasia manapun juga.
Kalau saja tadi Lik-oh tidak memburu maju
mendadak dan mengalang di depan, bukan mustahil kedua mata Kongsun Ci sudah
buta semua, bahkan kalau dahinya yang kena biji kurma, tentu jiwanya juga
melayang seketika.
Melihat ayahnya mendadak lari pergi, Lik-oh
merasa tidak tega, ia terkesima dan berseru: “Ayah, ayah!”
Segera ia bermaksud berlari keluar untuk
melihat kepergian sang ayah, tapi Kiu Jian-jio lantas menghardiknya dengan
suara bengis: “Jika kau ingin ayah, bolehlah kau pergi bersama dia dan jangan
menemui aku lagi selamanya.” Lik-oh menjadi serba salah, tapi mengingat
persoalan ini
memang terpangkal pada kesalahan sang ayah,
sedangkan siksa derita sang ibu jauh melebihi ayah, pula ayahnya sudah pergi
jauh, untuk menyusulnya juga tidak dapat Iagi. terpaksa
ia melangkah kembali dan menuuduk dengan
diam.
Dengan angkuhnya Kiu Jian-jio duduk di
kursinya, dipandangnya sini dan diliriknya sana, lalu mengejeknya: “Hm, bagus!
Kalian datang untuk pesta pora bukan? Tapi pestanya buyar tanpa jamuan, kalian
tentu kecewa, bukan?”
Semua orang sama ngeri tersapu oleh sorot
matanya yang tajam itu, semuanya kuatir kalau mendadak nenek itu menyemburkan
senjata rahasianya yang aneh dan jiwa bisa
melayang seketika. Hanya Kim-lun Hoat-ong, In
Kik-si dan Siau-siang-cu saja yang sama siap siaga.
Bahwa akhirnya Kongsun Ci mengalami nasib begitu,
hal inipun tak terduga oleh Siao-liong-li dan Yo Ko, mereka sama menghela napas
panjang, lalu saling genggam tangan dengan kencang. walaupun begitu
Siao-liong-Ii tidak lupa kepada budi pertolongan jiwa Kongsun Ci, kini penolong
itu terluka parah dan telah kabur, mau-tak-mau iapun rada menyesal, segera ia
mengedipi Yo Ko, kedua orang lantas melangkah pergi.
Tapi baru sampai di ambang pintu, mendadak
Kiu Jian-jio membentaknya “Yo Ko hendak ke mana?”
Yo Ko memutar balik dan memberi hormat,
katanya: “Kiu-locianpwe, nona Lik-oh, sekarang juga kami mohon diri.”- ia tahu
umur sendiri takkan lama lagi, maka iapun tidak mengucapkan “sampai berjumpa”
segala.
Likoh membalas hormat anak muda itu tanpa
berkata.
sedangkan Kiu Jian-jio lantas menghardik pula
dengan gusar “Sudah kujodohkan puteriku satunya ini padamu, mengapa kau tidak
sebut aku sebagai ibu mertua, bahkan sekarang mau pergi begitu saja?”
Yo Ko melengak bingung, ia merasa tidak
pernah menyatakan mau terima si nona meski nenek itu memaksa untuk menjodohkan
Lik-oh padanya.
Segera Kiu Jian-jio berkata pula: “Ruangan
upacara di sini sudah tersedia, segala sesuatu juga sudah disiapkan, tamu
undanganpun sudah hadir sekian banyak, kaum persilatan kita juga tidak perlu
banyak adat, sekarang juga kalian berdua boleh menikah saja.”
Padahal demi Siao-liong-li, Yo Ko telah
menempur mati-matian dengan Kongsun Ci, ini telah disaksikan sendiri oleh
Kim-Iun Hoat-ong dan lain-lain.
Kini Kiu Jian-jio memaksa Yo Ko menjadi
mantunya, mereka tahu sebentar pasti akan terjadi keonaran lagi. Mereka saling
pandang dengan tersenyum dan ada pula yang geleng-geleng kepala.
Dengan sebuah tangan merangkul bahu
Siao-liong-li dan tangan lain memegangi tangkai Kun-cu-kiam, berkatalah Yo Ko:
“Maksud baik Kiu-locianpwe kuterima dengan terima kasih, namun hati wanpwe
sudah terisi, sesungguhnya aku tidak jodoh dengan puterimu.”
Sembari bicara iapun melangkah mundur
pelahan, ia tahu watak Kiu Jian-jio sangat aneh, bukan mustahil nenek itu
mendadak menyemprotkan biji kurma, maka ia sudah siapkan pedangnya untuk
menangkis.
Kiu Jian-jio melotot gusar sekejap ke arah
Siao-liong-Ii, lalu berkata pula: “Hm, rase cilik ini memang amat cantik,
pantas yang tua bangka ter-gila-gila, yang muda juga kesemsem padanya.”
Cepat Lik-oh menyela: “Bu, sudah lama Yo-toako
dan nona Liong ini terikat oleh janji pernikahan, persoalan mereka biarlah
nanti kuceritakan padamu.”
Tapi Kiu Jian-jio lantas mendamperatnya:
“Cis, memangnya kau anggap ibumu ini siapa? Apa yang sudah kukatakan masakah
boleh diubah? Nah, orang she Yo, mau-tak-mau kau harus tinggal di sini,
jangankan anak perempuanku cukup cantik dan cocok bagimu, sekalipun dia bermuka
jelek juga hari ini kau mesti memper isteri kan dia.”
Mendengar ucapan si nenek botak yang tidak
semena-mena itu, Be Kong-co terbahak-bahak dan berseru: “Haha, suami-isteri
yang tinggal di sini ini benar-benar suatu pasangan manusia ajaib, yang laki
memaksa perawan orang untuk menjadi isterinya, yang perempuan juga memaksa
pemuda untuk mengawini puteri-nya. Hahaha, sungguh lucu!
Eh, kalau orang menolak boleh tidak?”
“Tidak boleh!” jengek Kiu Jian-jio mendadak.
Dan selagi Be Kong-co bergelak tertawa pula
dengan mulut terbuka, sekonyong-konyong terdengar suara mendesisnya suatu benda
kecil, satu biji kurma telah menyamber ke dahinya secepat kilat dan tampaknya
sukar dihindarkan.
Saking kagetnya cepat Be Kong-co menjongkok,
“plok”, dua buah gigi depannya rompal seketika terkena biji kurma itu, Keruan
Be Kong-co menjadi murka, ia mengerang dan menubruk maju.
“Awas, Be-heng!” cepat In Kik-si memperingat
kan. Namun sudah terlambat, “plak - plok”, tahu-tahu dua tempat Hiat-to pada
kedua kaki Be Kong-co tepat terbidik oleh biji kurma yang disemprotkan Kiu
Jian-jio, kontan kakinya lemas dan jatuh ter-sungkur tak dapat bangun.
Menyambernya biji2 kurma itu sungguh cepat
luar biasa, Waktu Be Kong-co bergelak tertawa tadi Yo Ko sudah memperkirakan
Kiu Jian-jio pasti akan menghajar si dogol, segera ia melolos pedang hendak
menolongnya, tapi tetap terlambat sedikit cepat ia membuka Hiat-to kaki Be Kong-co
yang terbidik biji kurma itu dan membangunkannya.
Orang dogol biasanya berhati jujur, begitu
pula Be Kong-co, dia berani mengaku kalah, apalagi melihat Kiu Jian-jio tanpa
bergerak, hanya pentang mulut saja lantas dapat merobobkaanya, hatinya menjadi
sangat kagum, sambil mengacungkan ibu jari ia memuji: “Kau sungguh hebat, nenek
botak, kepandaianmu jauh lebih tinggi daripadaku aku mengaku kalah dan tak
berani lagi padamu,”
Kiu Jian-jio tidak menggubrisnya, ia mendelik
pada Yo Ko dan bertanya: “Jadi kau tetap tidak mau menikahi puteriku?”
Merasa dibikin malu di depan orang banyak,
Kongsun Lik-oh tidak tahan lagi, ia melolos belati dan mengancam dada sendiri
sambil berteriak: “Ibu, jika engkau tanya dia lagi, segera anak membunuh diri
di depanmu!”
Mendadak Kiu Jiati-jio pentang mulutnya
“berrr”, satu biji kurma terus menyamber ke sana dan tepat menghantam belati
yang di pegang Lik-oh itu, begitu hebat tenaganya sehingga belati itu mencelat
dan menancap pada tiang batu.
Semua orang sama berseru kaget dan kagum
betapa lihaynya senjata rahasia si nenek.
Yo Ko pikir tiada gunanya tinggal lebih lama
di situ, segera ia gandeng Siao-liong-li dan diajaknya berangkat Dengan
perasaan pedih cepat Lik-oh mendekati Yo Ko dan menyodorkan baju robek yang
dipinjamnya dari Yo Ko tempo tari, katanya dengan sedih “Yo toako inilah
bajumu!”
“Oh, terima kasih,” jawab Yo Ko dan menerima
kembali baju itu, ia dan Siau-liong-li cukup memahami maksud Lik-oh, yaitu
sengaja mengaling di depan Yo Ko agar Kiu Jian-jio tidak dapat menyerangnya
dengan biji kurma.
Dengan tersenyum simpul Siao-liong-li juga
menyatakan terima kasihnya dengan mengangguk pelahan. Lik-oh memberi isyarat
pula dengan mulutnya agar kedua orang itu lekas pergi saja.
Akan tetapi mendadak Kiu Jian-jio berteriak
pula: “Yo Ko, kau tidak mau menikati puteriku, apakah jiwamu juga kau tidak mau
lagi?”
Yo Ko tersenyum pedih dan melangkah mundur
keluar pintu, Tiba-tiba Siao-liong-li merandek, hatinya terkesiap, katanya:
“Nanti dulu!” Lalu ia bertanya dengan suara lantang: “Kiu-iocianpwe, apakah
engkau mempunyai obat penawar racun bunga cinta?”
Sebenarnya hal ini sudah terpikir oleh
Lik-oh, ia menduga sang ibu pasti akan menggunakan obat penawar sebagai alat
pemeras kepada Yo Ko agar anak muda itu mau menikahinya, sebab itulah sejak
tadi ia tak berani memohonkan obat itu bagi Yo Ko, betapapun ia adalah gadis
suci bersih, dengan sendirinya tidak pantas membela Yo Ko di depan umum tapi
sekarang urusan sudah gawat, ia tidak dapat memikirkan hal-hal itu lagi, segera
ia berkata kepada sang ibu: “Kalau saja Yo-toako tidak memberi bantuan, tentu
saat ini ibu masih terkurung di gua bawah tanah itu, utang budi harus
membalasnya dengan budi, haraplah ibu suka berusaha menyembuhkan racun yang
diidap oleh Yo-toako itu,” “Hm, utang budi balas budi, utang jiwa balas jiwa?
Masakah di dunia ini dapat membedakan budi
dan dendam sejelas itu?” jengek Kiu Jian-jio, “Coba katakan, apakah Kongsun Ci
memperlakukan diriku secara begitu keji juga termasuk balas budinya padaku?”
Mendadak Likoh berteriak: “Anak paling benci
terhadap lelaki yang tidak beriman. Kalau orang she Yo ini juga sengaja
meninggalkan kekasih lama dan ingin menikahi anak, biarpun mati juga anak tidak
sudi menjadi isterinya.”
Sebenarnya ucapan Lik-oh ini sangat cocok
dengan jalan pikiran Kiu Jian-jio, tapi segera iapun tahu maksud tujuan Lik-oh,
nona itu teramat cinta kepada Yo Ko, kalau anak muda itu mau menikahinya tentu
saja ia bersedia pula, Cuma terpaksa oleh keadaan sekarang, yang diharapkan
adalah menolong dulu jiwa Yo Ko.
Kim-Iun Hoat-ong, In Kik-si dan lain-Iain
saling pandang dengan tersenyum menyaksikan adegan “kawin paksa” yang menarik
ini. Sampai sekarang baru Kim1um Hoat-ong mengetahui Yo Ko mengidap racun,
diam-diam ia bergirang dan berharap anak muda itu tetap kepala batu, dengan
begitu orang yang berwatak seperti Kiu Jian-jio itu juga pasti takkan memberi
obat penawarnya apabila tiada mendapatkan imbalan yang sesuai dengan
kehendaknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar