Rabu, 21 November 2012

Sin Tiauw Hiap Lu 69



Kembalinya Pendekar Rajawali 69

Sesudah Siao-liong-Ii pergi barulah Kwe Hu berkata pula: “Bu, setelah kedua kakak Bu gagal berusaha membunuh Kubilai dan tertawan musuh sehingga membikin susah ayah, semua itu adalah kesalahan anak. Kalau persoalan ini tidak ku tuturkan bukankah sia-sia saja kasih sayang ayah-ibu padaku?”
BegttuIah ia lantas bercerita tentang persaingan kedua saudara Bu kepadanya dan cara bagaimana dia menyuruh mereka membunuh musuh sebagai syarat utama untuk mendapatkan dirinya, tapi akibatnya kedua pemuda itu tertawan musuh. Oey Yong tahu anak perempuannya ini terlalu dimanjakan sejak kecil, meski berbuat salah juga tidak mau mengaku salah, Maka iapun tidak mengungkat kejadian yang sudah lalu itu, ia hanya berkata: “Mereka sudah pulang dengan selamat, mengapa keluar benteng lagi untuk berkelahi?”
“Hal ini adalah salahmu, Bu,” ujar Kwe Hu.
“Sebab engkau mengatakan mereka adalah murid yang goblok.”
“Kapan pernah kukatakan demikian?” jawab Oey Yong melengak.
“Menurut cerita mereka, tadi Hotu datang menyampaikan surat tantangan, ibu menyuruh mereka menangkap Hotu, tapi Hiat-to mereka malah kena ditutuk dan engkau mengomeli mereka sebagai “murid goblok”
Oey Yong menghela napas, katanya: “Kepandaian mereka memang kalah tinggi, apa mau di-katakan lagi? “Mund goblok” adalah olok-olok yang diucapkan Hotu,”
“Pantas,” ucap Kwe Hu “lbu tidak membalas olok-olok Hotu itu berarti mengakui kebenaran - ucapannya, Maka kedua saudara Bu merasa penasaran keduanya bertengkar sendiri dan saling menyalahkan, yang satu bilang saudaranya kurang cepat menawan Hotu, yang lain menuduh sang kakak merintangi pandangannya sehingga sukar bertindak.
Dari ribut mulut akhirnya mereka meloIos senjata, Aku mengomeli mereka, jika perbuatan mereka dilihat orang dan dilaporkan kepada ayah, kuancam akan menghajar mereka, Karena itu mereka menyatakan akan berkelahi keluar benteng saja.”
“Banyak persoalan penting yang harus kuselesaikan, urusan mereka tak dapat kupikirkan lagi, mereka suka ribut, biarkan saja,” ujar Oey Yong.
“Tapi… tapi kalau terjadi apa-apa antara mereka, lantas bagaimana, ibu”? kata Kwe Hu sambil merangkul pundak sang ibu.
“Kalau mereka terluka di medan perang barulah perlu dikuatirkan sekarang mereka saling berhantam antara saudara sendiri, biar mampus juga syukur,” kata Oey Yong dengan gusar.
Melihat sikap sang ibu yang bengis itu berbeda sekali dengan biasanya yang sangat memanjakan dirinya, Kwe Hu tidak berani bicara lagi, ia menangis dan berlari pergi…
Sementara itu fajar sudah tiba, Oey Yong berduduk sendiri di dalam kamar, meski dalam hati sangat gemas terhadap perbuatan kedua saudara Bu, tapi mengingat kedua kedua anak muda itu dibesarkannya sejak kecil, betapapun ia merasa kuatir.
Teringat pula bencana yang bakal menimpa, tanpa terasa ia mencucurkan air mata, Kemudian iapun teringat kepada keadaan Kwe Ceng, cepat ia menuju kamar sang suami untuk menjenguknya.
Dilihatnya Kwe Ceng sedang duduk semadi di atas ranjang, walau mukanya rada pucat, tapi napasnya teratur, tampaknya setelah istirahat beberapa hari lagi dapatlah sehat kembali.
Perlahan-lahan Kwe Ceng membuka matanya, ketika melihat sang isteri ada tanda bekas air mata, namun tersenyum simpul, ia lantas berkata: “Yong-ji, kau tahu lukaku tidak beralangan, kenapa kau berkuatir?, kukira kau sendiri yang perlu mengaso se-baik-baiknya.”
“Ya, beberapa hari terakhir ini perutku terasa mengencang, agaknya putera atau puterimu segera akan berjumpa ayah,-” ujar Oey Yong dengan tertawa. Agar Kwe Ceng tidak berkuatir, maka soal Hotu datang menyampaikan surat tantangan dan kepergian kedua saudara Bu untuk berkelahi itu sama sekali tak diceritakannya.
“Hendaklah kau suruh kedua saudara Bu perketat patroli diatas benteng, musuh tahu aku terluka, mungkin kesempatan ini akan digunakan mereka untuk menyerang,” ujar Kwe Ceng.
Oey Yong mengiakan. Lalu Kwe Ceng bertanya pula tentang keadaan Yo Ko.
Bclum lagi Oey Yong menjawab, terdengar suara tindakan orang dari luar, suara Yo Ko telah menanggapi “Kwe-pepek, aku cuma terluka luar saja, setelah minum obat pemberian Kwe-pekbo, kini sudah sehat kembali” Habis itu anak muda itupun melangkah masuk dan berkata pula- “Baru saja kuperiksa keadaan penjagaan di atas benteng, tampaknya semangat tempur segenap saudara kita berkobar-kobar, hanya kedua saudara…” Sampai di sini mendadak Oey Yong berdehem dan mengedipinya, Yo Ko dapat menerima arti isyarat itu,cepat ia menyambung: “kedua saudara Bu
menyatakan bahwa paman terluka demi menolong jiwa mereka, kalau musuh berani menyatron ke sini, mereka pasti akan bertempur mati-matian untuk membalas budi kebaikan paman.”
“Ai, setelah peristiwa itu tentunya merekapun bertambah pengalaman sedikit dan tidak terlalu meremehkan orang lain,” kata Kwe Ceng.
Tiba-tiba Yo Ko bertanya: “Kwe-pekbo, apakah Kokoh tidak datang ke sini?”
Tadi kami bicara sebentar, mungkin dia kembali kekamarnya untuk mengaso.” jawab Oey Yong, “Sejak kau terluka dia terus menunggui kau tanpa tidur.”
Yo Ko pikir apa yang dibicarakan antara Siao-liong li dengan Oey Yong itu tentu akan diberitahukan padanya, bisa jadi kembalinya Siao-liong-li tadi kebetulan dirinya sedang pergi tidak bertemu.
Rupanya setelah berkumpul lagi beberapa hari dengan Kwe Ceng dan Oey Yong, Yo Ko merasa suami-isteri itu benar-benar berjuang bagi negara dan bangsa tanpa memikirkan kepentingan pribadi, hati Yo Ko menjadi sangat terharu, apalagi setelah kejadian di tengah pasukan Mongol itu, dimana Kwe Ceng telah menyelamatkannya dengan mati-matian, maka maksudnya hendak membunuh Kwe Ceng seketika dibuang seluruhnya dan berbalik ia bertekad akan membalas budi kebaikan Kwe Ceng dengan segenap tenaganya.
Ia tahu racun bunga cinta dalam tubuhnya akan bekerja tujuh hari lagi, tapi ia sengaja melupakannya dan sedapatnya ingin berbuat sesuatu yang baik di dalam tujuh hari ini agar tidak sia-sia menjadi manusia. Sebab itulah begitu dia sadar kembali dan merasa sehat, segera ia ikut ronda akan kemungkinan serbuan musuh.
Begitulah ia menjadi kuatir akan diri Siao-liong-li, segera ia hendak pergi mencarinya. Pada saat itulah tiba-tiba di atas wuwungan rumah sana seorang bergelak tertawa dengan suaranya yaag nyaring menggetar telinga, menyusul terdengar pula suara benturan logam yang mendengking, jelas Kim-lun Hoat-ong yang telah tiba.
Air muka Kwe Ceng berubah seketika, cepat ia tarik Oey Yong ke belakangnya. Dengan suara tertahan Oey Yong berkata: “Engkoh Cing mana lebih penting mempertahankan Siangyang atau cinta kasih kita? Lebih penting keselamatanmu atau keselamatanku?”
“Benar, kepentingan negara lebih utama,” jawab Kwe Ceng sambil melepaskan pegangannya kepada sang isteri Segera Oey Yong siapkan pentung bambu dan mengadang diambang pintu, ia menjadi ragu-ragu pula pada Yo Ko, anak muda ini entah akan ikut menghalau musuh atau berbalik akan menuntut batas dendam pribadi pada saat orang sedang terancam bahaya.
Karena itulah meski dia berjaga di ambang pintu, tapi pandangannya justeru mengawasi gerak-gerik Yo Ko.
Tanya jawab singkat Kwe Ceng dan Oey Yong tadi ternyata seperti bunyi guntur yang menggelegar dalam pendengaran Yo Ko, Bahwa dia sebenarnya sudah bertekad akan membantu Kwe Ceng hanya disebabkan dia terharu oleh budi luhur sang paman dan rela berkorban baginya.
Tapi kini mendadak didengarnya sang paman menyatakan: “Kepentingan negara lebih utama”, segera teringat pula ucapan Kwe Ceng di luar Siangyang kemarin yang menganjurkannya mengabdi bagi rakyat dan negara, seketika pikiran Yo Ko terbuka dan paham arti semua luapan itu.
Dilihatnya betapa kasih sayang paman dan bibinya itu, disaat menghadapi bahaya mereka tetap mengutamakan kepentingan negara dan bangsa, sebaliknya dirinya senantiasa melulu memikirkan sakit hati pribadi dan tidak melupakan cinta ibunya dengan Siao liong-Ii, bilakah dirinya pernah ingat kepada kepentingan negara yang lebih utama dan penderitaan rakyat jelata di bawah keganasan musuh? Kalau dibandingkan, maka dirinya sendiri sungguh rendah dan memalukan sekali.
Setelah menginsafi semua itu, seketika lega dadapun lapang terngiang kembali ajaran Oey Yong di Tho-hoa-to dahulu yang mengutamakan pendidikan budi pekerti itu, semua itu kini menjadi sangat jalas dan terang dalam benaknya, tanpa terasa ia menjadi malu, tapi bangkit juga semangatnya.
Maklumlah watak Yo Ko memang ekstrim, sejak kecil kenyang siksa derita, sebab itu tindak tanduknya sering rada nyentrik. Tapi setelah mendengar percakapan Oey Yong dan Kwe Ceng tadi, kepalanya seperti mendadak dikemplang, pikirannya menjadi terbuka, seketika dia memasuki hidup baru.
Meski apa yang dipikirnya itu hanya terjadi sekilas saja, tapi Oey Yong dapat melihat perobahan air muka Yo Ko itu dari rasa bimbang menjadi malu, dari bersemangat berubah menjadi tenang, tapi entah apa yang dipikirkan anak muda itu.
“Jangan kuatir,” tiba-tiba Yo Ko mendesis kepada Oey Yong, mendadak ia bersuit nyaring dan menuju ke depan pintu dengan pedang terhunus- Dilihatnya Kim-lun Hoat-ong berdiri di atas rumah dengan memegang sepasang rodanya.
“Adik Nyo, kau suka miring ke sana dan doyong ke sini, pagi merah sore biru, bagus ya rasanya menjadi pengecut yang. bolak-balik?” ejek Hoat-ong.
0i waktu biasa tentu Yo Ko akan gusar mendengar ejekan itu, tapi sekarang pikirannya sudah terang, ia tidak gubris sindiran orang, dengan tertawa malahan ia menjawab : “Ucapanmu memang benar, Hoat-ong, entah mengapa aku menjadi kesetanan dan membantu Kwe Ceng lari ke sini, Begitu sampai dt sini ia lantas menghilang entah ke mana dan tak dapat kuketemukan Iagi. Aku menjadi menyesal, apakah kau tahu dia sembunyi di mana?”
Habis itu ia lantas melompat ke atas rumah dan berdiri tidak jauh di sebelah Hoat-ong.
Dengan perasaan sangsi Kim - lun Hoat - ong melirik Yo Ko, ia pikir anak muda ini banyak tipu akalnya, entah benar tidak ucapannya itu, dengan tertawa ia lantas berkata: “Dan bagaimana kalau dapat menemukan dia?”
“Segera kutusuk dengan pedangku ini,” jawali Yo Ko.
“Hm, kau berani menusuk dia?” jengek Hoat-ong.
“Siapa bilang menusuk dia?” ujar Yo Ko.
“Habis menusuk siapa?” Hoat-ong menegas dengan bingung.
“Sret”, mendadak Kuncukiam yang terhunus di tangan Yo Ko itu menusuk iga kiri Hoat-ong dengan cepat luar biasa.
“Sudah tentu menusuk kau!” seru Yo Ko sekaligus Di tengah sendau guraunya mendadak Yo Ko melancarkan serangan lihay itu, kalau saja Kim-lun Hoat-ong kurang tinggi kepandaiannya tentu jiwanya sudah melayang oleh tusukan itu. Untung dia dapat bergerak dengan cepat, dalam keadaan bahaya itu dia kerahkan tenaga pada lengan kiri dan menyampuk ke samping, dengan demikian ujung pedang Yo Ko dapat ditangkis, walaupun begitu tidak urung lengannya terluka juga oleh pedang pusaka itu, darahpun bercucuran.
Meski sudah tahu Yo Ko banyak tipu akalnya, tapi sama sekali Hoat-ong tidak menduga anak muda itu akan menyerangnya sekarang secara mendadak, segera roda emas ditangan kanannya bergerak dan ber-turut-urut ia balas menyerang dua kali, berbareng itu roda perak di tangan kiri juga menghantam.
Yo Ko tidak gentar sedikitpun, musuh menyerang tiga kali, kontan iapun batas menusuk tiga kali, katanya dengan tertawa: “Ketika di tengah pasukan Mongol kau telah melukai aku dengan rodamu, sekarang beruntung aku dapat membalas kau dengan sekali tusukan, Cuma ujung pedangku ini ada sesuatu yang aneh, kau tahu tidak?”
Dengan gusar Hoat-ong melancarkan serangan gencar sambil bertanya: “Sesuatu yang aneh apa maksudmu?”
“Kau tahu pedangku ini kuperoleh dari Coat-ceng-kok tempat Kongsun Ci yang mahir menggunakan racun itu,” kata Yo Ko dengan berseri-seri. “Nah, kelak kau boleh mencari dia untuk membikin perhitungan.”
Hoat-ong terkejut, ia menjadi sangsi apakah benar Kongsun Ci telah memoles racun pada ujung pedang, karena bimbang hatinya, serangannya menjadi rada kendur.
Padahal pedang Yo Ko itu sama sekali tidak berbisa.
soalnya ia ingat pada cara Oey Yong menggertak lari Hotu dengan air teh itu, maka iapun menirukan cara itu untuk mengacaukan pikiran musuh yang lihay ini.
Meski lukanya tidak terlalu parah, tapi darah mengucur terus, seumpama pedang Yo Ko itu tidak berbisa, lama2 kalau darah keluar terlalu banyak tentu akan lemah tenaganya, maka Kim-lun Hoat-ong lantas menyerang dengan lebih gencar agar bisa mengalahkan Yo Ko.
Namun Yo Ko cukup cerdik, ia bertahan dengan rapat sedangkan serangan roda Hoat- ong itu semakin dahsyat.
Mendadak roda emasnya itu menghantam bagian atas dan roda peraknya menyabet dari samping. Merasa tidak sanggup menangkisnya, cepat Yo Ko melompat mundur.
Kcsempatan itu segera digunakan Hoat-ong untuk merobek kain baju buat membalut luka, akan tetapi Yo Ko segera menubruk maju dan menyerang lagi, sedapatnya ia mengganggu Hoat-ong agar tidak sempat mengurus lukanya, Begitulah beberapa, kali Hoat-ong tidak berhasil membalut lukanya, tiba-tiba ia mendapat akal, ketika Yo Ko dipaksa melompat mundur, ia sendiri juga lantas melompat - mundur, menyusul ia menimpukkan roda emas untuk mendesak Yo Ko terpaksa harus menghindari lagi, dengan begitu jarak kedua orang bertambah jauh, ketika Yo Ko memburu maju lagi, sekejap itu telah dapat digunakan Hoat-ong untuk membalut lukanya.
Pada saat itu juga di sebelah sana terdengar suara nyaring benturan senjata, waktu Yo Ko memandang ke sana, dilihatnya Siao-liong-li sedang menandingi kerubutan Siau-siang-cu dan Nimo Singh. Meski pentung Siau-siang-cu sudah dirampas Yo Ko kemarin, tapi sekarang dia memegang pentung yang serupa, hanya pentung ini entah juga berbisa atau tidak.
Yo Ko pikir Kwe Ceng dan Oey Yong berada dalam kamar dibawah, kalau diketahui Kim-Iun Hoat-ong tentu urusan bisa runyam, ia pikir Hoat-ong harus dipancing pergi sejauhnya, cuma tindakan ini harus dilakukan, secara wajar tanpa menimbulkan curiga musuh, Karena itulah ia sengaja berseru: “Jangan kuatir, Kokoh, akan kubantu kau!” Habis ini ia sengaja meninggalkan Kim-lun Hoat-ong dan melompat ke sana, begitu sampai di belakang Nimo Singh. segera pedangnya menusuk punggung musuh itu.
Setelah dilukai Yo Ko sudah tentu hati Kim lun Hoat-ong sangat gusar, kalau orang lain tentu akan menguber Yo Ko untuk membalas dendam.
Tapi dia memang seorang pemimpin besar, setiap tindak tanduknya selalu dipikir secara panjang, ia pikir tujuan utama kedatangannya ini adalah membunuh Kwe Ceng, sakit hati pada anak muda nakal yang telah melukainya ini biarlah kubalas kelak. Begitulah ia lantas berteriak keras-keras: “Wahai, Kwe Ceng? Ada tamu datang dari jauh, mengapa kau tidak sudi menemuinya?”
Dia berteriak beberapa kali dan tetap tiada jawaban orang, hanya dari sebelah lain ada suara orang bertempur yaitu kedua muridnya, Darba dan Hotu, sedang mengeroyok Cu Cu-Iiu. Dilihatnya pertempuran antara Siau-siang-cu dan Nimo Singh melawan Yo Ko serta Siao liong-li juga sukar ditentukan kalah menang dalam waktu singkat, sementara itu dibawah rumah sudah ramai orang banyak, agaknya pasukan penjaga benteng juga mendengar datangnya musuh, maka dikerahkan ke sini untuk menangkap musuh penyelundup ini.
Biarpun tidak gentar terhadap perajurit yang tidak mahir ilmu silat itu, tapi kalau berjumlah banyak tentu juga repot menghadapinya, segera Hoat-ong berteriak pula: “Wahai Kwe ceng, percumalah nama kepahlawananmu yang termashur selama ini, mengapa sekarang kau terima menjadi kura2 yang mengerutkan kepala!”
Ia berteriak-teriak dengan tujuan memancing keluar Kwe ceng, akan tetapi Kwe Ceng tetap tidak mau muncul Tiba-tiba Hoat-ong mendapat akal keji, ia melompat turun kepekarangan belakang, di situ ada kayu bakar yang mudah dijilat api, segera ia mengeluarkan alat ketikan api dan membakar kayu dan benda-benda lain yang mudah terbakar, Dengan gesit ia lari kian kemari, ber-turut-urut ia menyalakan api di beberapa tempat, lalu ia melompat lagi ke atas rumah, ia pikir kalau api sudah berkobar masakah kau Kwe Ceng takkan menongol ?
Walaupun Yo Ko sedang menempur Siau siang-cu berdua, tapi pandangannya tidak pernah meninggalkan gerak-gerik Kim-lun Hoat-ong, ketika melihat orang mulai membakar rumah, bagian utara dan selatan tempat berdiam Kwe Ciag itupun mengepulkan asap api, ia menjadi kuatir, karena sedikit lengah hampir saja dadanya tersabet oleh ular baja Nimo Singh, syukur pada detik terakhir ia sempat menarik dadanya sedikit hingga terhindar dari maut
Diam-diam Yo Ko berkeringat dingin dan bersyukur dapat menyelamatkan diri., Segera terpikir pula olehnya Kwe pepeknya terluka parah dan sang bibi sedang menantikan kelahirannya, di tengah api yang sudah berkobar itu, kalau tidak lekas lari tentu akan terkurung oleh api. Tapi kalau lari keluar tentu pula akan dipergoki oleh Kim-lun Hoat-ong.
Terpaksa ia meninggalkan Siao-liong-li sendiri menghadapi kedua lawan tangguhnya lebih duIu ia menyerang Siau-siang-cu, habis itu ia terus melompat turun ke rumah dan maju ke tengah asap api itu, untuk mencari Kwe Ceng.
Dilihatnya Oey Yong berduduk di tepi ranjang menjagai Kwe ceng, asap tebal bergulung-gulung me-rembes ke dalam kamar. Kwe Ceng memejamkan mata sedang menghimpun tenaga, kedua alis Ui-Yong berkerut rapat, namun air mukanya tampak tenang-tenang saja, ia tersenyum ketika melihat Yo Ko.
Hati Yo Ko rada lega melihat kedua orang itu tidak merasa cemas atau gugup, segera ia berkata kepada Oey Yong: “Akan kupancing pergi musuh, harap bibi memindahkan paman ke tempat yang aman.”
Habis berkata dengan pelahan ia menanggalkan kopiah Kwe Ceng, cepat pula ia berlari keluar ruang.
Oey Yong tercengang dan tidak paham tingkah itu, tapi ia tahu anak muda itu banyak tipu akal2 nya, dilihatnya api sudah semakin berkobar mendekati kamar, cepat ia memayang Kwe Ceng dan berkata: “Marilah kita pindah ketempat lain.” -Tapi baru saja ia mengangkat sang suami, tiba-tiba perutnya kesakitan keras, tanpa tertahan ia mengaduh dan terduduk kembali di tepi ranjang.
Diam-diam ia mendongkol terhadap jabang bayi yang berada dalam kandungannya itu, sungguh brengsek, tidak lambat tidak cepat, justeru mau lahir pada saat segenting ini, bukankah sengaja hendak bikin celaka kedua orang tua?
Padahal hari lahirnya sebenarnya masih beberapa hari lagi, tapi lantaran beberapa hari terakhir ini ia terus sibuk sehingga menggoncangkan janin dalam kandungannya itu lahir terlebih cepat…
Begitulah Yo Ko keluar kamar Kwe Ceng dilihatnya para perajurit sedang berteriak-teriak dan sibuk memadamkan api, ada pula yang memanah ke atas rumah dan ada pula yang memutar senjata berjaga di bawah rumah.
Ia incar seorang pemira muda yang sedang memanah, mendadak ia tutuk Hiat-to perwira itu, menyusul kopiah Kwe ceng terus dipasang pada kepala perwira itu, kemudian ia menggendongnya terus melompat ke atas rumah.
Saat itu Siau-siang-cu dan Nimo Singn yang mengerubut Siao-liong-li serta Darba dan Hotu mengroyok Cu Cu-Iiu sudah tampak unggul, sedangkan Kim-lun Hoat ong sedang mempermainkan Kwe Hu dengan ancaman sepasang rodanya, ia sengaja tidak mencelakai jiwa nona itu, hanya tepian roda yang tajam sengaja mengiris kian kemari di depan wajah Kwe Hu, jaraknya cuma satu-dua senti meter saja, kalau tersenggol pasti rusaklah muka Kwe Hu yang cantik itu, dengan begitu ber-ulang Kim-lun Koat-ong membentak agar nona itu mengaku di mana ayah-bundanya bersembunyi.
Rambut Kwe Hu tampak semerawut, pedangnya sudah kutung sebagian, tapi ia masih terus bertahan dengan nekat, ia anggap tidak mendengar semua pertanyaan Kim-lun Hoat-ong.
Selagi Kim-lun Hoat-ong berusaha memaksa pengakuan Kwe Hu, sekonyong-konyong dilihatnya Yo Ko menggendong seorang dan berlari cepat ke barat-laut. Ah, Orang yang digendongnya itu tidak bergerak, tentu Kwe Ceng adanya.
Sambil bersiul panjang Hoat-ong terus meninggalkan Kwe Hu dan mengudak kesana.
Melihat itu, Siau-siang-cu, Nimo Singh, Darba dan Hotu berempat juga meninggalkan lawan mereka dan ikut mengejar, Cu Cu liu menguatirkan Yo Ko yang sendirian itu pasti bukan tandingan musuh sebanyak itu, cepat iapun menyusul ke sana untuk membantu Yo Ko dan melindungi Kwe Ceng.
Waktu melompat ke atas rumah dan lewat di samping Siao-liong-li tadi, Yo Ko sempat mengedipi Siao-liong-li disertai senyuman yang aneh penuh arti, Siao-liong li tahu anak muda itu sedang “main” lagi, hanya tidak tahu tipu daya apa yang sedang dilakukannya.
Tampaknya kekuatan musuh terlalu besar, maka iapun bermaksud mengejar kesana untuk membantunya. Tapi pada saat itu juga tiba-tiba di bawah rumah ada suara tangisan jabang bayi.
“He, ibu telah melahirkan adik!” seru Kwe Hu dengan girang sambil melompat turun.
Siao-liong-li menjadi tertarik dan ingin tahu orang melahirkan, pula ia yakin isyarat Yo Ko yang banyak tipu akalnya itu pasti mempunyai makna tertentu, maka segera iapun ikut ke dalam rumah untuk melihat anak yang dilahirkan Oey Yong.
Sementara itu Kim-lun Hoat-ong mengejar dengan kencang, tampaknya jaraknya dengan Yo Ko makin dekat, ia menjadi gjrang, pikirnya: “Coba sekali ini apakah kau mampu lolos dari tangan ku!”
Ginkang aliran Ko-bong pay (kuburan kuno) yang dipelajari Yo Ko itu boleh dikatakan tiada tandingannya di dunia ini, meski dia menggendong seorang, tapi mengingat semakin jauh meninggalkan Kwe-pepeknya berarti keselamatan sang paman ter-jamin, karena itu ia berlari secepatnya seperti kesetanan, seketika Kim-lun Hoat-ong tak dapat menyusulnya.
Begitulah Yo Ko terus berlari-lari di atas deretan rumah,
ketika kemudian mendengar langkah orang dibelakangnyn semakin mendekat, segera ia melompat ke bawah rumah, lalu dia berputar kian kemari diantara gang2 sempit dan main kucing2an dengan Kim-lun Hoat-ong.
Meski Ginkang Yo Ko lebih tinggi setingkat daripada Hoat-ong, tapi dia dibebani menggendong seorang, kalau kejar mengejar ditanah datar tentu sejak tadi sudah disusul oleh Hoat-ong, untung dia lari putar sini-dan belok sana di antara gang dan lorong sempit rumah-rumah penduduk sehingga Hoat-ong tetap tak dapat menangkapnya.
Segera Hoat-ong berkata: “Saudara Sing, cepat jaga dimulut gang ini, biar kumasuk ke sana untuk menangkap setan cilik itu.”
Mendadak Nimo Singh mendelik dan menjawab: “Memangnya aku mesti tunduk kepada perintahmu?”
Hoat-ong pikir si Hindu cebol ini sukar di-ajak berunding, tanpa berkata lagi ia terus melompat ke atas rumah, dari ketinggian ia memandang sekitarnya, kebetulan dilihatnya Yo Ko meringkuk pada pojok tembok dengan menggendong “Kwe ceng”, agaknya sedang melepas lelah.
Girang sekali Hoat-ong, dengan ber-jinjit, ia merunduk maju, bara saja ia hendak menubruk ke bawah, mendadak Yo Ko menjerit sekali, dengan cepat sekali anak muda itu menyusup ke tengah kabut asap yang tebal dan seketika kehilangan jejaknya.
Tujuannya Hoat-eng mengobarkan api adalah untuk memaksa keluarnya Kwe Ceng, sekarang dimana-mana api berkobar dan asap tebal bergulung-gulung, jadinya malah sukar menemukan Kwe Ceng.
Selagi dia celingukan ke sana-sini, tiba-tiba terdengar seruan Darba: “lni dia, di sini!”
Cepat Hoat-ong memburu ke sana, dilihatnya Darba dengan gadanya yang berat itu sedang kececar oleh serangan pedang Kyo Ko. Dua kali lompatan saja dapatlah Hoat-ong tiba di sana dan mencegatnya dulu jalan lari anak muda itu.
Diluar dugaan mendadak Yo Ko menerjang ke depan, “bluk”, tahu-tahu Darba diterjangnya hingga terjungkal pada saat itu juga roda perak Hoat-ong juga sudah disambitkan
Samberan roda perak itu cepat luar biasa, Yo Ko tidak sempat mengelak, “cret”, dengan tepat pundak Kwe Ceng tergores luka yang cukup dalam.
Dengan girang Hoat-ong berseru: “Kena kau sekali ini!”
Tak tahunya Yo Ko sedikitpun tidak peduli- akan mati hidupnya Kwe Ceng dan masih terus ber-Uri ke depan. Tapi begitu sampai di ujung lorong sana, mendadak seorang
bersuara seram menghaIanginya: “Menyerahlah, anak kecil!” - Kiranya Siao-siang -cu adanya.
Keadaan Yo Ko sekarang benar-benar kepepet bagian depan diadang musuh, jalan mundur juga tersumbat, waktu ia mendongak, diatas pagar tembok pun berdiri Nimo Singh, Tanpa Yo Ko melompat ke atas, kontan Nimo Singh mengemplangnya dengan ular bajanya, untuk mendesak anak muda itu turun ke lorong buntu lagi.
Yo Ko pikir setelah sekian lamanya tentu Kwe Ceng dan Oey Yong sudah lolos dari bahaya, segera ia cengkeram perwira yang digendongnya itu terus disodorkan kepada Nimo Sinnh sambil terseru: “lni, kuserahkan Kwe Ceng padamu!”
Kaget bercampur girang Nimo Singh, disangkanya Yo Ko memang suka bolak-balik memihak sana-sini dan sekarang mendadak anak muda itu berputar haluan lagi serta memberikan pahala besar padanya, maka tanpa pikir ia terus tangkap tubuh orang yang dilemparkan padanya itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar