Kembalinya Pendekar Rajawali 49
Diam-diam Kongsun Kokcu kejut dan heran akan
kemampuan Yo Ko yang sanggup menahan berpuluh jurus serangannya, Segera
goloknya menabas lagi dari samping, berbareng pedang hitam juga menusuk dari
depan.
Supaya diketahui bahwa permainan golok
mengutamakan kekerasan dan kekuatan, sedangkan permainan pedang mengutamakan
kelincahan dan kelemahan, jadi watak kedua jenis senjata itu sama sekali
berbeda, maka adalah hal yang tidak mungkin bahwa seorang dapat menggunakan dua
macam senjata itu sekaligus.
Tapi kini Kongsun Kokcu ternyata dapat
memainkan golok dan pedang dengan lihay, sungguh suatu kepandaian khas yang
jarang terdapat di dunia persilatan.
Sambil mengertak, Yo Ko putar tongkat baja
dan menggunakan kunci “menutup” dari Pakkau-pang-hoat, ia bertahan dengan rapat
sehingga seketika pedang dan golok Kongsun Kokcu tidak mampu menembus
pertahanan anak muda itu.
Cuma Pak-kau-pang-hoat mengutamakan
pertahanan gerak serangan, dengan pentung bambu yang enteng, tentu dapat
dimainkan dengan gesit dan lincah sesuka hati, kini Nyo Ko memegang tongkat
baja sebagai pengganti pentung bambu, tentu saja gerak-geriknya tidak leluasa,
setelah belasan jurus ia mulai merasa payah.
Suatu peluang dilihat oleh Kongsun Kokcu
mendadak goloknya menahan keatas, berbareng pedang hitam menabas kebawah,
“krek”, kontan tongkat baja tertabas kutung.
“Bagus” teriak Yo Ko, “Memangnya aku lagi
merasa keberatan memegangi potongan besi ini.” - Segera ia putar setengah
potongan tongkat baja itu dan terasa lebih enteng dan lincah.
“Hm, bagus atau tidak, boleh lihat saja
nanti!” jengek Kongsun Kokcu dengan mendongkol, kembali goloknya membacok lagi
dari depan.
Bacokan ini teramat lugu, asalkan Yo Ko
mengegos saja dengan mudah dapat menghindarkan serangan itu Tak terduga
lingkaran ujung pedang hitam ternyata juga mengurung tubuh Yo Ko sehingga anak
muda itu tidak dapat bergerak sembarangan, Terpaksa Yo Ko angkat potongan
tongkat untuk menangkis.
“Trang” suara nyaring keras benturan golok
sama tongkat menerbitkan lelatu api pula. Habis bacokan pertama, menyusul
bacokan kedua dilontarkan lagi oleh Kongsun Kokcu dengan cara yang sama tanpa
variasi.
Bahwa pengetahuan ilmu silat Yo Ko sangat
luas, otaknya juga cerdas, tapi aneh sama sekali ia tidak berdaya mematahkan
bacokan lawan yang begitu2 saja, kecuali menangkis dengan cara seperti tadi
terasa tiada jalan lain yang lebih bagus.
Untuk kedua kalinya golok dan tongkat kutung
beradu, diam-diam Yo Ko mengeluh. Kiranya bacokan kedua kali ini tampaknya
begitu saja tapi tenaganya ternyata bertambah sebagian, ia pikir kalau bacokan
begini berlangsung beberapa kali lagi tentu otot tulang lenganku bisa putus
tergetar oleh tenaga Kokcu ini.
Belum habis terpikir benar saja bacokan ke
tiga Kongsun Kokcu sudah nyambar tiba pula dan tenaganya memang bertambah lagi
sebagian.
Kiranya ilmu permainan golok Kongsun kokcu
itu meliputi 18 jurus, tenaga setiap jurus selalu bertambah kuat daripada jurus
yang duIuan.
Walaupun tenaganya cuma sebagian saja, tapi
kalau terus bertambah dan menumpuk, jadinya bisa berlipat ganda dan sukar
ditahan.
Setelah menangkis beberapa kali lagi, tongkat
kutung di tangan Yo Ko sudah babak belur oleh bacokan golok emas lawan, tangan
Yo Ko pun tergetar lecet. Melihat tenaga tangkisan Yo Ko tidak berkurang, dalam
keadaan bahaya anak muda itu masih tetap mengulum senyum, diam-diam Kongsun
Kokcu sangat mendongkol, ia merasa kalau beberapa kali bacokan lagi tak dapat
menaklukan Yo Ko akan kelihatan dirinya sendiri yang terlalu tak becus, Maka
ketika golok membacok lagi, mendadak pedang hitam terus menusuk ke perut lawan.
Saat itu Yo Ko sudah terdesak sampai di pojok
ruangan, melihat ujung pedang menyamber tiba, cepat ia menangkis dengan telapak
tangan, ujung pedang tepat menusuk ditengah telapak tangan, tapi pedang hitam
itu lantas melengkung dan terpental balik. Kiranya sarung tangan dari Siao-liong-li
yang terbuat dari anyaman benang emas itu tidak tertembuskan oleh pedang hitam
yang tajam itu.
Setelah mengetahui sarung tangannya tidak
takut pada senjata lawan, cepat Yo Ko membaliki tangan untuk menarik ujung
pedang musuh, Tak terduga Kongsun Kokcu telah sedikit menyendal pedangnya yang
melengkung tadi sehingga batang pedang yang lemas itu membaik ke bawah
dan melukai lengan Yo Ko, darah seketika bercucuran.
Yo Ko terkejut dan cepat melompat mundur.
Sebaliknya Kongsun Kokcu juga tidak mendesak maju, ia mendengus beberapa kali,
habis itu baru melangkah maju dengan pelahan.
Jika Kongsun Kokcu hanya menggunakan salah
sebuah senjatanya saja, tentu Yo Ko mempunyai akal untuk meIawannya. sekarang
musuh memakai dua macam senjata yang justeru berlawanan, satu keras dan satu
lemas dengan gerak serangan yang berbeda, keruan Yo Ko tak berdaya dan tercecar
hingga kelabakan.
Walau Yo Ko terdesak dan serba repot tapi
Kim-lun Hoat-ong, In Kik-si dan lain-lain yang mengikuti pertarungannya itu
bertambah kagum.
Dalam hati mereka sama berpikir “jika aku
sendiri yang harus melayani kedua macam senjata yang berbeda itu, mungkin sejak
tadi jiwaku sudah melayang. Tapi bocah ini ternyata mampu meIayaninya dengan
berbagai cara yang cerdas dan dapat menghindari sekian kali serangan maut,”
Begitulah Kongsun Kokco masih terus
meIancarkan serangan dengan golok dan secara bergantian kembali bahu Yo Ko
tertusuk lagi satu kali sehingga bajunya berlepotan darah.
“Kau menyerah tidak?” bentak Kongsun Kokcu.
“Kau bertanding dengan cara yang jauh
menguntungkan kau, tapi masih berani tanya padaku menyerah atau tidak, hahaha,
mengapa kau begini tebal muka, Kongsun Kokcu?” ejek Yo Ko dengan tersenyum.
Mendadak Kongsun Kokcu menarik kedua
serangannya dan bertanya: “Apa yang menguntungkan aku? Coba katakan.” tanya
Sang Kokcu.
“Kau menggunakan senjata sehari-hari,
sepasang senjata yang aneh ini mungkin sukar dicari lagi didalam dunia, betul
tidak?” ujar Yo Ko.
“Memangnya kenapa? Kan senjata di tanganmu
itu juga luar biasa,” jawab Kongsun Kokcu,
Yo Ko membuang tongkat kutung itu dan berkata
dengan tertawa: “Ini kan milik muridmu si jenggot tadi.” - Lalu ia menanggalkan
sarung tangan kedua potong selendang sutera yang putus tadi dijemputnya pula
dan dilemparkan kepada Siao-liong-li, kemudian berkata pula: “Dan ini adalah
milik Kokoh yang kupinjam tadi,”
Habis itu Yo Ko keplok2 tangannya dia kebut2
debu pada badannya tanpa menghiraukan datrah yang masih mengucur dari lukanya,
lalu berkata pula dengan tertawa: “Nah, kudatang ke sini dengan bertangan kosong,
masakan aku bermaksud memusuhi kau ? sekarang terserah kau, mau bunuh boleh
bunuh. tidak perlu banyak omong lagi.”
Melihat sikap anak muda itu tenang sabar,
wajahnya cakap, mesti terluka tapi bicara dan tertawa sesukanya seperti tidak
terjadi sesuatu kalau dibandingkan dirinya sendiri terasa memalukan dan rendah.
“Jika anak muda ini tetap dibiarkan hidup,
tentu Liu-ji akan condong dan jatuh hati padanya.”
Tanpa pikir ia mengangguk dari berkata:
“Baiklah.” Segera pedangnya menusuk ke dada Yo Ko.
Karena merasa tidak sanggup melawan orang, Yo
Ko sudah ambil keputusan biar dibunuh saja oleh lawannya itu, maka iapun tidak
menghindar ketika tusukan orang tiba, sebaliknya ia menoleh ke sana untuk
memandang Sio-liong-li, pikiranya “Sambil memandangi Kokoh, biar matipun aku
tidak menyesal.”
Dilihatnya Sio-liong-Ii sedang melangkah ke
arahnya setindak demi setindak dengan tersenyum manis, kedua pasang mata saling
menatap, sama sekali tidak menghiraukan ancaman pedang hitam Kongsun Kokcu.
Sesungguhnya Kokcu itu belum pernah kenal Yo
Ko sehingga hakikatnya tidak ada dendam permusuhan apapun, sebabnya dia ingin
membinasakan anak muda itu semuanya gara-gara Siao-liong li belaka, sebab
itulah ketika tusukan terakhir itu di lontarkan, tanpa terasa iapun memandang
sekejap ke arah Siao-liong li
Sekali pandang seketika rasa cemburunya
berkobar hebat, tertampak si nona menatap Yo Ko dengan penuh kasih sayang
mesra, waktu ia melirik Yo Ko, kelihatan sorot anak
muda itupun serupa dengan Siao-liong-Ii,
padahal ujung pedang kini sudah menempel dadanya, asalkan tangannya sedikit
mendorong ke depan, seketika ujung pedang itu akan menembus dadanya, tapi
Siao-liong li ternyata tidak menjadi kuatir dan cemas, Yo Ko juga tidak
berusaha menangkis kedua orang hanya saling pandang dengan kesan penuh jalinan
perasaan dan melupakan segala apa yang berada di sekitarnya.
Gemas dan dongkol Kongsun Kokcu tak
terkirakan, pikirnya: “Jika kubunuh kau sekarang, akan membuat kau merasa puas
dan bahagia ketika menghadapi ajalnya, aku justru ingin kau menyaksikan sendiri
pemikahanku dengan Liu-ji, habis malaman pengantin barulah kubunoh kau!”
Karena pikiran itu, segera ia berteriak :
“Lui - ji, kau ingin kubunuh dia atau menghendaki ku-ampuni dia?”
Siao-liong-li memandangi Yo Ko dengan segenap
cita-rasanya dan sama sekali tidak memikirkan Kongsun Kokcu, karena mendadak
mendengar suaranya barulah ia tersadar, katanya cepat dengan kuatir. “Lekas
kesampingkan pedangmu untuk apa kau mengacungkan pedangmu di depan dadanya?”
Kongsun Kokcu mendengus dan berkata: “Baik,
tidaklah sukar untuk mengampuni jiwanya asalkan kau suruh dia segera pergi dari
sini dan tidak merintangi detik bahagia pernikahan kita nanti.”
Sebelum bertemu dengan Yo Ko sebenarnya
Siao-liong-li sudah bertekad takkan berjumpa lagi dengan anak muda itu, Tapi
kini setelah bertemu kembali mana dia mau lagi menikah dengan Kongsun Kokcu? ia
tahu apa yang menjadi keputusannya akhir2 ini jelas sukar dilaksanakannya,
lebih baik mati saja daripada menikah dengan orang lain, ia lantas berpaling
dan berkata kepada Kongsun Kokcu “Kongsun-siansing aku sangat berterima kasih
atas pertolonganmu, tapi aku tak dapat menikah dengan kau.”
Meski sudah tahu alasannya, tapi Kongsun
Kokcu masih bertanya: “Sebab apa?”
Siao-liong-Ii berdiri sejajar dengan Yo Ko
dan memegangi tangan anak muda itu, dengan tersenyum ia menjawab: “Aku sudah
bertekad akan menjadi suami-isteri dengan dia dan hidup berdampingan selamanya,
masakah kau tak dapat melihat sikap kami ini?”
Tergetar tubuh Kongsun Kokcu, katanya dengan
geram : “Kalau saja tempo hari kau sendiri tidak menyanggupi aku, masakah aku
paksa kau pada waktu kau terancam elmaut? Tapi kau sendiri yang terima
lamaranku, itu, dan timbul dari perasaan sukarela dan iklas?”
Pada dasarnya Siao - liong li masih polos dan
belum paham seluk beluk kehidupan insaniah, tanpa ragu ia menjawab: “Memang
betul begitu, tapi aku merasa berat meninggalkan dia. Nah, kami akan pergi
saja, harap kau jangan marah,” Habis itu ia tarik tangan Yo Ko dan diajaknya
pergi.
Ucapan Siao-liong-li ini membikin semua orang
saling pandang dengan melongo, Kongsun Kokcu terus melompat maju dan mengadang
di ambang pintu, serunya dengan serak “untuk bisa keluar dari lembah ini
kecuali kau harus membunuh diriku lebih dulu…”
Siao liong li tersenyum, katanya: “Kau berbudi
menoIong jiwaku, mana boleh kubunuh kau? Lagipula, ilmu silatmu tinggi
betapapun aku takdapat mengalahkan kau.”
Sembari bicara ia terus merobek kain baju
sendiri untuk membalut luka Yo Ko.
“Kongsun-heng,” mendadak Kim-lun Hoat-ong
berseru: “lebih baik kau membiarkan mereka pergi saja”
Kongsun Kokcu mendengus tanpa menjawab,
dengan air mukanya penuh gusar, ia tetap menghadang di ambang pintu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar