Kamis, 15 November 2012

Sin Tiauw Hiap Lu 49

Kembalinya Pendekar Rajawali 49

Diam-diam Kongsun Kokcu kejut dan heran akan kemampuan Yo Ko yang sanggup menahan berpuluh jurus serangannya, Segera goloknya menabas lagi dari samping, berbareng pedang hitam juga menusuk dari depan.
Supaya diketahui bahwa permainan golok mengutamakan kekerasan dan kekuatan, sedangkan permainan pedang mengutamakan kelincahan dan kelemahan, jadi watak kedua jenis senjata itu sama sekali berbeda, maka adalah hal yang tidak mungkin bahwa seorang dapat menggunakan dua macam senjata itu sekaligus.
Tapi kini Kongsun Kokcu ternyata dapat memainkan golok dan pedang dengan lihay, sungguh suatu kepandaian khas yang jarang terdapat di dunia persilatan.
Sambil mengertak, Yo Ko putar tongkat baja dan menggunakan kunci “menutup” dari Pakkau-pang-hoat, ia bertahan dengan rapat sehingga seketika pedang dan golok Kongsun Kokcu tidak mampu menembus pertahanan anak muda itu.
Cuma Pak-kau-pang-hoat mengutamakan pertahanan gerak serangan, dengan pentung bambu yang enteng, tentu dapat dimainkan dengan gesit dan lincah sesuka hati, kini Nyo Ko memegang tongkat baja sebagai pengganti pentung bambu, tentu saja gerak-geriknya tidak leluasa, setelah belasan jurus ia mulai merasa payah.
Suatu peluang dilihat oleh Kongsun Kokcu mendadak goloknya menahan keatas, berbareng pedang hitam menabas kebawah, “krek”, kontan tongkat baja tertabas kutung.
“Bagus” teriak Yo Ko, “Memangnya aku lagi merasa keberatan memegangi potongan besi ini.” - Segera ia putar setengah potongan tongkat baja itu dan terasa lebih enteng dan lincah.
“Hm, bagus atau tidak, boleh lihat saja nanti!” jengek Kongsun Kokcu dengan mendongkol, kembali goloknya membacok lagi dari depan.
Bacokan ini teramat lugu, asalkan Yo Ko mengegos saja dengan mudah dapat menghindarkan serangan itu Tak terduga lingkaran ujung pedang hitam ternyata juga mengurung tubuh Yo Ko sehingga anak muda itu tidak dapat bergerak sembarangan, Terpaksa Yo Ko angkat potongan
tongkat untuk menangkis.
“Trang” suara nyaring keras benturan golok sama tongkat menerbitkan lelatu api pula. Habis bacokan pertama, menyusul bacokan kedua dilontarkan lagi oleh Kongsun Kokcu dengan cara yang sama tanpa variasi.
Bahwa pengetahuan ilmu silat Yo Ko sangat luas, otaknya juga cerdas, tapi aneh sama sekali ia tidak berdaya mematahkan bacokan lawan yang begitu2 saja, kecuali menangkis dengan cara seperti tadi terasa tiada jalan lain yang lebih bagus.
Untuk kedua kalinya golok dan tongkat kutung beradu, diam-diam Yo Ko mengeluh. Kiranya bacokan kedua kali ini tampaknya begitu saja tapi tenaganya ternyata bertambah sebagian, ia pikir kalau bacokan begini berlangsung beberapa kali lagi tentu otot tulang lenganku bisa putus tergetar oleh tenaga Kokcu ini.
Belum habis terpikir benar saja bacokan ke tiga Kongsun Kokcu sudah nyambar tiba pula dan tenaganya memang bertambah lagi sebagian.
Kiranya ilmu permainan golok Kongsun kokcu itu meliputi 18 jurus, tenaga setiap jurus selalu bertambah kuat daripada jurus yang duIuan.
Walaupun tenaganya cuma sebagian saja, tapi kalau terus bertambah dan menumpuk, jadinya bisa berlipat ganda dan sukar ditahan.
Setelah menangkis beberapa kali lagi, tongkat kutung di tangan Yo Ko sudah babak belur oleh bacokan golok emas lawan, tangan Yo Ko pun tergetar lecet. Melihat tenaga tangkisan Yo Ko tidak berkurang, dalam keadaan bahaya anak muda itu masih tetap mengulum senyum, diam-diam Kongsun Kokcu sangat mendongkol, ia merasa kalau beberapa kali bacokan lagi tak dapat menaklukan Yo Ko akan kelihatan dirinya sendiri yang terlalu tak becus, Maka ketika golok membacok lagi, mendadak pedang hitam terus menusuk ke perut lawan.
Saat itu Yo Ko sudah terdesak sampai di pojok ruangan, melihat ujung pedang menyamber tiba, cepat ia menangkis dengan telapak tangan, ujung pedang tepat menusuk ditengah telapak tangan, tapi pedang hitam itu lantas melengkung dan terpental balik. Kiranya sarung tangan dari Siao-liong-li yang terbuat dari anyaman benang emas itu tidak tertembuskan oleh pedang hitam yang tajam itu.
Setelah mengetahui sarung tangannya tidak takut pada senjata lawan, cepat Yo Ko membaliki tangan untuk menarik ujung pedang musuh, Tak terduga Kongsun Kokcu telah sedikit menyendal pedangnya yang melengkung tadi sehingga  batang pedang yang lemas itu membaik ke bawah dan melukai lengan Yo Ko, darah seketika bercucuran.
Yo Ko terkejut dan cepat melompat mundur. Sebaliknya Kongsun Kokcu juga tidak mendesak maju, ia mendengus beberapa kali, habis itu baru melangkah maju dengan pelahan.
Jika Kongsun Kokcu hanya menggunakan salah sebuah senjatanya saja, tentu Yo Ko mempunyai akal untuk meIawannya. sekarang musuh memakai dua macam senjata yang justeru berlawanan, satu keras dan satu lemas dengan gerak serangan yang berbeda, keruan Yo Ko tak berdaya dan tercecar hingga kelabakan.
Walau Yo Ko terdesak dan serba repot tapi Kim-lun Hoat-ong, In Kik-si dan lain-lain yang mengikuti pertarungannya itu bertambah kagum.
Dalam hati mereka sama berpikir “jika aku sendiri yang harus melayani kedua macam senjata yang berbeda itu, mungkin sejak tadi jiwaku sudah melayang. Tapi bocah ini ternyata mampu meIayaninya dengan berbagai cara yang cerdas dan dapat menghindari sekian kali serangan maut,”
Begitulah Kongsun Kokco masih terus meIancarkan serangan dengan golok dan secara bergantian kembali bahu Yo Ko tertusuk lagi satu kali sehingga bajunya berlepotan darah.
“Kau menyerah tidak?” bentak Kongsun Kokcu.
“Kau bertanding dengan cara yang jauh menguntungkan kau, tapi masih berani tanya padaku menyerah atau tidak, hahaha, mengapa kau begini tebal muka, Kongsun Kokcu?” ejek Yo Ko dengan tersenyum.
Mendadak Kongsun Kokcu menarik kedua serangannya dan bertanya: “Apa yang menguntungkan aku? Coba katakan.” tanya Sang Kokcu.
“Kau menggunakan senjata sehari-hari, sepasang senjata yang aneh ini mungkin sukar dicari lagi didalam dunia, betul tidak?” ujar Yo Ko.
“Memangnya kenapa? Kan senjata di tanganmu itu juga luar biasa,” jawab Kongsun Kokcu,
Yo Ko membuang tongkat kutung itu dan berkata dengan tertawa: “Ini kan milik muridmu si jenggot tadi.” - Lalu ia menanggalkan sarung tangan kedua potong selendang sutera yang putus tadi dijemputnya pula dan dilemparkan kepada Siao-liong-li, kemudian berkata pula: “Dan ini adalah milik Kokoh yang kupinjam tadi,”
Habis itu Yo Ko keplok2 tangannya dia kebut2 debu pada badannya tanpa menghiraukan datrah yang masih mengucur dari lukanya, lalu berkata pula dengan tertawa: “Nah, kudatang ke sini dengan bertangan kosong, masakan aku bermaksud memusuhi kau ? sekarang terserah kau, mau bunuh boleh bunuh. tidak perlu banyak omong lagi.”
Melihat sikap anak muda itu tenang sabar, wajahnya cakap, mesti terluka tapi bicara dan tertawa sesukanya seperti tidak terjadi sesuatu kalau dibandingkan dirinya sendiri terasa memalukan dan rendah.
“Jika anak muda ini tetap dibiarkan hidup, tentu Liu-ji akan condong dan jatuh hati padanya.”
Tanpa pikir ia mengangguk dari berkata: “Baiklah.” Segera pedangnya menusuk ke dada Yo Ko.
Karena merasa tidak sanggup melawan orang, Yo Ko sudah ambil keputusan biar dibunuh saja oleh lawannya itu, maka iapun tidak menghindar ketika tusukan orang tiba, sebaliknya ia menoleh ke sana untuk memandang Sio-liong-li, pikiranya “Sambil memandangi Kokoh, biar matipun aku tidak menyesal.”
Dilihatnya Sio-liong-Ii sedang melangkah ke arahnya setindak demi setindak dengan tersenyum manis, kedua pasang mata saling menatap, sama sekali tidak menghiraukan ancaman pedang hitam Kongsun Kokcu.
Sesungguhnya Kokcu itu belum pernah kenal Yo Ko sehingga hakikatnya tidak ada dendam permusuhan apapun, sebabnya dia ingin membinasakan anak muda itu semuanya gara-gara Siao-liong li belaka, sebab itulah ketika tusukan terakhir itu di lontarkan, tanpa terasa iapun memandang sekejap ke arah Siao-liong li
Sekali pandang seketika rasa cemburunya berkobar hebat, tertampak si nona menatap Yo Ko dengan penuh kasih sayang mesra, waktu ia melirik Yo Ko, kelihatan sorot anak
muda itupun serupa dengan Siao-liong-Ii, padahal ujung pedang kini sudah menempel dadanya, asalkan tangannya sedikit mendorong ke depan, seketika ujung pedang itu akan menembus dadanya, tapi Siao-liong li ternyata tidak menjadi kuatir dan cemas, Yo Ko juga tidak berusaha menangkis kedua orang hanya saling pandang dengan kesan penuh jalinan perasaan dan melupakan segala apa yang berada di sekitarnya.
Gemas dan dongkol Kongsun Kokcu tak terkirakan, pikirnya: “Jika kubunuh kau sekarang, akan membuat kau merasa puas dan bahagia ketika menghadapi ajalnya, aku justru ingin kau menyaksikan sendiri pemikahanku dengan Liu-ji, habis malaman pengantin barulah kubunoh kau!”
Karena pikiran itu, segera ia berteriak : “Lui - ji, kau ingin kubunuh dia atau menghendaki ku-ampuni dia?”
Siao-liong-li memandangi Yo Ko dengan segenap cita-rasanya dan sama sekali tidak memikirkan Kongsun Kokcu, karena mendadak mendengar suaranya barulah ia tersadar, katanya cepat dengan kuatir. “Lekas kesampingkan pedangmu untuk apa kau mengacungkan pedangmu di depan dadanya?”
Kongsun Kokcu mendengus dan berkata: “Baik, tidaklah sukar untuk mengampuni jiwanya asalkan kau suruh dia segera pergi dari sini dan tidak merintangi detik bahagia pernikahan kita nanti.”
Sebelum bertemu dengan Yo Ko sebenarnya Siao-liong-li sudah bertekad takkan berjumpa lagi dengan anak muda itu, Tapi kini setelah bertemu kembali mana dia mau lagi menikah dengan Kongsun Kokcu? ia tahu apa yang menjadi keputusannya akhir2 ini jelas sukar dilaksanakannya, lebih baik mati saja daripada menikah dengan orang lain, ia lantas berpaling dan berkata kepada Kongsun Kokcu “Kongsun-siansing aku sangat berterima kasih atas pertolonganmu, tapi aku tak dapat menikah dengan kau.”
Meski sudah tahu alasannya, tapi Kongsun Kokcu masih bertanya: “Sebab apa?”
Siao-liong-Ii berdiri sejajar dengan Yo Ko dan memegangi tangan anak muda itu, dengan tersenyum ia menjawab: “Aku sudah bertekad akan menjadi suami-isteri dengan dia dan hidup berdampingan selamanya, masakah kau tak dapat melihat sikap kami ini?”
Tergetar tubuh Kongsun Kokcu, katanya dengan geram : “Kalau saja tempo hari kau sendiri tidak menyanggupi aku, masakah aku paksa kau pada waktu kau terancam elmaut? Tapi kau sendiri yang terima lamaranku, itu, dan timbul dari perasaan sukarela dan iklas?”
Pada dasarnya Siao - liong li masih polos dan belum paham seluk beluk kehidupan insaniah, tanpa ragu ia menjawab: “Memang betul begitu, tapi aku merasa berat meninggalkan dia. Nah, kami akan pergi saja, harap kau jangan marah,” Habis itu ia tarik tangan Yo Ko dan diajaknya pergi.
Ucapan Siao-liong-li ini membikin semua orang saling pandang dengan melongo, Kongsun Kokcu terus melompat maju dan mengadang di ambang pintu, serunya dengan serak “untuk bisa keluar dari lembah ini kecuali kau harus membunuh diriku lebih dulu…”
Siao liong li tersenyum, katanya: “Kau berbudi menoIong jiwaku, mana boleh kubunuh kau? Lagipula, ilmu silatmu tinggi betapapun aku takdapat mengalahkan kau.”
Sembari bicara ia terus merobek kain baju sendiri untuk membalut luka Yo Ko.
“Kongsun-heng,” mendadak Kim-lun Hoat-ong berseru: “lebih baik kau membiarkan mereka pergi saja”

Kongsun Kokcu mendengus tanpa menjawab, dengan air mukanya penuh gusar, ia tetap menghadang di ambang pintu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar