Minggu, 18 November 2012

Sin Tiauw Hiap Lu 58



Kembalinya Pendekar Rajawali 58

 “Ya, Thio-jiok, syukur kau masih ingat padaku,” sahut Kiu Jian-jio sambil mengangguk.
Rupanya budak itu sangat setia, ia kegirangan melihat majikan perempuannya belum mati, berulang2 ia menyembah dan menyatakan syukur, Di antara tetamu yang hadir itu kecuali rombongan Kim-lun Hoat-ong, selebihnya kebanyakan adalah para tetangga perkampungan Cui-sian-kok, orang yang berusia setengah tua kebanyakan masih kenal Kiu Jian-jio, maka serentak mereka merubung maju untuk bertanya ini dan itu.
“Minggir semua!” bentak Kongsun Ci mendadak.
Semua orang kaget dan terpaksa menyingkir Kongsun Ci menuding Kiu Jian-jio dan membentak pula: “perempuan hina, mengapa kau kembali lagi ke sini? Kau masih punya muka bertemu dengan aku?”
Sejak mula Lik-oh berharap ayahnya mau mengaku salah dan rujuk kembali dengan sang ibu, siapa duga ayahnya telah mengucapkan kata-kata yang begitu kasar dan ketus, saking sedihnya ia berlari ke depan sang ayah, ia berlutut dan berseru: “O, ayah, ibu tak meninggal beliau tak meninggal.
Lekas ayah minta maaf dan mohon beliau mengampuni!”
“Mohon dia mengampuni?” jengek Kongsun Ci. “Hm, mengampuni siapa? Memangnya apa salahku?”
“Ayah telah memutuskan urat kaki tangan ibu dan mengeramnya di gua bawah tanah selama belasan tahun sehingga beliau tersiksa dalam keadaan mati tidak hidup tidak, betapapun ayah telah membikin susah ibu,” kata Lik-oh dengan terguguk.
“Hm, dia sendiri yang mencelakai aku lebih dulu, kau tahu tidak?” jengek Kongsun Ci. “Dia melemparkan aku ke semak-semak bunga cinta sehingga aku tersiksa oleh duri bunga itu.
Dia merendam obat penawar di dalam air warangan, aku menjadi serba salah, minum obat penawar itu akan mati, tok minum juga mati, Apakah kau tahu semua kejadian ini? Dia malah memaksa aku membunuh… membunuh orang yang kucintai, tahu tidak kau?”
“Tahu, anak sudah tahu semua,” sahut Lik-oh sambil menangisi “Dia bernama Yu-ji.”
Sudah belasan tahun Kongsun Ci tidak pernah dengar orang menyebut nama itu, air mukanya menjadi berubah hebat, ia menengadah dan menggumam: “Yu-ji ya benar, Yu-Ji kekasihku, perempuan hina yang keji inilah yang memaksa aku membunuh dia.”
Kelihatan air muka Kongsun Ci semakin beringas dan penuh rasa duka pula berulang-ulang ia menggumam pelahan: “Yu-ji… Yu-ji…”
Yo Ko pikir suami-isteri konyol itu jelas bukan manusia baik-baik. sedangkan dirinya sendiri mengidap racun dan takkan hidup terlalu lama lagi di dunia ini, pada kesempatan terakhir ini hanya diharap akan berkumpul dengan Siao-Iiong-li di suatu tempat yang sunyi dan melewatkan tempo yang tak lama lagi itu dengan tenteram, maka sama sekali tiada minatnya buat ikut campur persoalan Kongsun Ci dan isterinya, segera ia menarik Siao-liong-li dan mengajaknya pergi saja.
“Apakah betul wanita ini adalah isterinya dan benar-benar telah dikurung olehnya selama belasan tahun?” tanya Siao-liong-li tiba-tiba dengan hati yang tulus, sungguh ia tidak percaya bahwa di dunia ini ada orang sejahat itu.
“Ya, mereka suami-isteri cuma saling balas dendam belaka,” kata Yo Ko.
Siao-liong-li termenung sejenak, lalu berkata dengan suara tertahan: “Sungguh aku tidak paham. Masakah wanita ini serupa aku dan juga dipaksa menikah dengan dia?”
Menurut jalan pikirannya, kalau dua orang tidak dipaksa untuk menikah, seharusnya pasangan itu akan berkasih sayang, mana mungkin saling menyiksa secara begitu kejam.
“Di dunia ini sedikit sekali orang baik dan lebih banyak orang jahat,” ujar Yo Ko sambil menggeleng. “Hati orang-orang begini memang sukar juga dijajaki orang lain.”
Baru saja berkata sampai di sini, mendadak terdengar Kongsun Ci membentak: “Minggir!” -Berbareng sebelah kakinya mendepak, kontan tubuh Lik-oh mencelat.
Arah mencelatnya tubuh Kongsun Lik-oh tepat menuju kedada Kiu Jian-jio. padahal Kiu Jian-jio dalam keadaan lumpuh, kaki tangannya lemas tak bertenaga, terpaksa ia menunduk dan ingin mengelak namun tubrukan Lik-oh itu datangnya teramat cepat, “bIang” dengan tepat tubuh si nona menumbuk badan ibunya, kontan Kiu Jian-jio jatuh terjengkang bersama kursinya kepalanya yang botak itu tepat membentur tiang batu dan seketika darah muncrat serta tak dapat bangun.
Lik-oh sendiri juga jatuh tersungkur dan pingsan karena depakan sang ayah. Dalam keadaan begitu mau-tak-mau Yo Ko menjadi gusar menyaksikan keganasan Kongsun Ci itu, Baru saja ia hendak memburu maju, tiba-tiba Siao-liong-li melompat maju lebih dulu untuk membangunkan Kiu Jian-jio serta mengurut beberapa kali di belakang kepala nenek itu untuk membikin mampet darahnya yang mengucur itu, habis itu ia merobek ujung baju untuk membalut lukanya dan kemudian ia membentak Kongsun Ci: “Kongsun-siansing, dia adalah isterimu yang sah, mengapa kau perlakukan dia begini? jika kau sudah beristeri, kenapa ingin menikahi aku pula? seumpama aku jadi nikah dengan kau, bukankah kelak kaupun akan perlakukan diriku seperti dia ini?”
Beberapa pertanyaan yang tepat ini membikin Kongsun Ci melongo dan tak dapat - menjawab, serentak Be Kong-co bersorak memuji, sedangkan Siau-siaug-cu hanya menanggapi dengan ucapan: “Hm, jitu benar kata-kata nona ini.”
Dasar Kongsun Ci sudah ter-gila-gila kepada Siao-liong-li maka iapun tidak menjadi gusar oleh pertanyaan itu, dengan suara halus ia menjawab: “Liu-ji, mana kau dapat
dibandingkan dengan perempuan busuk ini? cintaku padamu
tanpa batas, jika aku mempunyai pikiran buruk padamu,
biarlah aku mati tak terkubur.”
“Di dunia ini bagiku cukup hanya dia seorang saja yang
mencintai aku, sekalipun kau suka padaku seratus kali lipat
juga aku tidak kepingin,” jawab Siao-liong-li hambar sembari
mendekati Yo Ko dan menggenggam tangannya.
Tidak kepalang rasa gembira hati Yo Ko melihat betapa
cinta Siao-liong-li kepadanya, tapi rasa gemasnya kepada
Kongsun Ci juga memuncak bila ingat umurnya tinggal berapa
hari saja dan semua itu gara-gara perbuatan Kongsun Ci,  maka dengan gusar ia menuding dan memaki: “Hm, kau berani bilang tiada pikiran buruk kepada Kokoh ? Hm, kau menjebloskan aku ke kolam buaya itu, lalu menipu Kokoh agar mau menikah dengan kau, apakah perbuatanmu ini baik?
Kokoh terkena racun bunga cinta, padahal kau tahu tiada obat lagi untuk menyelamatkan dia, namun hal ini tidak kau katakan padanya, apakah ini maksud baikmu?”
Siao-liong-li terkejut mendengar ucapan Nyo -Ko itu dengan suara gemetar ia menegas: “Apakah betul begitu ?”
“Tapi tidak soal lagi, kau sudah minum obat penawarnya tadi,” ujar Yo Ko sambil tersenyum.
Senyuman yang pedih dan girang pula mengingat obat Coat-ceng-tan akhirnya dapat disampaikan dan diminum oleh Siao-Iiongli, maka matipun dia rela sekarang?
Kongsun Ci memandang ke sana dan ke sini, sorot matanya mengusap wajah Kiu Jian-jio, Siao–liong-li dan Yo Ko bertiga, hatinya penuh rasa cemburu dan benci serta napsu berahi, ya kecewa, ya malu, macam-macam perasaan berkecamuk menjadi satu. Meski biasanya dia sangat sabar, namun kini dia sudah berpikiran gelap dan setengah gila, Sekonyong-konyong ia berjongkok dan melolos keluar sepasang senjatanya dari bawah selimut merah yang digunakan alas kaki waktu upacara tadi, “trang.” ia bentrok
kedua senjata dan membentak: “Baik, baik sekali! Biarlah hari ini kita gugur bersama saja.”
Karena sama sekali tidak menyangka Kongsun Ci akan menyembunyikan senjata dibawuh perabot sembahyang pernikahannya itu, maka semua orang sama berseru kaget Segera Siao-Iiong-Ii menjengek: “Ko-ji, orang jahat begini buat apa sungkan-sungkan lagi padanya ?”
“Creng”, dari dalam baju pengantinnya iapun mengeluarkan sepasang pedang hitam lemas itu.
Kun-cukiam dan Siok-likiam.
“Aha, bagus! jadi demi menolong diriku, maka Kokoh pura-pura mau menikah dengan dia?” seru Yo Ko girang.
Perlu dimaklumi bahwa meski Siao-liong-li tidak paham seluk beluk kehidupan manusia umumnya, namun terhadap orang yang dibencinya, cara turun tangannya sedikitpun tidak kenal ampun, seperti dahulu waktu dia menuntut balas bagi kematian Sun-popoh, pernah dia mengobrak-abrik Tiong-yang-kiong dan membikin kalang-kabut para imam Coan-cin-kau, malahan jiwa Kong-leng-cu Hek Tay-thong hampir melayang ditangannya, sekarang Kongsun Ci telah membikin dia merana dan tak dapat berkumpul dengan Yo Ko, diam-diam ia sudah bertekad akan melabrak orang meski harus korbankan jiwa sendiri.
Sebab itulah di dalam baju pengantinnya itu diam-diam ia sembunyikan sepasang pedang, asalkan Yo Ko telah diobati, segera ia mencari kesempatan untuk membunuh Kong-sun Ci, kalau gagal, maka iapun akan membunuh diri dan takkan mengorbankan kesuciannya di Cui-siang-kok ini.
Para hadirin juga heran dan kaget melihat kedua calon pengantin itu sama menyembunyikan senjata, hanya beberapa tokoh lihay seperti Kim-lun Hoat-ong saja sudah menduga pesta nikah ini pasti akan berakhir dengan keonaran.
Tapi melihat Kiu Jian-jio hanya tertumbuk oleh tubuh Kongsun Lik-oh saja lantas roboh, jauh tidak seimbang dengan Lwekang yang maha-tinggi yang diperlihatkannya tadi, mau-tak-mau semua orang mendjadi heran.
Yo Ko lantas menerima Kun-cu-kiam dari tangan Siao-liong-li, katanya: “Kokoh, marilah kita bunuh bangsat ini untuk membalas sakit hatiku.”
“Membalas sakit hatimu?” Siaoliong-li menegas sambil menggetar pedang Siok-li-kiam.
Diam-diam hati Yo Ko berduka, tapi mengingat hal itu tak dapat dijelaskan kepada Siao-liong-li, terpaksa ia hanya menjawab: “Ya, sudah tidak sedikit bangsat ini mencelakai orang baik-baik”
Habis berkata, Kun-cu-kiam bergerak, langsung ia menusuk iga kiri Kongsun Ci, ia tahu pertarungan sekarang pasti akan berlangsung sangat dahsyat dan berbahaya pula, ia sendiri mengidap racun, bila kedua orang memainkan “Giok-li-kiam-hoat” dan merangsang perasaan cinta, maka mereka akan kesakitan seketika.
Karena itu pandangannya lurus menatap musuh, yang dimainkan adalah “Coan-cin-kiam-hoat”.
Kongsun Ci juga tahu betapa lihaynya ilmu pedang gabungan kedua muda-mudi itu, maka begitu gebrak segera ia lancarkan serangan Im-yang-to-hoat yang terbalik itu, pedang hitam bermain dengan gaya golok, sedangkan golok bergigi bermain dengan gaya pedang, setiap jurus serangannya lihay luar biasa,
Namun ilmu pedang Coan-cin-pay yang dimainkan Yo Ko itu adalah ciptaan Ong Tiong-yang, itu cakal bakal Coan-cin-pay, walaupun tidak seganas serangan musuh, namun gayanya indah dan perubahannya rumit, dia berjaga saja dengan rapat dan menyambut setiap serangan musuh dengan baik.
Sudah tentu Siao-liong-li juga tidak kurang lihaynya, ia membentak nyaring, Siok-Ii-kiam segera menusuk punggung Kongsun Ci.
Dongkol dan menyesal Kongsun Ci tak terperikan, nona secantik bidadari ini mestinya sudah menjadi isterinya kalau Yo Ko tidak muncul, tapi sekarang justeru bergabung dengan anak muda ini untuk mengerubutnya.
BegituIah makin dipikir makin murka Kongsun Ci, namun serangannya tetap berjalan dengan ganas.
Di pihak lain SiaoIiong-li memainkan Giok li-kiam-hoat, maksudnya ingin mengadakan kontak batin dengan Yo Ko agar daya ilmu pedang bisa dikeluarkan seluruhnya, siapa tahu anak muda itu selain menghindarkan adu pandang dengan dia juga cuma bertempur dengan caranya sendiri.
Siao-liong-li menjadi heran danbersero: “Ko ji, mengapa kau tidak memandang padaku? Karena rangsangan perasaannya yang penuh kasih mesra itu, sinar pedangnya memanjang seketika dan serangannya tambah kuat.
Sebaliknya demi mendengar nada si nona yang menggiurkan itu, hati Yo Ko terguncang, dada kesakitan seketika, gerak pedangnya juga berubah lambat “Bret”, tahu-tahu lengan bajunya tertabas robek oleh pedang hitam Kongsun Ci.
Siao-Iiong-li terkejut, cepat ia melancarkan tiga kali serangan untuk mengalangi gempuran Kongsun Ci.
“Aku tak dapat memandang kau dan juga tak dapat mendengarkan perkataanmu ” kata Nyo-Ko.
“Sebab apa?” tanya Siaoliong-li dengan lemah lembut.
Kuatir terancam bahaya lagi, Yo Ko sengaja menjawab dengan suara kasar: “Jika kau ingin aku mati, maka bolehlah kau bicara dengan aku.” Karena timbul amarahnya, rasa sakitnya lantas berhenti seketika, semua serangan Kongsun Ci dapat ditangkisnya.
“Baiklah, aku tidak bicara lagi,” ujar Siao-liong-li dengan rasa menyesal Tapi mendadak pikirannya tergerak: “Ah, aku sendiri sudah sembuh dari racun bunga cinta itu, apakah dia belum meminum obat penawarnya?”
Berpikir begitu, sungguh rasa terima kasih dan kasih sayangnya tak terbatas mendalamnya, perasaan mesra ini mendorong tenaga, seketika daya tempur Giok-li-kiam-boatnya bertambah hebat, setiap jurus serangannya segera melindungi seluruh tubuh Yo Ko.
Dalam keadaan begitu, seharusnya Yo Ko harus bergilir untuk menahan serangan musuh bagi Siao-liong-li, tapi lantaran dia tak berani melirik, jadinya Siao-liong-li tak terjaga sama sekali dan selalu menjadi ancaman musuh.
Betapa tajam pandangan Kongsun Ci, hanya beberapa gebrak sadja ia sudah dapat melihat peluang itu, namun dia tidak ingin mencelakai Siao liong-li sedikitpun, setiap serangannya selalu dilontarkan kepada Yo Ko. Walaupun begitu serangan yang dahsyat itu dapat juga dihadapi oleh pedang nan lawan yang kuat, dalam beberapa puluh jurus ternyata sedikitpun Kongsun Ci takdapat berbuat apa-apa.
Sementara itu Kongsun Lik-oh sudah siuman dan ikut menonton di sebelah ibunya, dilihatnya Siao-liong-li terus melindungi Yo Ko melulu tanpa menghiraukan keselamatan sendiri, diam-diam ia bertanya pada dirinya sendiri: “Jika aku yang menjadi dia, dalam keadaan gawat antara hidup dan mati, apakah akupun sanggup mengorbankan diriku untuk membela dia?” ia menghela napas pelahan dan menjawab sendiri pula: “Aku pasti akan berbuat sama seperti nona liong ini kepadanya, tapi dia yang tidak mungkin berbuat begitupula terhadap diriku.”
Tengah mengelamun, tiba-tiba terdengar Kiu Jian-jiu berseru: “Golok bukan golok, pedang bukan pedang!”
Sudah tentu Yo Ko dan Siao-liong-li merasa bingung oleh seruan itu, mereka tidak paham apa maksudnya.
Terdengar Kiu Jian jio berteriak pula: “Golok adalah golok, pedang adalah pedang!”
Setelah bertempur dua kali melawan Kongsun Ci, memang sejak tadi Yo Ko sudah memikirkan di mana letak keajaiban permainan golok Kongsun Ci itu, ia merasa anehnya serangan musuh, pedang hitam yang enteng digunakan membacok dan menabas dengan keras seperti golok, sebaliknya golok yang berat itu digunakan menusuk dan menyabet secara gesit Kalau saja golok dimainkan sebagai pedang dan pedang digunakan sebagai golok masih dapat dimengerti anehnya dalam sekejap permainannya bisa berubah lagi, dalam serangan pedang nya tampak gaya ilmu pedang dan serangan golok tetap bergaya ilmu golok, sungguh berubah tak menentu dan sukar diraba.
Kini mendadak mendengar seruan Kiu Jian–jio itu, cepat juga timbul ilham dalam benak Yo Ko, diam-diam ia membatin apakah maksud Kia Jian-jio itu hendak mengatakan bahwa gaya pedang dalam permainan golok dan gaya golok dalam permainan pedang Kongsun Ci itu cuma gaya kembangan belaka ? jika begitu halnya, biarlah aku mencobanya ?
Begitulah ketika dilihatnya pedang hitam lawan membacok tiba pula seperti golok, maka Yo Ko menganggapnya tetap sebagai pedang, segera ia menangkisnya dengan Kun-cu-kiam, “trang”, kedua pedang beradu dan kedua orang sama tergetar mundur setindak.
Nyata dugaan Yo Ko tidak keliru, gaya serangan golok dari pedang hitam itu pada dasarnya tetap pedang, gerakan sebagai bacokan golok itu cuma gerakan kembangan belaka untuk membikin kabur pandangan lawan, kalau saja kepandaian pihak lawan kurang, tinggi dan tak dapat melayani dengan tepat, maka gerakan kembangan seperti golok itupun dapat mencelakai kakinya.
Sekali coba lantas berhasil menjajaki ilmu silat lawan, Yo Ko menjadi girang, segera ia perhatikan kelemahan musuh, ia pikir betapa anehnya serangan musuh, tapi lantaran gerakan kembangannya terlalu banyak, akhirnya pasti kacau dan kelihatan titik kelemahannya.
Setelah bergebrak beberapa kali lagi, “tiba-tiba terdengar Kiu Jian- jio berseru pula : “Serang kaki kanannya, kaki kanannya”
Akan tetapi Yo Ko merasa bagian kaki lawan sedikitpun tiada peluang untuk dapat diserang, apalagi golok musuh diputar sedemikian kencang, hakekatnya sukar ditembus. Tapi lantas teringat olehnya bahwa ilmu silat Kongsun Ci itu adalah ajaran Kiu Jian-jio, meski kaki tangan nenek botak itu sudah cacat, namun ilmu silat yang dipahaminya sedikitpun tidak pernah terlupa, tentu nenek itu dapat melihat titik kelemahan Kongsun Ci. Karena pikiran itu segera ia menurut dan menyerang kaki kanan musuh.
Cepat Kongsun Ci menangkis dengan goloknya kaki kanannya ternyata berjaga rapat Tapi lantaran harus menangkis, bahu kiri dan iga kiri lantas tak terjaga, peluang itu tidak di-sia-siakan oleh Yo Ko, tanpa menunggu petunjuk Kiu Jian-jio segera ia menyerang dan berhasil merobek baju bawah ketiak musuh.
Kongsun Ci mengomel gusar sambil melompat mundur, dengan mendelik ia membentak Kiu Jian-jio: “perempuan hina, lihat nanti kalau aku tidak membinasakan kau!” Habis itu segera ia menerjang Yo Ko Iagi.
Selagi Yo Ko menangkis, terdengar Kiu Jian-jio berseru pula: Tendang punggungnya!”
Padahal waktu itu kedua orang sedang berhadapan muka, untuk menendang bagian punggung jelas tidak mungkin, namun sekarang Yo Ko sudah rada menaruh kepercayaan kepada petunjuk Kiu Jian-jio, ia pikir ucapan nenek itu tentu mempunyai arti tertentu, maka tanpa banyak ulah segera ia
menyusup ke belakang musuh.
Cepat Kongsun Ci memutar balik goloknya din menabas kebelakang. Tapi Kiu Jian-jio sudah lantas berteriak lagi: “Tusuk dahinya.!”
Yo Ko menjadi heran, baru saja memutar ke belakang orang, masakah sekarang diharuskan menusuk dahi lawan dibagian muka, Namun keadaan sudah mendesak, tanpa pikir segera ia menyerobot ke depan musuh dan baru saja hendak menusuk tempat yang dianjurkan, sekonyong-konyong Kiu Jian-jio berseru pula. “Tabas pantatnya!”
Lik-oh ikut berdebar menyaksikan pertarungan itu, diam-diam iapun heran mengapa ibunya bergembar-gembor begitu, bukankah caranya itu berbalik hendak membantu ayahnya malah?
Dalam pada itu Be Kong co lantas berteriak “He, jangan kau tertipu nenek itu, adik Nyo, dia sengaja membikin lelah kau.”
Namun Yo Ko justeru percaya kepada seruan Kiu Jian-jio yang mempunyai tujuan jitu itu, begitu si nenek berseru suruh dia ke depan, segera ia menyerobot ke depan, bila disuruh memutar ke belakang cepat ia menyelinap ke belakang.
Benar saja, sesudah berputar beberapa kali cara begitu, akhirnya iga kanan Kongsun Ci tertampak kelemahan tanpa ayal pedang Yo Ko terus menusuk “cret”, baju tertembus dan ujung pedang masuk kulit daging musuh beberapa senti dalamnya, seketika darah segar mengucur dari iga Kongsun Ci.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar