Kembalinya Pendekar Rajawali 58
“Ya,
Thio-jiok, syukur kau masih ingat padaku,” sahut Kiu Jian-jio sambil
mengangguk.
Rupanya budak itu sangat setia, ia kegirangan
melihat majikan perempuannya belum mati, berulang2 ia menyembah dan menyatakan
syukur, Di antara tetamu yang hadir itu kecuali rombongan Kim-lun Hoat-ong,
selebihnya kebanyakan adalah para tetangga perkampungan Cui-sian-kok, orang
yang berusia setengah tua kebanyakan masih kenal Kiu Jian-jio, maka serentak
mereka merubung maju untuk bertanya ini dan itu.
“Minggir semua!” bentak Kongsun Ci mendadak.
Semua orang kaget dan terpaksa menyingkir
Kongsun Ci menuding Kiu Jian-jio dan membentak pula: “perempuan hina, mengapa
kau kembali lagi ke sini? Kau masih punya muka bertemu dengan aku?”
Sejak mula Lik-oh berharap ayahnya mau
mengaku salah dan rujuk kembali dengan sang ibu, siapa duga ayahnya telah
mengucapkan kata-kata yang begitu kasar dan ketus, saking sedihnya ia berlari
ke depan sang ayah, ia berlutut dan berseru: “O, ayah, ibu tak meninggal beliau
tak meninggal.
Lekas ayah minta maaf dan mohon beliau
mengampuni!”
“Mohon dia mengampuni?” jengek Kongsun Ci.
“Hm, mengampuni siapa? Memangnya apa salahku?”
“Ayah telah memutuskan urat kaki tangan ibu
dan mengeramnya di gua bawah tanah selama belasan tahun sehingga beliau
tersiksa dalam keadaan mati tidak hidup tidak, betapapun ayah telah membikin
susah ibu,” kata Lik-oh dengan terguguk.
“Hm, dia sendiri yang mencelakai aku lebih
dulu, kau tahu tidak?” jengek Kongsun Ci. “Dia melemparkan aku ke semak-semak
bunga cinta sehingga aku tersiksa oleh duri bunga itu.
Dia merendam obat penawar di dalam air
warangan, aku menjadi serba salah, minum obat penawar itu akan mati, tok minum
juga mati, Apakah kau tahu semua kejadian ini? Dia malah memaksa aku membunuh…
membunuh orang yang kucintai, tahu tidak kau?”
“Tahu, anak sudah tahu semua,” sahut Lik-oh
sambil menangisi “Dia bernama Yu-ji.”
Sudah belasan tahun Kongsun Ci tidak pernah
dengar orang menyebut nama itu, air mukanya menjadi berubah hebat, ia
menengadah dan menggumam: “Yu-ji ya benar, Yu-Ji kekasihku, perempuan hina yang
keji inilah yang memaksa aku membunuh dia.”
Kelihatan air muka Kongsun Ci semakin
beringas dan penuh rasa duka pula berulang-ulang ia menggumam pelahan: “Yu-ji…
Yu-ji…”
Yo Ko pikir suami-isteri konyol itu jelas
bukan manusia baik-baik. sedangkan dirinya sendiri mengidap racun dan takkan
hidup terlalu lama lagi di dunia ini, pada kesempatan terakhir ini hanya
diharap akan berkumpul dengan Siao-Iiong-li di suatu tempat yang sunyi dan
melewatkan tempo yang tak lama lagi itu dengan tenteram, maka sama sekali tiada
minatnya buat ikut campur persoalan Kongsun Ci dan isterinya, segera ia menarik
Siao-liong-li dan mengajaknya pergi saja.
“Apakah betul wanita ini adalah isterinya dan
benar-benar telah dikurung olehnya selama belasan tahun?” tanya Siao-liong-li
tiba-tiba dengan hati yang tulus, sungguh ia tidak percaya bahwa di dunia ini
ada orang sejahat itu.
“Ya, mereka suami-isteri cuma saling balas
dendam belaka,” kata Yo Ko.
Siao-liong-li termenung sejenak, lalu berkata
dengan suara tertahan: “Sungguh aku tidak paham. Masakah wanita ini serupa aku
dan juga dipaksa menikah dengan dia?”
Menurut jalan pikirannya, kalau dua orang
tidak dipaksa untuk menikah, seharusnya pasangan itu akan berkasih sayang, mana
mungkin saling menyiksa secara begitu kejam.
“Di dunia ini sedikit sekali orang baik dan
lebih banyak orang jahat,” ujar Yo Ko sambil menggeleng. “Hati orang-orang
begini memang sukar juga dijajaki orang lain.”
Baru saja berkata sampai di sini, mendadak
terdengar Kongsun Ci membentak: “Minggir!” -Berbareng sebelah kakinya mendepak,
kontan tubuh Lik-oh mencelat.
Arah mencelatnya tubuh Kongsun Lik-oh tepat
menuju kedada Kiu Jian-jio. padahal Kiu Jian-jio dalam keadaan lumpuh, kaki
tangannya lemas tak bertenaga, terpaksa ia menunduk dan ingin mengelak namun
tubrukan Lik-oh itu datangnya teramat cepat, “bIang” dengan tepat tubuh si nona
menumbuk badan ibunya, kontan Kiu Jian-jio jatuh terjengkang bersama kursinya kepalanya
yang botak itu tepat membentur tiang batu dan seketika darah muncrat serta tak
dapat bangun.
Lik-oh sendiri juga jatuh tersungkur dan
pingsan karena depakan sang ayah. Dalam keadaan begitu mau-tak-mau Yo Ko
menjadi gusar menyaksikan keganasan Kongsun Ci itu, Baru saja ia hendak memburu
maju, tiba-tiba Siao-liong-li melompat maju lebih dulu untuk membangunkan Kiu
Jian-jio serta mengurut beberapa kali di belakang kepala nenek itu untuk
membikin mampet darahnya yang mengucur itu, habis itu ia merobek ujung baju
untuk membalut lukanya dan kemudian ia membentak Kongsun Ci: “Kongsun-siansing,
dia adalah isterimu yang sah, mengapa kau perlakukan dia begini? jika kau sudah
beristeri, kenapa ingin menikahi aku pula? seumpama aku jadi nikah dengan kau,
bukankah kelak kaupun akan perlakukan diriku seperti dia ini?”
Beberapa pertanyaan yang tepat ini membikin
Kongsun Ci melongo dan tak dapat - menjawab, serentak Be Kong-co bersorak
memuji, sedangkan Siau-siaug-cu hanya menanggapi dengan ucapan: “Hm, jitu benar
kata-kata nona ini.”
Dasar Kongsun Ci sudah ter-gila-gila kepada
Siao-liong-li maka iapun tidak menjadi gusar oleh pertanyaan itu, dengan suara
halus ia menjawab: “Liu-ji, mana kau dapat
dibandingkan dengan perempuan busuk ini?
cintaku padamu
tanpa batas, jika aku mempunyai pikiran buruk
padamu,
biarlah aku mati tak terkubur.”
“Di dunia ini bagiku cukup hanya dia seorang
saja yang
mencintai aku, sekalipun kau suka padaku
seratus kali lipat
juga aku tidak kepingin,” jawab Siao-liong-li
hambar sembari
mendekati Yo Ko dan menggenggam tangannya.
Tidak kepalang rasa gembira hati Yo Ko
melihat betapa
cinta Siao-liong-li kepadanya, tapi rasa
gemasnya kepada
Kongsun Ci juga memuncak bila ingat umurnya
tinggal berapa
hari saja dan semua itu gara-gara perbuatan
Kongsun Ci, maka dengan gusar ia menuding dan memaki: “Hm, kau berani
bilang tiada pikiran buruk kepada Kokoh ? Hm, kau menjebloskan aku ke kolam
buaya itu, lalu menipu Kokoh agar mau menikah dengan kau, apakah perbuatanmu
ini baik?
Kokoh terkena racun bunga cinta, padahal kau
tahu tiada obat lagi untuk menyelamatkan dia, namun hal ini tidak kau katakan
padanya, apakah ini maksud baikmu?”
Siao-liong-li terkejut mendengar ucapan Nyo
-Ko itu dengan suara gemetar ia menegas: “Apakah betul begitu ?”
“Tapi tidak soal lagi, kau sudah minum obat
penawarnya tadi,” ujar Yo Ko sambil tersenyum.
Senyuman yang pedih dan girang pula mengingat
obat Coat-ceng-tan akhirnya dapat disampaikan dan diminum oleh Siao-Iiongli,
maka matipun dia rela sekarang?
Kongsun Ci memandang ke sana dan ke sini,
sorot matanya mengusap wajah Kiu Jian-jio, Siao–liong-li dan Yo Ko bertiga,
hatinya penuh rasa cemburu dan benci serta napsu berahi, ya kecewa, ya malu,
macam-macam perasaan berkecamuk menjadi satu. Meski biasanya dia sangat sabar,
namun kini dia sudah berpikiran gelap dan setengah gila, Sekonyong-konyong ia
berjongkok dan melolos keluar sepasang senjatanya dari bawah selimut merah yang
digunakan alas kaki waktu upacara tadi, “trang.” ia bentrok
kedua senjata dan membentak: “Baik, baik
sekali! Biarlah hari ini kita gugur bersama saja.”
Karena sama sekali tidak menyangka Kongsun Ci
akan menyembunyikan senjata dibawuh perabot sembahyang pernikahannya itu, maka
semua orang sama berseru kaget Segera Siao-Iiong-Ii menjengek: “Ko-ji, orang
jahat begini buat apa sungkan-sungkan lagi padanya ?”
“Creng”, dari dalam baju pengantinnya iapun
mengeluarkan sepasang pedang hitam lemas itu.
Kun-cukiam dan Siok-likiam.
“Aha, bagus! jadi demi menolong diriku, maka
Kokoh pura-pura mau menikah dengan dia?” seru Yo Ko girang.
Perlu dimaklumi bahwa meski Siao-liong-li
tidak paham seluk beluk kehidupan manusia umumnya, namun terhadap orang yang
dibencinya, cara turun tangannya sedikitpun tidak kenal ampun, seperti dahulu
waktu dia menuntut balas bagi kematian Sun-popoh, pernah dia mengobrak-abrik
Tiong-yang-kiong dan membikin kalang-kabut para imam Coan-cin-kau, malahan jiwa
Kong-leng-cu Hek Tay-thong hampir melayang ditangannya, sekarang Kongsun Ci
telah membikin dia merana dan tak dapat berkumpul dengan Yo Ko, diam-diam ia
sudah bertekad akan melabrak orang meski harus korbankan jiwa sendiri.
Sebab itulah di dalam baju pengantinnya itu
diam-diam ia sembunyikan sepasang pedang, asalkan Yo Ko telah diobati, segera
ia mencari kesempatan untuk membunuh Kong-sun Ci, kalau gagal, maka iapun akan
membunuh diri dan takkan mengorbankan kesuciannya di Cui-siang-kok ini.
Para hadirin juga heran dan kaget melihat
kedua calon pengantin itu sama menyembunyikan senjata, hanya beberapa tokoh
lihay seperti Kim-lun Hoat-ong saja sudah menduga pesta nikah ini pasti akan
berakhir dengan keonaran.
Tapi melihat Kiu Jian-jio hanya tertumbuk
oleh tubuh Kongsun Lik-oh saja lantas roboh, jauh tidak seimbang dengan Lwekang
yang maha-tinggi yang diperlihatkannya tadi, mau-tak-mau semua orang mendjadi
heran.
Yo Ko lantas menerima Kun-cu-kiam dari tangan
Siao-liong-li, katanya: “Kokoh, marilah kita bunuh bangsat ini untuk membalas
sakit hatiku.”
“Membalas sakit hatimu?” Siaoliong-li menegas
sambil menggetar pedang Siok-li-kiam.
Diam-diam hati Yo Ko berduka, tapi mengingat
hal itu tak dapat dijelaskan kepada Siao-liong-li, terpaksa ia hanya menjawab:
“Ya, sudah tidak sedikit bangsat ini mencelakai orang baik-baik”
Habis berkata, Kun-cu-kiam bergerak, langsung
ia menusuk iga kiri Kongsun Ci, ia tahu pertarungan sekarang pasti akan
berlangsung sangat dahsyat dan berbahaya pula, ia sendiri mengidap racun, bila
kedua orang memainkan “Giok-li-kiam-hoat” dan merangsang perasaan cinta, maka
mereka akan kesakitan seketika.
Karena itu pandangannya lurus menatap musuh,
yang dimainkan adalah “Coan-cin-kiam-hoat”.
Kongsun Ci juga tahu betapa lihaynya ilmu
pedang gabungan kedua muda-mudi itu, maka begitu gebrak segera ia lancarkan
serangan Im-yang-to-hoat yang terbalik itu, pedang hitam bermain dengan gaya
golok, sedangkan golok bergigi bermain dengan gaya pedang, setiap jurus
serangannya lihay luar biasa,
Namun ilmu pedang Coan-cin-pay yang dimainkan
Yo Ko itu adalah ciptaan Ong Tiong-yang, itu cakal bakal Coan-cin-pay, walaupun
tidak seganas serangan musuh, namun gayanya indah dan perubahannya rumit, dia
berjaga saja dengan rapat dan menyambut setiap serangan musuh dengan baik.
Sudah tentu Siao-liong-li juga tidak kurang
lihaynya, ia membentak nyaring, Siok-Ii-kiam segera menusuk punggung Kongsun
Ci.
Dongkol dan menyesal Kongsun Ci tak
terperikan, nona secantik bidadari ini mestinya sudah menjadi isterinya kalau
Yo Ko tidak muncul, tapi sekarang justeru bergabung dengan anak muda ini untuk
mengerubutnya.
BegituIah makin dipikir makin murka Kongsun
Ci, namun serangannya tetap berjalan dengan ganas.
Di pihak lain SiaoIiong-li memainkan Giok
li-kiam-hoat, maksudnya ingin mengadakan kontak batin dengan Yo Ko agar daya
ilmu pedang bisa dikeluarkan seluruhnya, siapa tahu anak muda itu selain
menghindarkan adu pandang dengan dia juga cuma bertempur dengan caranya
sendiri.
Siao-liong-li menjadi heran danbersero: “Ko
ji, mengapa kau tidak memandang padaku? Karena rangsangan perasaannya yang
penuh kasih mesra itu, sinar pedangnya memanjang seketika dan serangannya
tambah kuat.
Sebaliknya demi mendengar nada si nona yang
menggiurkan itu, hati Yo Ko terguncang, dada kesakitan seketika, gerak
pedangnya juga berubah lambat “Bret”, tahu-tahu lengan bajunya tertabas robek
oleh pedang hitam Kongsun Ci.
Siao-Iiong-li terkejut, cepat ia melancarkan
tiga kali serangan untuk mengalangi gempuran Kongsun Ci.
“Aku tak dapat memandang kau dan juga tak
dapat mendengarkan perkataanmu ” kata Nyo-Ko.
“Sebab apa?” tanya Siaoliong-li dengan lemah
lembut.
Kuatir terancam bahaya lagi, Yo Ko sengaja
menjawab dengan suara kasar: “Jika kau ingin aku mati, maka bolehlah kau bicara
dengan aku.” Karena timbul amarahnya, rasa sakitnya lantas berhenti seketika,
semua serangan Kongsun Ci dapat ditangkisnya.
“Baiklah, aku tidak bicara lagi,” ujar
Siao-liong-li dengan rasa menyesal Tapi mendadak pikirannya tergerak: “Ah, aku
sendiri sudah sembuh dari racun bunga cinta itu, apakah dia belum meminum obat
penawarnya?”
Berpikir begitu, sungguh rasa terima kasih
dan kasih sayangnya tak terbatas mendalamnya, perasaan mesra ini mendorong
tenaga, seketika daya tempur Giok-li-kiam-boatnya bertambah hebat, setiap jurus
serangannya segera melindungi seluruh tubuh Yo Ko.
Dalam keadaan begitu, seharusnya Yo Ko harus
bergilir untuk menahan serangan musuh bagi Siao-liong-li, tapi lantaran dia tak
berani melirik, jadinya Siao-liong-li tak terjaga sama sekali dan selalu
menjadi ancaman musuh.
Betapa tajam pandangan Kongsun Ci, hanya
beberapa gebrak sadja ia sudah dapat melihat peluang itu, namun dia tidak ingin
mencelakai Siao liong-li sedikitpun, setiap serangannya selalu dilontarkan
kepada Yo Ko. Walaupun begitu serangan yang dahsyat itu dapat juga dihadapi
oleh pedang nan lawan yang kuat, dalam beberapa puluh jurus ternyata sedikitpun
Kongsun Ci takdapat berbuat apa-apa.
Sementara itu Kongsun Lik-oh sudah siuman dan
ikut menonton di sebelah ibunya, dilihatnya Siao-liong-li terus melindungi Yo
Ko melulu tanpa menghiraukan keselamatan sendiri, diam-diam ia bertanya pada
dirinya sendiri: “Jika aku yang menjadi dia, dalam keadaan gawat antara hidup
dan mati, apakah akupun sanggup mengorbankan diriku untuk membela dia?” ia
menghela napas pelahan dan menjawab sendiri pula: “Aku pasti akan berbuat sama
seperti nona liong ini kepadanya, tapi dia yang tidak mungkin berbuat
begitupula terhadap diriku.”
Tengah mengelamun, tiba-tiba terdengar Kiu
Jian-jiu berseru: “Golok bukan golok, pedang bukan pedang!”
Sudah tentu Yo Ko dan Siao-liong-li merasa
bingung oleh seruan itu, mereka tidak paham apa maksudnya.
Terdengar Kiu Jian jio berteriak pula: “Golok
adalah golok, pedang adalah pedang!”
Setelah bertempur dua kali melawan Kongsun
Ci, memang sejak tadi Yo Ko sudah memikirkan di mana letak keajaiban permainan
golok Kongsun Ci itu, ia merasa anehnya serangan musuh, pedang hitam yang
enteng digunakan membacok dan menabas dengan keras seperti golok, sebaliknya
golok yang berat itu digunakan menusuk dan menyabet secara gesit Kalau saja
golok dimainkan sebagai pedang dan pedang digunakan sebagai golok masih dapat
dimengerti anehnya dalam sekejap permainannya bisa berubah lagi, dalam serangan
pedang nya tampak gaya ilmu pedang dan serangan golok tetap bergaya ilmu golok,
sungguh berubah tak menentu dan sukar diraba.
Kini mendadak mendengar seruan Kiu Jian–jio
itu, cepat juga timbul ilham dalam benak Yo Ko, diam-diam ia membatin apakah
maksud Kia Jian-jio itu hendak mengatakan bahwa gaya pedang dalam permainan
golok dan gaya golok dalam permainan pedang Kongsun Ci itu cuma gaya kembangan
belaka ? jika begitu halnya, biarlah aku mencobanya ?
Begitulah ketika dilihatnya pedang hitam
lawan membacok tiba pula seperti golok, maka Yo Ko menganggapnya tetap sebagai
pedang, segera ia menangkisnya dengan Kun-cu-kiam, “trang”, kedua pedang beradu
dan kedua orang sama tergetar mundur setindak.
Nyata dugaan Yo Ko tidak keliru, gaya
serangan golok dari pedang hitam itu pada dasarnya tetap pedang, gerakan
sebagai bacokan golok itu cuma gerakan kembangan belaka untuk membikin kabur
pandangan lawan, kalau saja kepandaian pihak lawan kurang, tinggi dan tak dapat
melayani dengan tepat, maka gerakan kembangan seperti golok itupun dapat
mencelakai kakinya.
Sekali coba lantas berhasil menjajaki ilmu
silat lawan, Yo Ko menjadi girang, segera ia perhatikan kelemahan musuh, ia
pikir betapa anehnya serangan musuh, tapi lantaran gerakan kembangannya terlalu
banyak, akhirnya pasti kacau dan kelihatan titik kelemahannya.
Setelah bergebrak beberapa kali lagi,
“tiba-tiba terdengar Kiu Jian- jio berseru pula : “Serang kaki kanannya, kaki
kanannya”
Akan tetapi Yo Ko merasa bagian kaki lawan
sedikitpun tiada peluang untuk dapat diserang, apalagi golok musuh diputar
sedemikian kencang, hakekatnya sukar ditembus. Tapi lantas teringat olehnya
bahwa ilmu silat Kongsun Ci itu adalah ajaran Kiu Jian-jio, meski kaki tangan
nenek botak itu sudah cacat, namun ilmu silat yang dipahaminya sedikitpun tidak
pernah terlupa, tentu nenek itu dapat melihat titik kelemahan Kongsun Ci.
Karena pikiran itu segera ia menurut dan menyerang kaki kanan musuh.
Cepat Kongsun Ci menangkis dengan goloknya
kaki kanannya ternyata berjaga rapat Tapi lantaran harus menangkis, bahu kiri
dan iga kiri lantas tak terjaga, peluang itu tidak di-sia-siakan oleh Yo Ko,
tanpa menunggu petunjuk Kiu Jian-jio segera ia menyerang dan berhasil merobek
baju bawah ketiak musuh.
Kongsun Ci mengomel gusar sambil melompat
mundur, dengan mendelik ia membentak Kiu Jian-jio: “perempuan hina, lihat nanti
kalau aku tidak membinasakan kau!” Habis itu segera ia menerjang Yo Ko Iagi.
Selagi Yo Ko menangkis, terdengar Kiu
Jian-jio berseru pula: Tendang punggungnya!”
Padahal waktu itu kedua orang sedang
berhadapan muka, untuk menendang bagian punggung jelas tidak mungkin, namun
sekarang Yo Ko sudah rada menaruh kepercayaan kepada petunjuk Kiu Jian-jio, ia
pikir ucapan nenek itu tentu mempunyai arti tertentu, maka tanpa banyak ulah
segera ia
menyusup ke belakang musuh.
Cepat Kongsun Ci memutar balik goloknya din
menabas kebelakang. Tapi Kiu Jian-jio sudah lantas berteriak lagi: “Tusuk
dahinya.!”
Yo Ko menjadi heran, baru saja memutar ke
belakang orang, masakah sekarang diharuskan menusuk dahi lawan dibagian muka,
Namun keadaan sudah mendesak, tanpa pikir segera ia menyerobot ke depan musuh
dan baru saja hendak menusuk tempat yang dianjurkan, sekonyong-konyong Kiu
Jian-jio berseru pula. “Tabas pantatnya!”
Lik-oh ikut berdebar menyaksikan pertarungan
itu, diam-diam iapun heran mengapa ibunya bergembar-gembor begitu, bukankah
caranya itu berbalik hendak membantu ayahnya malah?
Dalam pada itu Be Kong co lantas berteriak
“He, jangan kau tertipu nenek itu, adik Nyo, dia sengaja membikin lelah kau.”
Namun Yo Ko justeru percaya kepada seruan Kiu
Jian-jio yang mempunyai tujuan jitu itu, begitu si nenek berseru suruh dia ke
depan, segera ia menyerobot ke depan, bila disuruh memutar ke belakang cepat ia
menyelinap ke belakang.
Benar saja, sesudah berputar beberapa kali
cara begitu, akhirnya iga kanan Kongsun Ci tertampak kelemahan tanpa ayal
pedang Yo Ko terus menusuk “cret”, baju tertembus dan ujung pedang masuk kulit
daging musuh beberapa senti dalamnya, seketika darah segar mengucur dari iga
Kongsun Ci.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar