JILID 7
Dengan
sendirinya se-kali2 Bu Sam-thong bukan tandingan Auwyang Hong, baru bergebrak
belasan jurus ia sudah kena dihantam sekali hingga terjungkal ke bawah rumah.
Waktu
datangnya Auwyang Hong ke hoicl itu Yo Ko memang sudah mendusin, tatkala ayah
angkatnya ini ber-turut2 bergebrak dengan Bu Sam-thong dan suami isteri Kwe
Ceng dan Oey Yong, selama itu Yo Ko terus berdiri menonton di samping.
Kemudian
setelah Auwyang Hong dan Kwe Ceng sama2 terluka dan ada orang yang
memperhatikan dirinya, maka diam2 ia telah menyusul Auwyang Hong.
jalannya
Auwyang Hong mula2 sangat cepat, sudah tentu Yo Ko tak mampu menyandaknya,
tetapi sesudah lukanya bekerja hingga melangkah saja terasa susah, maka
dapatlah Yo Ko menyusul dan memayangnya ke kelenteng bobrok.
Walaupun
umur Yo Ko masih kecil, tetapi segala hal ternyata ia paham, ia tahu kalau
dirinya tidak kembali tentu Oey Yong dan Kwa Tin-ok cs. akan mencarinya, jika
terjadi begini tentu akan membahayakan jiwa Auwyang Hong yang terluka parah
itu, maka lebih dulu ia telah tunggu orang di tepi jalan hingga akhirnya
bertemu lagi dengan Kwe Ceng dan tengah malam ia datang pula menjenguk ajah
angkatnya lagi,
Begitulah
sesudah dengar penuturan Njo Ko baru Auwyang Hong merasa lega, Tetapi bila
teringat olehnya Kwa Tin-ok tidak berhasil dia binasakan pada siangnya, kembali
ia menjadi kuatir.
“Orang
she Kwe itu telah merasakan pukulanku, dalam tujuh hari terang dia tak akan
bisa sembuh,” demikian katanya kemudian, “lsterinya harus melayani suaminya.
tentu tak berani sembarang tinggal pergi, maka kini kita hanya kuatirkan si
buta she
Kwa
seorang saja. Kalau malam ini dia tidak datang, pasti besok dia akan mencari
kesini, sungguh sayang sedikitpun aku tak bertenaga, Ai, aku sudah membunuh lima saudara angkatnya,
kalau kini aku mati di tangannya rasanya juga… juga…”
Berkata
sampai disini, ia lantas ter-batuk2.
Sementara
itu Yo Ko duduk di lantai dengan tangan menunjang janggut, sekejap itu saja
timbul macam2 pikirannya. ia lihat Auwyang Hong rebah dengan kedua tangan
digunakan sebagai bantah meski rebah dengan melintang, tetapi kedua kaki orang
tua ini masih tetap pasang kuda2 seperti biasanya kalau berlatih ilmu
Ha-mo-kang, jadi kuda2nya mirip kodok saja.
“Ah,
aku ada akal,” tiba2 Yo Ko berpikir, “biar aku taruh beberapa macam benda tajam
di atas lantai, kalau si buta itu masuk begitu saja, biar dia merasakan sedikit
luka dahulu.”
Karena
pikiran ini, segera ia turunkan empat buah Cektay, yakni tempat menancapkan
lilin yang biasa dipakai di meja sembahyang, ia buang sisa lilinnya, ia pasang
cektay di mulut pintu secara berjajar dengan bagian yang lancip tajam menghadap
ke atas, Habis ini ia tutup pintu kelenteng itu dengan setengah rapat, lalu ia
angkat sebuah Hio-lo (tempat abu) yang terbuat dari besi, ia manjat ke atas dan
pasang Hio-lo itu di atas daun pintu yang setengah rapat itu,
Kemudian
ia memeriksa sekitarnya lagi, ia ingin mendapatkan jebakan lain yang bisa
dipasang untuk pedayai orang, tetapi tiada yang terdapat lagi kecuali di atas
ruangan kelenteng bagian timur dan barat m:ising2 tergantung sebuah genta
raksasa.
Begitu
besar genta itu hingga sedikitnya lebih dua ribu kati beratnya dan tidak cukup
dirangkul tiga orang sejajar. Di atas genta masing2 terdapat satu gantolan besi
yang sangat besar pula dan terikat kencang di atas kerangka kayu yang terbuat
dari balok2 besar.
Kelenteng
ini rupanya sudah sangat tua dan bobrok, tetapi kedua genta raksasa ini karena
pembikinannya sangat kokoh dan kuat maka masih dalam keadaan baik.
“Jika
betul-betul si buta she Kwa itu masuk ke sini, aku nanti manjat ke atas
kerangka genta itu, tanggung dia tak akan bisa ketemukan aku,” demikian Yo Ko
berkata dalam hati.
Waktu
Yo Ko hendak pergi ke bagian belakang untuk mencari sesuatu alat senjata yang
cocok baginya, tiba2 terdengar dari jalan besar di luar berkumandang suara
“tak-tek-tak-tek” yang diterbitkan oleh ketokan tongkat “besi”.
Air
muka Yo Ko seketika berubah, ia tahu betul2 Kwa Tin-ok telah datang, maka cepat
ia sirapkan api lilin. Tapi segera ia ingat perbuatannya ini hanya berlebihan
saja, ia pikir: “Mata si buta itu tak bisa melihat sebenarnya tidak perlu aku
padamkan lilin.”
Dalam
pada itu suara “tak-tek” tadi sudah makin dekat, mendadak Auwyang Hong bangkit
berduduk, ia hendak kumpulkan seluruh tenaga yang masih ada padanya itu di
tangan kanannya, ia hendak mendahului musuh dengan sekali pukul
membinasakannya.
Yo
Ko sendiri juga ber-debar2, ia pegang Cek-tay itu dengan bagian lancip
menghadap keluar, ia jaga disamping Auwyang Hong siap melawan musuh.
Memang
tidak salah suara “tak-tek” tadi adalah suara tongkat Kwa Tia-ok yang
meng-ketok2 tanah bila berjalan.
Meski
mata Tin-ok buta, tetapi orangnya luar biasa cerdiknya, ia menduga sesudah
Auwyang Hong terluka, pasti akan sembunyi di sekitar tempat ini, maka sebelum
bersantap malam, di tempat pondok nya ia sudah mencari tahu dengan jelas bahwa
di sekitar sini hanya terdapat sebuah kelenteng kuno yang bobrok, kecuali ini
hanya rumah penduduk melulu, maka ia sudah menaksir sembilan bagian pasti
Auwyang Hong sembunyi di dalam kelenteng ini.
Bila
teringat olehnya kelima saudara angkatnya semua dibinasakan Auwyang Hong secara
keji di pulau Tho-hoa, kini ada kesempatan bagus untuk menuntut balas, sudah
tentu tidak dia lewatkan begitu saja. Maka setelah tengah malam, dengan pelahan
kemudian ia me-manggil2: “Ko-ji, Ko-ji !”
Tetapi
ia tidak mendapatkan jawaban, ia sangka tentu anak ini sedang nyenyak tidur,
maka ia tidak mendekatinya lagi buat periksa melainkan terus keluar rumah
pondok dengan melompati pagar tembok. Kedua anjing tadi masih menggerogoti
tulang yang dilempar Yo Ko itu, maka munculnya Kwa, Tin-ok tidak di-gonggong
mereka, hanya terdengar suara geraman saja beberapa kali untuk kemudian
menggeragoti tulang lagi.
Pe-lahan2,
akhirnya sampai juga di depan kelenteng itu, ketika Kwa Tin-ok pasang kuping,
betul saja di ruangan dalam terdengar ada suara bernapasnva orang.
“Hayo,
Auwyang Hong, Si buta she Kwa sudah berada di sini, kalau kau jantan, lekas
keluar!” segera ia berteriak menantang.
Sambil
berkata, ia ketok tongkatnya ke tanah dengan keras.
Akan
tetapi Auwyang Hong tidak menyahut, ia kuatir tenaga yang sudah dikumpulkan
sejak tadi itu gembos, maka tak berani ia buka suara.
Setelah
ber-teriak2 beberapa kali lagi dan tetap tiada jawaban, akhirnya Kwa Tin-ok
menjadi tak sabar, begitu ia angkat tongkatnya, segera ia dorong pintu
kelenteng terus melangkah masuk.
Tak
tersangka, mendadak terasa olehnya ada samberan angin yang berat, semacam benda
antap tahu2, menghantam dari atas kepalanya, berbareng itu pula kaki kirinya
yang melangkah masuk itu tepat menginjak pada tancapan lilin yang tajam itu
hingga sol sepatunya tembus, telapak kakinya seketika kesakitan,
Karena
matanya buta, sesaat itu Kwa Tin-ok tidak mengerti apa yang terjadi, hanya
lekas2 ia ayun tongkatnya ke atas, maka terdengarlah suara “trang” yang keras
dan nyaring memekak telinga, Hio-lo yang jatuh dari atas itu kena dia hantam
hingga terpental, menyusul ini ia jatuhkan diri pula agar kakinya tidak sampai
tertancap tembus oleh benda tajam tadi.
Tak
ia duga bahwa disamping lain masih terdapat beberapa Cektay pula yang sama
tajamnya, keruan segera pundaknya terasa sakit sebuah tancapan lilin itu telah
menusuk tubuhnya, Ketika ia pegang Cektay itu dan dicabut keluar, maka
mengucurlah darah membasahi pakaiannya.
Ia
tak berani lagi cerohoh, ia pasang kuping pula dan dapat mendengar suara
bernapasnya Auwyang Kong, maka setindak demi setindak ia maju pelahan, sekira
tiga kaki dihadapan orang, segera ia angkat tongkatnya ke atas.
“Ayo,
Lo-ok but (Si binatang tua berbisa), sekarang apa yang hendak kau katakan
lagi?” bentak Tin-ok.
Sementara
itu Auwyang Hong sudah kumpulkan seluruh tenaga yang ada padanya dan dipusatkan
pada telapak tangan kanannya, ia tunggu bila tongkat Hui-thian-pian-hok benar2
mengemplang, maka sekaligus iapun akan menghantamnya, dengan demikian supaya
binasa ber-sama2.
Begitu!ah
karena sama2 tidak mau serang lebih dulu, mereka berdua menjadi berdiri
berhadapan saja dan sama2 tidak bergerak.
Kemudian
dengan telinga Tin-ok yang tajam, akhirnya ia dengar suara napas orang yang
berat dan sesak, tiba2 terkilas pula suara dan wajah kelima saudara angkatnya:
Cu Jong, Han Po-ki, Lam Hi-jin dan Han Siaueng, yang menjadi korban Auwyang
Hong, yang se-olah2 muncul dan be-ramai2 sedang menganjurkan padanya agar lekas
turun tangan, Oleh karena itu, tidak bisa tahan lagi, dengan sekali geraman
yang keras, dengan gerak tipu “Cin-ong-pian-sek” (raja Cin merangket batu),
Tin-ok ayun tongkatnya menggepruk ke atas kepala orang.
Namun
Auwyang Hong masih keburu berkelit, dan selagi ia hendak lontarkan hantaman
balasan, tetapi apa daya? Keinginan ada, tenaga kurang. Baru tangannya
terangkat atau napasnya sudah tak bisa menyambung lagi, keruan ia menjadi lemas
hingga ngusruk jatuh.
Maka
terdengarlah suara “bang” yang keras dibarengi dengan muncratnya lelatu api,
ujung tongkat Kwa Tin-ok telah menghancurkan beberapa ubin hingga hancur.
Kwa
Tin-ok tidak memberi kelonggaran pada lawannya, sekali serang tidak kena,
serangan kedua segera menyusul pula, kini tongkatnya menyerampang dari samping,
jika
dalam keadaan biasa, serangan Kwa Tin-ok ini cukup Auwyang Hong sambut dengan
sedikit senggol saja pasti akan bikin tongkat terpental dari cekalan atau
paling tidak dapat pula menghindar dengan melompat ke atas.
Tetapi
kini seluruh badan Auwyang Hong lemas linu, tenaga sedikitpun tak bisa
dikeluarkan, terpaksa untuk kedua kalinya ia harus robohkan diri dengan
menggelinding kesamping.
Dalam
pada itu dengan cepat Kwa Tin-ok sudah mainkan ilmu tongkat
“Hang-mo-tiang-hoat” (ilmu tongkat penakluk iblis), ia menyerang dengan hebat,
satu serangan lebih cepat dari serangan yang lain, sebaliknya gerak-gerik
Auwyang liong makin lama semakin lamban dan kaku, hingga akhirnya mau-tak-mau
ia kena digebuk sekali dipundak kirinya.
Menyaksikan
pertarungan ini, hati Yo Ko menjadi ber-debar2, maksud hatinya hendak maju
membantu sang ayah angkat, tetapi apa daya, ia mengerti ilmu silat sendiri terlalu
cetek dan tidak tahan sekali digebuk musuh, kalau berani ikut2 maju, maka tiada
bagian lain kecuali antar nyawa belaka, Tetapi ia saksikan tongkat Kwa Tin-ok
susul menyusul kena menghantam di atas badan Auswyang Hong, ia menjadi ngeri
pula.
Agaknya
memang sudah nasib Auwyang Hong yang harus alami ajaran ini, untung dia bukan
jago silat sembarangan ia punya tenaga dalam yang terlatih tinggi sekali, meski
dalam keadaan tak mampu membalas, tetapi ia masih mampu mematahkan serangan
orang, tiap2 tenaga gebukan yang Kwa Tin-ok lontarkan selalu dia singkirkan
kesamping, meski tubuhnya kena dihajar hingga babak-belur, tetapi jerohannya
tiada yang terluka.
Diam2
Kwa Tin-ok menjadi heran, dalani hati ia pikir “Lo-tok-but” atau Si-binatang
tua berbisa (julukan Auwyang Hoag) ini sungguh bukan main lihaynya, tiap2
hantaman tongkatnya ternyata seperti mengenai kasur saja, hanya mengeluarkan
suara “”bluk” yang keras, tetapi Auwyang Hong seperti tidak berasa saja, ia
pikir kalau tidak hantam bagian kepalanya, meski seribu kali gebuk lagi belum
tentu bisa mampuskan dia. Tidak ayal lagi Kwa Tin-ok lantas ayun tongkatnya
semakin cepat, kini yang dia incar hanya kepala orang.
Bermula
Auwyang Hong masih bisa mengkeret kepalanya untuk menghindar beberapa kali
serangan itu, tetapi sekejap kemudian ia sudah terkurung rapat dibawah samberan
angin tongkat musuh yang selalu berkisar di tepi telinganya saja, keruan ia
me-ngeluh, ia mengerti kalau sampai kepalanya kena di-kemplang, dapat
dipastikan akan mati seketika.
Sementara
itu ia lihat tongkat Kwa Tin-ok telah mengemplang lagi, dalam keadaan kepepet
terpaksa Auwyang Hong harus ambil risiko dan adu untung bukannya hindarkan diri
lagi, sebaliknya mendadak ia menubruk maju, dengan kencang ia berhasil jam-bret
dada orang.
Tentu
saja tidak kepalang kaget Kwa Tin-ok, dalam gugupnya ia sempat gunakan gagang
tongkatnya menyodok ke punggung orang, Tentu saja hantaman ini tak bisa
dihindarkan Auwyang Hong.
Terdengar
suara tertahan, Auwyang Hong terkena hantaman itu mentah2, luar biasa sakit
punggungnya hingga hampir2 ia kelengar.
Sebaliknya
Kwa Tin-ok mengira hantamannya itu tak berguna sama sekali dan tidak mampu
melukai lawan lagi, seketika ia menjadi habis akal, terpaksa dengan tangan kiri
ia jambret orang. Harus diketahui bahwa sebelah kaki Kwa Tin-ok memang pincang,
ia bisa menubruk dan menyerang karena bantuan imbangan tongkatnya, kini karena
tubuhnya kena dirangkul orang, maka setelah sekali dua kali gebrak, akhirnya
tak sanggup lagi ia berdiri tegak dan jatuh terguling.
Namun
belum mau Auwyang Hong lepaskan jambretan di dadanya, bahkan sebelah tangan
yang lain ia hendak merangkul pinggang Kwa Tin-ok, tetapi tiba2 ia merasa
tangannya menyentuh sesuatu benda keras, tidak ayal lagi ia cabut dengan cepat,
waktu dia tegasi, kiranya adalah sebilah belati tajam.
Belati
ini adalah senjata tinggalan Thio A Seng, salah satu saudara angkat Kwa Tin-ok,
namanya ‘To-gu-to” atau belati jagal sapi, meski namanya belati jagal, tetapi
sebenarnya tidak pernah dibuat sembelih sapi, Belati ini luar biasa tajamnya,
Karena Thio A Seng tewas di tangan Tan Lip-hong di daerah monggol dahulu,
belati ini lantas jatuh di tangan Kwa Tin-ok dan selalu dibawanya seperti
selalu berdampingan dengan saudara angkatnya yang sudah tewas itu.
Mengetahui
belati ini kena direbut Auwyang Hong dan justru mereka dalam pergulatan secara
mati-matian, keruan ia terkejut, lekas2 ia ayun kepalan kiri menjotos sebelum
tikaman Auwyang sampai, karena jototan ini Auwyang Hong terpelanting jatuh,
menjusul mana tongkatnya Kwa Tjn-ok segera menghantam pula.
Jotosan
yang tepat kena pelipisnya itu membikin Auwyang Hong merasa matanya
ber-kunang2, lekas2 ia ayun tangannya, ia timpukan belati itu kepada musuh.
Kwa
Tin-ok masih keburu berkelit, maka terdengarlah suara “Trang” yang nyaring,
kiranya belati itu dengan tepat mengenai genta raksasa yang berada di tengah
ruangan kelenteng itu.
Meski
sambitan Auwyang Hong itu tidak membawa tenaga keras, tetapi saking tajamnya
belati itu tingga menancap masuk setengah senti di atas genta itu, gagang
belatinya sampai ter-goyang2 tiada hentinya.
Waktu
itu kebetulan Yo Ko berdiri di samping genta, belati itu menyamber lewat hingga
hampir2 pipinya keserempet, dalam kagetnya lekas2 anak muda ini memanjat ke
atas kerangka genta dengan cepat.
Dipihak
lain, tiba2 Auwyang Hong mendapat akal juga, ia mertgitar ke belakang genta
yang tergantung itu. Pada waktu itu suara genta yang menggema masih belum
lenyap, Kwa Tin-ok hendak mendengarkan di mana Auwyang Hong bernapas, maka
dengan miring kepala dan pasang kuping ia sedang mendengarkan secara teliti.
Di
bawah sorotan sinar bulan, tertampaklah rambut orang tua yang kusut ini sedang
mendengarkan sambil menunjang tongkat, sikapnya sangat menakutkan.
Yo
Ko memiliki otak sangat tajam, sesaat itu ia sudah dapat mengetahui sebab
musababnya, maka sekuatnya cabut belati jagal sapi yang menancap tadi, lalu ia
tabuh sekali lagi genta itu dengan keras, maka terdengarlah suara “trang” yang
nyaring hingga suara pernapasan mereka berdua - Yo Ko dan Auwyang Hong -
tertutup hilang.
Ketika
mendadak mendengar suara genta lagi, dengan cepat Kwa Tin-ok menubruk maju,
namun Auwyang Hong sudah memutar pergi lagi ke belakang genta, ketika Kwa
Tin-ok memukul dengan tongkatnya, tongkat itu mengenai genta hingga kembali
suara “trang” yang lebih keras menggema sampai memekak telinga.
Suara
keras yang susul-menyusul itu membikin anak telinga Yo Ko se-akan2 hendak
pecah, maka sesaat itu iapun tidak dengar suara lain, dalam pada itu Kwa Tin-ok
telah mengamuk, dengan ayun tongkatnya ia hantam genta terus-menerus hingga
suara genta semakin keras.
Melihat
perbuatan orang, Auwyang Hong pikir tidak menguntungkan dirinya, bila Kwa
Tin-ok mengetok genta terus, meski Kwe Ceng menderita luka, tetapi dikuatirkan
Oey Yong akan menyusul datang buat membantunya.
Oleh
karenanya, pada saat suara genta berbunyi hebat itu, secara berindap-indap
pelahan ia bermaksud menggeluyur pergi melalui pintu belakang.
Siapa
duga telinga Kwa Tin-ok memang tajam sekali, walaupun dalam menggemanya suara
genta, masih bisa juga ia membedakan suara yang lain, begitu ia dengar suara
menggeser tindakan Auwyang Hong, ia pura2 tidak tahu, ia masih ayun tongkatnya
menabuh genta, ia menanti orang sudah bertindak pergi beberapa tindak dan sudah
agak jauh meninggalkan genta, mendadak ia lantas melompat maju, ia ajun
tongkatnya terus mengemplang kepala orang”,
Meski
Auwyang Hong sudah kehilangan daya tahannya, tetapi selama hidupnya entah sudah
mengalami berapa banyak badai dan tipumenipu diwaktu bertempur dengan
sendirinya ia sudah ber-jaga2. Ma-ka begitu melihat tubuh orang bergerak,
segera ia tahu maksud Kwa Tin-ok, belum sampai tongkat orang mengemplang atau
lebih dulu ia sudah sembunyi kembali ke belakang genta.
Keruan
Kwa Tin-ok menjadi gusar, “Biarpun aku tak bisa pukul mampus kau, pasti juga
aku akan bikin kau mati letih !” demikian teriaknya murka, Habis ini dengan
mengitar genta segera ia mengudak.
Nampak kedua orang itu berkejaran mengitari genta, Yo
Ko insaf apabila waktu ber-Iarut2, pasti Auwyang Hong akan kehabisan tenaga,
sedang keadaan sudah sangat berbahaya. Tiba2 ia mendapat satu akal, dari atas
kerangka genta ia geraki kedua tangannya memberi isyarat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar