Jumat, 23 November 2012

Sin Tiauw Hiap Lu 72



Kembalinya Pendekar Rajawali 72

Yo Ko pikir kalau sebentar bertempur dan sebentar udak-mengudak, akhirnya tentu akan membikin susah orok yang baru dilahirkan itu, jalan keluar yang baik adalah menghalau Hoat-ong dengan gabungan tenaga mereka berdua dan urusan lain dapat diselesaikan belakang. Maka ia lantas berteriak: “Tak perlu lari, Li-supek, bangsat gundul ini terkena racun jahat, hidupnya tak tahan lama lagi”
Baru habis ucapamrya, dilihatnya. Li Bok-chiu sedang melompat ke depan dan menyusup ke arah sebuah gua dibukit sana. Hoat-ong kelihatan merandek kesima dan tidak berani ikut menerobos ke dalam gua.
Karena tidak tahu apa tujuan Li Bok-chiu membawa lari bayi itu, kuatir kalau mendadak bayi itu dibinasakan maka tanpa pikirkan keselamatan sendiri Yo Ko terus menguber kesana, ia putar pedangnya untuk menjaga diri, segera ia menerjang ke dalam gua, Terdengarlah suara gemerincing beberapa kali, pedangnya menyampuk jatuh tiga buah Peng- pok-sin-ciam, jarum berbisa yang dihamburkan Li Bok-chiu.
“Aku, Li-supek!” seru Yo Ko. Di dalam gua gelap guiita, tapi Yo Ko sudah biasa memandang lalam kegelapan, dilihatnya Li Bok-chiu merangkul si bayi dan tangan lain sudah siapkan segenggam jarum berbisa lagi.
Untuk meyakinkan orang bahwa dia tidak bermaksud jahat Yo Ko sengaja membalik tubuh dan menghadap kesana, lalu berkata: “Biarlah kita bersatu untuk menghalau bangsat gundul itu?” Segera ia berjaga di mulut gua dengan pedang terhunus.
Hoatong menduga sementara ini kedua lawan takkan berani menerobos keluar lagi, ia lantas berduduk disamping gua dan membuka baju untuk memeriksa lukanya.
Dilihatnya bagian luka merah segar, tiada tanda-tanda keracunan, waktu ia pencet terasa sakit sedikit. Waktu ia mengerahkan tenaga dalam terasa tiada sesuatu alangan apapun juga.
Girang bercampur gemas juga Hoat ong, girangnya karena pedang si Yo Ko ternyata tidak berbisa sebagaimana dikatakan anak muda itu, gemasnya karena dia telah dikibuli oleh bocah itu sehingga dia berkuatir percuma sekian lama.
Ia coba mengawasi gua itu, mulut gua itu ter-aling-aling rerumputan lebar gua itu hanya tiba cukup dimasuki seorang, padahal tubuhnya sendiri tinggi besar, kalau menerjang kesana dan bergerak kurang leluasa, mungkin akan disergap malah oleh kedua lawan di dalam gua itu.
Seketika ia tidak mendapatkan akal yang baik, pada saat itulah tiba-tiba ada suara orang berseru padanya: “He, Hwesio gede, apa yang kau lakukan disitu?”
Hoat-ong mengenali itulah suara si Hindu cebol Nimo Smgh, ia tetap mengawasi gua itu sambil menjawab “Tiga ekor kelinci menyusup ke dalam gua, aku hendak menghalaunya keluar.”
Rupanya dari jauh Nimo Singh melihat berkelebatnya roda Kim-lun Hoat-ong” yang beterbangan di udara, ia tahu pasti Hoat-ong sedang bertempur dengan musuh, maka cepat ia menyusul kesini, Waktu tiba di tempat sementara Yo Ko berdua sudah menyusup ke dalam gua. Melihat Hoat - ong sedang mengawasi dengan penuh perhatian,Nimo Sing menjadi girang, tanyanya cepat: “Kwe Ceng lari ke dalam gua?”
Hoat-ong mendengus dan berkata: “Ada seekor kelinci jantan dan seekor kelinci betina ada pula seekor anakan kelinci”
“Hahaa, jadi selain Kwe Ceng dan isterinya, si bocah Yo Ko itu juga berada di situ,” seru Nemo Singh kegirangan.
Hoat-ong tidak menggubrisnya dan membiarkan dia mengoceh sendirian ia memandang sekelilingnya, segera ia mendapatkan akal, ia mengumpulkan ranting kayu dan rumput kering serta di tumpuk di mulut gua, lalu dibakarnya rumput kering itu. Kala itu angin sedang meniup dengan kencangnya, tanpa ayal asap tebal lantas tertiup ke dalam gua.
Waktu Hoat-ong mulai menimbun kayu dan rumput kering, Yo Ko tahu maksud keji orang, sedangkan pihak musuh telah bertambah pula dengan datangnya Nimo Singh, Dengan suara pelahan ia berkata kepada Li Bok-chiu: “Akan kuperiksa apakah gua ini ada jalan tembus atau tidak.”
Segera ia merunduk ke dalam sana, kira-kira belasan meter jauhnya, ternyata gua itu sudah buntu, ia putar balik dan berkata pula dengan suara terta han: “Li-supek, mereka menyerang dengan asap bagaimana kita harus bertindak?”
Li Bok-chiu pikir menerjang dengan kekerasan jelas sukar loIos.dari kejaran Hoat-ong, sembunyi di dalam gua bukan cara penyelesaian yang baik, jika keadaan benar-benar mendesak, jalan satunya terpaksa melarikan diri dengan meninggalkan anak orok toh Karena pikiran ini, sedikitpun ia tidak cemas, ia menyeringai dan tidak menjawab pertanyaan Yo Ko itu.
Tidak lama gumpalan asap yang membanjir ke dalam gua semakin tebal, untuk sementara mereka dapat menahan napas, tapi bayi itu tidak tahan lagi, ya batuk ya menangis tiada hentinya.
“Hehe, kau kasihan padanya, bukan?” jengek Li Bok-chiu pada Yo Ko.
Setelah mengalami perjuangan mati-matian, dalam hati Yo Ko memang sudah timbul kasih sayang kepada bayi perempuan itu, ia menjadi tidak tega mendengar tangisnya yang semakin keras itu.
“Biar kupondong dia!” katanya sambil mengulurkan kedua tangan dan mendekati Li Bok-chiu.
Tapi Li Bok-chiu lantas menyabetnya dengan kebut sambil membentak: “Jangan mendekat aku? apa kau tidak takut pada Peng-pok-sin-ciam!”
Cepat Yo Ko melompat mundur, nama jarum nerbisa itu mengingatkannya masa kecilnya dahulu ketika untuk pertama kalinya bertemu dengan, Li-Bok-chiu, hanya sebentar saja ia memegang jarum perak itu, tapi racun sudah menjalar ketubuhnya, syukur ayah angkatnya, yaitu Auyang Hong, telah menolongnya dengan mengajarkan Lwekang yangj istimewa itu sehingga racun dapat didesak keluar.
Tiba-tiba ia mendapat akal, ia membalut tangannya dengan robekan kain baju, ia menuju, ke mulut gua dan menjemput ketiga jarum berbisa yang disambitkan Li Bok-chiu tadi, ia tancapkan jarum-jarum itu pada tanah dengan ujung runcing ke atas, habis itu ujung jarum yang menongol sedikit itu diculik pula dengan pasir tanah agar gemilapnya jarum itu tidak kelihatan. Saat itu mulut gua tertutup oleh asap tebal sehingga tindakan Yo Ko itu tidak dilihat oleh Kim-lun Hoat-ong dan Nimo Singh.
Selesai mengatur lalu Yo Ko mundur lagi ke dalam gua dan membisiki pada Li Bok-chiu: “Aku sudah ada akal menghalau musuh, harap Li-supek pura-pura menimang bayi itu supaya jangan me-nangis.” Habis berkata, mendadak ia berteriak: “Aha, di belakang gua ini ada jalan tembusnya, Ii-supek, lekas kita pergi!”
Semula Li Bok-chiu melengak dan mengira apa yang dikatakan Yo Ko itu memang betul, tapi Yo Ko lantas membisikinya pula: “Hanya pura-pura saja agar bangsat gundul itu terjebak olehku.”
Sudah tentu teriakan Yo Ko itu dapat didengar oleh Kim-lun Hoat-ong dan Nimo Singh, mereka terkejut, mereka coba pasang kuping, di dalam gua sunyi senyap, suara tangisan bayi juga sayup-sayup semakin lirih, mereka tidak tahu bahwa mulut si bayi telah sengaja ditutup oleh lengan baju Yo Ko, keruan mereka mengira Yo Ko bersama Li Bdk-chiu benar- benar sudah kabur melalui belakang gua.
Watak Nimo Singh tidak sabaran, tanpa pikir ia terus berlari memutar ke belakang gua, maksudnya hendak mencegat musuh, Tapi pikiran Hoat-ong terlebih cermat, setelah mendengarkan dengan teliti, ia merasa suara tangisan anak bayi itu cuma lirih tertahan saja dan tiada tanda-tanda semakin menjauh, ia tahu pasti si Yo Ko sedang main gila hendak menipunya ke belakang gua, lalu anak muda itu akan menerjang keluar dari mulut gua.
Diam-diam ia mentertawai akal Yo Ko yang dangkal itu, ia pikir biar kusembunyi saja di samping mulut gua, begitu kalian keluar segera kumampuskan kalian.
Namun Yo Ko juga tidak kalah cerdiknya, kembali ia berteriak pula: “He, cepat Li-supek, bangsat gundul itu sudah pergi, marilah kita lari keluar !” Habis ini tiba-tiba ia membisiki pula “marilah kita menjerit bersama untuk memancing dia masuk ke sini.”
Li Bok-chiu tidak tahu akal bulus apa yang pedang diatur Yo Ko itu, tapi ia tahu anak muda itu sangat licin, ia sendiri beberapa kali pernah dikibuli kalau dia sudah mengatur perangkap, rasanya pasti akan berhasil, betapapun ia mempunyai sandera anak bayi itu. asalkan Hoat-ong sudah dihalau pergi, akhirnya Yo Ko harus menukar si bayi dengan Giok-li-sim-keng.
Maka ia lantas mengangguk tanda setuju, kedua orang segera menjerit berbareng “Aduh!” Yo Ko pura-pura terluka parah dan merintih keras-keras, teriaknya: “Keparat, mengapa kau bertindak sekeji ini padadaku?” - Lalu ia mendesis pula dengan suara tertahan: “Lekas engkau berlagak terancam jiwamu!”
Cepat Li Bok-chiu melakukan permintaan itu, iapun berteriak dengan nada murka: “Bagus, biar kumati di… ditanganmu, betapapun, kau si.bangsat kecil ini juga… juga harus mampus di tanganku,” ia membikin suaranya semakin lemah sehingga kalimat terakhir se-akan diucapkan dengan napas terengah-engah.
Mendengar itu, Hoat-ong sangat girang, ia pikir kedua orang sedang berebut si bayi dan mulai saling membunuh, tampaknya keduanya sama terluka parah. ia menjadi kuatir sibayi juga ikut tewas, jika terjadi begini berarti akan kehilangan alat pemerasan terhadap Kwe Ceng.
Tanpa pikir lagi ia menyingkirkan onggokan kayu dan rumput kering yang terbakar itu terus menerjang ke dalam gua. Tapi baru dua-tiga langkah, mendadak telapak kaki kiri terasa sakit, untung ilmu silatnya memang tinggi dan dapat memberi reaksi dengan cepat, sebelum kaki menginjak sepenuhnya ke bawah, cepat kaki yang lain menggunakan tenaga terus melompat mundur lagi keluar gua, Waktu kaki menginjak tanah, terasa kaku kesemutan dan hampir saja jatuh terjungkal.
Dengan Lwekangnya yang tinggi itu, biarpun kakinya dibacok beberapa kali juga takkan sempoyongah berdirinya, karena itu segera ia menyadari apa yang telah terjadi, ia tahu telapak kakinya pasti tertusuk oleh benda berbisa. Baru dia hendak membuka sepatu dan kaos kaki untuk memeriksanya, dilihatnya Nimo Singh sudah putar balik dari belakang gua dan sedang mengomel. “Kurangajar! Bangsat kecil itu berdusta, dibelakang gua tiada lubang tembusan apapun, Kwe Ceng dan isterinya masih di alam gua.”
Hoat-ong tidak menanggapi apapun, iapun urung membuka sepatu, katanya: “Memangnya tidak salah dugaanmu, sudah sekian lama tiada suatu suara, bisa jadi mereka telah pingsan semua oleh asap tebal tadi.”
Diam-diam Nimo Singh bergirang, ia pikir jasa menangkap Kwe Ceng sekali ini pasti akan jatuh di tangannya, iapun tidak berpikir mengapa Kim lun Hoat-ong tidak merebut jasa itu, tanpa bicara lagi ia putar senjata ular bajanya untuk menjaga diri, ia terus menerobos ke dalam gua.
Ketiga buah jarum berbisa itu diatur oleh Yo Ko tepat ditengah jalan yang harus dilalui, tak peduli langkah orang yang akan masuk itu lebar atau cekak, ialah satu jarum itu pasti akan diinjaknya, perawakan Nimo Singh sangat pendek dan langkahnya cekak, tapi ia bertindak dengan cepat, ketika kaki kanan menginjak sebuah jarum itu, begitu terasa sakit dan belum sempat menarik kakinya, tahu-tahu kaki kiri sudah menginjak lagi pada jarum yang lain. Negeri Thian-tiok (lndia) terkenal negeri berhawa panas, rakyat umumnya suka telanjang kaki, maka Nimo Singh juga tidak bersepatu, meski kulit telapak kakinya sudah terlatih dan tebalnya seperti kulit banteng, namun betapa tajamnya Peng-pok-sin-ciam itu, sedikitnya dua senti menancap ke dalam telapak kakinya itu.
Tapi Nitno Singh memang kuat dan perkasa, sedikit luka itu sama sekali tak diperhatikan olehnya, ia ayun senjata ular baja dan menyapu ketanah, ia yakin di depan pasti tak ada jarum lagi dan baru saja hendak menerjang masuk untuk menangkap Kwe Ceng, tiba-tiba kedua kakinya terasa lemas dan tidak sanggup berdiri tegak lagi, kontan ia jatuh terguling.
Baru sekarang ia tahu racun pada jarum yang tertancap kakinya itu sangat lihay, lekas-lekas ia berguling disertai merangkak keluar gua, dilihatnya Hoat-ong sedang memegangi sebelah kakinya yang hitam bengkak.
Segera Nimo Singh tahu duduknya perkara, dengan gusar ia membentak: “Bangsat gunduI, sudah tahu kau sendiri terluka oleh jarum berbisa, mengapa kau tidak memberi tahu padaku, sebaliknya sengaja membiarkan aku ikut terperangkap?”
“Aku terjcbak, kaupun terperangkap, ini namanya seri, satu-satu!” jawab Hoat-ong dengan tertawa.
Tidak kepalang gusar Nimo Singh, ia memaki “Keparat, menangkap Kwe Ceng apa segala tak berarti lagi bagiku, biarlah aku mengadu jiwa dengan kau.”
Sebenarnya kakinya sudah tak bertenaga lagi, tapi tangannya menahan tanah, sekaligus ia menubruk ke arah Hoat-ong, senjata ular baja terus mengetok kepala lawan itu.
Hoat-ong mengangkat roda tembaganya untuk menangkis, menyusul tangan yang lain terus menyikut Tubuh Nimo Singh lagi menubruk maju sehingga sukar menghindar, apalagi serangan Hoat-ong inipun sangat cepat, seketika bahu Ntmo Singh kena disikut dengan keras, walaupun otot daging Nimo Singh sangat kuat, tidak urung iapun kesakitan setengah mati.
Saking murkanya Nimo Singh tidak lagi memikirkan mati-hidupnya sendiri, ia tetap menubruk ke depan dan merangkul tubuh Hoat-ong sekencang-kencangnya, malah mulutnya terus menggigit dan kebetulan Hiat-to bagian leher kena dikertak.
Jika dalam keadaan biasa, betapapun tidak mungkin Nimo Singh dapat mendekati Hoat-ong yang berkepandaian setinggi itu, apalagi hendak merangkul tubuhnya dan menggigit lehernya, Tapi sekarang Hoat-ong sedang mengerahkan segenap tenaga dalamnya untuk menahan menjalarnya racun yang mengenai telapak kakinya itu, sebab itulah waktu Nimo Singh menusuk maju, Hoat-ong sendiri sudah tidak cukup tenaga dalamnya dan hanya dapat melawannya dengan kekuatan luar.
Sebaliknya Nimo Singh menyerang dengan sepenuh tenaga, begitu berhasil menggigitnya, maka giginya tidak mau kendur lagi.
Cepat Hoat-ong menggunakan kaki kanan untuk menjegal karena kedua kaki Nimo Singh sudah lemas, ia tidak tahan dan terjerembab ke depan sambil menarik Hoat-ong, jadinya kedua orang sama terguling di tanah.
Hoat-ong bermaksud menarik orang, namun hiat-to penting tergigit, tenaga tangannya juga berkurang, sukar baginya untuk melepaskan diri, terpaksa tangannya digunakan mencengkeram Tay-hi-hiat dikuduk Nimo Singh, tempat inipun melupakan-Hiat-to penting di tubuh manusia, dengan cengkeraman ini dapatlah ia berjaga agar tidak dikerjai lebih lanjut oleh Nimo Singh.
Sebenarnya kedua orang sama-sama jago kelas wahid dalam dunia persilatan, tapi mereka sama-sama keracunan dan sekarang berkelahi dari jarak dekat secara bergumul keadaan mereka menjadi seperti tukang berkelahi kampungan tanpa harga diri, ke duanya ber-guling2 dan lambat laun mendekati tepi jurang.
Hal ini dapat dirasakan oleh Hoatong cepat ia berteriak: “Lepaskan tanganmu, kalau terguling lagi ke sana, kita berdua sama-sama hancur terjerumus!”
Akan tetapi Nimo Singh sudah kalap, iapun tidak berusaha menolak racun dalam tubuhnya maka tenaganya menjadi lebih kuat daripada Hoat-ong, ia terus mendorong ke depan sehingga Hoat -ong tidak dapat menahannya.
Tampaknya sedikit lagi mereka pasti akan ter getincir kedalam jurang, dalam keadaan kuati tiba-tiba Hoat-ong mendapat akal, cepat ia berteriak “He, Kwe Ceng datang!”
“Di mana?” tanya Nimo Singh melengak kaget. Dan karena ucapannya ini dengan sendirinya mulutnya lantas terbuka sehingga gigitannya pada Hiat to Kim-lun Hoat-ong dilepaskan
Kesempatan itu segera digunakan Hoat-ong untuk menghantam. Baru sekarang Nimo Singh menari tertipu, cepat ia mengelak dan kembali menyeruduk lagi.
Hantaman Hoat-ong itu sebenarnya hendak memaksa Nimo Singh melompat mundur, tapi ia lupa kedua kaki Nimo Singh sudah tak dapat digunakan lagi karena keracunan oleh jarum tadi sehingga tidak mampu bergerak, jadinya bukan melompat mundur sebaliknya malah menyeruduk maju, Keruan Hoat-ong kaget dan kedua orang kembali bergumul menjadi satu, sekonyong-konyong dibawah tubuh terasa hampa, tanpa ampun kedua orang terjerumus ke dalam jurang.
Melihat akal si Yo Ko berhasil dengan baik, diam-diam Li Bok-chiu mengakui kehebatan anak muda itu. Waktu mendengar suara perkelahian kedua orang diluar, segera Li Bok-chiu bermaksud mengeluyur pergi, tapi mendadak terdengar pula suara jeritan kaget kedua orang, suaranya sangat aneh, itu suara jeritan waktu kedua orang terjatuh kedalam jurang, tapi lantaran jarak tepi jurang dengan gua itu agak jauh, pula ter-aling-aling oleh batu-batu dan semak-semak sehingga apa yang terjadi di luar itu tidaklah jelas.
“He, apa yang mereka lakukan itu” tanya Li Bok-chiu.
Yo Ko juga tidak menyangka Hoat-ong dan Nimo Singh bisa terjerumus ke dalam jurang, setelah termenung sejenak, lalu menjawab “Bangsat gundul itu sangat licin, jangan-jangan iapun menirukan cara kita ber-pura-pura saling melukai tadi, maksudnya supaya kita terpancing keluar.”
“Ya, benar, tentu dia ingin memancing aku keluar untuk merampas obat penawar,” ujar Li-Bok-chiu. Pelahan ia mendekati mulut gua dan bermaksud melongok keadaan diluar sana.
“Awas jarum di atas tanah itu,” seru Yo Ko.
Li Bok-chiu terkejut dan cepat menarik kembali langkahnya. sementara itu api di mulut gua sudah padam, asap sudah buyar sehingga didalam gua kembali gelap gulita, ia tidak dapat memandang dalam kegelapan seperti Yo Ko sehingga tidak tahu ketiga jarum itu di tancapkan di bagian mana oleh anak muda itu, kalau sembarangan bertindak bukan mustahil iapun akan menginjaknya! Meski ia sendiri mempunyai obat penawarnya tapi bila kesempatan itu digunakan Yo Ko untuk menyerangnya, maka sukarlah untuk melawannya andaikan jiwa sendiri tidak melayang oleh racun jarumnya sendiri
Karena itulah ia lantas berkata: “Lekas kau cabut jarum-jarum itu, buat apa kita berdiam terus di sini”
“Tunggu sebentar lagi, biar mereka mati keracunan barulah kita keluar,” ujar Yo Ko.
Li Bok-chiu mendengus satu kali, dalam hati ia seperti jeri kepada Yo Ko, sama-sama berdiam di dalam gua yang gelap, sedangkan ilmu silat sendiri belum tentu bisa mengalahkan anak muda itu, bicara tentang tipu akal malahan sudah jelas bukan tandingannya. Karena itulah ia coba merenungkan akal baik untuk meloloskan diri.
Sementara itu keadaan di luar gua sudah sunyi sepi, kedua orang di dalam gua juga sedang merenungkan kepentingan masing-masing dan sama-sama tidak bersuara. Pada saat itulah mendadak anak bayi itu menangis keras, agaknya bayi itu kelaparan, maklumlah, sejak lahir sama sekali belum pernah disusui.
Tiba-tiba Li Bok-chiu menjengek: “Di mana Sumoay?
Kenapa dia tidak ambil pusing pada anaknya sendiri yang mungkin mati kelaparan.”
“Siapa bilang bayi ini anak Kokoh?? jawab Yo Ko, ini adalah puteri Kwe Ceng, Kwe-tayhiap, tahu?”
“Hm, kau tidak perlu menggertak aku dengan namanya Kwe-tayhiap, memangnya kau kira aku lantas takut?” kata Li Bok-chiu. “Jika bayi ini anak orang lain, betapun kau takkan berusaha merebutnya dengan mati-matian, pasti anak ini adalah hasil hubungan kalian berdua.”
“Ya, aku memang bertekad akan memperisteri Kokoh”
teriak Yo Ko dengan gusar “Tapi kami belum menikah, cara bagaimana bisa mendapatkan anak? Hm, mulutmu harus dicuci bersih sedikit.”
Kembaii Li Bok-chiu mengejek: “Huh, kau suruh mulutku bersih sedikit, kan seharusnya perbuatan kalian berdua diherankan lebih dulu.”
Selama hidup Yo Ko menghormati Siao-Iiong li sebagai malaikat dewata, mana ia tahan sang Koko difitnah dan dinista secara kotor, dengan murka membentak: “Suhuku suci bersih, kan perempuan buta ini janganlah mengoceh semaunya.”
“Hah, suci bersih, cuma sayang Su-kiong-se (andeng-andeng cecak merah) pada lengannya sudah punah,” jengek Li Bok-chiu pula.
“Sret,” pedang Yo Ko terus menusuk ke dada orang sambil membentak: “Tak soal jika kau memaki aku, tapi kata-katamu menghina Suhuku, biar aku mengadu jiwa dengan kau.”
“Sretsret-sret,” ber-turut-urut ia menyerang lagi tiga kali.
ilmu pedang Yo Ko memang hebat, pula dapat melihat dalam kegelapan, Li Bok-chiu hanya dapat menangkis berdasarkan kepandaian “mendegarkan suara angin dan membedakan arah”, meski tangkisannya tidak meleset, tapi beberapa jurus kemudian iapun mulai kewalahan.
Untung Yo Ko memikirkan keselamatan anak bayi itu, ia kuatir kalau serangannya terlalu gencar, dalam keadaan kepepet bukan mustahil Li Bok-chiu akan mencelakai bayi itu, sebab itulah dia tidak melancarkan serangan maut.
Begitulah sampai belasan jurus mereka bergebrak di dalam gua, se-koyong2 anak bayi itu menangis satu kali, habis itu lantas diam, sampai lama letap tak bersuara Iagi.
“Bagaimana bayi itu, kau mencelakai dia?” kata Yo Ko dengan suara kuatir.
Melihat si Yo Ko begitu memperhatikan si bayi, ia tambah yakin bayi itu pasti anak kandung Siao-liong-li, ia tangkis pedang Yo Ko dengan kebutnya sambil berkata: “Sekarang belum mati, tapi kalau kau membantah perkataanku, memang nya kau kira aku tidak berani mencekik mampus setan cilik ini.”
Yo Ko bergidik, ia kenal watak Li Bok-chiu yang kejam itu, jangankan membunuh seorang bayi malahan membunuh segenap keluarga juga perbuatan biasa baginya, Cepat ia menarik kembali pedangnya dan berkata: “jelek2 kau adalah Supekku, asalkai kau tidak memaki Suhuku, dengan sendirinya aku menurut padamu”
“Baik, aku takkan memaki gurumu lagi dan kau harus turut
perkataanku,” kata Li Bok-chhi “Nah, sekarang kau melongok keluar sana, coba lihat bagaimana kedua bangsat itu.”
Yo Ko menurut, ia memeriksa sekeliling di luar gua, tapi tidak nampak bayangan Kim-lun Hoat-ong dan Nimo Singh, ia kuatir Hoat-ong menjebaknya, ia coba menggunakan pedangnya dan membabati semak-semak rumput yang mungkin dibuat sembunyi musuh, tapi ternyata tiada sesuatu jejak apa-apa. Segera ia masuk gua lagi dan berkata: “Kedua orang itu menghilang, mungkin mereka sudah kabur,”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar