Kembalinya Pendekar Rajawali 50
Segera Hoat-ong berkata pula: “Jika ia main
pada dengan sepasang pedangnya, pasti kedua macam senjatamu itupun tak dapat
menandingi mereka, Daripada kalah bertanding memberi tembok isteri lagi, ada
lebih baik kau mengalah saja dan serahkan si dia padanya.”
Rupanya Kim lun Hoat-ong masih penasaran
karena dia pernah kalah dibawah ilmu pedang yang dimainkan secara berganda oleh
Yo Ko dan Siao-liong-li tempo hari, kejadian itu dianggap sebagai hal yang
memalukan baginya. Kini menyaksikan im-yang-siang-to (sepasang senjata
berlainan) yang dimainkan Kongsun Kokcu ternyata sangat lihay dantidak kalah
hebatnya daripada permainan rodanya sendiri maka ia sengaja memancingnya dengan
kata-kata untuk mengadu domba mereka dan dia sendiri dapat menarik
keuntungannya.
Padahal seumpamanya dia tidak membakarnya
dengan kata-kata itu juga Kongsun Kokcu tidak sampai membiarkan Siao-liong-Ii
dan Yo Ko pergi begitu saja. Karena itu ia melotot gusar kepada Hoat-ong, dalam
hati ia memaki Hoat-ong yang berani mengucapkan kata-kata yang meremehkan
dirinya, ia ingin kelak kalau ada kesempatan tentu akan kubikin perhitungan
dengan kau si Hwesio ini.
Begitulah watak Kongsun Kokcu itu memang
tinggi hati dan congkak, selamanya dia maha kuasa di Cui-sian-kok ini tanpa
seorangpun berani membangkang perintahnya, sekalipun puteri kandung sendiri
juga akan dihukum badan apabila berbuat salah, maka dapat dibayangkan marahnya.
Semakin murka semakin nekat pula Kongsun
Kokcu itu, betapapun ia harus menikah dengan Siao-liong-li meski apapun yang
akan terjadi, dengan gregetan, ia pikir: “sekalipun hatimu tidak kau serahkan
padaku, sedikitnya tubuhmu harus diberikan padaku, Kau tidak mau menikah dengan
aku waktu hidup, sesudah kau mati juga akan kunikahi kau.”
Semula dia ingin menggunakan jiwa Yo Ko
sebagai senjata untuk memaksa Siao-liong-li menyerah kepada keinginannya tapi
setelah melihat kedua muda-mudi itu sama sekali tak takut mati, maka iapun
ambil keputusan takkan melepaskan mereka andaikan kedua orang itu harus
dibunuhnya semua.
Bagi Yo Ko, tanpa terasa semangat tempurnya
seketika berkobar setelah melihat Siao-liong li hanya mencintainya seperti
semula, dengan mantap sigap ia bertanya: “Kongsun-Kokcu, dengan cara bagaimana
barulah engkau mau membiarkan kami pergi?”
Pertanyaan Yo Ko ini membuat Kongsun Kokcu
bertambah murka, napsu membunuhnya semakin berkobar.
Mendadak terdengar Be Kong-co berseru: “Hei
Kongsun-Kokcu, orang sudah mengatakan tidak mau menjadi isterimu, mengapa kau
merintangi orang?”
Dengan suara banci Siao-siang-cu berkata:
“Jangan sembarangan omong, Be-Kong co, kan Kongsun
kokcu sudah menyiapkan perjamuan besar ini,
Kita diundang meramaikan pestanya yang meriah ini.”
“Aha, perjamuan apa? Paling air tawar dan
sayur mentah, apanya yang dapat dirasakan?” seru Be Kong-co, “Jika aku menjadi
nona cantik ini pasti juga aku tidak sudi menjadi isterinya. Nona cantik melek
seperti dia, menjadi permaisuri juga setimpal, untuk apa hidup susah2 ikut
seorang kakek?”
Meski dogol, tapi apa yang dikatakan itupun
cukup masuk diakal Siao-liong-li menoleh dan berkata dengan suara lembut
padanya: “Be-toaya, soalnya Kongsun-siansing telah menyelamatkan jiwaku,
betapapun dalam hatiku tetap… tetap berterima kasih padanya.”
“Bagus, si tua Kongsun,” seru Be Kongco pula,
“Jika kau memang seorang berbudi dan bijaksana, lebih baik sekarang juga kau
membiarkan kedua muda-mudi itu melangsungkan pernikahan di sini, kalau dengan
alasan kau telah menolong jiwa si nona, lalu tubuhnya hendak kau gagahi, huh,
jiwa ksatria macam apakah begitu?”
Karena orangnya dogol, ucapannya juga tanpa
tedeng aling-aling dan sangat menusuk hati, tapi juga sukar dibantah.
Tentu saja Kongsun Kokcu sangat murka,
diam-diam ia bertekad semua orang yang memasuki tempatnya ini harus dibunuh
seluruhnya, Tapi iapun tidak memberi reaksi apa-apa, dengan hambar ia berkata:
“Ah, sebenarnya lembah pegununganku ini bukan sesuatu tempat yang luar biasa,
tapi kalau kalian boleh datang dan pergi sesukanya, rasanya orang terlalu
meremehkan diriku, Nona liu….”
Dengan tersenyum Siao-liong-li memotong.
“Sebenarnya aku tidak she Liu, yang benar she Liong, Soalnya dia she Yo, maka
aku sengaja dusta padamu bahwa aku she Liu.”
Rasa cemburu Kongsun Kokcu bertambah
membakar, ia anggap tidak mendengar ucapan Siao liong-li itu dan berkata:
“Nona Liu….”
Tapi belum lanjut ucapannya, mendadak Be
Kong-co menimbrung: “He, sudah jelas nona itu she Liong, mengapa kau tetap
menyebut dia nona Liu?”
Cepat Siao-liong-li menanggapi: “Ya, mungkin
Kongsun-siansing sudah biasa memanggil begitu padaku, Memang salahku karena aku
telah berdusta padanya. Maka biarlah, apa yang dia suka boleh…”
Kongsun Kokcu tetap tidak urus perkataan
mereka dan menyambung: “Nona, Liu, asalkan bocah she Yo itu mampu mengalahkan
Im-yang-siang-to di tanganku ini, segera kubiarkan dia pergi, Urusan ini harus
kita selesaikan sendiri dan tiada sangkut pautnya dengan orang lain.”
Siao-liong-li menghela napas dan berkata
“Kongsun-siansing, sebenarnya aku tidak ingin bertempur dengan kau, tapi dia sendirian
bukan tandinganmu, terpaksa aku membantu dia,”
Kontan alis Kongsun Kokcu terkerut rapat,
katanya “jika kau tidak kuatir karena kau tadi telah muntah darah, maka boleh
juga kau maju sekalian.”
Dalam hati Siao-liong-li rada gegetun,
terhadap masalah ini, segera ia berkata pula: “Kami bertarung tidak bersenjata
lagi, kami pasti kalah jika melayani kau dengan tangan kosong, Engkau adalah
orang baik, harap lepaskan saja kepergian kami”
Tiba-tiba Kim-lun Hoat-ong menyela:
“Kongsun-heng, ditempatmu ini serba ada, masakah kekurangan dua senjata?
Cuma perlu kuperingatkan kau lebih dulu, jika
mereka bermain ganda, sepasang pedang mereka menjadi maha lihay, mungkin jiwamu
bisa melayang.”
Kongsun Kokcu tidak menanggapi, ia kemudian
ke sebelah kiri dan berkata kepada Yo Ko. “Kamar di sebelah sana itu adalah
kamar senjata, kalian boleh pilih sendiri senjata apa yang kalian kehendaki”
Yo Ko saling pandang sekejap dengan
Siao-liong-li dan sama berpikir: “Alangkah baiknya jika dapat berada berduaan
di tempat yang sepi dari orang lain.”
Segera mereka bergandengan tangan dan
memasuki kamar yang di tunjuk, pandangan Siao-liong-li selama itu tidak pernah
meninggalkan wajah Yo Ko, ketika tiba di depan kamar itu dan nampak pintu kamar
tertutup, tanpa pikir ia terus mendorong pintu dan baru saja hendak melangkah
masuk ke dalam, mendadak Yo Ko ingat sesuatu dan cepat mencegahnya: “Nanti
dulu!”
“Ada apa?” tanya Siao-liong-li merandek. “Apa
kau kuatir Kokcu itu menjebak kita? Dia sangat baik, tampaknya takkan berbuat
begitu.”
Yo Ko tidak menjawab, ia menggunakan kakinya
untuk mencoba lantai di bagian dalam pintu dan mendadak terdengar suara
mencicit nyaring disertai gemerdepnya cahaya, delapan pedang tajam tahu-tahu
menusuk keluar dari kanan kiri pintu, dalam keadaan begitu apabila orang sedang
melangkah ke dalam kamar itu tentu seluruh tubuh akan tertancap oleh pedang2
tajam itu
Siao-liong-li menghela napas dan berkata.
“Ah Ko-ji, kiranya begitu keji hati Kokcu
itu, sungguh aku telah salah menilainya, sudahlah kitapun tidak perlu
bertanding lagi dengan dia dan pergi saja sekarang..”
Mendadak seorang bersuara di belakang mereka:
“Kokcu menyilahkan kalian memilih senjata ke dalam kamar.”
Waktu mereka menoleh, tertampak delapan anak
murid berseragam hijau dengan membentang jaring ikan sudah menghadang
dibeIakang. Tampaknya Kongsun Kokcu itu sudah memperhitungkan kemungkinan
kaburnya mereka, maka sengaja mengirimkan anak muridnya untuk mencegat
dibelakang mereka.
Terpaksa Slao-liong li berkata kepada Yo Ko.
“Menurut pendapatmu, apakah di kamar senjata ini ada lagi sesuatu yang aneh?”
Yo Ko genggam kencang tangan Siao-liong-li,
katanya: “Kokoh, kita telah berkumpul lagi, apa yang perlu kita sesalkan pula?
Biarpun ditembus oleh beribu senjata, paling tidak kita toh mati bersama.”
Perasaan Siao-liong-li pun penuh kasih mesra,
tanpa pikir mereka lantas melangkah ke dalam kamar, lalu Yo Ko merapatkan
pintu.
Terlihat baik di dinding, di atas meja, dan
di rak senjata penuh berjajar macam-macam senjata, tapi hampir sembilan dari
sepuluh adalah pedang kuno, ada yang panjang dan ada
yang pendek sekali, ada yang sudah karatan,
banyak pula yaag mengkilat menyilaukan mata.
Siao-liong-li berdiri berhadapan dengan Yo Ko
dan saling pandang sejenak, mendadak ia bersuara tertahan terus menubruk ke
dalam pelukan anak muda itu.
Tanpa ayal Yo Ko mendekap kencang tubuh si
nona dan menciumnya, seketika jiwa raga Siao-liong-Ii serasa dimabuk oleh
ciuman itu, kedua tangannya terus merangkut leher Yo Ko dan balas mencium
dengan mesranya.
“Blang”, mendadak pintu kamar didobrak orang,
seorang murid seragam hijau berseru dengan bengis: “Perintah Kokcu, setelah
memilih pedang segera kalian harus keluar lagi!”
Muka Yo Ko menjadi merah, cepat ia melepaskan
Siao-liong-li.
Tapi Siao-liong-li adalah nona yang
berpikiran polos dan suci, ia pikir kalau kumenyukai Yo Ko, apa salahnya kalau
kami berdua saling peluk dan berciuman, cuma sekarang diganggu orang luar
sehingga sukar mencapai kepuasan Dengan gegetun ia berkata pelahan: “Ko-ji,
setelah kita kalahkan Kokcu itu, bolehlah kau mencium aku lagi seperti barusan
ini.”
Yo Ko mengangguk dengan tersenyum, katanya:
“Marilah kita pilih senjata.”
“Tampaknya senjata yang tersimpan di sini
memang betul benda mestika seluruhnya,” ujar Siao-liong-li, lalu ia
mengelilingi kamar itu untuk mengamati dengan teliti.
Maksud Siao-liong-li hendak memilih sepasang
pedang yang sama panjang dan bobotnya agar nanti digunakan bersama Yo Ko akan
dapat mendatangkan hasil sebanyaknya. Tapi setelah diperiksa kian kemari
ternyata pedang yang berada disitu tiada yang serupa, Sembari mengamati senjata
iapun bertanya kepada Yo Ko: “Waktu masuk kamar ini tadi, darimana kan
mengetahui di ambang pintu terpasang jebakan?”
“Aku dapat menerkanya dari air muka Kokcu
itu,” tutur
Yo Ko, “Dia ingin memperisterikan dirimu,
tapi sorot matanya
ternyata penuh rasa benci dan dendam. Melihat
kepribadiannya, itu aku tidak percaya dia mau membiarkan kita memilih senjata
kita secara rela,”
Kcmbali Siao-liong-li menghela napas pelahan
dan berkata pula: “Menurut kau, apakah kita dapat mengalahkan dia, dengan
Giok-li-kiam-hoat?”
“Meski tinggi ilmu silatnya, tampaknya juga
tidak lebih hebat daripada Kim-lun Hoat-ong.” ujar Yo Ko. “Jika kita bergabung
dapat mengalahkan Hoat-ong, tentu saja kita dapat mengalahkan dia.”
“Ya, sebabnya Hoat-ong terus menerus membakar
agar dia bertarung dengan kita, jelas iapun bermaksud jahat!” kata
Siao-liong-Ii.
“Hati manusia pada umumnya memang jahat
tampaknya kaupun mulai paham,” kata Nyo-Ko dengan tersenyum. Tapi ia lantas
menyambung pula dengan rasa kuatir: “Tapi bagaimana dengan kesehatanmu, tadi
kau tumpah darah lagi.”
Siao-liong-li tertawa manis, jawabnya: “Kau
tahu, di waktu berduka barulah aku muntah darah, Sekarang aku sangat gembira,
apa artinya sedikit sakit bagiku? Oya, Ko-ji, tampaknya kepandaianmu sudah jauh
lebih maju, jauh berbeda daripada waktu kita bertempur dengan Hoat-ong dahulu.
Kalau waktu itu saja kita dapat mengalahkan dia, apalagi sekarang ?”
Yo Ko juga yakin pasti akan menang dalam
pertarungan ini, ia genggam kencang tangan si nona dan berkata: “Kokoh, kuharap
engkau berjanji sesuatu padaku”
“Mengapa kau bertanya secara begini?” kata
Siao-liong-li dengan suara lembut “Aku kan bukan lagi gurumu, tapi adalah
isterimu. Apa yang kau kehendaki tentu akan kuturuti.”
“Ah… baik sekali, baru… baru sekarang aku
tahu,” kata Yo Ko.
“Sejak malam itu di Cong-lam-san kau berbuat
begitu mesra padaku, sejak itu pula aku sudah bukan lagi gurumu.”
ucap Siao-liong-li, “Meski kau tidak mau
memperisterikan diriku, dalam hatiku sudah lama kuakui sebagai isterimu,”
Sesungguhnya pada waktu itu Yo Ko memang
tidak tahu sebab apakah tiba-tiba Siau liong-li mengajukan pertanyaan begitu
padanya, ia pikir mungkin hati si nona mendadak terguncang atau bisa jadi
dirinya yang lama tertahan itu mendadak tak bisa dikendalikan lagi, sama sekali
tak pernah terpikir olehnya bahwa In Ci-peng yang telah menggagahi Siao-liong
li secara diam-diam. Yo Ko sendiri merasa tidak pernah berbuat apa-apa yang
melampaui batas terhadap nona itu.
Tapi kini mendengar suaranya yang halus dan
manis itu, hatinya terguncang juga dan seketika tak dapat menjawab.
Siao-liong-li merapatkan tubuhnya ke dada Yo
Ko, lalu bertanya: “Kau ingin aku berjanji apa?”
Yo Ko membelai rambut Siao liong li yg indah
itu,
katanya: “Setelah kita mengalahkan Kokcu ini,
segera kita pulang ke kuburan kuno itu untuk selanjutnya engkau tak boleh
berpisah lagi dariku biar apapun yang bakal terjadi…”
Sambil menengadah dan menatap anak muda itu,
Siao-liong-li menjawab: “Memangnya kau kira aku suka berpisah dengan kau? jika
berpisah dengan kau, apa kau kira dukaku tidak melebihi kau ? Sudah tentu
kuterima permintaanmu ini, biarpun langit bakal ambruk atau bumi ambles dan
dunia kiamat juga aku tetap bersamamu.”
Girang Yo Ko sukar dilukiskan selagi dia
hendak bicara pula, tiba-tiba salah seorang seragam hijau di luar kamar itu
berseru: “Senjata sudah terpilih belum?”
Dengan tersenyum Siao-Iiong-li berkata kepada
Yo Ko: “Marilah kita lekas pergi saja.”-Baru saja ia hendak mengambil dua
pedang seadanya, tiba-tiba dilihatnya dinding di sebelah kiri sana sebagian
besar terdapat bekas hangus terbakar beberapa buah meja kursi juga rusak bekas
terbakar, ia
menjadi rada heran.
Segera Yo Ko menutur lo-wan-tong itu pernah
menerobos ke dalam kamar senjata ini dan membakarnya serta mengambil sesuatu
benda di sini, bekas hangus terbakar ini jelas hasil perbuatannya itu.”
Tiba-tiba dilihatnya di bawah lukisan di
pojok dinding sana yang tersisa dari bekas hangus itu menonjol keluar dua
sarung pedang, tergerak pikiran Yo Ko: “Kedua pedang ini semula teraling oleh
lukisan itu, tapi lantaran sebagian lukisan itu terbakar sehingga kelihatanlah
bagian pedang itu, jika pemilik pedang sengaja mengatur begini, jelas sepasang
pedang ini pasti benda mestika.”
Ia coba mendekati dan menanggalkan kedua pedang
itu, sebuah ia berikan kepada Siao-liong-li, ia pegang gagang pedang satunya
terus dilolos.
Begitu pedang itu terlolos dari sarungnya,
seketika kedua orang merasakan hawa dingin, batang pedang itu hitam mulus
tanpa mengkilat sedikitpun sehingga mirip sepotong
kayu belaka.
Waktu Siao-Iiong li juga melolos pedang yang
diterimanya itu, ternyata serupa benar dengan pedang Yo Ko, baik besar maupun
panjangnya. Ke-dua pedang itu dijajarkan, seketika menambah hawa segar di dalam
ruangan kamar, cuma kedua pedang itu tak terdapat ujung yang runcing melainkan
puntuI, begitu pula mata pedangnya tidak tajam.
Yo Ko membalik pedang itu dan terlihat pada
batang pedang terukir dua huruf “Kun-cu” (lelaki), waktu memeriksa pedang
Siao-liong-Ii, di atasnya juga terukir dua huruf “Siok-li” (perempuan).
sebenarnya Yo Ko tidak menyukai bentuk kedua pedang ini, ia pandang
Siao-liong-li dan ingin tahu bagaimana pikirannya.
Dengan girang Siao-liong-li berkata: “Pedang
ini tidak tajam, kebetulan dapat digunakan melawan Kokcu itu, dia pernah
menolong jiwaku, aku tidak ingin mencelakai dia,” “Pedang adalah senjata
pembunuh, tapi diberi nama Kuncu dan Siok-li, aneh” ujar Yo Ko dengan tertawa,
ia coba angkat pedangnya dan bergaya menusuk dua kali, rasanya sangat cocok
dengan bobotnya dan enak dipakai. Segera ia menambahkan: “Baiklah, biar kita
gunakan sepasang pedang ini.”
Siao-liong-li memasukkan kembali pedang ke
sarungnya dan baru akan keluar, tiba-tiba dilihatnya di atas meja ada sebuah
pot bunga dengyi serangkaian bunga yang cantik sekali, hanya sayang
merangkainya awut-awutan tak keruan, tanpa pikir lantas dibenahinya rangkaian
bunga itu lebih teratur.
“Hai, jangan!” mendadak Yo No berseru, namun
sudah terlambat, jari Siao-hong-li sudah tertusuk beberapa kali oleh duri
bunga.
Dengan bingung Siao-liong-li menoleh dan
bertanya “Ada apa?”
“ltu adalah bunga cinta, kau sudah tinggal
sekian lama di lembah ini, masakah tidak tahu?” ujar Yo Ko.
Siao-liong-li mengisap jarinya yang kesakitan
itu dan menjawab sambil menggeleng : “Aku tidak tahu.”
Selagi Kyo Ko hendak memberi keterangan,
sementara itu orang berseragam hijau telah mendesak puIa, Terpaksa mereka ikut
kembali ke ruangan besar tadi.
Tampakhya Kongsun Kokcu sudah tidak sabar
menunggu, dia melotot gusar kepada anak muridnya itu, jelas ia marah karena
anggap mereka kurang tegas dan membiarkan Yo Ko
berdiam sekian lama di kamar senjata itu.
Anak muridnya tampak sangat ketakutan sehingga airmuka sama pucat.
Setelah Yo Ko berdua sudah dekat, lalu
Kongsun Kokcu berkata: “Nona Liu, sudah kau dapatkan senjata pilihanmu?”
Siao-liong-li mengeluarkan Siok-li-kiam
(pedang perempuan) pilihannya itu dan mengangguk: “Kami akan menggunakan
sepasang pedang puntul ini, kamipun tidak berani bertarung sungguhan dengan
Kokcu, cukup asalkan saling menyentuh tubuh saja,”
Kokcu itu terkesiap melihat yang dipilih
ternyata Siok-li-kiam itu, dengan suara bengis ia bertanya: “Siapa yang suruh
kau ambil pedang ini?”
Sembari bertanya sinar matanya terus
mengerling ke arah Kongsun Lik-oh, tapi segera ia menatap tajam lagi terhadap
Siao-liong-li.
Dengan rada heran Siao-liong-li menjawab.
“Tiada yang menyuruh aku. Memangnya pedang ini tidak boleh dipakai? jika begitu
biarlah kami menukar yang lain saja.”
Kongsun Kokcu melirik gusar sekejap ke arah
Yo Ko dan berkata: “Untuk menukar pedang kan kalian akan berdiam setengah hari
lagi disana? Tidak perlu tukar, hayolah mulai!”
“Konsun-siansing,” kata Siao-liong-li,
“sebaiknya kita bicara di muka dulu, bahwa dia atau aku sekali-sekali bukan
tandinganmu jika satu lawan satu, sekarang kami berdua melawan kau seorang,
jelas keuntungan di pihak kami, sekalipun kami menang juga tak dapat dianggap
sebagai kemampuan kamu.”
“Boleh kau katakan begitu jika nanti kalian
sudah terbukti menang,” jengek sang Kokcu, “Kalau kalian dapat mengalahkan
golok dan pedangku ini, tentu kupasrah untuk kalian perbuat sesukamu sebaliknya
kalau kalian yang kalah, maka janji nikah tak boleh lagi kau ingkari”
Siao-liong-ii tersenyum tawar, katanya: “Jika
kami kalah, biar dia dan aku terkubur saja di lembah ini.”
Tanpa bicara lagi Kongsun Kokcu lantas angkat
senjata, golok emas menyamber, segera ia membacok ke arah Yo Ko.
Cepat Yo Ko angkat pedangnya, dengan jurus
“Pek-ho-hiang-ih” (bunga putih pentang sayap) ia balas menyerang, itulah jurus
asli ilmu pedang Coan-cin-pay.
Walaupun kuat dan tenang sekali jurus pedang
Yo Ko itu,
tapi juga cuma jurus yang jamak saja,
diam-diam Kongsun Kokcu mendongkol terhadap Kim-lun Hoat-ong yang telah membual
akan kelihayan anak muda itu, Segera pedang hitam ia tusukkan ke depan,
ternyata Siao-liong-li dikesampingkan olehnya, hanya Yo Ko yang terus menerus
diserangnya.
Dengan penuh perhatian Yo Ko melayani
serangan musuh, yang digunakannya adalah melulu Coan-sin-kiam-hoat (ilmu pedang
Coan-sin-pay) yang pernah dipelajarinya dikuburan kuno dahulu itu, tapi sejak
dia menemukan intisari ilmu silat dalam renungannya tempo hari itu, cara
memainkan ilmu pedangnya sekarang sudah jauh berbeda daripada waktu menempur
Kim-lun Hoat-ong dahulu.
Menunggu setelah Kongsun Kokcu menyerang tiga
kali barulah Siao-liong-li ikut maju dan menyerangnya. Ternyata Kongsun Kokcu
tidak menangkis serangannya dengan golok emasnya itu, hanya pada waktu serangan
Siao-liong-li tampak gencar dan berbahaya barulah dia menggunakan pedang hitam
untuk menangkis, tampaknya Kongsun Kokcu sengaja mengalah.
Setelah mengikuti beberapa gebrakan, dengan
tersenyum Kim-Iun Hoat-ong berkata: “Kongsun-heng, jika kau masih sayangi si
cantik, akhirnya mungkin kau sendiri yang harus menelan pil pahit.”
Dengan mendongkol Kongsun Kokcu menjawab:
“Hwesio gede, kau jangan banyak bacot, bila perlu sebentar boleh kita
coba-coba, sekarang tidak perlu kau memberi nasihat.”
Beberapa jurus lagi, kerja sama kedua
pedang,, Yo Ko dan Siao-liong-Ii semakin baik, suatu ketika pedang Siaoliong-li
menabas dari kanan dan mendadak pula pedang Yo Ko juga menabas dari kiri, dalam
keadaan terjepit tanpa pikir Kongsun Kokcu menggunakan golok untuk menangkis
serangan Yo Ko, berbareng itu ia menggeser mundur sedikit dan pedang hitam
digunakan menangkis serangan Siao-Iiong-li.
“Trang”, di luar dugaan, ujung golok emas
terbatas kutung sebagian oleh pedang lawan, Keruan semua orang terkejut, sama
sekali tak tersangka bahwa pedang puntul yang digunakan Siao-liong li itu bisa
begitu tajam.
Yo Ko dan Siao-liong-li juga merasa heran,
padahal semula mereka memilih sepasang pedang pantul itu hanya oleh karena
tertarik pada namanya saja serta bentuknya yang serupa, tak tahunya secara
tidak sengaja malahan dapat memilih sepasang pedang mestika.
Keruan semangat mereka terbangkit seketika,
mereka menyerang dengan lebih gencar.
Betapapun ilmu silat Kongsun Kokcu memang
sangat tinggi dan dalang sepasang senjatanya yang lemas dan keras itu juga lain
daripada yang lain, makin lama daya tekanannya juga makin kuat, Tapi diam-diam
iapun heran bahwa ilmu silat kedua anak muda yang jelas selisih jauh dengan
dirinya itu ternyata bisa begitu lihay dalam permainan ganda itu, ia pikir apa
yang dikatakan Hwesio gede tadi agaknya memang tidak salah, kalau saja aku
dikalahkan mereka, wah, bisa jadi…. sampai di sini ia tak berani membayangkan
lebih lanjut.
Sekonyong-konyong golok di tangan kirinya
menyerang ke kanan dan pedang di tangan kanan menyerang ke kiri, ia keluarkan
permainan Im-yang-to-hoat.
Dengan pedang hitam di tangan kanan Kongsun
Kokcu menyerang Yo Ko di sebelah kiri dan golok bergigi di tangan kiri
menyerang Siao-liong-li di sebelah kanan yang lihay, pedang hitam yang tadinya
lemas itu kini mendadak berubah lurus keras dan digunakan membacok segala mirip
golok,
sebaliknya goloknya yang besar bergigi itu
justeru menabas dan menusuk seperti pedang, Dalam pertarungan sengit itu
kelihatan golok seakan-akan berubah pedang dan pedang seperti berobah menjadi
golok, sungguh aneh dan sukar diraba.
Biasanya In Kik-si suka bangga karena mengetahui
ilmu silat apapun di dunia ini, tapi Im-yang-to-hoat yang dimainkan Kongsun
Kokcu ini sungguh belum pernah dilihatnya selama hidup, bahkan mendengarpun
belum pernah.
Segera Be Kong-co berteriak lagi: “He, kakek
sialan, permainanmu yang kacau tak teratur itu ilmu silat apaan?”
Sebenarnya usia Kongsun-Kokcu belum ada 50
tahun, jadi baru - terhitung setengah umur, malahan dia ingin kawin lagi dengan
Siao-liong-li, tapi berulang kali si dogol Be Kong-co telah berkaok
memanggilnya si “kakek”, tentu saja dalam hati ia sangat gemas.
Cuma sekarang iapun tidak sempat urus Be
Kong-co, ia mainkan Im-yang-to-hoat yang telah dilatihnya selama berpuluh tahun
ini dengan tekad mengalahkan dulu Yo Ko dan Siao-liong-li.
Tadinya permainan ganda sepasang pedang Yo Ko
dan Siao-liong-li sebenarnya sudah mulai unggul, tapi mendadak pihak lawan
berganti cara bertempur, golok dan pedangnya menyerang secara kacau dengan tipu
serangan yang aneh, seketika mereka menjadi kelabakan terdesak dan berulang
menghadapi bahaya.
Kepandaian Yo Ko sekarang sudah melebihi
Siao-liong-li, ia lihat daya tekanan pedang lawan lebih kuat daripada golok
bergigi, karena itu ia sengaja menyambuti semua serangan pedang lawan dan
membiarkan Siao-liong-li melayani serangan golok bergigi, ia pikir golok itu
jelas tidak berani lagi
diadu dengan pedangnya dan pula takkan besar
resikonya.
Cuma permainan golok musuh sangat aneh, ilmu
pedang Coan-cin-kau asli juga sukar menandinginya, terpaksa harus bertindak
menurut keadaan dan melihat gelagat, ia layani musuh dgn ilmu pedang ciptaannya
sendiri. padahal dahulu Lim Tiau-eng, yaitu kakek guru Siao-liong- li ketika
menciptakan Giok-li-kiam-hoat berdasarkan khayalnya ketika malang melintang di
dunia Kangoow berduaan bersama Ong Tiong-yang, itu cakal-bakai Coan-cin-kau,
sebab itulah
yang laki memainkan Coan-cin-kiam-hoat dan
yang perempuan memainkan Giok-Ii-kiam-hoat, dengan demikian keampuhannya sukar
ditandingi oleh jago silat manapun juga.
Tapi sekarang Yo Ko menyampingkan
Coan-cin-kiam-hoat dan menggunakan ilmu pedang ciptaan sendiri untuk melayani
musuh, meski Kiam-hoat ciptaannya ini juga tidak kurang
lihaynya, namun setiap jurus serangannya
hanya cocok dengan cita-rasa pribadinya saja dan tidak cocok main ganda dengan
Giok-li-kiam-hoat yang dimainkan Siao-liong-li, dengan
demikian jadinya mereka seakan-akan bertempur
sendiri-sendiri dan dengan sendirinya daya tempurnya menjadi jauh berkurang.
Kongsun Kokcu- menjadi girang,
“trang-trang-trang”, beruntun ia membacok tiga kali dengan pe-dangnya,
berbareng itu golok di tangan lain berturut menyerang juga empat kali dengan
gaya tusukan pedang, serangan aneh ini masih dapat dilayani oleh Yo Ko, namun
Siao-liong-li menjadi bingung karena tiada kerja sama yang baik dari Yo Ko,
pikirnya juga ingin menabas lagi ujung golok musuh tapi gerakan golok Kongsun
Kokcu sekarang teramat cepat dan Iincah, betapapun sukar dibentur lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar