Selasa, 13 November 2012

Sin Tiauw Hiap Lu 33



Kembalinya Pendekar Rajawali 33

Meski kini berhalangan, tidak nanti ia mau terima dihina sembarang orang, Ketika dilihatnya tangan jago Mongol yang kasar hitam berbulu itu mengulur tiba, mendadak lengan bajunya mengebas ke atas, ia tutupi lengannya dengan kain baju itu, menyusul mana ia cekal sekalian tangan orang terus disengkelit ke samping, maka terdengarlah suara gedebukan keras, tubuh jago Mongol yang gede itu telah “terbang” keluar melalui jendela dan terbanting ke tengah jalan umum hingga setengah mampus.
Kiranya pembawaan Oey Yong suka kebersihan ia tak sudi tangannya yang putih bersih itu tersentuh tangan orang yang kasar hitam, maka dengan lengan baju ia bungkus dulu lengan sendiri baru banting orang ke bawah loteng.
Para tamu restoran itu tadinya mendengarkan percakapan mereka yang berlangsung sopan beraturan, maka tiada yang ambil perhatian, siapa tahu mendadak lantas saling labrak, keruan seketika suasana kacau baIau.
“Ha, sungguh hebat kepandaian Oey-pangcu !” jengek Kim-lun Hoat-ong.
Habis ini ia tirukan jago Mongol tadi, dengan langkah lebar iapun maju hendak tarik tangan Oey Yong.
Oey Yong tahu orang sengaja hendak pamer kepandaian, meski suatu gerakan yang sama, namun hendak membantingnya seperti Busu Mongol tadi tidaklah mungkin lagi, terpaksa ia mundur setindak.
Waktu itu Yo Ko sudah melangkah turun beberapa tingkat tangga loteng, ketika mendadak nampak kedua pihak
terjadi perkelahian dan segera Oey Yong akan dihina, terbangkitlah jiwa ksatrianva yang murni, tak terpikir lagi mati-hidup atau selamat secepat terbang ia melompat kembali ia samber pedang Bu Tun-si yang terjatuh tadi terus dengan tipu “oh-liong-jut-hiat” atau naga hitam keluar dari gua, secepat kilat ia tusuk punggung Kim-lun Hoat-ong sambil membentak.
“Oey-pangcu lagi kurang sehat, tapi kalian justru ambil kesempatan ini buat mendesaknya, kau kenal malu tidak ?”
ilmu silat Kim-lun Hoat-ong memang nyata setingkat lebih tinggi daripada orang lain, ketika mendengar dari belakang menyamber angin tajam, sama sekali ia tak menoleh, melainkan putar tangan ke belakang dan menyentil batang pedang orang, Maka terdengarlah suara “cring” yang keras Yo Ko merasakan tangan seakan-akan kaku dan ujung pedang lantas menusuk ke bawah, ia kuatir musuh susulkan serangan lain, maka cepat melompat ke samping.
“Anak muda,” kata Kim-lun Hoat-ong. “lekas kau pergi saja ! ilmu silatmu hebat, hari depanmu pasti jauh melebihi aku, tapi kini kau masih bukan tandinganku, buat apa kau paksakan diri ikut campur dan antar njawa percuma di bawah roda emasku ?”
Dengan kata-katanya sekaligus ia telah umpak Yo Ko setinggi langit dan kemudian dibanting pula dengan ancaman, Padahal roda emasnya pernah dihantam jatuh oleh Yo Ko dan Siao-liong-Ii hingga jabatan Bu-lim Bengcu yang tinggal diduduki itu menjadi gagal, dengan sendirinya tiada taranya rasa gemasnya pada kedua muda-mudi ini.
Cuma kini ia harus pilih jalan paling menguntungkan ia ingin tawan Oey Yong sebagai tujuan pertama dan tidak ingin banyak mengikat permusuhan, ia mengharap Yo Ko dan Siao-liong-li angkat tangan dari percecokan ini dan jangan ikut campur, tapi di kemudian hari ia masih bisa bikin perhitungan dengan kedua anak muda ini.
Harus diketahui bahwa Kim-lun Hoat-ong adalah seorang ketua dari suatu aliran yang agung, ia bisa berpikir panjang disamping ilmu silatnya yang luar biasa itu.
Dengan umpakannya tadi, bukanlah dia merendah dan juga tidak gertak sambel belaka, betapapun Yo Ko memang masih berwatak ia dengar orang bilang kelak dirinya akan melebihinya, sudah tentu amat girang hatinya. “Ah, Hwesio tua tak terlalu rendah diri,” demikian ia kata dengan tertawa,
“untuk melatih setingkat kau sesungguhnya tidak gampang, Oey-pangcu ini telah pelihara aku dari kecil hingga besar, maka sukalah jangan kau persukar dia, Kalau bukan kesehatannya terganggu kini, belum tentu ilmu silatmu bisa menangkan dia, kalau kau tak percaya, kelak bila badannya sudah sehat boleh coba kau bertanding dengan dia?”
Yo Ko sangka Kim-lun Hoat-ong sangat angkuh, deruan kata-kata pancingannya ini boleh jadi lantas lepaskan Oey Yong. Siapa tahu Kim-lun Hoat-ong justru kuatir kalau Oey Yong, Siao-liong-li dan Yo Ko bertiga mengeroyok padanya, karena itu tadi ia berlaku sungkan pada Yo Ko, kini mendengar Oey Yong lagi sakit, ia pikir kebetulan, kalau melulu kalian berdua muda-mudi ini, kenapa aku Kim-lun Hoat-ong harus takut?
Ketika ia amat-amati Oey Yong sejenak, betul juga ia lihat wajah orang pucat Iesu, terang sakitnya tidak ringan, maka sekali tertawa dingin, cepat ia mendahului berdiri ke mulut tangga loteng, “Baiklah, kalau begitu kaupun tinggal sekalian!” katanya segera.
Waktu itu Siao-liong-Ii lagi berdiri di tengah tengah tangga, karena dialing-alingi Kim-lun Hoat-ong yang memisahkan dia dan Yo Ko, ia menjadi tak sabar “He, menyingkir kau, Hwesio, biarkan dia turun !” katanya.
Mendadak alis Kim-lun Hoat-ong menegak, dengan gerak tipu :”tan-ciang-khay-pi” atau sebelah tangan membelah pilar, cepat sekali ia memotong ke bawah, “Memangnya tenaganya amat besar, pula dari atas ke bawah, tentu saja serangan ini keras luar biasa.
Tak berani Siao-liong-li sambut pukulan itu, iapun kuatirkan Yo Ko yang terpisah di atas Ioteng, mendadak ia tutul kedua kakinya, bukannya melompat ke bawah, sebaliknya ia mencelat ke atas menyelusup lewat di samping musuh untuk kemudian berdiri sejajar dengan Yo Ko.
Waktu orang menyelusup lewat, cepat juga Kim-lun Hoat-ong menyikut ke belakang, tapi luput, mau-tak-mau iapun kagum pada kegesitan dan kecepatan Siao-Iiong-li.
Sementara itu Yo Ko sudah jemput lagi pedang Bu Siu-bun yang terjatuh tadi dan diberikan pada Siao-liong-li.
“Hwesio ini kurangajar, mari, Kokoh, kita hajar,” ajaknya segera.
Di pihak lain Kim-lun Hoat-ong sudah keluarkan juga sebuah roda yang bersuara gemerenceng, roda ini sama besarnya dengan roda emas yang dirampas Yo Ko itu, hanya warnanya hitam mulus seperti terbuat dari baja.
Kiranya senjata Kim-lun Hoat-ong seluruhnya ada lima roda, masing-masing terbikin dari emas, perak, perunggu, timah dan besi, Bila ketemukan musuh kuat, sekaligus lima roda bisa digunakan berbareng, tapi selamanya ia hanya pakai Kim-lun atau roda emas dan entah sudah berapa banyak musuh kuat yang dia robohkan, sebab itulah ia memperoleh julukan “Kim-lun Hoat-ong” atau Raja agama Roda emas, sedang roda2 perak, perunggu, timah dan besi selamanya malah belum pernah terpakai.
“Oey-pangcu, apa kau juga akan maju sekalian ?” demikian kata Hoat-ong kemudian sambil melirik Oey Yong.
Harus diketahui meski dilihatnya Oey Yong berwajah sakit, tapi tetap ia gentar atas ilmu silat orang, sebutan “Oey-pangcu” itu maksudnya mengingatkan Oey Yong adalah ketua suatu
perkumpulan besar, kalau maju mengeroyok tentu akan merosot kan kedudukannya sebagai Pangcu.
“Oey-pangcu akan pulang saja, ia tiada tempo buat main-main dengan kau,” seru Yo Ko tiba-tiba. Habis ini iapun berpaling pada Oey Yong: “Kwe-pekbo, kau bawa Hu-moay pergi saja.”
Nyata pemuda ini sudah memperhitungkan baik-baik, ia sendiri dan Siao-liong-li meski belum pasti bisa menang mengeroyok Kim-lun Hoat-ong, tetapi kalau bertahan sekuat tenaga untuk kemudian berdaya melarikan diri, hal ini besar harapan bisa dilakukan.
Baiknya kini bukan bertanding silat, asal bisa melepaskan diri, peduli siapa soal kalah segala, Maka begitu pedang bergerak, segera ia menusuk lebih duIu.
Melihat Yo Ko gunakan ilmu dari Giok-li-sim-keng, menyusul segera Siao-liong-li ikut menyerang juga dari samping, dalam hati gadis ini sebaliknya tiada sesuatu perhitungan ia melihat Yo Ko bergebrak dengan Hwesio ini, segera iapun turun tangan membantu.
Namun sekali ayun rodanya, dua pedang sekaligus sudah ditangkis Kim-lun Hoat-ong, meja kursi di atas loteng restoran itu terlalu banyak hingga merintangi kebebasannya, maka sambil putar rodanya sembari Kim-lun Hoat-ong tendang meja kursi yang meng-halang-alanginya.
“Kalau tenaga lawan tenaga, pasti kami kalah, tapi bila gunakan akal, untuk sementara masih bisa bertahan,” demikian pikir Yo Ko. Maka waktu nampak meja kursi ditendang orang, sengaja ia tendang kembali alat prabot itu ke tengah untuk merintangi musuh.
Dasar Ginkang Yo Ko dan Siao-liong-li sudah tinggi sekali, mereka menyelusup ke sana ke mari dan tidak memapak musuh dari depan, kadang-kadang mereka timpuk orang dengan poci arak dan tempo-tempo sampar mangkok piring ke muka orang.
Keruan seluruh loteng restoran itu menjadi kacau balau dan hancur berantakan
Dan karena ribut-ribut itu, kesempatan mana digunakan Oey Yong untuk menarik Kwe Hu ke sebelahnya.
Darba yang terkena “lh-hun-tay-hoat” Yo Ko sementara itu masih setengah sadar, pangeran Ho-tu terluka parah oleh racun jarum tawon putih, sedang ilmu silat jago-jago Busu Mongol lain terlalu rendah, mana mereka bisa menahan Oey Yong.
“Kwe-pekbo, lekas kalian pergi saja,” teriak Yo Ko.
Tapi Oey Yong saksikan daya serangan Kim-Lun Hoat-ong lihay tiada taranya dan tampaknya Yo Ko dan Siao-Iiong-li sukar bertahan meski sudah keluarkan tenaga penuh, bila sedikit lengah hingga musuh turun tangan keji, pasti jiwa kedua muda-mudi ini tak terjamin pula.
Karena itu Oey Yong tak tega tinggal pergi, ia pikir orang mati-matian berusaha menolong dirinya, sebaliknya dirinya sendiri malah tinggal pergi, ini sesungguhnya tak patut, Maka ia tetap berdiri di tempatnya menyaksikan pertarungan itu, hanya Bu-si Hengte berulang kali mendesak sang ibu guru.
“Marilah, Sunio (ibu guru), kita berangkat dulu, badanmu kurang sehat, haruslah jaga diri baik-baik,” demikian kata kedua saudara Bu.
Mula-mula Oey Yong tak gubris desakan mereka, tapi ketika didesak lagi, akhirnya ia gusar, “Hm, jadi manusia tidak kenal budi, apa gunanya berlatih silat ?” demikian ia mendamperat, “Dan kau apa manfaatnya pula hidup di dunia ini? Orang she Yo ini beratus kali lebih hebat dari kalian, Hm, sebaiknya kalian berdua menggunakan pikiran lebih banyak.”
Maksud baik kedua saudara Bu itu ternyata disambut dengan damperatan oleh sang ibu guru, keruan mereka menjadi kikuk dan malu “Bu-keh Koko, hayolah, kita maju bersama !” seru Kwe Hu tiba-tiba sambil samber sepotong kaki meja patah.
Tapi cepat sekali Oey Yong menarik sang puteri “Hm, dengan sedikit kepandaianmu ini apa kau hendak antarkan kematian?” katanya.
Kwe Hu tak yakin atas omelan ibunya, mulutnya menjengkit kurang percaya, ia lihat ilmu silat Yo Ko dan Siao-liong-li biasa saja tiada sesuatu yang hebat, meski gayanya bagus, tapi gerak senjatanya lambat.
Nyata ia tak tahu bahwa ilmu silat kedua orang itu memang jauh di atasnya dan saat itu lagi gunakan Giok-li-kiam-hoat dari Ko-bong-pay yang hebat untuk menempur musuh.
Beberapa kali Kim-lun Hoat-ong merangsang maju dan setiap kali kena dirintangi meja kursi yang jungkir balik di lantai, sedang Nvo Ko dan Siao-iiong-li bisa bergerak cepat enteng ke sana kemari main kucing2an.
Tiba-tiba hatinya tergerak ia gunakan tenaga kakinya, maka terdengarlah suara “kraak, peletak” berulang-ulang, perabot apa saja yang merintangi diinjaknya remuk, Sedang roda besi diputar cepat menghantam terus sambil kaki keluarkan tenaga raksasa, ke mana menginjak, di sana juga meja kursi lantas hancur ber-keping2,
Hanya sekejap saja di atas loteng sudah penuh ter-timbun kayu hancur dan ketiga orang masih terus saling labrak di atas tumpukan kayu tanpa ada meja kursi yang merintangi lagi.
Kini Kim-Iun Hoat-ong bisa melangkah lebar sesukanya dan rodanya berputar kencang hingga menerbitkan suara gemerantang riuh, ia lakukan serangan cepat pada dua lawannya, sebaliknya karena kehilangan tameng meja kursi, terpaksa Yo Ko dan Siao-liong-Ii harus lawan orang dengan ilmu kepandaian sejati.
Tiga kali Kim-lun Hoat-ong menghantam tangan Yo Ko sampai sakit tergetar oleh tenaga orang yang kuat sementara itu serangan keempat Kim-lun Hoat-ong menghantam pula dari atas, belum tiba rodanya angin tajam sudah menyamber, dulu, betapa lihaynya sungguh sangat mengejutkan.
Lekas-lekas Yo Ko dan Siao-liong-li menangkis berbareng dengan ujung pedang menahan roda orang, gabungan tenaga kedua orang barulah mampu tangkis serangan Hoat-ong itu, namun senjati merekapun sudah tertindih hampir-hampir bengkok.
Ketika tangan mereka menyendal, roda besi lawan digentak pergi, menyusul mana cepat Yo Ko menusuk bagian atas orang dan Siao-liong-li membabat kaki kiri lawan.
Mendadak Kim-lun Hoat-ong malah angkat kaki terus menutul pergelangan tangan Siao-Iiong li, sedang rodanya menghantam ke samping mengarah tengkuk Yo Ko.
Tadinya Yo Ko sangka lawan pasti akan hindarkan serangannya dahulu baru kemudian balas menyerang, siapa tahu orang anggap tusukannya bagai tiada terjadi sesuatu, ia menjadi heran apa orang melatih ilmu sebangsa Kim-ciong-tok dan Tiat-poh-san yang lihay dan tebal ? Namun dalam saat berbahaya, tak sempat lagi buat selidiki kekebalan lawan itu sungguh-sungguh atau palsu, terpaksa ia harus tolong diri sendiri duIu, maka iapun menunduk dan berjongkok untuk hindarkan ketokan roda besi lawan.
Tak terduga perubahan aneh lantas terjadi tiba-tiba Kim-lun Hoat-ong timpukkan roda besinya ke kepala Yo Ko, sedang kedua tangan kosong lantas menjambret Siao-liong-li. serangan aneh oan cepat, ternyata sekaligus Kim-lun Hoat- ong telah serang kedua musuhnya dari arah yang sukar diduga.
Pada detik luar biasa itulah Oey Yong berteriak kaget dan segera bermaksud menyerobot maju menolong, namun tiba-tiba dilihatnya Yo Ko mencelat ke samping dan belum tancap kaki ke bawah, tahu-tahu pedangnya lantas tusuk punggung Kim-lun Hoat-ong dengan cepat.
Tipu serangan Yo Ko inipun sekaligus “dwi-guna”, pertama hindarkan bahaya diri sendiri, berbareng paksa Kim-lun Hoat-ong tarik kemba’i serangannya pada Siao-liong-li.
Tipu serangan ini di sebut “gan-hing-sif -kik: atau burung belibis terbang menggempur dari samping, inilah Kiam-hoat dari Coan-cin-pay.
Kim-lun Hoat-ong bersuara heran oleh serangan balasan Yo Ko yang hebat ini, lekas-lekas ia angkat kakinya memotong ke pinggiran roda besinya yang waktu itu masih belum jatuh ke tanah hingga roda itu kena dibikin mencelat menyamber kepala Yo Ko lagi sambil bersuara nyaring.
Pada saat berbahaya Yo Ko tadi berhasil keluarkan tipu Kiam-hoat Coan-cin-pay, lekas ia ke luarkan pula tipu gerakan Coan-cin yang disebut “pek-hong-”keng-thian” atau pelangi putih menghiasi langit, dengan batang pedang ia sampuk roda orang.
Sebenarnya sampukan ini percuma saja karena pedang enteng dan roda berat, siapa tahu karena sedikit menyenggoI roda itu, mendadak membawa efek arah roda terus menyamber ke arah Kim-lun Hoat-ong sendiri.
Roda besi itu adalah benda mati, sudah tentu ia tidak kenal siapa majikan dan siapa musuh, keruan terus menyelonong cepat luar biasa, Saking bagusnya kejadian itu hingga Kwe Hu bertepuk tangan bersorak Kim-lun Hoat-ong berani lepaskan senjata untuk menimpuk orang, sebabnya ia menduga tak nanti musuh sanggup merampas rodanya, bila senjata lawan kebentur, betapapun berat senjata itu pasti akan terpental dari cckalan, Siapa duga Yo Ko ternvata punya kepandaian menyampuk roda yang hebat hingga senjata menyamber ke arah dirinya sendiri.
Dalam gusarnya roda yang membalik itu terus ditangkapnya, diam-diam ia gunakan gaya me-mutar, kembali ia timpukkan roda itu pula, Kini ia tambahi tenaga hingga putaran roda itu makin cepat hingga gotri dalam roda tidak menerbitkan suara, padahal Yo Ko berhasil sengkelit balik roda orang tadi sebenarnya secara tidak sengaja telak keluarkan ilmu Kiu-im- cin-keng, kini ia coba mengulangi lagi maka terdengarlah suara “trang” yang keras, tahu-tahu pedang tergetar jatuh, berbareng dengan tenaga raksasa Kim-lun Hoat-ong telah memukul juga kearah Yo Ko.
Kiranya Kiu-im-cin-keng yang Yo Ko latih masih belum sempurna, maka tenaga yang dipergunakan sekali ini tidak tepat.
Nampak Nyo-Ko menghadapi bahaya, sedikit mengegos pinggang, cepat sekali pedang Siao-Iiong-li lantas menusuk, tipu serangan ini bukan saja amat lihay, bahkan gayanya manis menarik, nyata ia telah gunakan kepandaian Giok-li-sim-keng ajaran bab terakhir. Saking bagus dan tepat serangan itu hingga Oey Yong dan Kwe Hu berseru memuji berbareng.
Lekas-lekas Kim-lun Hoat-ong melompat untuk tangkap kembali rodanya buat tangkis pedang orang, kesempatan inipun digunakan Yo Ko menyamber kembali senjatanya yang terpental ke udara tadi.
Sungguh gebrakan barusan ini hebat sekali dan berbahaya Setiap orang kalau kepepet timbulnya akal juga lebih tajam, mendadak Yo Ko berpikir: “Kalau aku dan Kokoh gunakan Giok-li-kiam-hoat, saat berbahaya lantas berubah menjadi selamat Apakah bab terakhir dari Giok-li-sim-keng itu memang mengajarkan cara bersilat kombinasi demikian?”
Karena pikiran itu, segera iapun berteriak:
“Kokoh, pergi-datang kita tak berhasil melatihnya, tapi kini sudah betul lihat ini tipu “Iong-jik-thian-khe” (jejak meratai jagat) !” Sembari berkata pedangnya menusuk juga dari samping.
Tidak sempat Siao-liong-li banyak berpikr, maka iapun menurut dan gunakan tipu “long-jik-thian-khe” menurut apa yang tercatat dalam Sim-keng, ia memotong dari depan, Tipu serangan Yo Ko adalah Coan-cin-kiam-hoat yang lihay dan Siao-liong-li gunakan Giok-Ii-kiam-hoat yang tak kenal ampun, paduan serangan pedang ini ternyata luar biasa daya tekanannya.
Karena belum sempat berjaga-jaga, lekas-lekas Kim-lun Hoat-ong melompat mundur, namun terdengar juga suara “bret-bret” dua kali, kedua pedang orang telah mengenai tubuhnya semua, baju bawah bahu Hoat-ong tertusuk tembus oleh serangan itu.
Sekalipun ilmu kepandaian Kim-lun Hoat-ong sudah mencapai luar dalam yang hebat, kalau senjata guru silat biasa saja tak nanti bisa melukainya namun Lwekang Yo Ko dan Siao-liong-li sudah terlatih tinggi, kalau sampai kena ditusuk, sukar dibayangkan bagaimana jadinya. Maka bajunya terlubang sudah cukup bikin dia berkeringat dingin, “Hoa-cian-gwat-he (bunga mekar di bawah sinar bulan) !”
terdengar Yo Ko berteriak lagi. Berbareng itu ia membacok ke bawah cepat, sedang Siao-liong-li lantas membabat ke kanan dan ke kiri.
Mau-tak-mau Kim-lun Hoat-ong dibikin kacau oleh serangan kedua orang yang bersimpang siur itu, ia tak tahu pasti dari arah mana sebenarnya serangan orang, terpaksa ia melompat mundur lagi buat menghindar.
“Jing-im-siao-yok (minum sekedar dan jamuan sederhana) !” lagi-Iagi Yo Ko berseru.
Berbareng ujung pedangnya mendoyong ke bawah seperti orang angkat poci lagi menuang arak, sebaliknya Siao-liong-li angkat ujung pedang ke atas menuding mulut sendiri seperti angkat cawan sedang minum.
Nampak serangan kedua orang makin lama makin aneh dan bisa kerja sama dan bantu-membantu dengan bagus, dimana ada kelemahan segera dibantu yang lain, setiap kelemahan lantas berubah menjadi tipu serangan yang lihay.
Makin dipikir Kim-lun Hoat-ong semakin terkejut. ia pikir: “Betapa besarnya jagat ini ternyata tidak sedikit orang-orang kosen, Kiam-hoat hebat seperti ini tak pernah kubayangkan diTibet, Ai, aku benar-benar seperti katak di dalam tempurung dan berani pandang rendah Enghiong seluruh jagat ini.”
Karena pikiran yang mengkeret ini, keruan ia semakin terdesak, Padahal dengan ilmu kepandaian Kim-lun Hoat-ong yang hebat sebenarnya sudah jarang ada tandingannya bagi ksatria2 di daerah Tionggoan.
Meski secara mujur Yo Ko dan Siao-liong-li berhasil mempelajari berbagai ilmu silat yang bagus, tapi keuIetannya kini kalau dibanding Kim-lun Hoat-ong masih selisih sangat jauh, tapi mereka justru telah pecahkan Kiam-hoat ciptaan Lim Tiao-eng yang luar biasa itu dan mendadak dikeluarkan seketika Hoat-ong jadi kelabakan dan terdesak.
Setiap tipu gerakan dari Kiam-hoat baru ini harus dimainkan bersama laki dan perempuan, setiap gerak serangan mengandung maksud sesuatu cerita romantis, seperti “Kim-pit-siang-ho” atau dua sejoli hidup rukun, “siong-he-tui-ek” atau main catur di bawah pohong siong, “so-swan-heng-teh” atau menyapu salju menyeduh teh, dan “ti-pian-tiau ho”-atau memainkan burung Ho di tepi kolam, semuanya itu adalah hidup yang romantis.
Kiranya Lim Tiao-eng patah hati dalam soal cinta hingga melewatkan hari tuanya di dalam kuburan kuno, dengan bakatnya yang tinggi mempelajari macam-macam kepandaian, akhirnya ia salurkan semuanya ke dalam ilmu silat ciptaannya ini.
Siapa duga beberapa puluh tahun kemudian ternyata ada sepasang muda-mudi yang dapat menggunakan ilmu pedangnya yang hebat ini untuk menempur musuh tangguh.
Kalau mula-mula Yo Ko dan Siao-Iiong-li memainkan ilmu pedang itu dengan rada kaku, tapi makin lama semakin lancar dan biasa, semangat merekapun bertambah kuat Semakin mereka bersatu padu, semakin Kim-lun Hoat-ong susah menahannya hingga ia menyesal tadi telah injak hancur semua perabot meja kursi, kalau masih ada rintangan perabot itu, tentunya daya serangan kedua lawan ini tak akan begini gencar dan Iihay, selanjutnya besar kemungkinan ia tak sanggup melawan lagi, terpaksa Hoat-ong mundur selangkah ke tangga loteng dan turun setingkat demi setingkat.
Tentu saja tekanan Yo Ko dan Siao-Jiong-li semakin kuat dari atas ke bawah, tampaknya segera saja Kim-Iun Hoat-ong akan bisa diusir pergi, riba2 terdengar Oey Yong berseru:
“Membasmi penjahat harus sampai akar2nya, Ko-ji, jangan lepaskan dia !”
Kiranya Oey Yong dapat melihat sebabnya Yo Ko dan Siao-liong-li bisa menangkan Kim-hm Hoat-ong karena andalkan jurus Kiam-hoat yang bagus, sesungguhnya boleh dikatakan karena kebetulan kalau hari ini musuh dilepaskan, ilmu silat paderi asing ini sangat tinggi, bila ia pulang dan mempelajari lebih mendalam hingga mendapatkan cara mematahkan Kiam-hoat baru ini, hal ini berarti bibit penyakit kelak hendak membasminya tentu beribu kali lebih sulit, maka Oey Yong berteriak agar kedua muda-mudi itu gunakan kesempatan sekarang buat membasminya saja.
Yo Ko menyahut sekali, segera ia lontarkan tipu-tipu berbahaya seperti “siau-wan-ge-kiok” (pesiar taman menikmati bunga kiok), “cian-ciok-ya-wa”" (menyanding lilin bercakap sepanjang malam), “se-jong-lian-ki” (main pantun ditepi jendela), “tiok-liam-lim-ti” (kerai bambu di tepi kolam) dan lain-lain serangan mematikan hingga hampir-hampir Kim-Iun Hoat-ong tak mampu menangkis jangankan hendak balas menyerang.
Begitulah sebenarnya Yo Ko hendak turut pesan Oey Yong untuk membunuh musuh tangguh ini, siapa tahu dahulu waktu Lim Tiao-eng ciptakan “Giok-li-kiam-hoat”, dalam hatinya penuh rasa kasih mesra, meski lihay setiap tipu serangannya, namun tiada satupun yang merupakan tipu mengarah jiwa musuh, Karena itu meski Yo Ko berdua mendesak Kim-lun Hoat-ong hingga paderi ini kelabakan dan serba susah, tapi untuk cabut nyawanya juga tidak gampang.
Tentu saja yang paling cemas rasanya yalah Oey Yong yang menonton disamping.
Kim-lun Hoat-ong tak mengerti darimana asal-usuI Kiam-hoat orang, ia sangka masih ada tipu serangan lihay yang belum dilontarkan Yo Ko berdua, asal tipu-tipu lihay itu
keluar, boleh jadi jiwanya akan melayang. Dalam keadaan kepepet tiba-tiba ia mendapat akal, ia melangkah mundur dan gunakan tenaga berat pada kakinya hingga tiap-tiap kali ia melangkah mundur, setiap papan imdak.2an tangga itu patah diinjaknya.
Karena perawakan Kim-lun Hoat-ong tinggi besar, Yo Ko berdua tak berdaya mencegat ke belakangnya ketika undak- undakan tangga ketiga patah, senjata Yo Ko dan Siao-liong-li sudah tak dapat mencapai diri orang lagi.
“Nah, har ini barulah aku kenal ilmu silat Tionggoan dan amat kagum,” kata Kim-lun Hoat-ong sambil angkat rodanya:
“Apa namanya ilmu pedangmu ini?”
“Masakah kau tak tahu?” sahut Yo Ko tertawa, “llmu silat Tionggoan yang terkemuka yalah Pak-kau-pang-hoat dan Ji-lo-kiam-sut, Kiam-hoat kami tadi yalah Ji-lo-kiam-hoat-sut itu.”
“Ji-lo-kiam-sut?” Kim-lun Hoat-ong tercengang ia mengulangi nama itu.
“Ya,” kata Yo Ko tertawa, “Ji-lo-kiam-sut, ilmu pedang penusuk keledai.”
Karena penegasan ini barulah Kim-lun Hoat-ong sadar orang sengaja putar kayun untuk memaki padanya (biasanya kaum Hwesio dimaki sebagai keledai gunduI), keruan saja ia gusar, “Anak kurangajar, pada suatu hari pasti kau akan kenal lihaynya Hoat-ong,” bentaknya sengit, Habis ini, diiringi suara gemerenceng rodanya, dengan langkah lebar iapun tinggal pergi.
Begitu cepat perginya Kim-lun Hoat-ong, hanya sekejap saja orangnya sudah menghilang di ujung jalan sana, Yo Ko menaksir tak bisa menyandak orang, ia berpaling dan nampak Darba memayang Pengeran Hotu yang mukanya pucat lesi lagi berdiri di belakangnya.
“Toa-suheng, kau bunuh aku tidak?” demikian kata si Darba yang masih sangka Yo Ko jelmaan Suhengnya.
Sungguhpun Yo Ko orangnya nakal dan jahil, tapi wataknya tidak kejam, ia lihat keadaan dua orang itu cukup ngenas, ia pandang Oey Yong dan menanya: “Kwe-pekbo, bolehkah kita lepaskan mereka pergi ?”
Oey Yong mengangguk tanda setuju, Yo Ko lihat semangat Hotu lesu lemas, ia keluarkan sebotol kecil madu tawon putih, ia tuding2 Hotu dan unjuk lagak orang minum obat, lalu madu tawon itu diberikannya pada Darba.
Tentu saja Darba amat girang, ia bicara dengan Hotu dan Hotu lantas keluarkan sebungkus obat bubuk untuk Yo Ko.
“Cianpwe yang bersenjata Pit terkena racun paku-ku, inilah obat penawarnya,” katanya.
Habis itu, Darba memberi hormat sekali pada Yo Ko, lalu Hotu diangkatnya, memangnya ia ber-tenaga raksasa, bobot seorang dianggapnya sepele saja, ia melayang turun pelahan ke bawah loteng, bersama para jago Mongol merekapun pergi semua.
“Kwe-pekbo,” kata Yo Ko sambil memberi hormat dan serahkan obat penawar pada Oey Yong, “biarlah Siautit mohon diri juga, harap Pekbo dan Pepek jaga diri baik-baik.”
Dasar Yo Ko berperasaan halus dan gampang tergoncang, ketika terpikir olehnya kelak tak bakal bertemu lagi, hatinya menjadi berduka.
“Kau hendak kemanakah?” tanya Oey Yong.
“Aku dan Kokoh akan mengasingkan diri ke tempat terpencil dan tidak ingin bertemu dengan khalayak ramai lagi, supaya tidak mencemarkan nama baik Kwe-pepek,” sahut Yo Ko.
Hati Oey Yong tergerak, pikirnya: “Hari ini ia tolong aku dan Hu-ji mati-matian, kini ia tersesat dan berdurhaka mana boleh aku peluk tangan tak menolongnya?”
Karena itu, segera ia bilang: “Hendak pergi juga tak perlu terburu dalam sehari dua hari ini, semuanya tentu sudah letih, marilah kita mencari penginapan untuk mengaso semalam duIu, besok barulah kita berpisah.”
Nampak orang begitu manis budi, tak enak Yo Ko hendak menoIak, ia terima baik permintaan itu.
Lalu Oey Yong bereskan semua rekening dan ganti rugi semua kerusakan pemilik restoran, mereka mencari hotel untuk menginap, Malamnya sesudah dahar, Oey Yong suruh Kwe Hu pergi mengobrol dengan Bu-si Hengte, sebaliknya ia panggil Siao-liong-li ke kamarnya. “Moaycu (adik), ada suatu
barang ingin kuberikan padamu,” katanya.
“Beri apa?” tanya Siao-liong-li
Oey Yong tak lantas menjawab, ia tarik si nona lebih dekat, ia keluarkan sisir dan menyisir rambut orang perlahan-lahan, ia lihat rambut Siao-liong-li hitam gombyok mengkilap sangat
menarik, ia gulung hati-hati rambut Siao-liong-li dan tanggalkan sebuah gelang emas penjepit rambut dari sanggulnya sendiri “Moaymoay, aku berikan gelang ini,” demikian katanya kemudian.
Gelang jepit rambut emas itu adalah pilihan dari benda mestika yang banyak dikumpulkan ayahnya, Oey Yok-su, di Tho-hoa-to, maka dapat dibayangkan betapa indah dan tinggi nilainya batang itu.
Tapi selamanya Siao-liong-li tak pakai perhiasan, sebagai pengikal rambut hanya sebuah tusuk kondai biasa saja, maka ia tidak menjadi senang oleh hadiah Oey Yong itu, namun ia ucapkan terima kasih juga.
Begitulah sambil mengenakan gelang di atas rambut orang sembari Oey Yong ajak ngobrol padanya. Sesudah berlangsung percakapan, Oey Yong merasa Siao-liong-li terlalu polos bersih, urusan keduniawian sedikitpun tak paham, ia lihat wajahnya cantik molek, ayu tapi sederhana, kalau bukannya ada hubungan guru dan murid antara Yo Ko dengan Siao-liong-li, sesungguhnya mereka memang suatu pasangan yang setimpal. Karena itu, ia menanya lagi: “Moaycu, hatimu sangat menyukai Ko-ji, bukan ?”
Siao-liong-li ,bersenyum manis, “Ya, memang tapi kalian kenapa melarang dia membaiki aku?” sahutnya.
Oey Yong tercengang oleh jawaban itu, teringat olehnya masa remaja diri sendiri, pernah juga ayah tak boleh dirinya mendapatkan jodoh Kwe Ceng, bahkan guru Kwe Ceng juga mencela dirinya, tapi sesudah mengalami berbagai macam aral melintang, akhirnya dapat juga mengikat sehidup semati dengan Kwe Ceng. Dan kini Yo Ko dan Siao-liong-li saling cinta mencintai dengan hati murni, kenapa ia sendiri justru hendak merintanginya ?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar