JILID 6
Begitulah
wajahnya mengunjuk rasa bingung, maka terhadap serangan Oey Yong ia hanya
menangkis saja tanpa batas menyerang, sedang dalam hati . ia sedang ingat2 nama
yang diucapkan Kwe Ceng tadi, lapat2 ia merasa kata2 “Auwyang” seperti punya
hubungan erat dengan dirinya.
Karena
pertanyaan tadi, maka Kwe Ceng bermaksud akan menjelaskan namun betapa
pintarnya Oey Yong, ketika melihat penyakit otak miring orang belum sembuh,
lekas2 ia mencegah, Malahan ia sengaja berseru:
“Kau
bernama Tio-Tji-Sun-Li, TJiu-Go-Tan-Ong !”
Auwyang
Hong tampak terkejut dan semakin bingung.
“Apa
?” ia mengulangi “aku bernama Tio-Tji-Sun-Li dan Tjiu-Go-Tan-Ong ?”
“Ya,
betul, namamu Pang-The-Tju-Wi dan Tjio-Sim-Ham-Yang,” sahut Oey Yong mengacau.
Apa
yang- diucapkan Oey Yong itu semuanya adalah She atau nama keluarga umum. Dasar
pikiran Auwyang Hong memang belum waras, kini sekaligus Oey Yong melontarkan
balasan she yang dikatakan adalah namanya, keruan pikiran Auwyang Hong menjadi
semakin ruwet dan tambah butek otaknya.
Berlainan
sekali dengan sang isteri, Kwe Ceng adalah orang yang baik budi dan jujur, ia
menjadi kasihan melihat keadaan Auwyang Hong- yang hilang ingatan dan linglung
itu,
“Sudahlah,
lekaslah kau pergi saja, selanjutnya paling” baik kita jangan bertemu lagi
untuk selama-nya,” katanya kemudian.
“He,
siapa kau dan siapa aku ?” demikian Auwyang Hong masih bertanya.
“Kau
adalah Si Racun tua yang telah membinasakan lima saudaraku !” mendadak suatu suara
bentakan menjawabnya dari belakang.
Belum
lenyap suara bentakan itu atau sebuah tingkat besi telah menyambar pula, itu
adalah senjatanya Hui-thian-pian-hok Kwa Tin-ok.
Tetapi
pada saat itu juga terdengar pula seruan Kwe Ceng: “Awas, Suhu !”
Namun
sudah terlambat, kemplangan tongkat Kwa Tin-ok itu dengan tepat kena di
punggung Auwyang Hong, tetapi yang terdengar hanya “buk” se-kali, tahu2 tongkat
malah membal balik, saking keras tenaga menbalnya hingga Tin-ok tak tahan
memegangnya, maka baik tongkatnya maupun orangnya sama terperosot jatuh dari
wuwungan rumah.
Luar
biasa kerasnya hantaman tadi, pula tongkat itu mempunyai bobot beberapa puluh
kati, ditambah lagi goncangan membalik, maka tongkat itu telah menyusup masuk
ke bawah untuk kemudian dengan tepat menghantam di atas ranjang tamu hotel,
Tamu
itu sebenarnya lagi terombang-ambing di sorga impiannya, siapa tahu ketiban malang mendadak, sial
baginya, tulang kakinya tertindih patah oleh tongkat yang tidak ringan itu,
saking sakitnya ia men-jerit2 minta tolong !
Dalam
pada itu Kwe Ceng tahu meski gurunya terbanting jatuh ke bawah tentu tidak
bakal berhalangan, ia hanya kuatir kalau kesempatan itu digunakan Auwyang Hong
untuk menguber dan menghantam, maka kejadiannya pasti akan luar biasa
he-batnya, karenanya, tidak pikir lagi segera ia berteriak: “Awas pukulan !”
Berbareng
itu tangan kanan ia putar sekali terus didorong lurus ke depan, ini adalah satu
diantara tipu pukulan Hang-liong-sip-pat-ciang yang disebut “Kong-liong-yu-hwe”
atau Naga pembawa sesal, ilmu pukulan “Hang-liong-sip-pat-ciang” (delapan belas
jurus ilmu pukulan penakluk naga) ini adalah ajaran guru Kwe Ceng yang lain,
yakni Pak-kay Ang Tjhit-kong, itu pemimpin besar dari Kay-pang atau persatuan
kaum jembel.
Selama
ini tipu pukulan “Kong-liong-yu-hwe” ini dia latih dengan giat, apalagi
ditambah kegiatan latihan selama belasan tahun ini, maka tekanan pukulan ini
boleh dikata sudah sampai di” puncak yang paling sempurna.
Pada
mula2 dia dorong ke depan tampaknya seperti seenaknya saja dan enteng sekali,
tetapi bila ketemukan tenaga rintangan, maka dalam sekejap saja he-runtun2 bisa
bertambah dengan tiga belas tenaga susulan yang satu lebih kuat dari pada yang
lain secara ber-tumpuk2, sungguh tiada sesuatu yang tak bisa dihancurkan dan
tiada lawan yang tak bisa dirobohkan.
Puncak
kesempurnaan tipu pukulannya ini dipelajari dan diketemukan dia dari dalam
kitab ilmu silat Kiu-im-cin-keng, suatu kitab yang selamanya dibuat sasaran
perebutan diantara lima tokoh tersebut di atas, sekalipun Ang Tjhit-kong
dahulu, kalau cuma tipu pukulan “Kong-liong-yu-hwe” ini saja juga tidak selihay
seperti Kwe Ceng sekarang ini.
Dalam
pada itu baru saja Auwyang Hong berhasil bikin terpental Kwa Tin-ok, segera
terasa olehnya ada samberan angin yang datang dari muka, meski tenaga samberan
angin itu tak begitu kerns, tetapi pernapasannya toh sesak hingga susah
bernapas sebagai seorang jago kelas satu, ia tahu keadaan berbahaya, maka
lekas2 ia sedikit berjongkok, menyusul kedua tangannya dia dorong ke depan
sambil mulutnya mengeluarkan suara “kok”, ini adalah ilmu “Ha-mo-kang”, ilmu
weduk kodok yang menjadi kebanggaan seumur hidupnya.
Oleh
karena itu, saling beradunya tiga telapak tangan tak bisa dihindarkan lagi,
namun tubuh kedua orang hanya sama2 tergetar saja dan tidak sampai ada yang
terguling.
Tetapi
Kwe Ceng tidak berhenti sampai di situ saja, dengan cepat ia tambahi tenaga
pukulannya yang susu)-menyusul dan satu lebih kuat dari pada yang lain seperti
gelombang ombak yang ber-gulung2 kepantai.
Sebaliknya
dari mulut Auwyang Hong pun tiada hentinya terdengar suara “kok-kok-kok” yang
keras, tubuhnya kelihatan ber-goyang2, agaknya setiap saat bisa terbanting
roboh oleh daya tekanan Kwe Ceng.
Tapi
sungguh aneh, semakin kuat dan semakin bertambah daya tekanan tenaga pukulan
Kwe Ceng, maka tenaga tangkisannya yang membalik dari Auwyang Hong juga ikut
bertambah menurut kebutuhan.
Sudah
ada belasan tahun mereka berdua ini tidak ukur tenaga, kini bertemu kembali
didaerah Kanglam, dengan sendirinya masing2 ingin bisa menjajal sampai di mana
kemajuan pihak lain.
Dahulu
ketika Hoa-san-lun-kiam atau pertandingan silat di Hoa-san tatkala itu Kwe Ceng
masih bukan tandingan Auwyang Hong, tetapi sesudah sekian lama, berpisah dan
kemajuannya yang pesat, ilmu silat Kwe Ceng boleh dikatakan telah sampai tarap
yang paling masak, Namun demikian Auwyang Hong yang berlatih ilmu dari kitab
“Kiu-im-cin-keng” secara terbalik (peristiwa diakali Ang Tjhit-kong hingga
Auwyang Hong tertipu dan mempelajari Kiu-im cin-keng secara terbalik kelak akan
diceritakan), dengan sendirinya juga ada kemajuan tertentu, yang satu betul dan
yang lain terbalik, akhirnya tetap yang betul menangkan yang terbalik, maka
dengan saling labraknya sekarang, Kwe Ceng sudah bisa melawan orang dengan sama
kuat.
Supaya
tahu bahwa atap rumah di daerah utara jauh berlainan dengan daerah selatan,
Oleh karena harus menahan salju di musim dingin, maka atap rumah daerah utara
dibuat dengan sangat kuat dan kokoh, tetapi di daerah aliran sungai Hoay karena
genteng yang disusun secara tindih-menindih, maka atap yang genteng tetapi
praktis.
Auwyang
Hong saling ukur tenaga, mereka harus salurkan tenaga pada kedua kaki agar bisa
berdiri dengan kokoh. Diluar dugaan, selang beberapa lama terdengarlah suara
“kreyat-kreyot” di bawah kaki mereka, menyusul mana terdengar pula suara
“kraaak” yang keras secara tiba2, tahu2 beberapa usuk rumah telah patah hingga
anjlok ke bawah, atap rumah itu berlubang hingga kedua orang yang saling adu
tenaga itu sama2 kejeblos ke bawah.
Oey
Yong kaget sekali oleh kejadian ini, lekas2 ia menyusul turun melalui lubang
atap rumah itu, namun segera terlihat olehnya kedua orang itu masih tetap
tangan beradu tangan, sedang kaki mereka menginjak pada beberapa usuk yang
patah tadi, sebalik-!!”v usuk2 itu justru menindih di atas badan seorang tamu
hotel penghuni kamar yang ketiban malapetaka itu.
Mungkin
saking kaget dan saking sakitnya oleh “rejeki tiban” itu, tamu hotel yang sial
itu telah jatuh pingsan.
Buat
Kwe Ceng sebenarnya tidak sampai hati bikin celaka orang lain yang tak berdosa,
tetapi Auwyang Hong tidak pusingkan mati hidup orang lain, Kekuatan mereka
sebenarnya seimbang, tetapi kini Kwe Ceng harus pikirkan orang yang ketindih
itu dan tak tega tambahi tenaga injakannya sehingga tenaga yang saling adu itu
tidak mendapatkan tempat sandaran yang kuat, maka lambat laun ia mulai terdesak
di bawah angin.
Melihat
tubuh sang suami rada mendoyong ke belakang, meski hanya mundur sedikit saja,
Oey Yong sudah tahu Kwe Ceng bakal kecundang.
“He,
Thio-sam-Li-si, Tio-ngo-Ong-liok, awas pukulan!” demikian ia lantas berteriak
Menyusul tampaknya ia ayun sebelah tangannya menabok ke pundak Auwyang Hong.
Meski
tampaknya sangat enteng pukulannya ini, tetapi justru adalah pukulan lihay dari
ilmu pukulan “Lok-eng-cio-hoat”. Bila sampai kena digebuk, maka tenaga
pukulannya akan terus meresap sampai kebagian dalam tubuh, sekalipun jago silat
kelas berat seperti Auwyang liong pasti juga akan terluka parah.
Akan
tetapi Auwyang Hong bukan Se-tok kalau dia gampang dipukul. Semula ia memang
terkejut sejenak ketika mendengar orang menyebut namanya yang aneh dan tak
keruan itu, tetapi demi mendadak nampak pukulan orang tiba, secepat kilat ia
dorong tangannya sekuat tenaganva, ia desak tenaga tangan Kwe Ceng dahulu,
habis ini ia putar tangannya dan berhasil mencengkeram pundak Oey Yong, ia
kumpul tenaga dalam pada ujung jarinya untuk merobek kulit daging lawan.
Cengkeraman
maut ini sekaligus telah bikin tiga orang terkejut berbareng, Yakni Auwyang
Hong, Kwe Ceng dan Oey Yong.
Auwyang
Hong segera merasakan ujung jarinya tidak kepalang sakitnya, kiranya ia telah
kena menjambret pada duri lancip “kutang berduri landak” yang dipakai Oey Yong
dibagian dalam. Tetapi karena luar biasa kuat tenaga jarinya, dengan sekali
jambret tak kurang duri landak yang terbuat dari anyaman benang emas dan tak
mempan senjata itu kena terobek sepotong.
Pada
waktu itu juga tenaga pukulan Kwe Ceng sudah mendatang lagi setelah didorong
oleh Auwyang Hong tadi, dengan sendirinya Auwyang Hong kembali menyambut dengan
telapak tangannya, maka terdengarlah suara “plak” yang keras, kedua orang sama2
mundur dengan cepat, menyusul tertampaklah debu pasir berhamburan, dinding
roboh dan rumah ambruk.
Kiranya
beradunya tangan kedua orang tadi benar2 keras lawan keras dengan sepenuh
tenaga sehingga kedua pihak sania2 tersentak mundur, tetapi mundurnya mereka
telah membobol dinding tembok sampai keluar, sebab itulah setengah dari atap
rumah itu telah ambruk dan menerbitkan suara gemuruh.
Oey
Yong sendiri yang pundaknya kena dijambret meski belum sampai terluka, namun
tidak urung iapun terkejut sekali, dalam seribu kerepotannya syukur ia masih
sempat melayang keluar dari rumah yang roboh separoh itu.
Setibanya
di luar, terlihat olehnya jarak antara Auwyang Hong dan Kwe Ceng tidak lebih
hanya setengah tombak saja, mereka sama2 berdiri tegak tanpa bergerak, terang
mereka sudah terluka dalam semua.
Oey
Yong tak pikirkan untuk menyerang musuh lagi lebih dulu ia mendekati sang suami
untuk melindunginya. Dalam pada itu ia lihat kedua orang ini sama2 pejamkan
mata sedang menjalankan pernapasan: lalu terdengar suara batuk dua kali, tanpa
berjanji kedua orang itu sama muntahkan darah segar berbareng.
“Haha,
sungguh hebat, sungguh hebat!” teriak Auwyang Hong tiba2. Habis ini, disertai
gelak-ketawa yang keras memanjang, ia lantas bertindak pergi dan sekejap saja
sudah menghilang tanpa bekas.
Sementara
itu berhubung terjadinya onar ini dan karena tetamu yang ketimpa malang tadi, di dalam
hotel menjadi geger dan ribut.
Oey
Yong tahu tempat ini tak bisa ditinggali terus, maka ia lantas gendong Kwe Hu,
lalu kepada Tin-ok ia berkata: “Suhu, harap kau payang engkoh Ceng, marilah
kita berangkat saja!”
Sesudah
tak lama mereka berialan, tiba2 Oey Yong teringat pada Yo Ko, ia tidak tahu
anak ini telah kabur kemana, karena kuatirkan luka yang diderita suaminya,
urusan2 lain terpaka dikesampingkannya dahulu.
Pikiran
Kwe Ceng pun cukup terang, lantaran pernapasannya kena tekanan tenaga pukulan
Auwyang Hong, maka ia merasa sesak dan susah buat buka mulut, Setelah atur
napas dengan menggemblok di atas pundak Kwa Tin-ok, sesudah jalan tujuh atau
delapan li akhirnya semua urat nadinya berjalan lancar kembali.
“Sudah
baik, Suhu,” katanya kemudian.
“Sudah
tiada apa2?” tanya Kwa Tin-ok sambil melepaskannya.
“Ya,
tidak apa2,” sahut Kwe Ceng, “Sungguh lihay sekali!”
Dalam
pada itu terlihat puterinya yang semalam suntuk tak tidur, mungkin saking
letihnya kini sedang tertidur nyenyak di atas pundak sang ibu, hatinya menjadi
terkesiap dan ingat sesuatu.
“He,
di manakah Ko-ji?” ia tanya cepat.
Meski
Kwa Tin-ok mengerti adanya anak muda itu, tapi dia belum tahu siapa namanya,
maka pertanyaan Kwe Ceng ini membuatnya bingung tak bisa menjawab.
“Jangan
kuatir. kita cari suatu tempat dulu untuk mengaso, habis itu baru kita pergi
mencarinya lagi,” sahut Oey Yong.
Sementara
itu fajar sudah menyingsing pemandangan sekitar jalan remang2 sudah kelihatan.
“Lukaku
tak berhalangan, marilah kita pergi mencarinya,” ujar Kwe Ceng.
“Anak
ini luar biasa cerdiknya, tak perlu kau kuatir baginya,” jawab Oey Yong
mengkerut kening.
Baru
berkata sampai di sini, se-konyong2 tertampak olehnya belakang tembok bobrok di
tepi jalan sana
bayangan orang berkelebat dengan cepat, hanya melongok terus mengkeret lagi.
Mana
bisa Oey Yong dikelabui, gerak tubuhnya pun cepat luar biasa, dengan gesit ia
melompat ke sana
terus menjambret siapa lagi dia kalau bukan si Yo Ko yang mereka bicarakan itu.
Meski
sudah konangan, bocah ini hanya tertawa haha-hihi saja.
“Kalian
baru sampai, bibi? Sudah lama aku me… menunggu di sini.”
Nampak
kelakuan anak muda ini, hati Oey Yong, merasa curiga, maka sekenanya ia
menjawab: “Ya,, marilah kau ikut berangkat!”
Yo
Ko ketawa terus ikut di belakang mereka.
“Kemana
kau telah pergi ?” tiba2 Kwe Hu bertanya.
“Aku
pergi mencari jangkerik, wah, senang sekali,” sahut Yo Ko.
“Apanya
yang menyenangkan ?” ujar Kwe Hu.
“Hm,
siapa bilang tidak menyenangkan ?” Yo Ko menjengek “Ada seekor jangkerik besar telah tarung
melawan tiga jengkerik kecil, kemudian datang pula dua jangkerik kecil lain
membantu kawannya, pertandingan menjadi lima
jangkerik kecil melawan satu jangkerik besar, Yang besar ini melompat kian
kemari, yang ini diselentik dengan kakinya, yang sana digigit mulutnya.”
Menutur
sampai disini, tiba2 Yo Ko berhenti, ia tidak melanjutkan lagi.
Dilain
pihak Kwe Hu rupanya menjadi ketarik oleh cerita itu hingga ia ternganga,
“Lalu, bagaimana ?” tanpa tertahan ia tanya ketika orang tidak melanjutkan
ceritanya.
“Tadi
kau bilang tidak menyenangkan, kenapa sekarang kau tanya?” sahut Yo Ko.
Jawaban
ini membuat Kwe Hu menjadi marah, segera ia berpaling ke jurusan lain dan tidak
gubris Yo Ko lagi.
Siapa
tahu hati mudanya Oey Yong ternyata belum hilang sama sekali, ketika mendengar
cerita Yo Ko itu, cukup tegang dan menarik, pula Yo Ko memang pandai bicara,
maka iapun tak tahan dan lantas tanya: “Coba terangkan pada bibi, akhirnya mana
yang menang?”
Yo
Ko ketawa oleh pertanyaan orang. Dengan gampang dan secara diplomatis ia
menjawab: “Pada saat yang sangat menarik itu, kalian keburu datang hingga semua
jangkerik itu lari.”
Melihat
lagak anak ini, Oey Yong tahu ia sengaja jual mahal, ia pikir anak ini memang
pandai dan banyak akal, dari kejadian kecil ini saja kelihatan hal ini.
Tengah
bicara, sementara mereka sudah sampai di suatu desa.
Meski
Kwe Ceng terluka dalam, tapi ia masih gagah dan bisa bergerak leluasa, maka ia
telah mohon bertemu dengan tuan rumah pada satu gedung besar.
Tuan
rumah itu ternyata sangat simpatik dan suka terima tamu, ketika mendengar ada
orang luka dan sakit, lekas ia perintahkan centingnya menyediakan kamar tamu.
Setelah
makan, kemudian Kwe Ceng duduk bersila di pembaringannya buat merawat lukanya.
Melihat
pernapasan sang suami teratur dan semangatnya segar, Oey Yong tahu sudah tiada
bahaya lagi. Waktu ia lepaskan baju luar dan diperiksa, ia lihat kutang lemas
berduri landak yang dia pakai di lapis dalam itu terobek sebagian persis di
atas pundaknya, sungguh sayang sekali dan terasa kaget pula, Kutang wasiat ini
adalah pusaka Tho-hoa-to yang menjadi pusaka ayahnya pula, benda ini sudah
beberapa kali telah menolong jiwanya dari ancaman maut, tak terduga hari ini
bisa terusak ditangan Auwyang Hong.
Sambil
duduk menjaga disamping suaminya, Oey Yong meng-ingat2 kelakuan Yo Ko sejak
bertemu, Entah mengapa, ia selalu merasa meski anak ini masih kecil usianya,
tetapi banyak sekali terdapat hal2 aneh pada diri anak itu yang sukar
dimengerti.
Teringat
olehnya pada waktu Bu Sam-thong terjungkal ke bawah oleh hantaman Auwyang Hong,
kalau tidak salah ia melihat Yo Ko berdiri menonton di sebelah samping,
kemudian ketika dirinya suami isteri bergebrak melawan Auwyang Hong, tertampak
juga Yo Ko masih berdiri di atas atap rumah, begitu juga pada waktu Kwe Ceng
dan Auwyang liong terjeblos ke bawah, bocah itupun masih berdiri di ttmpatnya.
Kenapa anak ini punya nyali begitu be-s,ir? Mengapa ia tidak takut ? Dan kenapa
Auwyang Hong pun tidak mencelakai dia?
Paling
akhir sesudah Kwe Ceng dan Auwyang Hong menderita luka, dalam keadaan ribut2
anak itu mendadak menghilang untuk kemudian muncul l?gi ditengah jalan.
Oey
Yong biasa berpikir secara teliti, ia pikir tidak perlu tanya dia sekarang,
asal seterusnya ge-rafc-geriknya diawasi saja.
Begitulah,
siang hari telah lalu, petangnya sesudah bersantap mereka lantas pergi mengaso
sendiri2.
Yo
Ko tidur sekamar dengan Kwa Tin-ok, sampai tengah malam, diam2 ia bangun, ia
membuka pintu kamar dan ngeluyur keluar. Waktu ia menoleh, ia lihat Kwa Tin-ok
sedang menggeros nyenyak.
Maka
dengan berindap-indap ia mendekati pagar tembok, ia panjat ke atas satu pohon,
dari sini ia melompat ke atas pagar tembok dan kemudian merosot turun keluar
dengan pelahan.
Mencium
bau manusia, dua ekor anjing di luar pagar itu menyalak, Tetapi Yo Ko sudah
siap sedia, dari bajunya dikeluarkan dua tulang daging yang dia sengaja simpan
pada siang harinya, dia lemparkan pada anjing-2 itu. Dapat tulang daging,
anjing2 itu lupa, akan manusianya dan segera berhenti menyalahi untuk gerogoti
tulang2 itu.
Setelah
pilih jurusannya, kemudian Yo Ko menuju ke arah barat-daya, setelah beberapa li
ia tem-puh, akhirnya sampailah dia pada sebuah kelenteng bobrok, ia dorong
pintu kelenteng itu dan masuk ke dalam.
“Ayah
!” demikian ia lantas memanggil.
Maka
terdengarlah suara sahutan yang berat dari dalam, yang ia kenali adalah suara
Auwyang Hong.
Girang
sekali Yo Ko, ia mendekatinya, ia lihat Auwyang Hong rebah di atas beberapa
kasuran bundar di depan patung pemujaan, keadaannya loyo dan napasnya lemah.
Kiranya
keadaan luka yang diderita Auwyang Hong serupa dengan Kwe Ceng, cuma Kwe Ceng
masih muda kuat, sebaliknya ia sudah lanjut usianya, dengan sendirinya daya
tahannya jauh kalah daripada Kwe Ceng.
“Makanlah
ini, ayah”, sementara Yo Ko berkata lagi sambil mengeluarkan beberapa bakpau
dan diserahkan pada Auwyang Hong.
Memangnya
Auwyang Hong sudah kelaparan sehari suntuk, ia hendak keluar, tapi kuatir
kepergok musuh, maka sepanjang hari ia terus sembunyi di dalam kelenteng bobrok
ini dengan kelaparan, kini sesudah beberapa bakpau ia jejalkan ke dalam
perutnya, segera semangatnya terbangkit kembali.
“Dimanakah
mereka berada kini ?” ia tanya.
Maka
berceritalah Yo Ko apa yang diketahuinya.
Ketika
Yo Ko bermalam di hotel bersama Kwe Ceng, tengah malam kembali Auwyang Hong
datang menjenguk padanya.
Tak
terduga malam itu Bu Sam-thong yang terluka oleh pukulan Li Bok chiu juga
kebetulan menginap di hotel yang sama. Oleh karena bekerjanya racun di tubuhnya
akibat pukulan Li Bok-chiu itu, semalam suntuk ia kelabakan tak bisa tidur,
ketika mendadak mendengar di atas rumah ada suara keresekan, Bu Sam-thong
menyangka Li Bok-chiu telah menyusul datang lagi, maka tanpa menghiraukan luka
yang sudah dideritanya segera ia lompat ke atas rumah untuk menghadapi musuh.
Di
luar dugaan, musuh baru itu tidak datang, sebaliknya yang dihadapi adalah musuh
kawakan. Dahulu Auwyang Hong hendak menghancurkan ilmu silat Toan Hong-ya untuk
itu pernah sengaja ia melukai Bu Sam-thong dengan pukulan yang berbisa.
Kini
demi berhadapan lagi, musuh yang sudah lama ditunggu ini membikin mata Bu
Sam-thong merah berapi, tanpa pikir lagi segera ia labrak maju.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar