Kamis, 08 November 2012

Sin Tiauw Hiap Lu 6



JILID 6

Begitulah wajahnya mengunjuk rasa bingung, maka terhadap serangan Oey Yong ia hanya menangkis saja tanpa batas menyerang, sedang dalam hati . ia sedang ingat2 nama yang diucapkan Kwe Ceng tadi, lapat2 ia merasa kata2 “Auwyang” seperti punya hubungan erat dengan dirinya.
Karena pertanyaan tadi, maka Kwe Ceng bermaksud akan menjelaskan namun betapa pintarnya Oey Yong, ketika melihat penyakit otak miring orang belum sembuh, lekas2 ia mencegah, Malahan ia sengaja berseru:
“Kau bernama Tio-Tji-Sun-Li, TJiu-Go-Tan-Ong !”
Auwyang Hong tampak terkejut dan semakin bingung.
“Apa ?” ia mengulangi “aku bernama Tio-Tji-Sun-Li dan Tjiu-Go-Tan-Ong ?”
“Ya, betul, namamu Pang-The-Tju-Wi dan Tjio-Sim-Ham-Yang,” sahut Oey Yong mengacau.
Apa yang- diucapkan Oey Yong itu semuanya adalah She atau nama keluarga umum. Dasar pikiran Auwyang Hong memang belum waras, kini sekaligus Oey Yong melontarkan balasan she yang dikatakan adalah namanya, keruan pikiran Auwyang Hong menjadi semakin ruwet dan tambah butek otaknya.
Berlainan sekali dengan sang isteri, Kwe Ceng adalah orang yang baik budi dan jujur, ia menjadi kasihan melihat keadaan Auwyang Hong- yang hilang ingatan dan linglung itu,
“Sudahlah, lekaslah kau pergi saja, selanjutnya paling” baik kita jangan bertemu lagi untuk selama-nya,” katanya kemudian.
“He, siapa kau dan siapa aku ?” demikian Auwyang Hong masih bertanya.
“Kau adalah Si Racun tua yang telah membinasakan lima saudaraku !” mendadak suatu suara bentakan menjawabnya dari belakang.
Belum lenyap suara bentakan itu atau sebuah tingkat besi telah menyambar pula, itu adalah senjatanya Hui-thian-pian-hok Kwa Tin-ok.
Tetapi pada saat itu juga terdengar pula seruan Kwe Ceng: “Awas, Suhu !”
Namun sudah terlambat, kemplangan tongkat Kwa Tin-ok itu dengan tepat kena di punggung Auwyang Hong, tetapi yang terdengar hanya “buk” se-kali, tahu2 tongkat malah membal balik, saking keras tenaga menbalnya hingga Tin-ok tak tahan memegangnya, maka baik tongkatnya maupun orangnya sama terperosot jatuh dari wuwungan rumah.
Luar biasa kerasnya hantaman tadi, pula tongkat itu mempunyai bobot beberapa puluh kati, ditambah lagi goncangan membalik, maka tongkat itu telah menyusup masuk ke bawah untuk kemudian dengan tepat menghantam di atas ranjang tamu hotel,
Tamu itu sebenarnya lagi terombang-ambing di sorga impiannya, siapa tahu ketiban malang mendadak, sial baginya, tulang kakinya tertindih patah oleh tongkat yang tidak ringan itu, saking sakitnya ia men-jerit2 minta tolong !
Dalam pada itu Kwe Ceng tahu meski gurunya terbanting jatuh ke bawah tentu tidak bakal berhalangan, ia hanya kuatir kalau kesempatan itu digunakan Auwyang Hong untuk menguber dan menghantam, maka kejadiannya pasti akan luar biasa he-batnya, karenanya, tidak pikir lagi segera ia berteriak: “Awas pukulan !”
Berbareng itu tangan kanan ia putar sekali terus didorong lurus ke depan, ini adalah satu diantara tipu pukulan Hang-liong-sip-pat-ciang yang disebut “Kong-liong-yu-hwe” atau Naga pembawa sesal, ilmu pukulan “Hang-liong-sip-pat-ciang” (delapan belas jurus ilmu pukulan penakluk naga) ini adalah ajaran guru Kwe Ceng yang lain, yakni Pak-kay Ang Tjhit-kong, itu pemimpin besar dari Kay-pang atau persatuan kaum jembel.
Selama ini tipu pukulan “Kong-liong-yu-hwe” ini dia latih dengan giat, apalagi ditambah kegiatan latihan selama belasan tahun ini, maka tekanan pukulan ini boleh dikata sudah sampai di” puncak yang paling sempurna.
Pada mula2 dia dorong ke depan tampaknya seperti seenaknya saja dan enteng sekali, tetapi bila ketemukan tenaga rintangan, maka dalam sekejap saja he-runtun2 bisa bertambah dengan tiga belas tenaga susulan yang satu lebih kuat dari pada yang lain secara ber-tumpuk2, sungguh tiada sesuatu yang tak bisa dihancurkan dan tiada lawan yang tak bisa dirobohkan.
Puncak kesempurnaan tipu pukulannya ini dipelajari dan diketemukan dia dari dalam kitab ilmu silat Kiu-im-cin-keng, suatu kitab yang selamanya dibuat sasaran perebutan diantara lima tokoh tersebut di atas, sekalipun Ang Tjhit-kong dahulu, kalau cuma tipu pukulan “Kong-liong-yu-hwe” ini saja juga tidak selihay seperti Kwe Ceng sekarang ini.
Dalam pada itu baru saja Auwyang Hong berhasil bikin terpental Kwa Tin-ok, segera terasa olehnya ada samberan angin yang datang dari muka, meski tenaga samberan angin itu tak begitu kerns, tetapi pernapasannya toh sesak hingga susah bernapas sebagai seorang jago kelas satu, ia tahu keadaan berbahaya, maka lekas2 ia sedikit berjongkok, menyusul kedua tangannya dia dorong ke depan sambil mulutnya mengeluarkan suara “kok”, ini adalah ilmu “Ha-mo-kang”, ilmu weduk kodok yang menjadi kebanggaan seumur hidupnya.
Oleh karena itu, saling beradunya tiga telapak tangan tak bisa dihindarkan lagi, namun tubuh kedua orang hanya sama2 tergetar saja dan tidak sampai ada yang terguling.
Tetapi Kwe Ceng tidak berhenti sampai di situ saja, dengan cepat ia tambahi tenaga pukulannya yang susu)-menyusul dan satu lebih kuat dari pada yang lain seperti gelombang ombak yang ber-gulung2 kepantai.
Sebaliknya dari mulut Auwyang Hong pun tiada hentinya terdengar suara “kok-kok-kok” yang keras, tubuhnya kelihatan ber-goyang2, agaknya setiap saat bisa terbanting roboh oleh daya tekanan Kwe Ceng.
Tapi sungguh aneh, semakin kuat dan semakin bertambah daya tekanan tenaga pukulan Kwe Ceng, maka tenaga tangkisannya yang membalik dari Auwyang Hong juga ikut bertambah menurut kebutuhan.
Sudah ada belasan tahun mereka berdua ini tidak ukur tenaga, kini bertemu kembali didaerah Kanglam, dengan sendirinya masing2 ingin bisa menjajal sampai di mana kemajuan pihak lain.
Dahulu ketika Hoa-san-lun-kiam atau pertandingan silat di Hoa-san tatkala itu Kwe Ceng masih bukan tandingan Auwyang Hong, tetapi sesudah sekian lama, berpisah dan kemajuannya yang pesat, ilmu silat Kwe Ceng boleh dikatakan telah sampai tarap yang paling masak, Namun demikian Auwyang Hong yang berlatih ilmu dari kitab “Kiu-im-cin-keng” secara terbalik (peristiwa diakali Ang Tjhit-kong hingga Auwyang Hong tertipu dan mempelajari Kiu-im cin-keng secara terbalik kelak akan diceritakan), dengan sendirinya juga ada kemajuan tertentu, yang satu betul dan yang lain terbalik, akhirnya tetap yang betul menangkan yang terbalik, maka dengan saling labraknya sekarang, Kwe Ceng sudah bisa melawan orang dengan sama kuat.
Supaya tahu bahwa atap rumah di daerah utara jauh berlainan dengan daerah selatan, Oleh karena harus menahan salju di musim dingin, maka atap rumah daerah utara dibuat dengan sangat kuat dan kokoh, tetapi di daerah aliran sungai Hoay karena genteng yang disusun secara tindih-menindih, maka atap yang genteng tetapi praktis.
Auwyang Hong saling ukur tenaga, mereka harus salurkan tenaga pada kedua kaki agar bisa berdiri dengan kokoh. Diluar dugaan, selang beberapa lama terdengarlah suara “kreyat-kreyot” di bawah kaki mereka, menyusul mana terdengar pula suara “kraaak” yang keras secara tiba2, tahu2 beberapa usuk rumah telah patah hingga anjlok ke bawah, atap rumah itu berlubang hingga kedua orang yang saling adu tenaga itu sama2 kejeblos ke bawah.
Oey Yong kaget sekali oleh kejadian ini, lekas2 ia menyusul turun melalui lubang atap rumah itu, namun segera terlihat olehnya kedua orang itu masih tetap tangan beradu tangan, sedang kaki mereka menginjak pada beberapa usuk yang patah tadi, sebalik-!!”v usuk2 itu justru menindih di atas badan seorang tamu hotel penghuni kamar yang ketiban malapetaka itu.
Mungkin saking kaget dan saking sakitnya oleh “rejeki tiban” itu, tamu hotel yang sial itu telah jatuh pingsan.
Buat Kwe Ceng sebenarnya tidak sampai hati bikin celaka orang lain yang tak berdosa, tetapi Auwyang Hong tidak pusingkan mati hidup orang lain, Kekuatan mereka sebenarnya seimbang, tetapi kini Kwe Ceng harus pikirkan orang yang ketindih itu dan tak tega tambahi tenaga injakannya sehingga tenaga yang saling adu itu tidak mendapatkan tempat sandaran yang kuat, maka lambat laun ia mulai terdesak di bawah angin.
Melihat tubuh sang suami rada mendoyong ke belakang, meski hanya mundur sedikit saja, Oey Yong sudah tahu Kwe Ceng bakal kecundang.
“He, Thio-sam-Li-si, Tio-ngo-Ong-liok, awas pukulan!” demikian ia lantas berteriak Menyusul tampaknya ia ayun sebelah tangannya menabok ke pundak Auwyang Hong.
Meski tampaknya sangat enteng pukulannya ini, tetapi justru adalah pukulan lihay dari ilmu pukulan “Lok-eng-cio-hoat”. Bila sampai kena digebuk, maka tenaga pukulannya akan terus meresap sampai kebagian dalam tubuh, sekalipun jago silat kelas berat seperti Auwyang liong pasti juga akan terluka parah.
Akan tetapi Auwyang Hong bukan Se-tok kalau dia gampang dipukul. Semula ia memang terkejut sejenak ketika mendengar orang menyebut namanya yang aneh dan tak keruan itu, tetapi demi mendadak nampak pukulan orang tiba, secepat kilat ia dorong tangannya sekuat tenaganva, ia desak tenaga tangan Kwe Ceng dahulu, habis ini ia putar tangannya dan berhasil mencengkeram pundak Oey Yong, ia kumpul tenaga dalam pada ujung jarinya untuk merobek kulit daging lawan.
Cengkeraman maut ini sekaligus telah bikin tiga orang terkejut berbareng, Yakni Auwyang Hong, Kwe Ceng dan Oey Yong.
Auwyang Hong segera merasakan ujung jarinya tidak kepalang sakitnya, kiranya ia telah kena menjambret pada duri lancip “kutang berduri landak” yang dipakai Oey Yong dibagian dalam. Tetapi karena luar biasa kuat tenaga jarinya, dengan sekali jambret tak kurang duri landak yang terbuat dari anyaman benang emas dan tak mempan senjata itu kena terobek sepotong.
Pada waktu itu juga tenaga pukulan Kwe Ceng sudah mendatang lagi setelah didorong oleh Auwyang Hong tadi, dengan sendirinya Auwyang Hong kembali menyambut dengan telapak tangannya, maka terdengarlah suara “plak” yang keras, kedua orang sama2 mundur dengan cepat, menyusul tertampaklah debu pasir berhamburan, dinding roboh dan rumah ambruk.
Kiranya beradunya tangan kedua orang tadi benar2 keras lawan keras dengan sepenuh tenaga sehingga kedua pihak sania2 tersentak mundur, tetapi mundurnya mereka telah membobol dinding tembok sampai keluar, sebab itulah setengah dari atap rumah itu telah ambruk dan menerbitkan suara gemuruh.
Oey Yong sendiri yang pundaknya kena dijambret meski belum sampai terluka, namun tidak urung iapun terkejut sekali, dalam seribu kerepotannya syukur ia masih sempat melayang keluar dari rumah yang roboh separoh itu.
Setibanya di luar, terlihat olehnya jarak antara Auwyang Hong dan Kwe Ceng tidak lebih hanya setengah tombak saja, mereka sama2 berdiri tegak tanpa bergerak, terang mereka sudah terluka dalam semua.
Oey Yong tak pikirkan untuk menyerang musuh lagi lebih dulu ia mendekati sang suami untuk melindunginya. Dalam pada itu ia lihat kedua orang ini sama2 pejamkan mata sedang menjalankan pernapasan: lalu terdengar suara batuk dua kali, tanpa berjanji kedua orang itu sama muntahkan darah segar berbareng.
“Haha, sungguh hebat, sungguh hebat!” teriak Auwyang Hong tiba2. Habis ini, disertai gelak-ketawa yang keras memanjang, ia lantas bertindak pergi dan sekejap saja sudah menghilang tanpa bekas.
Sementara itu berhubung terjadinya onar ini dan karena tetamu yang ketimpa malang tadi, di dalam hotel menjadi geger dan ribut.
Oey Yong tahu tempat ini tak bisa ditinggali terus, maka ia lantas gendong Kwe Hu, lalu kepada Tin-ok ia berkata: “Suhu, harap kau payang engkoh Ceng, marilah kita berangkat saja!”
Sesudah tak lama mereka berialan, tiba2 Oey Yong teringat pada Yo Ko, ia tidak tahu anak ini telah kabur kemana, karena kuatirkan luka yang diderita suaminya, urusan2 lain terpaka dikesampingkannya dahulu.
Pikiran Kwe Ceng pun cukup terang, lantaran pernapasannya kena tekanan tenaga pukulan Auwyang Hong, maka ia merasa sesak dan susah buat buka mulut, Setelah atur napas dengan menggemblok di atas pundak Kwa Tin-ok, sesudah jalan tujuh atau delapan li akhirnya semua urat nadinya berjalan lancar kembali.
“Sudah baik, Suhu,” katanya kemudian.
“Sudah tiada apa2?” tanya Kwa Tin-ok sambil melepaskannya.
“Ya, tidak apa2,” sahut Kwe Ceng, “Sungguh lihay sekali!”
Dalam pada itu terlihat puterinya yang semalam suntuk tak tidur, mungkin saking letihnya kini sedang tertidur nyenyak di atas pundak sang ibu, hatinya menjadi terkesiap dan ingat sesuatu.
“He, di manakah Ko-ji?” ia tanya cepat.
Meski Kwa Tin-ok mengerti adanya anak muda itu, tapi dia belum tahu siapa namanya, maka pertanyaan Kwe Ceng ini membuatnya bingung tak bisa menjawab.
“Jangan kuatir. kita cari suatu tempat dulu untuk mengaso, habis itu baru kita pergi mencarinya lagi,” sahut Oey Yong.
Sementara itu fajar sudah menyingsing pemandangan sekitar jalan remang2 sudah kelihatan.
“Lukaku tak berhalangan, marilah kita pergi mencarinya,” ujar Kwe Ceng.
“Anak ini luar biasa cerdiknya, tak perlu kau kuatir baginya,” jawab Oey Yong mengkerut kening.
Baru berkata sampai di sini, se-konyong2 tertampak olehnya belakang tembok bobrok di tepi jalan sana bayangan orang berkelebat dengan cepat, hanya melongok terus mengkeret lagi.
Mana bisa Oey Yong dikelabui, gerak tubuhnya pun cepat luar biasa, dengan gesit ia melompat ke sana terus menjambret siapa lagi dia kalau bukan si Yo Ko yang mereka bicarakan itu.
Meski sudah konangan, bocah ini hanya tertawa haha-hihi saja.
“Kalian baru sampai, bibi? Sudah lama aku me… menunggu di sini.”
Nampak kelakuan anak muda ini, hati Oey Yong, merasa curiga, maka sekenanya ia menjawab: “Ya,, marilah kau ikut berangkat!”
Yo Ko ketawa terus ikut di belakang mereka.
“Kemana kau telah pergi ?” tiba2 Kwe Hu bertanya.
“Aku pergi mencari jangkerik, wah, senang sekali,” sahut Yo Ko.
“Apanya yang menyenangkan ?” ujar Kwe Hu.
“Hm, siapa bilang tidak menyenangkan ?” Yo Ko menjengek “Ada seekor jangkerik besar telah tarung melawan tiga jengkerik kecil, kemudian datang pula dua jangkerik kecil lain membantu kawannya, pertandingan menjadi lima jangkerik kecil melawan satu jangkerik besar, Yang besar ini melompat kian kemari, yang ini diselentik dengan kakinya, yang sana digigit mulutnya.”
Menutur sampai disini, tiba2 Yo Ko berhenti, ia tidak melanjutkan lagi.
Dilain pihak Kwe Hu rupanya menjadi ketarik oleh cerita itu hingga ia ternganga, “Lalu, bagaimana ?” tanpa tertahan ia tanya ketika orang tidak melanjutkan ceritanya.
“Tadi kau bilang tidak menyenangkan, kenapa sekarang kau tanya?” sahut Yo Ko.
Jawaban ini membuat Kwe Hu menjadi marah, segera ia berpaling ke jurusan lain dan tidak gubris Yo Ko lagi.
Siapa tahu hati mudanya Oey Yong ternyata belum hilang sama sekali, ketika mendengar cerita Yo Ko itu, cukup tegang dan menarik, pula Yo Ko memang pandai bicara, maka iapun tak tahan dan lantas tanya: “Coba terangkan pada bibi, akhirnya mana yang menang?”
Yo Ko ketawa oleh pertanyaan orang. Dengan gampang dan secara diplomatis ia menjawab: “Pada saat yang sangat menarik itu, kalian keburu datang hingga semua jangkerik itu lari.”
Melihat lagak anak ini, Oey Yong tahu ia sengaja jual mahal, ia pikir anak ini memang pandai dan banyak akal, dari kejadian kecil ini saja kelihatan hal ini.
Tengah bicara, sementara mereka sudah sampai di suatu desa.
Meski Kwe Ceng terluka dalam, tapi ia masih gagah dan bisa bergerak leluasa, maka ia telah mohon bertemu dengan tuan rumah pada satu gedung besar.
Tuan rumah itu ternyata sangat simpatik dan suka terima tamu, ketika mendengar ada orang luka dan sakit, lekas ia perintahkan centingnya menyediakan kamar tamu.
Setelah makan, kemudian Kwe Ceng duduk bersila di pembaringannya buat merawat lukanya.
Melihat pernapasan sang suami teratur dan semangatnya segar, Oey Yong tahu sudah tiada bahaya lagi. Waktu ia lepaskan baju luar dan diperiksa, ia lihat kutang lemas berduri landak yang dia pakai di lapis dalam itu terobek sebagian persis di atas pundaknya, sungguh sayang sekali dan terasa kaget pula, Kutang wasiat ini adalah pusaka Tho-hoa-to yang menjadi pusaka ayahnya pula, benda ini sudah beberapa kali telah menolong jiwanya dari ancaman maut, tak terduga hari ini bisa terusak ditangan Auwyang Hong.
Sambil duduk menjaga disamping suaminya, Oey Yong meng-ingat2 kelakuan Yo Ko sejak bertemu, Entah mengapa, ia selalu merasa meski anak ini masih kecil usianya, tetapi banyak sekali terdapat hal2 aneh pada diri anak itu yang sukar dimengerti.
Teringat olehnya pada waktu Bu Sam-thong terjungkal ke bawah oleh hantaman Auwyang Hong, kalau tidak salah ia melihat Yo Ko berdiri menonton di sebelah samping, kemudian ketika dirinya suami isteri bergebrak melawan Auwyang Hong, tertampak juga Yo Ko masih berdiri di atas atap rumah, begitu juga pada waktu Kwe Ceng dan Auwyang liong terjeblos ke bawah, bocah itupun masih berdiri di ttmpatnya. Kenapa anak ini punya nyali begitu be-s,ir? Mengapa ia tidak takut ? Dan kenapa Auwyang Hong pun tidak mencelakai dia?
Paling akhir sesudah Kwe Ceng dan Auwyang Hong menderita luka, dalam keadaan ribut2 anak itu mendadak menghilang untuk kemudian muncul l?gi ditengah jalan.
Oey Yong biasa berpikir secara teliti, ia pikir tidak perlu tanya dia sekarang, asal seterusnya ge-rafc-geriknya diawasi saja.
Begitulah, siang hari telah lalu, petangnya sesudah bersantap mereka lantas pergi mengaso sendiri2.
Yo Ko tidur sekamar dengan Kwa Tin-ok, sampai tengah malam, diam2 ia bangun, ia membuka pintu kamar dan ngeluyur keluar. Waktu ia menoleh, ia lihat Kwa Tin-ok sedang menggeros nyenyak.
Maka dengan berindap-indap ia mendekati pagar tembok, ia panjat ke atas satu pohon, dari sini ia melompat ke atas pagar tembok dan kemudian merosot turun keluar dengan pelahan.
Mencium bau manusia, dua ekor anjing di luar pagar itu menyalak, Tetapi Yo Ko sudah siap sedia, dari bajunya dikeluarkan dua tulang daging yang dia sengaja simpan pada siang harinya, dia lemparkan pada anjing-2 itu. Dapat tulang daging, anjing2 itu lupa, akan manusianya dan segera berhenti menyalahi untuk gerogoti tulang2 itu.
Setelah pilih jurusannya, kemudian Yo Ko menuju ke arah barat-daya, setelah beberapa li ia tem-puh, akhirnya sampailah dia pada sebuah kelenteng bobrok, ia dorong pintu kelenteng itu dan masuk ke dalam.
“Ayah !” demikian ia lantas memanggil.
Maka terdengarlah suara sahutan yang berat dari dalam, yang ia kenali adalah suara Auwyang Hong.
Girang sekali Yo Ko, ia mendekatinya, ia lihat Auwyang Hong rebah di atas beberapa kasuran bundar di depan patung pemujaan, keadaannya loyo dan napasnya lemah.
Kiranya keadaan luka yang diderita Auwyang Hong serupa dengan Kwe Ceng, cuma Kwe Ceng masih muda kuat, sebaliknya ia sudah lanjut usianya, dengan sendirinya daya tahannya jauh kalah daripada Kwe Ceng.
“Makanlah ini, ayah”, sementara Yo Ko berkata lagi sambil mengeluarkan beberapa bakpau dan diserahkan pada Auwyang Hong.
Memangnya Auwyang Hong sudah kelaparan sehari suntuk, ia hendak keluar, tapi kuatir kepergok musuh, maka sepanjang hari ia terus sembunyi di dalam kelenteng bobrok ini dengan kelaparan, kini sesudah beberapa bakpau ia jejalkan ke dalam perutnya, segera semangatnya terbangkit kembali.
“Dimanakah mereka berada kini ?” ia tanya.
Maka berceritalah Yo Ko apa yang diketahuinya.
Ketika Yo Ko bermalam di hotel bersama Kwe Ceng, tengah malam kembali Auwyang Hong datang menjenguk padanya.
Tak terduga malam itu Bu Sam-thong yang terluka oleh pukulan Li Bok chiu juga kebetulan menginap di hotel yang sama. Oleh karena bekerjanya racun di tubuhnya akibat pukulan Li Bok-chiu itu, semalam suntuk ia kelabakan tak bisa tidur, ketika mendadak mendengar di atas rumah ada suara keresekan, Bu Sam-thong menyangka Li Bok-chiu telah menyusul datang lagi, maka tanpa menghiraukan luka yang sudah dideritanya segera ia lompat ke atas rumah untuk menghadapi musuh.
Di luar dugaan, musuh baru itu tidak datang, sebaliknya yang dihadapi adalah musuh kawakan. Dahulu Auwyang Hong hendak menghancurkan ilmu silat Toan Hong-ya untuk itu pernah sengaja ia melukai Bu Sam-thong dengan pukulan yang berbisa.
Kini demi berhadapan lagi, musuh yang sudah lama ditunggu ini membikin mata Bu Sam-thong merah berapi, tanpa pikir lagi segera ia labrak maju.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar