Rabu, 17 Oktober 2012

LAPSUS BAHASA ALAY: Bahasa Kita Sekarang Wow Gitu?

Aquwh p3NgenD beUud n0Nt0n c4m4 qmuh. t4p1 94x b0l3h c4m4 p42h aquwh. 61m4n4h eaa?! T4pi quwh t3t3p c3mungudh k0k.

Jangan bingung membaca kalimat di atas. Kalimat kreasi itu juga disebut bahasa Alay. Bergaul di dunia alay syaratnya adalah tidak bingung dan kreatif.

Jika masih “tersesat” juga membaca kalimat di atas, bunyi lengkapnya adalah “aku pengen banget nonton sama kamu. Tapi gak boleh sama papa aku, gimana ya?! Tapi aku tetep semangat kok”. 

Bahasa dengan paduan huruf, angka dan modifikasi bunyi itu kerap digunakan remaja sekarang. Rata-rata penggunanya adalah anak sekolah menengah pertama (SMP), sekolah menengah atas (SMA) dan kadang anak kuliahan. Mereka menyebutnya bahasa Alay, kependekan dari anak lebay (berlebihan). 

Bagi sebagian besar remaja, terutama di kalangan SMP, penggunaan bahasa gaul ini seperti semacam ukuran modernitas. “Yang bingung atau tidak mengerti biasanya di bilang ketinggalan zaman,” ujar Adifa, siswi kelas II SMPN 2 Jogja pekan lalu. 

Adifa dan teman satu kelasnya Anisa, selalu menggunakan bahasa gaul itu ketika mengirimkan pesan pendek via ponsel (SMS). Dua sahabat ini mengaku berbeda dalam menerapkan bahasa Alay. 

Adifa tampak lebih mengusai singkatan bahasa Alay. Sementara Anisa mengaku lebih memilih singkatan yang tidak terlalu membingungkan seperti “kamu” disingkat menjadi “qm” atau “km”, “aku” disingkat “aq”.

Penggunaan bahasa Alay yang kerap digunakan Adifa seperti maaf menjadi 5F, tempat menjadi T4 dan selalu menjadi XLalu.

Di awal mengetik SMS, saya juga biasa mendahuluinya dengan titik spasi titik spasi baru pesan dituliskan,” ungkap Difa.

Mereka berdua sama-sama tidak tahu siapa awalnya yang menyebarkan bahasa gaul itu. Anisa mengatakan kini ia menggunakan bahasa Alay untuk berkomunikasi dengan orangtuanya. Belakangan, orangtua Anisa juga tahu sendiri tentang singkatan-singkatan alay itu. 

Di kalangan remaja SMA, bahasa gaul ini mulai jarang digunakan. Sebagian siswa menolak penggunaan karena dianggap berlebihan. “Kalau saya menghindari, berlebihan itu bahasa Alay. Kalau menyingkat biar ringkas ya yang wajar-wajar saja,” ujar Yusuf, siswa kelas XI SMAN 10 Jogja pekan lalu. 

Berbeda dengan Radityo teman satu kelas Yusuf, ia masih menggunakan bahasa Alay untuk menyingkat pesan (SMS), salah satunya mengganti kata sempat menjadi Sm4. Saat SMP dulu diakuinya menggunakan bahasa Alay lebih sering. “SMP itu memang paling sering, namun lama-lama berkurang sendiri kadarnya. Ya salah satunya ada yang meledek itu,” ujarnya.

Sementara Iffah Sabrina, 19, Mahasiswa Komunikasi UPN Veteran, mengaku bahasa Alay kerap digunakannya saat duduk di bangku SMP. Tapi saat SMA, sudah jarang sekali menggunakannya karena banyak yang mencibirnya. Sehingga, ketika kuliah sudah lupa dengan sendirinya. Hanya beberapa bahasa Alay masih digunakannya untuk meringkas pesan, seperti “aku” disingkat menjadi “aq”.

Kalau dulu kan bukan main,bahkan ada yang tidak menggunakan spasi. Misalnya untuk menulis ‘maaf baru bales’ diketik ‘maafBaruBales’. Waktu itu saya mengikuti karena terlihat lucu aja,” katanya tersenyum. 

Kesepakatan Bersama

Bicara soal bahasa gaul, di Jogja era 1980-1990an begitu populer dengan bahasa plesetan, bahasa walikan dan bahasa dengan imbuhan “in” di tengah kata. Bagi seniman dan pembawa acara (Master of Ceremony/MC) kawakan, R. Bambang Wahyu Nirbito atau yang tenar dengan Bambang Gundul, bahasa gaul muncul karena kesepakatan dan juga kebutuhan komunitas. 

Ia menuturkan jika pada tahun 1980-an, di Jogja bahasa preman menjadi tren, kemudian muncul bahasa-bahasa nonformal lain seperti bahasa plesetan dan bahasa walikan yang berasal dari aksara Jawa.

Bambang mengaku tak semua bahasa gaul bisa dipelajari dengan rumus. Jika bahasa walikan aksara Jawa bisa cukup mudah dipelajari karena rumusnya mudah yakni baris pertama ditukar dengan baris ketiga dalam aksara Jawa serta baris kedua ditukar dengan baris keempat, ada beberapa bahasa gaul yang muncul murni karena kesepakatan.
Beberapa bahasa nonformal yang dipakai seringkali merupakan kode atau simbol komunitas tertentu. Pengalamannya saat mendekam di LP Wirogunan misalnya, ia bertemu dengan beberapa tahanan dan narapidana yang saling berkomunikasi menggunakan bahasa dahuri (bahasa maling).

“Jadi, kalau suatu saat ketemu orang yang pakai bahasa dahuri ya saya bisa tahu. Misal, di pasar ada orang bilang kenthus, artinya kita harus hati-hati jaga dompet dan tas, kode copet itu,” ujar pria yang memulai karier sebagai MC sejak 1980-an ini pekan lalu.

Bambang mengaku untuk bahasa semacam itu sebenarnya bisa dengan mudah dikuasai jika sering dipraktikan dalam komunitas. Maka, tak heran jika acapkali bahasa gaul pun punya masa tersendiri di masing-masing periode. “Tergantung, kalau kembali dipopulerkan lagi oleh masyarakat atau dibawa kembali oleh public figur, ya bakal nge-pop lagi,” ujarnya.

Ia memisalkan bahasa plesetan sebenarnya sudah ada sejak ia masih kecil, lalu kemudian populer kembali karena banyak dipakai pelaku seni. Namun, apapun itu, menurutnya bahasa gaul muncul karena kebutuhan dan kesepakatan. Tapi tidak berarti harus dikuasai.
Baginya, menggunakan bahasa harus tetap disesuaikan dengan konteks, berkomunikasi dengan siapa atau dalam situasi apa. Menurutnya, bahasa baku tetap wajib menjadi bahasa utama karena berpengaruh pada perilaku anak-anak ketika nanti ia dewasa. “Yang saya sayangkan sekarang, banyak anak muda yang tak lagi tepat menggunakan bahasa dalam komunikasi. Boleh saja pakai bahasa gaul, tapi harus dipertimbangkan konteksnya,” tegasnya. 

Tidak Mengancam

Kepala Balai Bahasa Jogja, Tirto Suwondo, pekan lalu mengatakan kehidupan manusia terus mengalami perubahan tak terkecuali budaya yang akhirnya mempengaruhi penggunaan bahasa. 

Geliat bahasa gaul di kalangan remaja memang cenderung masif tetapi tidak akan mengancam kedudukan bahasa Indonesia atau bahasa Jawa. “Karena itu dari masa ke masa muncul bahasa baru, seperti bahasa gaul, prokem dan yang terbaru saat ini bahasa Alay,” jelasnya saat ditemui di ruang kerjanya Kamis (20/9).

Menurutnya bahasa gaul ini bersifat temporer alias hanya bertahan saat sedang tren dan cenderung ditinggalkan ketika muncul bahasa baru lain. Sebaliknya, lanjut Tirto, bahasa gaul ini juga diperlukan. Setidaknya dalam situasi tidak resmi. Konteks ini disebutnya sama saja dengan ragam bahasa.

Dua kata yang dapat saya katakan baik dan benar sesuai ragam atau sesuai kaidah dan situasi. Tidak mungkin bahasa dengan struktur lengkap yang diajarkan di sekolah dipakai saat berkomunikasi di pasar,” jelasnya.

Bahkan dengan mempergunakan bahasa gaul, secara tidak langsung kreativitas anak akan terasah. Pasalnya anak-anak muda ini berusaha menciptakan istilah terbaru dengan cara mereka sendiri. Baik agar terdengar lebih menarik atau lebih praktis karena disingkat.

Di sisi lain, penggunaan bahasa ini juga tidak akan mempengaruhi bakat atau kemampuan anak. Baik dalam kemampuan berkomunikasi ataupun menulis. Contoh termudah, kata dia, generasi muda saat ini justru berlomba-lomba menulis cerita pendek atau cerita panjang seperti chicklit atau teenlit. “Tulisan mereka memakai bahasa gaul terkini. Ini membuktikan jika bahasa gaul tidak mempengaruhi kreativitas atau kemampuan mereka,” jelasnya.

Pernyataan yang sama juga disampaikan dosen yang mengkaji sosiolinguistik di jurusan Pendidikan Bahasa Jawa, Fakultas Bahasa dan Seni (FBS) UNY, Endang Nurhayati. Menurutnya bahasa gaul ini hanya bersifat sementara dan dipakai di kalangan tertentu. “Tidak akan mengancam apapun. Karena hanya digunakan sesama anak muda dengan kelompoknya. Tidak sembarangan menggunakan. Bisa dikatakan untuk saling mengakrabkan saja” ujarnya ketika ditemui di kantor jurusan, Jumat (21/9).

Dari sifat tersebut, ia juga menilai bahasa gaul juga tidak akan menggeser norma apapun. Pasalnya si pengguna juga tahu batas dan waktu, kapan dan di mana dapat mempergunakan bahasa tersebut. “Mereka hanya memakai saat bertemu teman. Sampai di rumah, kalau terbiasa memakai bahasa Jawa krama, mereka akan tetap mempergunakan bahasa krama serta bersikap seperti unggah-ungguh yang diajarkan selama ini,” katanya.
Maka jika tergantung penggunanya, soal bahasa gaul ini, tampaknya bisa diwakili dengan satu kalimat gaul yang kerap diucapkan remaja sekarang, “terus kita harus bilang wow gitu?”

1 komentar:

  1. ASSALAMU ALAIKUM WR-WB KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMAH KASIH ATAS BANTUAN AKI,RUSLAN KARNA NOMOR GHOIB/RITUAL JITU YANG AKI,BERIKAN 4D (8301) BENAR BENAR TEMBUS 100% DAN SAYA MEMENANGKAN 380 JUTA ALHAMDULILLAH, SAYA BISA MEMBELI RUMAH DAN MOBIL WALAUPUN SAYA CUMA PNS GOLONGAN 1B.INI ADALAH KISAH NYATA DARI SAYA.JIKA ANDA PENUH KEPERCAYAAN DAN KEYAKINAN SILAHKAN ANDA HUBUNGI LANGSUNG AKI, RUSLAN SALEH KARENA APAPUN KEADAAN ANDA JANGAN PERNAH BERPUTUS ASAH KALAU SUDAH WAKTUNYA TUHAN PASTI KASIH JALAN.

    JIKA ANDA BUTUH ANGKA RITUAL 2D 3D 4D DI JAMIN 100% JEBOL ATAU PUNYA MUSTIKA GHAIB INGIN DIPAKAI MENARIK UANG BILAH BERMINAT HUB KI RUSLAN SALEH DI NMR (_+_6_2_8_1_2_4_3_4_7_7_4_5_5_) ATAU KUNJUNGI WEPSITE (KLIK)www.penarikan-uang-ghaib.webs.com SAYA SUDAH BUKTIKAN 3X THNKS ROOMX SOBAT
    ★ ★ ★ ★ ★ ★ ★ ★ ★
    ╔══╗═════╔╗═════
    ╚╗╔╬═╦═╦═╣╠╦╦╦╦╗
    ═║║║╩╣║║╬║═╣║║║║
    ═╚╝╚═╩╩╬╗╠╩╬╗╠═╝
    ═══════╚═╝═╚═╝══
    ★ ★ ★ ★ ★ ★ ★ ★ ★

    BalasHapus