Bab 22. Pertempuran Dahsyat
Wanita ini tertawa, hingga tubuhnya
menggetar, sedang tangan kanannya mengerahkan tenaganya. Kwee ceng merasakan
tenggorokannya tercekik keras sekali. Di saat mati atau hidup itu, ia pegang
tangan si wanita, untuk dipaksa melepaskan cekikannya. Ia telah mendapatkan
pelajaran dari Ma Giok, ia sudah menyakinkannya beberapa tahun, tenaga dalamnya
telah cukup kuat, sedang juga, ia dapat tenaga akibat darah ular yang ia sedot.
Pengejarannya Nio Cu Ong dan pertempurannya sama Wanyen Kang membuatnya tenaga
obat menguatkan tubuhnya. Maka juga, ia berontak dengan berhasil.
Bwee
Tiauw Hong terperanjat. “Tidak jelek kepandaiannya bocah ini!” pikirnya. Dia lantas
menjambak pula, sampai tiga kali.
Kwee
Ceng selalu berkelit dengan berhasil.
Panas
hatinya Tiauw Hong, dia berseru panjang, tangannya menyambar ke batok kepala.
Itu dia pukulannya yang berbahaya, pukulan Cwi-sim-ciang.
Kwee
Ceng kalah pandai, tangan kanannya pun masih dicekal si wanita, tidak dapat ia
berkelit lagi. Tapi dia pun nekat, maka ia angkat tangannya yang kanan, untuk
menangkis.
Begitu
kedua tangannya beradu, Bwee Tiauw Hong sudah lantas menarik pulang tangannya.
Tangannya itu telah tergetar, juga seluruh tubuhnya menjadi panas. Ia menjadi
heran sekali. Ia berpikir: “Aku berlatih tanpa guru, aku tersesat. Bocah ini
sebaliknya sempurna ilmu dalamnya. Kenapa aku tidak mau memaksa dia untuk
mengajari aku?”
Maka
kembali ia mencekik leher si bocah itu. “Kau telah membunuh suamiku, tidak ada
harapan algi untuk kau hidup lebih lama!” ia kata dengan bengis. “Tetapi
jikalau kau meu dengar perkataanku, akan kau membikin kau mati dengan puas!
Jikalau kau membela, aku nanti siksa padamu!”
Kwee
Ceng tidak menjawab.
“Bagaimana
Tan Yang Cu mengajarkan kau ilmu bersemadhi?!” Tiauw Hong tanya.
Kwee
Ceng dapat menerka isi hati orang. Ia berpikir; Ah, kau ingin aku mengajarkan
kau ilmu tenaga dalam! Tidak nanti! Biar aku mati, tidak nanti aku membikin
harimau tumbuh sayap!” Maka ia lantas tutup rapat kedua matanya, ia tidak
pedulikan ancamanan orang.
Bwee
Tiauw Hong mengerahkan tenaga di tangan kirinya, hal itu membuat Kwee Ceng
merasai lengannya sakit sekali. Tetapi ia sudah nekat, malah ia kata: “Kau
memikir untuk mendapatkan kepandaianku? Hm! Baiklah siang-siang kau matikan
keinginanmu itu!”
Tiauw
Hong kendorkan pencetannya. “Aku berjanji akan mengantarkan obatmu kepada Ong
Cie It, untuk menolongi jiwanya,” katanya lemah lembut.
Mendengar
ini, Kwee Ceng berpikir. “Inilah urusan penting,” katanya dalam hatinya. Lekas
ia bilang: “Baik! Tapi kau mesti bersumpah dulu – sumpah yang berat, nanti aku
ajarkan kau ilmu yang Ma Totiang ajarkan aku.”
Tiauw
Hong lantas saja menjadi kegirangan. “Orang she Kwee….” katanya, dengan
sumpahnya, “Sesudah si bocah she Kwee yang baru mengajari aku ilmu dalam dari
Coan Cin Kauw, apabila aku si orang she Bwee tidak mengantarkan obat kepada Ong
Cie It, biarlah tubuhku tidak dapat bergerak seluruhnya, biarlah aku tersiksa
untuk selama-lamanya!”
Wanita
ini baru memberikan sumpahnya itu lalu tiba-tiba di sebelah kiri mereka,
sejarak belasan tembok, ada orang membentak dengan dampratannya; “Budak hina,
lekas kau munculkan dirimu untuk terima binasa!”
Kwee
Ceng kenali itu suara bentakan, ialah dari Sam-tauw-kauw Hauw Thong Hay.
Lantas
ia dengar pula suara seorang lain, “Budak cilik ini mesti ada di dekat-dekat
sini! Jangan khawatir, dia tidak bakal lolos!”
Sembari
berbicara, mereka itu jalan pergi.
Kwee
Ceng terkejut. “Kiranya Yong-jie masih ada disini,” pikirnya. “Dan dia telah
dipergoki mereka itu….” Dia lantas berpikir pula. Setelah itu, ia kata kepada
Bwee Tiauw Hong; “Kau masih harus melakukan baik satu hal lagi, jika tidak, kau
boleh siksa aku, aku akan tutup mulutku!”
“Masih
ada apalagi?!” tanya Tiauw Hong yang murka sekali.
“Aku
ada punya satu sahabat, satu nona kecil,” sahut si anak muda: “Sahabatku itu
lagi dikejar-kejar lawannya. Kau mesti turun tangan untuk menolongi sahabatku
itu!”
“Hm!”
Tiauw Hong kasih dengar ejekannya. “Cara bagaiman aku bisa mengetahui di mana
adanya sahabatmu itu? Sudah, jangan ngoceh terus! Lekas kau jelaskan ilmu itu!”
Dia pun kembali memencet.
Kwee
Ceng menahan sakit, hatinya cemas dan mendongkol. Ia membandel. “Kau mau
menolongi atau tidak, terserah padamu!” katanya keras. “Aku suka bicara atau
tidak, terserah padaku!”
Tiauw
Hong kewalahan. “Baiklah bocah, aku menerima baik permintaanmu,” bilangnya.
“Bocah cilik yang bau, aku tidak sangka Bwee Tiauw Hong satu jago yang telah
malang melintang di kolong langit ini, sekarang aku mesti menyerah kepada
segala kehendakmu!”
Kwee
Ceng tidak menyahuti, dia hanya berkoak-koak: “Yong-jie, ke mari! Yong-jie!
Yong-jie…..”
Baru
dua kali Oey Yong dipanggil, tiba-tiba dia telah muncul dari gerombolan pohon
kembang mawar di samping mereka. Dia lantas menyahuti: “Sudah lama aku ada di
sini….!”
Memang
nona itu sudah sekian lama bersembunyi di situ, maka itu dia pun telah denar
pembicaraan di antara Tiauw Hong dan Kwee Ceng. Dia menjadi terharu dan
tertarik hatinya kepada si pria, yang begitu perhatikan dan menyayangi
kepadanya. Tanpa merasa, air matanya turun meleleh di kedua belah pipinya yang
halus. Tapi ia tidak menangis terus, hanya ia lantas kata pada Bwee Tiauw Hong:
“Bwee Jiak Hoa, lekas kau merdekakan dia!”
Kwee
Ceng heran, begitu pun Bwee Tiauw Hong.
Bwee
Jiak Hoa itu adalah nama benar dari Tiauw Hong, nama sebelum ia berguru, nama
itu tidak dikenal kaum kongouw. Nama itu pun sudah beberapa puluh tahun tidak
pernah terdengar lagi. Sekarang Tiauw Hong dengar nama orang menyebutnya, ia
terperanjat. “Kau siapa?!” ia tanya, suaranya bergemetar.
Oey
Yong menjawab, katanya: “Di dalam tumpukan cita menyembunyikan pedang mustika,
dalam suara seruling dan tambur ada si bintang tetamu….Aku she Oey….”
Tiauw
Hong menjawab terlebih kaget lagi. “Kau…kau….!” tanyanya membentak.
“Kau
bagaimana?!” balas tanya Oey Yong. “Masih ingkatkah kau kepada puncak Cek Cui
Hong, gua Twie In Tong dan paseban Sie Kiam Teng dari pulau Tho-hoa-to di Tang
Hay?”
Tiauw
Hong berdiam, ia merasakan seperti tubuhnya melayang-layang. Semua puncak, gua
dan paseban itu adalah tempat, dimana ia biasa pesiar semasa dia masih belajar
silat. Heran ia akan mendengar disebutnya semua itu.
“Kau
pernah apa dengan Oey Suhu, yang namanya Yok di atas dan Su di bawah?” ia tanya
kemudian.
“Bagus!”
seru si nona. “Kau nyatanya belum melupai ayahku! Tapi juga ayahku belum
melupakannya kau! Dia telah datang sendiri menjenguk padamu!”
Tiauw
Hong ingin berbangkit bangun akan tetapi kakinya tidak mau menurut perintah. Ia
menjadi kaget, seumpama kata semangatnya terbang pergi. Ia menjadi bingung
sekali.
“Lekas
lepaskan dia!” Oey Yong berkata pula.
Tiba-tiba
pula Tiauw Hong ingat: “Selama ini suhu tidak pernah meninggalkan Tho Hoa To,
maka cara bagaimana dia bisa datang kemari? Bukankah aku tengah di perdayakan?”
Menyaksikan
keragu-raguan orang, Oey Yong berlompat tinggi setombak lebih, selagi lompat,
ia putar tubuhnya dua kali sebelum tubuhnya turun, ia menyerang ke arah Tiauw
Hong. Itulah jurus “Burung garuda terbang ke langit” dari Cwie-sim-ciang.
Sembari menyerang, ia menaya: “Kau sudah mencuri kitab Kiu Im Cie Keng, kau
mengertikan jurus ini?”
Tiauw
Hong merasakan serangan itu dari anginnya saja, ia angkat tangannya untuk
menangkis seraya ia berkata: “Sumoay, marilah kita bicara baik-baik! Mana
suhu?”
Oey
Yong tidak segera menjawab, di waktu tubuhnya turun ke bawah, ia lantas ulur
tangannya akan sambar Kwee Ceng guna ditarik.
Memang
Oey Yong ini adalah putrinya Oey Yok Su, Tocu pemilik pulau dari pulau Thoa Hoa
To di Tang Hay, Laut Timur. Dia adalah anak tunggal dan tersayang. Ibunya telah
meninggal dunia karena kesulitan bersalin setelah ia dilahirkan. Dalam
kedukaannya, Oey Yok Su menghibur diri dengan merawat dan memanjakan putrinya
ini dengan dibantu sejumlah pelayan. Karena ia sangat disayang, ia menjadi
sangat nakal. Ia cerdas sekali tetepi dalam pelajaran ilmu silat, ia kurang
bersungguh-sungguh, ia tidak dipaksa ayahnya itu yang ingat ia masih berusia
terlalu muda. Maka itu, walaupun Oey Yok Su ada satu jago yang lihay, anaknya
baru mendapat permulaan saja dari kepandaiannya itu.
Pada
suatu hati Oey Yong pesiar kelilingan di pulaunya itu, sampai ia tiba di gua,
dimana ayahnya telah mengurung musuhnya. Ia bicara sama musuh itu. Ia merasa
kasihan, ia memberikan sedikit arak. Belakangan Oey Yok Su ketahui perbuatan
anaknya itu, ia gusar, ia tegur anaknya itu. Belum pernah Oey Yong ditegur, ia
menjadi tidak senang, maka itu ia pergi buron dengan menaiki sebuah getek kayu.
Ia menyamar sebagai satu pemuda melarat, ia pergi ke mana ia suka, sampai di
Kalgan ia – diluar dugaannya – bertemu sama Kwee Ceng, malah keduanya tertarik
satu pada yang lain hingga mereka lantas saja menjadi bersahabat erat. Oey Yong
pernah dengar ayahnya omong tentang Tan Hian Hong dan Bwee Tiauw Hong, kedua
murid ayahnya itu, maka itu ia jadi tahu nama benar dari Tiauw Hong. Tentang
kata-katanya tadi, yaitu: “ Di dalam tumpukan cita menyembunyikan pedang
mustika, dalam suara seruling dan tambur ada si bintang tetamu”, itulah
nyanyiannya Oey Yok Suk yangs ering dinyanyikan, maka setiap muridnya kenal itu
baik sekali. Ia sengaja menyebutkan itu, untuk menggertak kepada Tiauw Hong,
yang kepandaiannya tidak dapat ia tandingi. Benar-benar Tiauw Hong jeri dan
melepaskan Kwee Ceng.
Tiauw
Hong masih berpikir: “Suhu telah datang, entah dengan cara apa dia bakal
menghukum aku…” Mukanya menjadi pucat kapan ia ingat kebengisannya Oey Yok Su,
tubuhnya menggigil sendirinya. Ia buta tetapi ia seperti membayangkan guru itu
dengan bajunya warna kuning muda, dengan pundaknya menggendol sebuah pacul
kecil peranti menggali obat-obatan, lagi berdiri di hadapannya. Mendadak
tubuhnya menjadi lemas, seperti habis sudah ilmu silatnya, ia terus mendekam ke
tanah seraya berkata: “Teecu ketahui dosaku yang mesti dibunuh berlaksa kali,
tetapi teecu mohon sukalah guru mengampunkan teecu dari hukuman mati mengingat
mata teecu telah buta dan separuh tubuhku cacat…”
Kwee
Ceng heran menyaksikan orang demikian ketakutan dan pasrah sedang begitu jauh
yang ia ketahui, si Mayat Besi biasanya galak dan telengas, musuh bagaimana
tangguh juga tidak dapat buat ia jeri.
Oey
Yong tertawa di dalam hatinya. Ia tarik tangan Kwee Ceng, terus ia menunjuk ke
luar jendela. Itu artinya ia mengajak sahabat itu lari bersama, buat menyingkir
dari istana itu.
Kwee
Ceng baru memandang ke tembok tatkala di belakang mereka, mereka dengar satu
suara seruan yang disusul tertawa panjang, lalu di sana muncul seorang yang
tangannya menggoyang-goyang kipas.
“Anak
yang baik, aku tidak kena kau jual!” orang itu berkata sambil tertawa.
Oey
Yong lantas kenali Auwyang Kongcu, yang ia tahu ilmu silatnya lihay, dan orang
pun hendak membekuk padanya. Ia mengerti yang ia sukar lolos, tetapi ia cerdik
sekali, segera ia dapat akal, lantas ia menghadapi Bwee Tiauw Hong dan berkata:
“Bwee Suci, ayah paling dengar perkataanku, sebentar nanti aku mohonkan ampun
kepadanya, hanya sekarang kau mesti mendirikan dulu beberapa jasa baik, supaya
ayah suka mengampunkannya.”
“Jasa
baik apakah itu?” Bwee Tiauw Hong tanya.
“Ada
orang busuk lagi menghina aku,” Oey Yong terangkan. “Akan aku berpura-pura
tidak sanggup melawan, kaulah yang mesti hajar dia. Sebentar ayah datang, kapan
ia lihat kau membantui aku, hatinya tentu girang.”
Tiauw
Hong suka memberikan bantuannya. Kata-katanya ini sumoy, adik seperguruan,
membuat ia mendapat harapan, hingga semangatnya bangun dengan mendadak.
Sementara
itu Auwyang Kongcu lagi mendatangi bersama keempat murid wanitanya. Begitu dia
tiba di depan mereka bertiga, Oey Yog tarik tangannya Kwee Ceng, untuk
memernahkan diri di belakangnya Bwee Tiauw Hong. Nona ini telah pikir, begitu
lekas Tiauw Hong dan si kongcu bertempur, ia mau ajak sahabatnya itu
menyingkirkan diri.
Auwyang
Kongcu melihat Tiauw Hong sedang duduk numprah, nyonya itu berserba hitam dan
romannya tidak luar biasa, ia ulur tangannya akan sambar Oey Yong. Mendadak
saja ia merasakan angin menyambar ke arah dadanya, ia lihat tangan si nyonya
menjambak secara hebat. Ia kaget
bukan main. Belum pernah ia mendapat serangan sehebat ini. Lekas-lekas ia
mengetok denagn kipasnya ke lengan si nyonya, tubuhnya pun dibawa berlompat
berkelit. Walaupun begitu, ia masih kurang sebat, dengan menerbitkan suara
memberebet, ujung bajunya robek sepotong sedang kipasnya patah menjadi dua
potong. Yang membikin ia terkejut sekali adalah keempat muridnya telah roboh
terguling, apabila ia mendekati mereka, untuk memeriksa, nyata mereka sudah
putus jiwanya semua, otak mereka telah dilobangi lima jari tangan. Itulah
cengkeraman Kiu Im Pek-kut Jiauw.
Kongcu ini menjadi murka sekali, tidak banyak omong lagi,
ia lompat maju, untuk menyerang Bwee Tiauw Hong. Ia keluarkan kepandaiannya
yang istimewa, ialah “Sin To Soat San Ciong”, atau “Unta Sakti Gunung Salju”.
Bwee Tiauw Hong membuat perlawanan dengan Kiu Im Pek-kut
Jiauw, kedua tangannya bergerak panjang dan pendek, sambungan tulang-tulangnya
mengasih dengar suara meretek, hingga Auwyang Kongcu tidak berani merapatkan
diri.
Oey Yong hendak menggunai ketikanya untuk menyingkir, ia
baru menarik tangan Kwee Ceng atau tiba-tiba ia dengar bentakan di belakangnya,
disusul sama serangan dua tangan. Itulah Hauw Thong Hay yang telah datang ke
situ dan lantas menyerang, ke arah muka, sebab dia tahu si nona memakai lapis
berduri.
Segera setelah itu, ke situ pun datang See Thong Thian bersama Nio
Cu Ong dan Pheng Lian Houw.
Chao
Wang bersama putranya repotnya mencari orang yang menculik onghui, mereka
berlari-lari bersama barisan pengiring mereka, di dalam dan di laur istana.
Nio
Cu Ong lihat bagaimana Auwyang Kongcu terdesak, sampai bajunya robek dan
terlihat baju dalamnya. Ia pun lantas ingat bagaimana di dalam gua ia telah
dipermainkan nyonya itu, ia menjadi gemas sekali sambil berseru, ia maju akan
membantui si pemuda mengepung.
See
Thong Thian dan Pheng Lian Houw menanti di pinggiran, bersiap untuk membantui.
Hati mereka tapinya gentar menyaksikan kehilayan si nyonya.
Oey
Yong main berkelit terhadap pelbagai serangan Hauw Thong Hay, ia membuatnya
orang she hauw itu kewalahan.
Tidak
lama, Bwee Tiauw Hong merasakan repot melayani dua lawan yang tangguh.
Tiba-tiba ia tarik sebelah tangannya dan menyambar bebokongnya Kwee Ceng seraya
ia berseru: “Kau podong kedua kakiku!”
Kwee
Ceng kaget, ia tidak mengerti maksud orang, akan tetapi ia insyaf bahwa mereka
bekerjasama menangkis musuh, ia turut perkataan orang itu, segera ia membungkuk
memegang kedua pahanya Tiauw Hong, untuk diangkat.
Dengan
tangan kirinya Tiauw Hong tangkis serangan Auwyang Kongcu, dengan tangan
kanannya ia jambak Nio Cu Ong, semabri berbuat demikian, ia kata kepada Kwee
Ceng: “Kau pondong aku, kau kejar si orang she Nioitu!”
Baru
sekarang Kwee Ceng mengerti maksud orang. Pikirnya: “Dia tidak dapat menggunai
kedua kakinya, dia membutuhkan bantuanku!” Ia terus bekerja. Ia bukan lagi
pondong si nyonya, dia hanya memanggulnya, lalu dia bergerak kesana ke mari
menuruti setiap petunjuk nyonya itu, untuk maju memburu, guna mundur sembari
menangkis atau berkelit. Ia bertenaga besar, enteng tubuhnya, dan tubuh Tiauw
Hong tidak berat, ia jadi dapat berbegrak dengan leluasa. Maka setelah itu
Tiauw Hong manjadi menang diatas angin.
“Bagaimana
sih caranya menyakinkan ilmu dalam?” dia tanya Kwee Ceng selagi ia melayani
musuh. Dia tidak dapat melupakan ilmu itu.
“Dudk
numprah, lima hati di hadapkan ke langit,” Kwee ceng menjawab.
“Apa
itu ynag dinamakan lima hati?” Tiauw Hong menanya pula.
“Dengan
itu dimaksudkan telapakan dua tangan, telapakan kedua kaki dan embun-embunan.”
Girang
Tiauw Hong hingga ia menjadi bersemangat, hingga ketika ia menjambret Nio Cu
Ong, dia dapat mengcengkram pundaknya. Maka tidak tempo lagi, pundaknya orang
she Nio itu berlumuran darah, hingga ia mesti melompat menyingkir.
Kwee
Ceng lompat, untuk memburu, tatkala ia melihat Kwie-bun Liong Ong See Thong
Thian maju membantu suteenya untuk menggerubungi Oey Yong, ia menjadi kaget,
lantas ia putar tubuhnya. “Hajar
dulu ini dua orang!” ia kata pada Tiauw Hong.
Nyonya
itu sudah lantas kasih bekerja kedua tangannya, ynag kiri ke arah bebokongnya
Hauw Thong Hay. Dia ini mengkeratkan diri, untuk berkelit. Di luar dugaannya
tangan si nyonya, maka kagetlah ia tempo bebokongnya kena dijambak, hingga
tubuhnya segera diangkat, sedang di lain pihak lima jari tangan kanan si nyonya
itu menyambar ke abtok kepalanya. tanpa berdaya lagi, ia menjadi lemas sekujur
tubuhnya, tak dapat ia bergerak lagi.
SeeThong
Thian menyaksikan itu, kagetnya bukan main. Ia berlompat, untuk menghalau
lengan nyonya itu. Karenanya kedua tangan beradu satu sama lain. keduanya
menjadi kaget, tangan mereka sama-sama kesemutan.
Berbareng
dengan itu, dari arah kiri terdengar suara angin menyambar. Itulah serangan
kim-chie-piauw, atau senjata rahasia yang berupa uang dari Pheng Lian Houw.
Tiauw
Hong dapat tahu datangnya serangan gelap, ia menangkis dengan melemparkan
tubuhnya Hauw Thong Hay ke arah datangnya piauw itu, maka Thong Hay lantas saja
berkoak, “Aduh!” karena tepat ia terkena piauw itu.
See
Thong Thian kaget, apapula ia dapatkan tubuh sutee itu bakal jatuh ke tanah.
Kalau ia terbanting, celakalah sutee itu. Terpaksa ia melompat maju, untuk
menanggapi dengan menyambar pinggang si adik seperguruan itu, ynag terus ia
lemparkan. Maka kali ini Thong Hay bisa kerahkan tenaganya, hingga ia jatuh
dengan wajar.
Tiauw
Hong melemparkan tubuh orang dan See Thong Thian menolongi sutee itu, semua itu
terjadi dalam sejenak, menyusuli itu, Tiauw Hong segera diserang dari tiga
penjuru, oleh piauwnya Pheng Lian Houw, oleh Auwyang Kongcu dan See Thong
Thian.
Bwee
Tiauw Hong memasang kupingnya, lantas jari-jari tangannya dipakai menyentil,
akan menyentil balik setiap piauw, dari itu, semua piauw itu mental kembali, menyerang
kepada Auwyang Kongcu, Pheng Lian Houw dan See Thong Thian, juga kepada Nio Cu
Ong, yang turut maju pula.
“Apakah
itu yang dinamakan mengumpulkan ngo-heng?” Tiauw Hong menanya lagi.
“Itulah
kayu dari Tong-hun, emas dari See-pek, api dari Lam Sin, air dari Pak Ceng, dan
tanah dari Tiong Ie.”
Ngo-heng
ialah kayu, emas, api, air dan tanah.
“Apakah
itu yang disebut mengakurkan su-ciang?”
“Itu
artinya menyimpan mata, mengebalkan kuping, meluruskan napas dan menutup
lidah.”
“Tidak
salah! Itu yang dinamakan ngo-kie-tiauw-goan – lima hawa dipusatkan kepada
asalnya?”
“Itulah,
mata tidak melihat tetapi semangatnya ada di jantung, kuping tidak mendengar
tetapi pendengarannya ada di geginjal, lidah tidak berbunyi tetapi pemikirannya
ada di hati, dan hidung tidak mencium bau tetapi rohnya ada di peparu.”
Girang
Tiauw Hong mendapatkan keterangan ini. Sudah belasan tahun ia menyakinkan Kiu
Im Cie Keng, tidak pernah ia mengerti itu. Maka ia menanya. Dengan begini ia
telah memecah perhatiannya, belum lagi Kwee Ceng menjawab ia, pundak kirinya
dan iga kanannya telah terkena hajar oleh Auwyang Kongcu dan See Thong Thian.
Ia bertubuh kuat akan tetapi toh hajaran itu membikin ia merasakan sangat
sakit.
Oey
Yong pun menjadi cemas. Ia mengharap Tiauw Hong bisa melibat musuh-musuhnya,
supaya ia bisa ajak Kwee Ceng kabur, siapa tahu, pemuda ini mesti membantui
orang.
Segera
juga Tiauw Hong terdesak dibawah angin. Ia heran atas tidak datangnya bala
bantuan, maka akhirnya ia teriaki Oey Yong: “Eh, darimana kau memancing begini banyak
musuh lihay? Mana suhu?” Ia menanya demikian, sebenarnya ia berkhawatir.
Sungguh tak ingin ia bertemu sama gurunya, yang ia tahu telengas,
“Dia
bakal segera datang!” Oey Yong menyahuti. “Mereka ini bukannya tandinganmu!
Umpama kata kau duduk di tanah, mereka tidak nanti dapat mengganggu selembar
rambutmu!” Ia ingin membangkitkan kejumawaannya si Mayat Besi, supaya Kwee Ceng
dilepaskan. Tetapi Tiauw Hong tengah sulit sekali, ia repot melayani
musuh-musuhnya.
Nio
Cu Ong berseru, ia berlompat menerjang.
Tiauw
Hong merasakan ada serangan di kiri dan kanannya, ia mementang kedua tangannya
untuk menangkis, tetapi ia merasakan rambutnya ada yang tarik. Itulah nio Cu
Ong, yang menyambar rambutnya itu. Ia kaget, begitu pun Oey Yong.
Nona
ini segera menyerang punggungnya orang she Nio itu, atas mana Cu Ong menangkis
dengan tangan kanannya, sekalian dia hendak membangkol tangannya si nona itu,
sedang tangan kirinya tidak melepaskan rambutnya si Mayat Besi.
Untuk
membebaskan dirinya, Tiauw Hong menyambar ke rambutnya, maka bagaikan sitebas,
rambutnya itu kutung putus, menyusul mana, ia serang Nio Cu Ong.
Dengan
mencelat ke samping, Cu Ong menolong dirinya. Sementara itu Pheng Lian Houw
lantas mengetahui wanita itu adalah Bwee Tiauw Hong, salah satu dari Hek Hong
Siang sat, maka itu, apabila ia dapat kenyataan Oey Yong membnatui si Mayat
Hidup, dia menegur : “Eh, budak cilik! Kau bilang kau bukannya murid Hek Hong,
nyata kau mendusta!”
Oey
Yong tidak mau mengalah. “Dia guruku?” dia membalik, mengejak. “Lagi seratus tahun
ia belajar silat, dia masih belum mampu menjadi guruku!”
Lian
Houw heran. Terang mereka berdua sama ilmu silatnya. Kenapa si nona menyangkal?
Kenapa agaknya si nona tidak menghormati Tiauw Hong itu?
Justru
itu terdengarlah suaranya See Thong Thian: “Memanah orang lebih dulu memanah
kudanya!” Kata-kata itu ditujukan kepada Kwee Ceng, yang ia lantas rabu
kakinya.
Tiauw
Hong kaget. Ia tahu Kwee Ceng masih lemah, kalau naka itu roboh, ia pun bisa
susah. Maka itu, ia membungkuk, untuk menyambut
kakinya orang she See itu. Justru itu, dengan tubuhnya si nyonya turun rendah,
Auwyang Kongcu membarengi menumbuk bebokongnya.
Tiauw
Hong mengasih dengar suara “Hm!” Mendadak saja tangan kanannya terayun, lalu
terlihat berkelebatnya satu sinar putih terang. Nyata ia telah kasih keluar
cambuknya, dengan apa ia menyambet ke empat penjuru. Cambuknya itu bergerak
bagaikan naga beracun, hingga empat lawannya mesti menjauhkan diri.
Pheng
Lian Houw berpikir: “Ini perempuan buta mesti lebih dulu dibinasakan, jikalau
suaminya si Mayat Perunggu keburu datang, sungguh sulit!” Ia memikir demikian
karena ia tidak tahu Tan Hian Hong sudah terbinasa.
Sebenarnya
cambuk Tong-liong Gin-pian dari Bwee Tiauw Hong lihay sekali, di dalam kalangan
enam tombak, siapa kena dicambuk, dia mesti terbinasa, cuma sekarang ia
menghadapi Auwyang Kongcu berempat…semua bukan sembarang orang. Ia cuma bisa
membikin mereka itu merenggangkan diri.
Pheng
Lian Houw penasaran, sambil berseru, dia menjatuhkan diri, untuk menyerbu
dengan bergulingan.
Tiauw
Hong tidak tahu orang hendak membokong dia, dia tetapi melayani ketiga
musuhnya. Adalah Kwee Ceng, yang menjadi kaget sekali, dalam takutnya, ia
menjerit. Atas ini tahulah Tiauw Hong atas datangnya musuh-musuh, ia lantas
ulur tangan kirinya, guna menjambret si orang she Pheng itu.
Oey
Yong tidak dapat membantu Tiauw Hong lagi, karena cambuk orang merintangi
majunya. Dilain pihak, ia melihat ancaman bahaya untuk si Mayat Besi – artinya
untuk ia sendiri berdua sama Kwee Ceng. Ia lantas dapat akal, maka ia berteriak: “Semua
berhenti! Aku hendak bicara!”
Pheng
Lian Houw, yang bisa membebaskan diri, begitupun ketiga kawannya, tidak
mengambil mumat atas teriakan itu, mereka terus mengurung.
Oey
Yong berkhawatir dan penasaran, hendak ia berteriak pula, atau tiba-tiba ia dengar
lain orang mendahulukan padanya: “Semua berhenti, aku hendak ada bicara!” Suara
itu datangnya dari arah tembok.
Oey
Yong segera berpaling. Enam orang, yang tubuhnya tinggi kate tdak rata,
tertampak berdiri di atas tembok. Tapi malam ada gelap, muka mereka tidak
terlihat nyata.
Pheng
Lian Houw semua tahu, ada datang orang dari pihak ketiga, merek atidak ambil
peduli, mereka berkelahi terus.
Rupanya
keenam orang di atas tembok itu tidak dapat manahan sabar, dua diantaranya
sudah lantas lompat turun. Merek ini masing-masing bersenjatakan joan-pian dan
pikulan besi, dengan senjatanya itu, mereka lantas serang Auwyang Kongcu. Orang
yang mencekal joan-pian itu, cambuk emas, ynag tubuhnya kate,
membarengi mendamprat: “Bangsat tukang petik bunga, kemana kau hendak lari?!”
Kwee
Ceng dengar suara orang, ia menjadi girang sekali. “Suhu lekas tolongi teecu!”
ia berteriak.
Memang
keenam orang itu adalah Kanglam Liok Koay. Sejak di Utara mereka terpisah dari
Kwee Ceng, muridnya mereka itu, kemudian mereka menguntit delapan murid wanita
dari Pek To San. Diwaktu malam, mereka lantas mempergoki Auwyang Kongcu beserta
sekalian muridnya merampas anak gadisnya suatu keluarga baik-baik. Mereka
gusar, mereka lantas menyerang.
Auwyang
Kongcu membuat perlawanan, tetapi Liok Koay telah berlatih bersungguh-sungguh
di gurun pasir, telah memperoleh banyak kemajuan, mereka membikin ia kewalahan.
Begitulah tubuhnya kena dihajar tongkatnya Kwa Tin Ok dan kakinya tertendang Cu
Cong. Merasa tidak ungkulan, terpaksa ia lepaskan si nona mangsanya itu dan
lari kabur. Dua muridnya terhajar binasa masing-masing oleh Lam Hie Jin dan
Coan Kim Hoat.
Wat
Lie Kiam Han Siauw Eng lantas menolong si nona, yang ia gendong pulang ke
rumahnya. Kemudian Auwyang Kongcu dikejar, tetapi ia licin dan dapat meloloskan
diri. Liok Koay juga tidak mengejar dengan berpisahan, karena mereka ketahui,
kalau bertempur satu lawan satu, pihaknya tidak sanggup. Tapi mereka terus
melakukan penyeledikan. Inilah tidak sukar, sebab rombongannya Auwyang Kongcu
gampang dikenali dari dandanan mereka yang serba putih itu. Begitulah mereka
menguntit hingga di onghu, istananya Chao Wang itu.
Diwaktu
gelap, gampang sekali untuk melihat pakaiannya rombongan Auwyang Kongcu itu,
maka itu Lam Hie Jin dan Han Po Kie sudah lantas melakukan penyerangan. Mereka
kaget akan dengar teriakannya Kwee Ceng. Empat yang lainnya turut heran juga.
Merekanjuga lantas mengawasi, hingga mereka dapat lihat dengan tegas: Bwee
Tiauw Hong si Mayat Besi telah bersilat dengan cambuknya, dia sepertinya duduk bersilat
di pundaknya Kwee Ceng. Rupanya bocah itu berada dibawah pengaruh orang. Karena
ini tanpa bersangsi lagi, Han Siauw Eng maju menyerang si Mayat Besi yang ia
sangat benci itu, sedang Coan Kim Hoat maju untuk menolongi muridnya.
Pheng
Lian Houw semua heran atas datangnya enam orang itu, apapula mereka itu lantas
menyerang Auwyang Kongcu, menyerang si Mayat Besi juga. Lian Houw lantas
menggulingkan tubuh, akan keluar dari gelangan. Kemudian ia berteriak: “Semua
berhenti! Aku hendak bicara!” Teriakannya nyaring sekali, menulikan telinga.
Nio
Cu Ong bersama See Thong Thian mendahulukan mundur.
Kwa
Tin Ok, yang dengar teriakan hebat itu, percaya yang orang adalah orang lihay,
maka ia pun teriaki saudara-saudaranya: “Shatee dan citmoay, tahan dulu!”
Dua
saudara itu menurut, begitupun yang lainnya, mereka semua mundur.
Tiauw
Hong pun sudah berhenti bersilat, ia hanya bernapas memburu.
Oey
Yong sudha lantas menghampirkan murid ayahnya itu. “Kali ini kau telah
berjasa!” katanya. Tapi kepada Kwee Ceng ia memberi tanda dengan gerakan
tangan, agar sahabatnya itu melemparkan tubuh orang.
Kwee
Ceng mengerti, untuk simpangi perhatian si Mayat Besi, ia memberi keterangan
atas pertanyaan orang tadi. Akhirnya ia berkata: “Nah, kau ingatlah baik-baik!”
Berbareng dengan itu, dengan mengerahkan tenaga, ia melemparkan tubuh si nyonya
sampai jauhnya setombak lebih, ia sendiri segera lompat mundur. Hanya, belum
lagi ia menaruh kaki di tanah, cambuk perak yang bergemerlapan sudah lantas
menyambar kepadanya. Cambuk itu ada banyak gaetannya.
“Celaka!”
teriak Han Po Kie, yang menyaksikan bahaya mengancam muridnya. Tanpa ayal lagi
ia menyerang dengan Kim-liong-pian, cambuknya, si Naga Emas. Maka kedua cambuk
itu beradu keras. Ia kaget, telapakan tangannya sakit. Cambuknya itu terlepas,
terlibat dan tertarik sama cambuknya Bwee Tiauw Hong. Ia menyerang Kwee Ceng
begitu lekas ia dapatkan tubuhnya dilemparkan. Ketika ia jatuh ke tanah, lebih
dahulu ia menampa dengan tangannya, habis itu ia duduk dengan hati-hati. Ia
ketahui datangnya Kanglam Liok Koay begitu lekas ia dengar suaranya Kwa Tin Ok.
Ia mendongkol berbareng khawatir. Ia pikir: “Aku cari mereka ke mana-mana, hari
ini mereka mengantarkan diri. Coba hari bukannya hari ini, pasti aku bersyukur
sangat kepada Langit dan Bumi. Sekarang ini aku lagi dikurung oleh musuh, aku
hampir tidak dapat bertahan, jikalau aku mesti tambah musuh dalam dirinya Tujuh
Manusia Aneh ini, pastilah aku bakal binasa….” Ia lantas mengertak gigi. Ia
lantas mengambil keputusan: “Nio Lao Koay beramai tak ada permusuhannya dengan
aku, maka hari ini baiklah aku terbinasa bersama-sama dengan Cit Koay saja!” Ia
cekal keras cambuknya, ia memasang kuping, akan dengari gerak-geriknya Cit Koay
itu. Ia tahu orang muncul yang berenam, ia heran: “Dari Cit Koay cuma muncul yang
enam, entah yang satunya lagi bersembunyi di mana…?” Ia tidak tahu yang Siauw
Bie To Thio A Seng telah terbinasa di tangan suaminya.
Liok Koay bersama rombongannya Nio Cu Ong berdiam semua, mereka pun memernahkan diri di jarak tujuh tombak dari wanita kosen itu yang cambuknya sangat lihay.
Liok Koay bersama rombongannya Nio Cu Ong berdiam semua, mereka pun memernahkan diri di jarak tujuh tombak dari wanita kosen itu yang cambuknya sangat lihay.
“Anak
Ceng, kenapa mereka itu bertempur?” Cu Cong berbisik kepada muridnya. “Kua
sendiri, mengapa kau bantui perempuan siluman itu?”
“Mereka
hendak membunuh aku, dia menolongi,” jawab Kwee Ceng.
Biauw
Ciu Sie-seng heran.
“Aku
minta kau memberitahukan nama kamu?!” Nio Cu Ong menegur Kanglam Liok Koay.
“Tengah malam buta, kau lancang masuk ke dalam istana, kamu hendak berbuat
apa?”
“Aku
she Kwa,” menyahut Tin Ok. “Kami bersaudara bertujuh orang. Orang Kangouw
menyebut kami Kanglam Cit Koay.”
“Oh,
Kanglam Cit Koay!” kata Pheng Lian Houw. “Sudah lama
aku mengagumi nama kamu!”
See
Thong Thian tapinya berteriak: “Bagus! Cit Koay telah datang sendiri! Aku orang
she See hendak belajar kenal, untuk melihat Cit Koay yang namanya demikian
besar, kepandaiannya sebenarnya bagaimana!”
Thong
Thian gusar karena ia ingat penghinaan yang diterima empat muridnya. Ia lantas
lompat ke depannya Pheng Lian Houw.
Auwyang
Kongcu berdiam sambil bersiap. Ia bermusuh dengan Liok Koay dan Bwee Tiauw
Hong, yang satu merusak usahanya, yang lainnya membinasakan muridnya atau
gundiknya tersayang. Inilah ketikanya untuk turun tangan.
See
Thong Thian maju sambil mengawasi keenam Manusia Aneh itu. Ia dapatkan Kwa Tin
Ok bercacat mata dan kakinya, Han Siauw Eng satu nona yang manis, Coan Kim Hoat
kurus kering, Han Po Kie kate dampak dan gemuk, sedang Cu Cong lemah lembut
bukan seperti orang Rimba Persilatan. Cuma Lam San Ciauw-cu Lam Hie Jin, yang
romannya gagah. Karena itu, segera ia
serang si Tukang Kayu dari gunung Lam San itu.
Lam
Hie Jin menancap pikulannya, tanpa bersuara, ia menangkis serangan. Ia lihay
akan tetapi baru beberapa jurus, tahulah ia bahwa ia bukannya tandingan musuh
she See itu. Karena ini, Han Siauw Eng lantas maju dengan pedangnya dan Coan
Kim Hoat dengan dacinnya.
Pheng
Lian Houw tidak berdiam saja melihat kawannya dikerubuti, sambil berseru keras,
ia lompat maju akan rintangi Coan Kim Hoat, yang senjatanya yang luar biasa itu
hendak dirampasnya. Tapi Kim Hoat lihay, gerakannya aneh, ia serangn musuh ini
hingga si musuh kaget dan mesti berkelit dengan lompatan jungkir balik “Ular
naga membalik tubuh.”
“Eh,
senjata apa senjata kau ini?” dia tanya, heran, sesudah berkelit ke kiri dan ke
kanan. “Ini toh barang yang diperantikan menimbang di pasar tetapi kau pakai
untuk menyerang orang!”
Coan
Kim Hoat mendongkol dan menyahut: “Dacin ini untuk menimbang kau, babi!”
Lian
Houw murka dikatakan babi, lantas ia menyerang dengan hebat, hingga ia membikin
Kim Hoat terdesak.
Meyaksikan
saudara keenamnya itu kewalahan, Han Po Kie berlompat maju. Cambuknya kena
dirampas Bwee Tiauw Hong tetapi ia punyakan kepalannya.
SeeThong
Thian dan Pheng Lian Houw benar lihay, walaupun mereka dikepung, mereka masih
menang diatas angin. Karena ini, Kwa Tin Ok dan Cu Cong lantas maju, untuk
membantui saudara-saudaranya itu, dengan begitu, mereka jadi bertempur dalam
dua rombongan dengan masing-masing tiga lawan satu. Kali ini pihak Liok Koay
yang menang di atas angin.
Pertempuran
di antara Oey Yong dan Hauw Thong Hay juga berjalan dengan seru. Sebenarnya
Thong Hay lebih lihay terapi ia kalha gesit dan ia pun jeri untuk beju lapis si
nona, dari itu tidak berani ia menghajar tubuh orang. Karena ini Oey Yong yang
dapat mendesak, hingga lawannya itu main mundur.
Auwyang
Kongcu telah memasang mata, ia ketahui pihaknya keteter, maka ia lantas
mengambil keputusan: “Baiklah aku binasakan dulu ini beberapa manusia jahat. Si
wanita siluman, biar bagaimana tidak nanti ia dapat kabur, dia boleh dibereskan
belakangan…” Segera ia lompat ke sampingnya Kwa Tin Ok. Ia bergerak dengan
jurus “Sekejap seribu lie” dari ilmu silatnya Sin To Soat-san-ciang. Ia pun
lantas membentak: “Kamu usilan, bangsat buta, maka kau rasailah lihaynya
kongcumu!” Lalu tangannya kanannya meninju.
Kwa
Tin Ok mendengar suara angin di kanan, ia menangkis dengan ujung tongkatnya,
tetapi ia kebogehan, sebab serangan datang dalam rupa tangan kiri lawan. Ia lantas saja berkelit denagn mendak, berbareng dengan
mana, ia menyerang pula dengan jurusnya “Arhat menunjuk pengaruh”.
Auwyang
Kongcu menyingkir dari serangan itu, tetapi ia bukannya menyingkir untuk
berlari, hanya ia lompat kepada Lam Hie Jin, yang ia terus serang, hingga Hie
Jin terkejut dan mesti berbalik akan melayani.
Melayani
Hie Jin pun Auwyang Kongcu pun tidak mau mengulur tempo, ia lantas tinggalkan
musuh ini, untuk menyerang yang lain. Begitu ia berkelahi, hingga ia menempur
Liok Koay dengan bergantian. Maka teranglah, ia tengah mengganggu
musuh-musuhnya itu, hingga Pheng Lian Houw dan See Thong Thian jadi dapat
bernapas.
Suasana
kembali terbalik, Liok Koay yang mulai keteter pula.
Nio
Cu Ong sementara itu terus memasang matanya terhadap Kwee Ceng, maka tempo ia
menginsyafi aksinya Auwyang Kongcu itu, ia lantas lompat kepada bocah itu
sambil ulur tangannya, ia menjambret dengan kedua tangannya.
Kwee
Ceng bukan tandingan jago ini, dalam beberapa jurus saja ia sudah terdesak,
malah lekas juga dadanya kena dicengkram. Dengan tangan kanannya, Cu Ong
menjambak ke arah perut, untuk membikin pecah perut orang, supaya ia bisa
menghisap darah anak muda itu.
Dalam
saat berbahaya itu, Kwee Ceng membela diri. Ia mengkeratkan perutnya, hingga
terdengar suara robek dari bajunya, hingga belasan bungkusan obatnya kena
disambar musuh.
Nio
Cu Ong dapat mencium bau obat, ia masuki semua bungkusan itu ke dalam sakunya,
setelah mana kembali ia menjambak.
Kwee
Ceng berontak sekuat-kuatnya, ia dapat meloloskan diri, terus ia lari ke arah
Bwee Tiauw Hong sambil berteriak: “Tolongi aku!”
Girang Tiauw Hong mendengar suara orang.
Ia memang ingin meminta beberapa keterangan pula kepada anak muda itu.
“Kau
peluki aku! Jangan takuti Lao Kaoy!” ia menyahuti.
Kwee
Ceng tahu, satu kali ia peluk wanita itu, ia tidak bakal lolos pula, karena
itu, ia tidak berani menghampirkan, ia hanya lari berputaran dekat, di
sekitarnya.
Nio
Cu Ong memburu, hingga ia memasuki kalangan smabaran cambuknya si wanita kosen,
sembari mengejar, ia waspada terhadap nyonya itu terutama terhadap cambuknya.
Bwee
Tiauw Hong sendiri memperhatikan suaranya Kwee Ceng, gerak-geriknya, maka juga
mendadak saja ia geraki cambuknya, untuk merabu kakai si anak muda!
Oey
Yong melayani Hauw Thong Hay dengan selalu memperhatikan Kwee Ceng. Ia terkejut
ketika Kwee Ceng kena dijambret Nio Cu Ong, untuk menolongi, sudah tidak keburu
lagi. Sekarang ia melihat kawannya terancam cambuknya Tiauw Hong, ia dapat
menolong, maka dengan meninggalkan Thong Hay, ia lompat ke arah cambuk! Ia
tidak takuti cambuk itu, meskipun ia tahu, kecuali ayahnya, sukar dicari orag
yang bisa mengalahkannya. Ia pun bukannya hendak menangkis, hanya ia berlompat
ke atas cambuk di mana ia menggulingkan tubuhnya.
Kwee
Ceng tertolong dari bahaya tetapi sekarang Oey Yong yang kena kelibat cambuk
itu, yang terus ditarik Bwee Tiauw Hong. Atas itu Oey Yong lanats berseru:
“Bwee Jiak Hoak, beranikah kau melukai aku?!”
Kaget
Tiauw Hong mengenali suaranya Oey Yong, hingga ia memandikan peluh dingin. Dia
pun berpikir: “Cambukku banyak gaetannya, sekarang aku lukai budak ini,
bagaimana suhu dapat mengampunkan aku? Tapi sudah terlanjur, baiklah aku
habiskan dia dulu!” Maka dia terus menarik, hingga ia dapat cekal tubuh si
nona, untuk diletaki di tanah. Ia percaya tubuh si nona itu sudah tercengkeram
pelbagai gaetan cambuknya.
Justru
itu Oey Yong tertawa geli. Ia memakai lapisan joan-wie-kah, tubuhnya tidak
terluka, melainkan baju luarnya dan dalamnya pada robek. Dengan jenaka ia
berkata: “Kau merusaki pakaianku, aku minta ganti!”
Tiauw
Hong melongo. Dari suaranya orang, ia dapat tahu nona itu tidak kesakitan.
Dengan tiba-tiba ia ingat, maka katanya dalam hatinya: “Ah, tentu saja baju
lapis berduri dari suhu telah diberikan padanya!” Ia lantas menyahuti: “Ya,
encimu ini yang salah, nanti aku pasti mengganti bajumu ini…”
Oey
Yong lantas menggapai pada Kwee Ceng.
Anak
muda itu menghampirkan, ia berdiri jauhnya tujuh atau delapan kaki dari Tiauw
Hong. Sekarang ia tidak dihampirkan oleh Nio Cu Ong, yang jeri kepada cambuknya
si wanita lihay itu.
Kanglam
Liok Koay sekarang berkelahi dengan mengumpulkan diri, belakang dengan
belakang, denagn begitu mereka dapat melayani See Thong Thian, Pheng Lian Houw,
Hauw Thong Hay dan Auwyang Kongcu berempat. Thong Hay ditinggalkan Oey Yong, ia
lantas membantui kawannya itu. Inilah cara berkelahi yang Liok Koay baru
pahamkan dan melatih selama mereka berdiam di gurun pasir. Dengan begitu, mereka tidak usah repot-repot menjagai
punggung mereka. Meski begini, mereka keteter juga.
Han Po Kie terluka pundaknya, ia berkelahi terus. ia
takut keluar dari kalangan, khawatir nanti benteng perlawanannya itu menjadi
dobol. Ia berkelahi sambil menggertak gigi, sebab Pheng Lian Houw yang lihay
sudah cecar padanya.
Kwee ceng lihat gurunya yang nomor tiga itu terancam
bahaya, melupakan segala apa, ia lari menghampirkan, terus ia serang
bebokongnya Pheng Lian Houw dengan jurusnya, “Membuka mega untuk menolak
rembulan.”
“Hm!” Pheng Lian Houw mengasih dengar
suara si hidung. Ia berkelit, lantas ia memutar tubuh untuk membalas menyerang.
Justru
itu terlihat muncul dari gombolan pohon bunga, sambil berlari-lari mendatangi,
dia berseru: “Semua suhu, ayahku ada urusan penting untuk mana ia minta bantuan
kamu! Lekas!”
Orang
itu mengenakan kopiah emas, kopiahnya miring. Ialah siauw-ongya Wanyen Kang, si
pangeran muda.
Pheng
Lian Houw semua menjadi bingung. Masing-masing mereka lantas berpikir: “Ongya
adalah yang mengundang kami semua, sekarang dia ada punya urusan penting, cara
bagaimana aku tidak pergi membantu dia?” Karena ini, mereka lantas lompat
mundur, keluar dari gelanggang.
“Ibuku
telah dibawa buron penjahat,” Wanyen Kang beritahu dengan perlahan. “Ayah minta
semua suhu membantu mencari, untuk menolongi. Tidak nanti kami berani melupakan
budi suhu semua!”
Pangeran
ini datang secara kesusu, malampun gelap, ia tidak dapat melihat Bwee Tiauw
Hong, yang numprah di tanah.
“Onghui
telah orang bawa lari, inilah hebat!” pikir Lian Houw semua. “Kalau begitu, apa
perlunya kami berdiam di dalam istana?” Mereka juga menduga: “Pasti Liok Koay
ini lagi menjalankan siasat memancing harimau turun dari gunung, untuk melibat
kami semua. dilain pihak, kawannya pergi menculik onghui!” Karena ini tanpa
sangsi lagi, mereka lari mengikuti Wanyen Kang, mereka meninggalkan musuh-musuh
mereka.
Nio Cu Ong berlari paling belakang, ia pergi
dengan perasaan sangta tidak puas. Ia
ingat Kwee Ceng darah siapa ia belum sempat hisap. Justru itu, Kwee Ceng
teriakin dia: “Eh, kau pulangi obatku!” Dalam sengitnya, ia menimpuk dengan
senjata rahasianya, yaitu paku Cu-ngo Touw-kut-teng.
Cu Cong lompat maju, dengan kipasnya ia sampok paku
itu, sesudah jatuh ia pungut, terus dibawa ke hidungnya, untuk dicium. “Oh,
paku beracun Cu-ngo Touw-kut-teng! Inilah paku yang asal menemui darah lantas
menutup tenggorakan orang hingga orang mati seketika!”
Nio
Cu Ong tercengang mengetahui orang kenal pakunya itu.
“Apa?”
dia menanya seraya ia merandak, tubuhnya pun diputar.
Cu Cong lari menghampirkan, dengan tangan
kirinya ia angsurkan paku itu. “Ini , aku kembalikan pada kau, tuan!” katanya
sembari tertawa.
Cu Ong pun ulur tangannya untuk menyambuti. Ia tidak jeri
karena ia tahu orang kalah daripadanya.
Cu Cong dapat lihat ujung baju orang penuh rumput dan
debu, ia gunai tangan bajunya untuk menyapu itu.
“Siapa
kesudian kau mengambil hatiku?!” Cu Ong membentak, terus ia putar tubuhnya
untuk berlalu.
Kwee Ceng
menjadi masgul sekali. “Dengan begitu saja kita pulang…” katanya menyesal.
Satu malaman ia menumpuh bahaya, kesudahannya obat tak didapatkan juga. Untuk
menggunai kekerasan, harapannya tidak ada.
“Mari kita pulang!” mengajak Tin Ok selagi muridnya
ragu-ragu. Ia pun mendahului lompat ke tembok, maka
lima saudaranya lantas menyusul.
“Bagaimana
dia, toako?” Han Siauw Eng tanya sambil ia menunjuk Tiauw Hong.
“Kita
telah memberikan janji kepada Ma Totiang, biar kita mengasih ampun padanya,”
sahut kakak tertua itu.
Oey
Yong tertawa haha-hihi, ia tidak memberi hormat kepada Liok Koay. Ketika ia pun
lompat ke tembok, ia naik ke ujung lainnya.
“Adik
kecil, mana suhu?” Tiauw Hong tanya nona itu.
“Ayahku?”
balik tanya Oey Yong masih tertawa. “Tentu sekali ayah berada di pulau Thoa Hoa
To! Tidak pernah ayah meninggalkan rumah! Ada apa kau menanyakannya?”
Tiauw
Hong menjadi sangat gusar, hingga napasnya memburu. Ia tahu ia tidak bisa
berbuat apa-apa. Setelah berhenti sejenak, ia kata pula: “Kau toh yang
membilangnya kalau suhu datang ke mari!”
Oey
Yong tertawa pula. “Tanpa aku dustakan kau, mana kau mau lepaskan dia?” Dengan
“dia” ia maksudkan Kwee Ceng.
Tiauw
Hong murka bukan kepalang, dengan kedua tangannya ia menekan tanah, lantas saja
ia bangkit berdiri, lalu dengan tindakan terhuyung-huyung, ia menubruk kepada
si nona. Ia telah keliru menyakinkannya ilmu silat dala, akibatnya kedua
kakinya mati, dan makin ia memaksakan diri, makin pendek napasnya. Tapi kali
ini, ia lupa segalanya.
Oey
Yong terkejut, lekas ia lompat turun ke lain sebelah, untuk lari menghilang.
Tiba-tiba
Tiauw Hong sadar. “Eh, mengapa aku bisa jalan?” tanyanya pada diri sendiri.
Justru ia sadar, habis ia menanya, mendadak ia roboh pula, kedua kakinya lemas
dan kaku. Ia pun pingsan.
Gampang
sekali kalau Liok Koay hendak merampas jiwa orang akan tetapi untuk menepati
janji kepada Ma Giok, mereka tidak mau turun tangan, maka itu mereka berlalu
dengan terus. Mereka ajak Kwee Ceng bersama.
“Eh,
anak Ceng, kenapa kau berada disini?” kemudian Han Siauw Eng menanya.
Kwee
Ceng menjawab guru ini dengan tuturkan semua pengalamannya, sampai ia
berikhtiar untuk menolongi Ong Cie It.
“Kalau
begitu, mari kita tolongi Ong Totiang!” Cu Cong mengajak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar