Sabtu, 20 Oktober 2012

Sia Tiauw Enghiong 22



Bab 22. Pertempuran Dahsyat

Wanita ini tertawa, hingga tubuhnya menggetar, sedang tangan kanannya mengerahkan tenaganya. Kwee ceng merasakan tenggorokannya tercekik keras sekali. Di saat mati atau hidup itu, ia pegang tangan si wanita, untuk dipaksa melepaskan cekikannya. Ia telah mendapatkan pelajaran dari Ma Giok, ia sudah menyakinkannya beberapa tahun, tenaga dalamnya telah cukup kuat, sedang juga, ia dapat tenaga akibat darah ular yang ia sedot. Pengejarannya Nio Cu Ong dan pertempurannya sama Wanyen Kang membuatnya tenaga obat menguatkan tubuhnya. Maka juga, ia berontak dengan berhasil.
Bwee Tiauw Hong terperanjat. “Tidak jelek kepandaiannya bocah ini!” pikirnya. Dia lantas menjambak pula, sampai tiga kali.
Kwee Ceng selalu berkelit dengan berhasil.
Panas hatinya Tiauw Hong, dia berseru panjang, tangannya menyambar ke batok kepala. Itu dia pukulannya yang berbahaya, pukulan Cwi-sim-ciang.
Kwee Ceng kalah pandai, tangan kanannya pun masih dicekal si wanita, tidak dapat ia berkelit lagi. Tapi dia pun nekat, maka ia angkat tangannya yang kanan, untuk menangkis.
Begitu kedua tangannya beradu, Bwee Tiauw Hong sudah lantas menarik pulang tangannya. Tangannya itu telah tergetar, juga seluruh tubuhnya menjadi panas. Ia menjadi heran sekali. Ia berpikir: “Aku berlatih tanpa guru, aku tersesat. Bocah ini sebaliknya sempurna ilmu dalamnya. Kenapa aku tidak mau memaksa dia untuk mengajari aku?”
Maka kembali ia mencekik leher si bocah itu. “Kau telah membunuh suamiku, tidak ada harapan algi untuk kau hidup lebih lama!” ia kata dengan bengis. “Tetapi jikalau kau meu dengar perkataanku, akan kau membikin kau mati dengan puas! Jikalau kau membela, aku nanti siksa padamu!”
Kwee Ceng tidak menjawab.
“Bagaimana Tan Yang Cu mengajarkan kau ilmu bersemadhi?!” Tiauw Hong tanya.
Kwee Ceng dapat menerka isi hati orang. Ia berpikir; Ah, kau ingin aku mengajarkan kau ilmu tenaga dalam! Tidak nanti! Biar aku mati, tidak nanti aku membikin harimau tumbuh sayap!” Maka ia lantas tutup rapat kedua matanya, ia tidak pedulikan ancamanan orang.
Bwee Tiauw Hong mengerahkan tenaga di tangan kirinya, hal itu membuat Kwee Ceng merasai lengannya sakit sekali. Tetapi ia sudah nekat, malah ia kata: “Kau memikir untuk mendapatkan kepandaianku? Hm! Baiklah siang-siang kau matikan keinginanmu itu!”
Tiauw Hong kendorkan pencetannya. “Aku berjanji akan mengantarkan obatmu kepada Ong Cie It, untuk menolongi jiwanya,” katanya lemah lembut.
Mendengar ini, Kwee Ceng berpikir. “Inilah urusan penting,” katanya dalam hatinya. Lekas ia bilang: “Baik! Tapi kau mesti bersumpah dulu – sumpah yang berat, nanti aku ajarkan kau ilmu yang Ma Totiang ajarkan aku.”
Tiauw Hong lantas saja menjadi kegirangan. “Orang she Kwee….” katanya, dengan sumpahnya, “Sesudah si bocah she Kwee yang baru mengajari aku ilmu dalam dari Coan Cin Kauw, apabila aku si orang she Bwee tidak mengantarkan obat kepada Ong Cie It, biarlah tubuhku tidak dapat bergerak seluruhnya, biarlah aku tersiksa untuk selama-lamanya!”
Wanita ini baru memberikan sumpahnya itu lalu tiba-tiba di sebelah kiri mereka, sejarak belasan tembok, ada orang membentak dengan dampratannya; “Budak hina, lekas kau munculkan dirimu untuk terima binasa!”
Kwee Ceng kenali itu suara bentakan, ialah dari Sam-tauw-kauw Hauw Thong Hay.
Lantas ia dengar pula suara seorang lain, “Budak cilik ini mesti ada di dekat-dekat sini! Jangan khawatir, dia tidak bakal lolos!”
Sembari berbicara, mereka itu jalan pergi.
Kwee Ceng terkejut. “Kiranya Yong-jie masih ada disini,” pikirnya. “Dan dia telah dipergoki mereka itu….” Dia lantas berpikir pula. Setelah itu, ia kata kepada Bwee Tiauw Hong; “Kau masih harus melakukan baik satu hal lagi, jika tidak, kau boleh siksa aku, aku akan tutup mulutku!”
“Masih ada apalagi?!” tanya Tiauw Hong yang murka sekali.
“Aku ada punya satu sahabat, satu nona kecil,” sahut si anak muda: “Sahabatku itu lagi dikejar-kejar lawannya. Kau mesti turun tangan untuk menolongi sahabatku itu!”
“Hm!” Tiauw Hong kasih dengar ejekannya. “Cara bagaiman aku bisa mengetahui di mana adanya sahabatmu itu? Sudah, jangan ngoceh terus! Lekas kau jelaskan ilmu itu!” Dia pun kembali memencet.
Kwee Ceng menahan sakit, hatinya cemas dan mendongkol. Ia membandel. “Kau mau menolongi atau tidak, terserah padamu!” katanya keras. “Aku suka bicara atau tidak, terserah padaku!”
Tiauw Hong kewalahan. “Baiklah bocah, aku menerima baik permintaanmu,” bilangnya. “Bocah cilik yang bau, aku tidak sangka Bwee Tiauw Hong satu jago yang telah malang melintang di kolong langit ini, sekarang aku mesti menyerah kepada segala kehendakmu!”
Kwee Ceng tidak menyahuti, dia hanya berkoak-koak: “Yong-jie, ke mari! Yong-jie! Yong-jie…..”
Baru dua kali Oey Yong dipanggil, tiba-tiba dia telah muncul dari gerombolan pohon kembang mawar di samping mereka. Dia lantas menyahuti: “Sudah lama aku ada di sini….!”
Memang nona itu sudah sekian lama bersembunyi di situ, maka itu dia pun telah denar pembicaraan di antara Tiauw Hong dan Kwee Ceng. Dia menjadi terharu dan tertarik hatinya kepada si pria, yang begitu perhatikan dan menyayangi kepadanya. Tanpa merasa, air matanya turun meleleh di kedua belah pipinya yang halus. Tapi ia tidak menangis terus, hanya ia lantas kata pada Bwee Tiauw Hong: “Bwee Jiak Hoa, lekas kau merdekakan dia!”
Kwee Ceng heran, begitu pun Bwee Tiauw Hong.
Bwee Jiak Hoa itu adalah nama benar dari Tiauw Hong, nama sebelum ia berguru, nama itu tidak dikenal kaum kongouw. Nama itu pun sudah beberapa puluh tahun tidak pernah terdengar lagi. Sekarang Tiauw Hong dengar nama orang menyebutnya, ia terperanjat. “Kau siapa?!” ia tanya, suaranya bergemetar.
Oey Yong menjawab, katanya: “Di dalam tumpukan cita menyembunyikan pedang mustika, dalam suara seruling dan tambur ada si bintang tetamu….Aku she Oey….”
Tiauw Hong menjawab terlebih kaget lagi. “Kau…kau….!” tanyanya membentak.
“Kau bagaimana?!” balas tanya Oey Yong. “Masih ingkatkah kau kepada puncak Cek Cui Hong, gua Twie In Tong dan paseban Sie Kiam Teng dari pulau Tho-hoa-to di Tang Hay?”
Tiauw Hong berdiam, ia merasakan seperti tubuhnya melayang-layang. Semua puncak, gua dan paseban itu adalah tempat, dimana ia biasa pesiar semasa dia masih belajar silat. Heran ia akan mendengar disebutnya semua itu.
“Kau pernah apa dengan Oey Suhu, yang namanya Yok di atas dan Su di bawah?” ia tanya kemudian.
“Bagus!” seru si nona. “Kau nyatanya belum melupai ayahku! Tapi juga ayahku belum melupakannya kau! Dia telah datang sendiri menjenguk padamu!”
Tiauw Hong ingin berbangkit bangun akan tetapi kakinya tidak mau menurut perintah. Ia menjadi kaget, seumpama kata semangatnya terbang pergi. Ia menjadi bingung sekali.
“Lekas lepaskan dia!” Oey Yong berkata pula.
Tiba-tiba pula Tiauw Hong ingat: “Selama ini suhu tidak pernah meninggalkan Tho Hoa To, maka cara bagaimana dia bisa datang kemari? Bukankah aku tengah di perdayakan?”
Menyaksikan keragu-raguan orang, Oey Yong berlompat tinggi setombak lebih, selagi lompat, ia putar tubuhnya dua kali sebelum tubuhnya turun, ia menyerang ke arah Tiauw Hong. Itulah jurus “Burung garuda terbang ke langit” dari Cwie-sim-ciang. Sembari menyerang, ia menaya: “Kau sudah mencuri kitab Kiu Im Cie Keng, kau mengertikan jurus ini?”
Tiauw Hong merasakan serangan itu dari anginnya saja, ia angkat tangannya untuk menangkis seraya ia berkata: “Sumoay, marilah kita bicara baik-baik! Mana suhu?”
Oey Yong tidak segera menjawab, di waktu tubuhnya turun ke bawah, ia lantas ulur tangannya akan sambar Kwee Ceng guna ditarik.
Memang Oey Yong ini adalah putrinya Oey Yok Su, Tocu pemilik pulau dari pulau Thoa Hoa To di Tang Hay, Laut Timur. Dia adalah anak tunggal dan tersayang. Ibunya telah meninggal dunia karena kesulitan bersalin setelah ia dilahirkan. Dalam kedukaannya, Oey Yok Su menghibur diri dengan merawat dan memanjakan putrinya ini dengan dibantu sejumlah pelayan. Karena ia sangat disayang, ia menjadi sangat nakal. Ia cerdas sekali tetepi dalam pelajaran ilmu silat, ia kurang bersungguh-sungguh, ia tidak dipaksa ayahnya itu yang ingat ia masih berusia terlalu muda. Maka itu, walaupun Oey Yok Su ada satu jago yang lihay, anaknya baru mendapat permulaan saja dari kepandaiannya itu.
Pada suatu hati Oey Yong pesiar kelilingan di pulaunya itu, sampai ia tiba di gua, dimana ayahnya telah mengurung musuhnya. Ia bicara sama musuh itu. Ia merasa kasihan, ia memberikan sedikit arak. Belakangan Oey Yok Su ketahui perbuatan anaknya itu, ia gusar, ia tegur anaknya itu. Belum pernah Oey Yong ditegur, ia menjadi tidak senang, maka itu ia pergi buron dengan menaiki sebuah getek kayu. Ia menyamar sebagai satu pemuda melarat, ia pergi ke mana ia suka, sampai di Kalgan ia – diluar dugaannya – bertemu sama Kwee Ceng, malah keduanya tertarik satu pada yang lain hingga mereka lantas saja menjadi bersahabat erat. Oey Yong pernah dengar ayahnya omong tentang Tan Hian Hong dan Bwee Tiauw Hong, kedua murid ayahnya itu, maka itu ia jadi tahu nama benar dari Tiauw Hong. Tentang kata-katanya tadi, yaitu: “ Di dalam tumpukan cita menyembunyikan pedang mustika, dalam suara seruling dan tambur ada si bintang tetamu”, itulah nyanyiannya Oey Yok Suk yangs ering dinyanyikan, maka setiap muridnya kenal itu baik sekali. Ia sengaja menyebutkan itu, untuk menggertak kepada Tiauw Hong, yang kepandaiannya tidak dapat ia tandingi. Benar-benar Tiauw Hong jeri dan melepaskan Kwee Ceng.
Tiauw Hong masih berpikir: “Suhu telah datang, entah dengan cara apa dia bakal menghukum aku…” Mukanya menjadi pucat kapan ia ingat kebengisannya Oey Yok Su, tubuhnya menggigil sendirinya. Ia buta tetapi ia seperti membayangkan guru itu dengan bajunya warna kuning muda, dengan pundaknya menggendol sebuah pacul kecil peranti menggali obat-obatan, lagi berdiri di hadapannya. Mendadak tubuhnya menjadi lemas, seperti habis sudah ilmu silatnya, ia terus mendekam ke tanah seraya berkata: “Teecu ketahui dosaku yang mesti dibunuh berlaksa kali, tetapi teecu mohon sukalah guru mengampunkan teecu dari hukuman mati mengingat mata teecu telah buta dan separuh tubuhku cacat…”
Kwee Ceng heran menyaksikan orang demikian ketakutan dan pasrah sedang begitu jauh yang ia ketahui, si Mayat Besi biasanya galak dan telengas, musuh bagaimana tangguh juga tidak dapat buat ia jeri.
Oey Yong tertawa di dalam hatinya. Ia tarik tangan Kwee Ceng, terus ia menunjuk ke luar jendela. Itu artinya ia mengajak sahabat itu lari bersama, buat menyingkir dari istana itu.
Kwee Ceng baru memandang ke tembok tatkala di belakang mereka, mereka dengar satu suara seruan yang disusul tertawa panjang, lalu di sana muncul seorang yang tangannya menggoyang-goyang kipas.
“Anak yang baik, aku tidak kena kau jual!” orang itu berkata sambil tertawa.
Oey Yong lantas kenali Auwyang Kongcu, yang ia tahu ilmu silatnya lihay, dan orang pun hendak membekuk padanya. Ia mengerti yang ia sukar lolos, tetapi ia cerdik sekali, segera ia dapat akal, lantas ia menghadapi Bwee Tiauw Hong dan berkata: “Bwee Suci, ayah paling dengar perkataanku, sebentar nanti aku mohonkan ampun kepadanya, hanya sekarang kau mesti mendirikan dulu beberapa jasa baik, supaya ayah suka mengampunkannya.”
“Jasa baik apakah itu?” Bwee Tiauw Hong tanya.
“Ada orang busuk lagi menghina aku,” Oey Yong terangkan. “Akan aku berpura-pura tidak sanggup melawan, kaulah yang mesti hajar dia. Sebentar ayah datang, kapan ia lihat kau membantui aku, hatinya tentu girang.”
Tiauw Hong suka memberikan bantuannya. Kata-katanya ini sumoy, adik seperguruan, membuat ia mendapat harapan, hingga semangatnya bangun dengan mendadak.
Sementara itu Auwyang Kongcu lagi mendatangi bersama keempat murid wanitanya. Begitu dia tiba di depan mereka bertiga, Oey Yog tarik tangannya Kwee Ceng, untuk memernahkan diri di belakangnya Bwee Tiauw Hong. Nona ini telah pikir, begitu lekas Tiauw Hong dan si kongcu bertempur, ia mau ajak sahabatnya itu menyingkirkan diri.
Auwyang Kongcu melihat Tiauw Hong sedang duduk numprah, nyonya itu berserba hitam dan romannya tidak luar biasa, ia ulur tangannya akan sambar Oey Yong. Mendadak saja ia merasakan angin menyambar ke arah dadanya, ia lihat tangan si nyonya menjambak secara hebat. Ia kaget bukan main. Belum pernah ia mendapat serangan sehebat ini. Lekas-lekas ia mengetok denagn kipasnya ke lengan si nyonya, tubuhnya pun dibawa berlompat berkelit. Walaupun begitu, ia masih kurang sebat, dengan menerbitkan suara memberebet, ujung bajunya robek sepotong sedang kipasnya patah menjadi dua potong. Yang membikin ia terkejut sekali adalah keempat muridnya telah roboh terguling, apabila ia mendekati mereka, untuk memeriksa, nyata mereka sudah putus jiwanya semua, otak mereka telah dilobangi lima jari tangan. Itulah cengkeraman Kiu Im Pek-kut Jiauw.
Kongcu ini menjadi murka sekali, tidak banyak omong lagi, ia lompat maju, untuk menyerang Bwee Tiauw Hong. Ia keluarkan kepandaiannya yang istimewa, ialah “Sin To Soat San Ciong”, atau “Unta Sakti Gunung Salju”.
Bwee Tiauw Hong membuat perlawanan dengan Kiu Im Pek-kut Jiauw, kedua tangannya bergerak panjang dan pendek, sambungan tulang-tulangnya mengasih dengar suara meretek, hingga Auwyang Kongcu tidak berani merapatkan diri.
Oey Yong hendak menggunai ketikanya untuk menyingkir, ia baru menarik tangan Kwee Ceng atau tiba-tiba ia dengar bentakan di belakangnya, disusul sama serangan dua tangan. Itulah Hauw Thong Hay yang telah datang ke situ dan lantas menyerang, ke arah muka, sebab dia tahu si nona memakai lapis berduri.
Segera setelah itu, ke situ pun datang See Thong Thian bersama Nio Cu Ong dan Pheng Lian Houw.
Chao Wang bersama putranya repotnya mencari orang yang menculik onghui, mereka berlari-lari bersama barisan pengiring mereka, di dalam dan di laur istana.
Nio Cu Ong lihat bagaimana Auwyang Kongcu terdesak, sampai bajunya robek dan terlihat baju dalamnya. Ia pun lantas ingat bagaimana di dalam gua ia telah dipermainkan nyonya itu, ia menjadi gemas sekali sambil berseru, ia maju akan membantui si pemuda mengepung.
See Thong Thian dan Pheng Lian Houw menanti di pinggiran, bersiap untuk membantui. Hati mereka tapinya gentar menyaksikan kehilayan si nyonya.
Oey Yong main berkelit terhadap pelbagai serangan Hauw Thong Hay, ia membuatnya orang she hauw itu kewalahan.
Tidak lama, Bwee Tiauw Hong merasakan repot melayani dua lawan yang tangguh. Tiba-tiba ia tarik sebelah tangannya dan menyambar bebokongnya Kwee Ceng seraya ia berseru: “Kau podong kedua kakiku!”
Kwee Ceng kaget, ia tidak mengerti maksud orang, akan tetapi ia insyaf bahwa mereka bekerjasama menangkis musuh, ia turut perkataan orang itu, segera ia membungkuk memegang kedua pahanya Tiauw Hong, untuk diangkat.
Dengan tangan kirinya Tiauw Hong tangkis serangan Auwyang Kongcu, dengan tangan kanannya ia jambak Nio Cu Ong, semabri berbuat demikian, ia kata kepada Kwee Ceng: “Kau pondong aku, kau kejar si orang she Nioitu!”
Baru sekarang Kwee Ceng mengerti maksud orang. Pikirnya: “Dia tidak dapat menggunai kedua kakinya, dia membutuhkan bantuanku!” Ia terus bekerja. Ia bukan lagi pondong si nyonya, dia hanya memanggulnya, lalu dia bergerak kesana ke mari menuruti setiap petunjuk nyonya itu, untuk maju memburu, guna mundur sembari menangkis atau berkelit. Ia bertenaga besar, enteng tubuhnya, dan tubuh Tiauw Hong tidak berat, ia jadi dapat berbegrak dengan leluasa. Maka setelah itu Tiauw Hong manjadi menang diatas angin.
“Bagaimana sih caranya menyakinkan ilmu dalam?” dia tanya Kwee Ceng selagi ia melayani musuh. Dia tidak dapat melupakan ilmu itu.
“Dudk numprah, lima hati di hadapkan ke langit,” Kwee ceng menjawab.
“Apa itu ynag dinamakan lima hati?” Tiauw Hong menanya pula.
“Dengan itu dimaksudkan telapakan dua tangan, telapakan kedua kaki dan embun-embunan.”
Girang Tiauw Hong hingga ia menjadi bersemangat, hingga ketika ia menjambret Nio Cu Ong, dia dapat mengcengkram pundaknya. Maka tidak tempo lagi, pundaknya orang she Nio itu berlumuran darah, hingga ia mesti melompat menyingkir.
Kwee Ceng lompat, untuk memburu, tatkala ia melihat Kwie-bun Liong Ong See Thong Thian maju membantu suteenya untuk menggerubungi Oey Yong, ia menjadi kaget, lantas ia putar tubuhnya. “Hajar dulu ini dua orang!” ia kata pada Tiauw Hong.
Nyonya itu sudah lantas kasih bekerja kedua tangannya, ynag kiri ke arah bebokongnya Hauw Thong Hay. Dia ini mengkeratkan diri, untuk berkelit. Di luar dugaannya tangan si nyonya, maka kagetlah ia tempo bebokongnya kena dijambak, hingga tubuhnya segera diangkat, sedang di lain pihak lima jari tangan kanan si nyonya itu menyambar ke abtok kepalanya. tanpa berdaya lagi, ia menjadi lemas sekujur tubuhnya, tak dapat ia bergerak lagi.
SeeThong Thian menyaksikan itu, kagetnya bukan main. Ia berlompat, untuk menghalau lengan nyonya itu. Karenanya kedua tangan beradu satu sama lain. keduanya menjadi kaget, tangan mereka sama-sama kesemutan.
Berbareng dengan itu, dari arah kiri terdengar suara angin menyambar. Itulah serangan kim-chie-piauw, atau senjata rahasia yang berupa uang dari Pheng Lian Houw.
Tiauw Hong dapat tahu datangnya serangan gelap, ia menangkis dengan melemparkan tubuhnya Hauw Thong Hay ke arah datangnya piauw itu, maka Thong Hay lantas saja berkoak, “Aduh!” karena tepat ia terkena piauw itu.
See Thong Thian kaget, apapula ia dapatkan tubuh sutee itu bakal jatuh ke tanah. Kalau ia terbanting, celakalah sutee itu. Terpaksa ia melompat maju, untuk menanggapi dengan menyambar pinggang si adik seperguruan itu, ynag terus ia lemparkan. Maka kali ini Thong Hay bisa kerahkan tenaganya, hingga ia jatuh dengan wajar.
Tiauw Hong melemparkan tubuh orang dan See Thong Thian menolongi sutee itu, semua itu terjadi dalam sejenak, menyusuli itu, Tiauw Hong segera diserang dari tiga penjuru, oleh piauwnya Pheng Lian Houw, oleh Auwyang Kongcu dan See Thong Thian.
Bwee Tiauw Hong memasang kupingnya, lantas jari-jari tangannya dipakai menyentil, akan menyentil balik setiap piauw, dari itu, semua piauw itu mental kembali, menyerang kepada Auwyang Kongcu, Pheng Lian Houw dan See Thong Thian, juga kepada Nio Cu Ong, yang turut maju pula.
“Apakah itu yang dinamakan mengumpulkan ngo-heng?” Tiauw Hong menanya lagi.
“Itulah kayu dari Tong-hun, emas dari See-pek, api dari Lam Sin, air dari Pak Ceng, dan tanah dari Tiong Ie.”
Ngo-heng ialah kayu, emas, api, air dan tanah.
“Apakah itu yang disebut mengakurkan su-ciang?”
“Itu artinya menyimpan mata, mengebalkan kuping, meluruskan napas dan menutup lidah.”
“Tidak salah! Itu yang dinamakan ngo-kie-tiauw-goan – lima hawa dipusatkan kepada asalnya?”
“Itulah, mata tidak melihat tetapi semangatnya ada di jantung, kuping tidak mendengar tetapi pendengarannya ada di geginjal, lidah tidak berbunyi tetapi pemikirannya ada di hati, dan hidung tidak mencium bau tetapi rohnya ada di peparu.”
Girang Tiauw Hong mendapatkan keterangan ini. Sudah belasan tahun ia menyakinkan Kiu Im Cie Keng, tidak pernah ia mengerti itu. Maka ia menanya. Dengan begini ia telah memecah perhatiannya, belum lagi Kwee Ceng menjawab ia, pundak kirinya dan iga kanannya telah terkena hajar oleh Auwyang Kongcu dan See Thong Thian. Ia bertubuh kuat akan tetapi toh hajaran itu membikin ia merasakan sangat sakit.
Oey Yong pun menjadi cemas. Ia mengharap Tiauw Hong bisa melibat musuh-musuhnya, supaya ia bisa ajak Kwee Ceng kabur, siapa tahu, pemuda ini mesti membantui orang.
Segera juga Tiauw Hong terdesak dibawah angin. Ia heran atas tidak datangnya bala bantuan, maka akhirnya ia teriaki Oey Yong: “Eh, darimana kau memancing begini banyak musuh lihay? Mana suhu?” Ia menanya demikian, sebenarnya ia berkhawatir. Sungguh tak ingin ia bertemu sama gurunya, yang ia tahu telengas,
“Dia bakal segera datang!” Oey Yong menyahuti. “Mereka ini bukannya tandinganmu! Umpama kata kau duduk di tanah, mereka tidak nanti dapat mengganggu selembar rambutmu!” Ia ingin membangkitkan kejumawaannya si Mayat Besi, supaya Kwee Ceng dilepaskan. Tetapi Tiauw Hong tengah sulit sekali, ia repot melayani musuh-musuhnya.
Nio Cu Ong berseru, ia berlompat menerjang.
Tiauw Hong merasakan ada serangan di kiri dan kanannya, ia mementang kedua tangannya untuk menangkis, tetapi ia merasakan rambutnya ada yang tarik. Itulah nio Cu Ong, yang menyambar rambutnya itu. Ia kaget, begitu pun Oey Yong.
Nona ini segera menyerang punggungnya orang she Nio itu, atas mana Cu Ong menangkis dengan tangan kanannya, sekalian dia hendak membangkol tangannya si nona itu, sedang tangan kirinya tidak melepaskan rambutnya si Mayat Besi.
Untuk membebaskan dirinya, Tiauw Hong menyambar ke rambutnya, maka bagaikan sitebas, rambutnya itu kutung putus, menyusul mana, ia serang Nio Cu Ong.
Dengan mencelat ke samping, Cu Ong menolong dirinya. Sementara itu Pheng Lian Houw lantas mengetahui wanita itu adalah Bwee Tiauw Hong, salah satu dari Hek Hong Siang sat, maka itu, apabila ia dapat kenyataan Oey Yong membnatui si Mayat Hidup, dia menegur : “Eh, budak cilik! Kau bilang kau bukannya murid Hek Hong, nyata kau mendusta!”
Oey Yong tidak mau mengalah. “Dia guruku?” dia membalik, mengejak. “Lagi seratus tahun ia belajar silat, dia masih belum mampu menjadi guruku!”
Lian Houw heran. Terang mereka berdua sama ilmu silatnya. Kenapa si nona menyangkal? Kenapa agaknya si nona tidak menghormati Tiauw Hong itu?
Justru itu terdengarlah suaranya See Thong Thian: “Memanah orang lebih dulu memanah kudanya!” Kata-kata itu ditujukan kepada Kwee Ceng, yang ia lantas rabu kakinya.
Tiauw Hong kaget. Ia tahu Kwee Ceng masih lemah, kalau naka itu roboh, ia pun bisa susah. Maka itu, ia membungkuk, untuk menyambut kakinya orang she See itu. Justru itu, dengan tubuhnya si nyonya turun rendah, Auwyang Kongcu membarengi menumbuk bebokongnya.
Tiauw Hong mengasih dengar suara “Hm!” Mendadak saja tangan kanannya terayun, lalu terlihat berkelebatnya satu sinar putih terang. Nyata ia telah kasih keluar cambuknya, dengan apa ia menyambet ke empat penjuru. Cambuknya itu bergerak bagaikan naga beracun, hingga empat lawannya mesti menjauhkan diri.
Pheng Lian Houw berpikir: “Ini perempuan buta mesti lebih dulu dibinasakan, jikalau suaminya si Mayat Perunggu keburu datang, sungguh sulit!” Ia memikir demikian karena ia tidak tahu Tan Hian Hong sudah terbinasa.
Sebenarnya cambuk Tong-liong Gin-pian dari Bwee Tiauw Hong lihay sekali, di dalam kalangan enam tombak, siapa kena dicambuk, dia mesti terbinasa, cuma sekarang ia menghadapi Auwyang Kongcu berempat…semua bukan sembarang orang. Ia cuma bisa membikin mereka itu merenggangkan diri.
Pheng Lian Houw penasaran, sambil berseru, dia menjatuhkan diri, untuk menyerbu dengan bergulingan.
Tiauw Hong tidak tahu orang hendak membokong dia, dia tetapi melayani ketiga musuhnya. Adalah Kwee Ceng, yang menjadi kaget sekali, dalam takutnya, ia menjerit. Atas ini tahulah Tiauw Hong atas datangnya musuh-musuh, ia lantas ulur tangan kirinya, guna menjambret si orang she Pheng itu.
Oey Yong tidak dapat membantu Tiauw Hong lagi, karena cambuk orang merintangi majunya. Dilain pihak, ia melihat ancaman bahaya untuk si Mayat Besi – artinya untuk ia sendiri berdua sama Kwee Ceng. Ia lantas dapat akal, maka ia berteriak: “Semua berhenti! Aku hendak bicara!”
Pheng Lian Houw, yang bisa membebaskan diri, begitupun ketiga kawannya, tidak mengambil mumat atas teriakan itu, mereka terus mengurung.
Oey Yong berkhawatir dan penasaran, hendak ia berteriak pula, atau tiba-tiba ia dengar lain orang mendahulukan padanya: “Semua berhenti, aku hendak ada bicara!” Suara itu datangnya dari arah tembok.
Oey Yong segera berpaling. Enam orang, yang tubuhnya tinggi kate tdak rata, tertampak berdiri di atas tembok. Tapi malam ada gelap, muka mereka tidak terlihat nyata.
Pheng Lian Houw semua tahu, ada datang orang dari pihak ketiga, merek atidak ambil peduli, mereka berkelahi terus.
Rupanya keenam orang di atas tembok itu tidak dapat manahan sabar, dua diantaranya sudah lantas lompat turun. Merek ini masing-masing bersenjatakan joan-pian dan pikulan besi, dengan senjatanya itu, mereka lantas serang Auwyang Kongcu. Orang yang mencekal joan-pian itu, cambuk emas, ynag tubuhnya kate, membarengi mendamprat: “Bangsat tukang petik bunga, kemana kau hendak lari?!”
Kwee Ceng dengar suara orang, ia menjadi girang sekali. “Suhu lekas tolongi teecu!” ia berteriak.
Memang keenam orang itu adalah Kanglam Liok Koay. Sejak di Utara mereka terpisah dari Kwee Ceng, muridnya mereka itu, kemudian mereka menguntit delapan murid wanita dari Pek To San. Diwaktu malam, mereka lantas mempergoki Auwyang Kongcu beserta sekalian muridnya merampas anak gadisnya suatu keluarga baik-baik. Mereka gusar, mereka lantas menyerang.
Auwyang Kongcu membuat perlawanan, tetapi Liok Koay telah berlatih bersungguh-sungguh di gurun pasir, telah memperoleh banyak kemajuan, mereka membikin ia kewalahan. Begitulah tubuhnya kena dihajar tongkatnya Kwa Tin Ok dan kakinya tertendang Cu Cong. Merasa tidak ungkulan, terpaksa ia lepaskan si nona mangsanya itu dan lari kabur. Dua muridnya terhajar binasa masing-masing oleh Lam Hie Jin dan Coan Kim Hoat.
Wat Lie Kiam Han Siauw Eng lantas menolong si nona, yang ia gendong pulang ke rumahnya. Kemudian Auwyang Kongcu dikejar, tetapi ia licin dan dapat meloloskan diri. Liok Koay juga tidak mengejar dengan berpisahan, karena mereka ketahui, kalau bertempur satu lawan satu, pihaknya tidak sanggup. Tapi mereka terus melakukan penyeledikan. Inilah tidak sukar, sebab rombongannya Auwyang Kongcu gampang dikenali dari dandanan mereka yang serba putih itu. Begitulah mereka menguntit hingga di onghu, istananya Chao Wang itu.
Diwaktu gelap, gampang sekali untuk melihat pakaiannya rombongan Auwyang Kongcu itu, maka itu Lam Hie Jin dan Han Po Kie sudah lantas melakukan penyerangan. Mereka kaget akan dengar teriakannya Kwee Ceng. Empat yang lainnya turut heran juga. Merekanjuga lantas mengawasi, hingga mereka dapat lihat dengan tegas: Bwee Tiauw Hong si Mayat Besi telah bersilat dengan cambuknya, dia sepertinya duduk bersilat di pundaknya Kwee Ceng. Rupanya bocah itu berada dibawah pengaruh orang. Karena ini tanpa bersangsi lagi, Han Siauw Eng maju menyerang si Mayat Besi yang ia sangat benci itu, sedang Coan Kim Hoat maju untuk menolongi muridnya.
Pheng Lian Houw semua heran atas datangnya enam orang itu, apapula mereka itu lantas menyerang Auwyang Kongcu, menyerang si Mayat Besi juga. Lian Houw lantas menggulingkan tubuh, akan keluar dari gelangan. Kemudian ia berteriak: “Semua berhenti! Aku hendak bicara!” Teriakannya nyaring sekali, menulikan telinga.
Nio Cu Ong bersama See Thong Thian mendahulukan mundur.
Kwa Tin Ok, yang dengar teriakan hebat itu, percaya yang orang adalah orang lihay, maka ia pun teriaki saudara-saudaranya: “Shatee dan citmoay, tahan dulu!”
Dua saudara itu menurut, begitupun yang lainnya, mereka semua mundur.
Tiauw Hong pun sudah berhenti bersilat, ia hanya bernapas memburu.
Oey Yong sudha lantas menghampirkan murid ayahnya itu. “Kali ini kau telah berjasa!” katanya. Tapi kepada Kwee Ceng ia memberi tanda dengan gerakan tangan, agar sahabatnya itu melemparkan tubuh orang.
Kwee Ceng mengerti, untuk simpangi perhatian si Mayat Besi, ia memberi keterangan atas pertanyaan orang tadi. Akhirnya ia berkata: “Nah, kau ingatlah baik-baik!” Berbareng dengan itu, dengan mengerahkan tenaga, ia melemparkan tubuh si nyonya sampai jauhnya setombak lebih, ia sendiri segera lompat mundur. Hanya, belum lagi ia menaruh kaki di tanah, cambuk perak yang bergemerlapan sudah lantas menyambar kepadanya. Cambuk itu ada banyak gaetannya.
“Celaka!” teriak Han Po Kie, yang menyaksikan bahaya mengancam muridnya. Tanpa ayal lagi ia menyerang dengan Kim-liong-pian, cambuknya, si Naga Emas. Maka kedua cambuk itu beradu keras. Ia kaget, telapakan tangannya sakit. Cambuknya itu terlepas, terlibat dan tertarik sama cambuknya Bwee Tiauw Hong. Ia menyerang Kwee Ceng begitu lekas ia dapatkan tubuhnya dilemparkan. Ketika ia jatuh ke tanah, lebih dahulu ia menampa dengan tangannya, habis itu ia duduk dengan hati-hati. Ia ketahui datangnya Kanglam Liok Koay begitu lekas ia dengar suaranya Kwa Tin Ok. Ia mendongkol berbareng khawatir. Ia pikir: “Aku cari mereka ke mana-mana, hari ini mereka mengantarkan diri. Coba hari bukannya hari ini, pasti aku bersyukur sangat kepada Langit dan Bumi. Sekarang ini aku lagi dikurung oleh musuh, aku hampir tidak dapat bertahan, jikalau aku mesti tambah musuh dalam dirinya Tujuh Manusia Aneh ini, pastilah aku bakal binasa….” Ia lantas mengertak gigi. Ia lantas mengambil keputusan: “Nio Lao Koay beramai tak ada permusuhannya dengan aku, maka hari ini baiklah aku terbinasa bersama-sama dengan Cit Koay saja!” Ia cekal keras cambuknya, ia memasang kuping, akan dengari gerak-geriknya Cit Koay itu. Ia tahu orang muncul yang berenam, ia heran: “Dari Cit Koay cuma muncul yang enam, entah yang satunya lagi bersembunyi di mana…?” Ia tidak tahu yang Siauw Bie To Thio A Seng telah terbinasa di tangan suaminya.
Liok Koay bersama rombongannya Nio Cu Ong berdiam semua, mereka pun memernahkan diri di jarak tujuh tombak dari wanita kosen itu yang cambuknya sangat lihay.
“Anak Ceng, kenapa mereka itu bertempur?” Cu Cong berbisik kepada muridnya. “Kua sendiri, mengapa kau bantui perempuan siluman itu?”
“Mereka hendak membunuh aku, dia menolongi,” jawab Kwee Ceng.
Biauw Ciu Sie-seng heran.
“Aku minta kau memberitahukan nama kamu?!” Nio Cu Ong menegur Kanglam Liok Koay. “Tengah malam buta, kau lancang masuk ke dalam istana, kamu hendak berbuat apa?”
“Aku she Kwa,” menyahut Tin Ok. “Kami bersaudara bertujuh orang. Orang Kangouw menyebut kami Kanglam Cit Koay.”
“Oh, Kanglam Cit Koay!” kata Pheng Lian Houw. “Sudah lama aku mengagumi nama kamu!”
See Thong Thian tapinya berteriak: “Bagus! Cit Koay telah datang sendiri! Aku orang she See hendak belajar kenal, untuk melihat Cit Koay yang namanya demikian besar, kepandaiannya sebenarnya bagaimana!”
Thong Thian gusar karena ia ingat penghinaan yang diterima empat muridnya. Ia lantas lompat ke depannya Pheng Lian Houw.
Auwyang Kongcu berdiam sambil bersiap. Ia bermusuh dengan Liok Koay dan Bwee Tiauw Hong, yang satu merusak usahanya, yang lainnya membinasakan muridnya atau gundiknya tersayang. Inilah ketikanya untuk turun tangan.
See Thong Thian maju sambil mengawasi keenam Manusia Aneh itu. Ia dapatkan Kwa Tin Ok bercacat mata dan kakinya, Han Siauw Eng satu nona yang manis, Coan Kim Hoat kurus kering, Han Po Kie kate dampak dan gemuk, sedang Cu Cong lemah lembut bukan seperti orang Rimba Persilatan. Cuma Lam San Ciauw-cu Lam Hie Jin, yang romannya gagah. Karena itu, segera ia serang si Tukang Kayu dari gunung Lam San itu.
Lam Hie Jin menancap pikulannya, tanpa bersuara, ia menangkis serangan. Ia lihay akan tetapi baru beberapa jurus, tahulah ia bahwa ia bukannya tandingan musuh she See itu. Karena ini, Han Siauw Eng lantas maju dengan pedangnya dan Coan Kim Hoat dengan dacinnya.
Pheng Lian Houw tidak berdiam saja melihat kawannya dikerubuti, sambil berseru keras, ia lompat maju akan rintangi Coan Kim Hoat, yang senjatanya yang luar biasa itu hendak dirampasnya. Tapi Kim Hoat lihay, gerakannya aneh, ia serangn musuh ini hingga si musuh kaget dan mesti berkelit dengan lompatan jungkir balik “Ular naga membalik tubuh.”
“Eh, senjata apa senjata kau ini?” dia tanya, heran, sesudah berkelit ke kiri dan ke kanan. “Ini toh barang yang diperantikan menimbang di pasar tetapi kau pakai untuk menyerang orang!”
Coan Kim Hoat mendongkol dan menyahut: “Dacin ini untuk menimbang kau, babi!”
Lian Houw murka dikatakan babi, lantas ia menyerang dengan hebat, hingga ia membikin Kim Hoat terdesak.
Meyaksikan saudara keenamnya itu kewalahan, Han Po Kie berlompat maju. Cambuknya kena dirampas Bwee Tiauw Hong tetapi ia punyakan kepalannya.
SeeThong Thian dan Pheng Lian Houw benar lihay, walaupun mereka dikepung, mereka masih menang diatas angin. Karena ini, Kwa Tin Ok dan Cu Cong lantas maju, untuk membantui saudara-saudaranya itu, dengan begitu, mereka jadi bertempur dalam dua rombongan dengan masing-masing tiga lawan satu. Kali ini pihak Liok Koay yang menang di atas angin.
Pertempuran di antara Oey Yong dan Hauw Thong Hay juga berjalan dengan seru. Sebenarnya Thong Hay lebih lihay terapi ia kalha gesit dan ia pun jeri untuk beju lapis si nona, dari itu tidak berani ia menghajar tubuh orang. Karena ini Oey Yong yang dapat mendesak, hingga lawannya itu main mundur.
Auwyang Kongcu telah memasang mata, ia ketahui pihaknya keteter, maka ia lantas mengambil keputusan: “Baiklah aku binasakan dulu ini beberapa manusia jahat. Si wanita siluman, biar bagaimana tidak nanti ia dapat kabur, dia boleh dibereskan belakangan…” Segera ia lompat ke sampingnya Kwa Tin Ok. Ia bergerak dengan jurus “Sekejap seribu lie” dari ilmu silatnya Sin To Soat-san-ciang. Ia pun lantas membentak: “Kamu usilan, bangsat buta, maka kau rasailah lihaynya kongcumu!” Lalu tangannya kanannya meninju.
Kwa Tin Ok mendengar suara angin di kanan, ia menangkis dengan ujung tongkatnya, tetapi ia kebogehan, sebab serangan datang dalam rupa tangan kiri lawan. Ia lantas saja berkelit denagn mendak, berbareng dengan mana, ia menyerang pula dengan jurusnya “Arhat menunjuk pengaruh”.
Auwyang Kongcu menyingkir dari serangan itu, tetapi ia bukannya menyingkir untuk berlari, hanya ia lompat kepada Lam Hie Jin, yang ia terus serang, hingga Hie Jin terkejut dan mesti berbalik akan melayani.
Melayani Hie Jin pun Auwyang Kongcu pun tidak mau mengulur tempo, ia lantas tinggalkan musuh ini, untuk menyerang yang lain. Begitu ia berkelahi, hingga ia menempur Liok Koay dengan bergantian. Maka teranglah, ia tengah mengganggu musuh-musuhnya itu, hingga Pheng Lian Houw dan See Thong Thian jadi dapat bernapas.
Suasana kembali terbalik, Liok Koay yang mulai keteter pula.
Nio Cu Ong sementara itu terus memasang matanya terhadap Kwee Ceng, maka tempo ia menginsyafi aksinya Auwyang Kongcu itu, ia lantas lompat kepada bocah itu sambil ulur tangannya, ia menjambret dengan kedua tangannya.
Kwee Ceng bukan tandingan jago ini, dalam beberapa jurus saja ia sudah terdesak, malah lekas juga dadanya kena dicengkram. Dengan tangan kanannya, Cu Ong menjambak ke arah perut, untuk membikin pecah perut orang, supaya ia bisa menghisap darah anak muda itu.
Dalam saat berbahaya itu, Kwee Ceng membela diri. Ia mengkeratkan perutnya, hingga terdengar suara robek dari bajunya, hingga belasan bungkusan obatnya kena disambar musuh.
Nio Cu Ong dapat mencium bau obat, ia masuki semua bungkusan itu ke dalam sakunya, setelah mana kembali ia menjambak.
Kwee Ceng berontak sekuat-kuatnya, ia dapat meloloskan diri, terus ia lari ke arah Bwee Tiauw Hong sambil berteriak: “Tolongi aku!”
Girang Tiauw Hong mendengar suara orang. Ia memang ingin meminta beberapa keterangan pula kepada anak muda itu.
“Kau peluki aku! Jangan takuti Lao Kaoy!” ia menyahuti.
Kwee Ceng tahu, satu kali ia peluk wanita itu, ia tidak bakal lolos pula, karena itu, ia tidak berani menghampirkan, ia hanya lari berputaran dekat, di sekitarnya.
Nio Cu Ong memburu, hingga ia memasuki kalangan smabaran cambuknya si wanita kosen, sembari mengejar, ia waspada terhadap nyonya itu terutama terhadap cambuknya.
Bwee Tiauw Hong sendiri memperhatikan suaranya Kwee Ceng, gerak-geriknya, maka juga mendadak saja ia geraki cambuknya, untuk merabu kakai si anak muda!
Oey Yong melayani Hauw Thong Hay dengan selalu memperhatikan Kwee Ceng. Ia terkejut ketika Kwee Ceng kena dijambret Nio Cu Ong, untuk menolongi, sudah tidak keburu lagi. Sekarang ia melihat kawannya terancam cambuknya Tiauw Hong, ia dapat menolong, maka dengan meninggalkan Thong Hay, ia lompat ke arah cambuk! Ia tidak takuti cambuk itu, meskipun ia tahu, kecuali ayahnya, sukar dicari orag yang bisa mengalahkannya. Ia pun bukannya hendak menangkis, hanya ia berlompat ke atas cambuk di mana ia menggulingkan tubuhnya.
Kwee Ceng tertolong dari bahaya tetapi sekarang Oey Yong yang kena kelibat cambuk itu, yang terus ditarik Bwee Tiauw Hong. Atas itu Oey Yong lanats berseru: “Bwee Jiak Hoak, beranikah kau melukai aku?!”
Kaget Tiauw Hong mengenali suaranya Oey Yong, hingga ia memandikan peluh dingin. Dia pun berpikir: “Cambukku banyak gaetannya, sekarang aku lukai budak ini, bagaimana suhu dapat mengampunkan aku? Tapi sudah terlanjur, baiklah aku habiskan dia dulu!” Maka dia terus menarik, hingga ia dapat cekal tubuh si nona, untuk diletaki di tanah. Ia percaya tubuh si nona itu sudah tercengkeram pelbagai gaetan cambuknya.
Justru itu Oey Yong tertawa geli. Ia memakai lapisan joan-wie-kah, tubuhnya tidak terluka, melainkan baju luarnya dan dalamnya pada robek. Dengan jenaka ia berkata: “Kau merusaki pakaianku, aku minta ganti!”
Tiauw Hong melongo. Dari suaranya orang, ia dapat tahu nona itu tidak kesakitan. Dengan tiba-tiba ia ingat, maka katanya dalam hatinya: “Ah, tentu saja baju lapis berduri dari suhu telah diberikan padanya!” Ia lantas menyahuti: “Ya, encimu ini yang salah, nanti aku pasti mengganti bajumu ini…”
Oey Yong lantas menggapai pada Kwee Ceng.
Anak muda itu menghampirkan, ia berdiri jauhnya tujuh atau delapan kaki dari Tiauw Hong. Sekarang ia tidak dihampirkan oleh Nio Cu Ong, yang jeri kepada cambuknya si wanita lihay itu.
Kanglam Liok Koay sekarang berkelahi dengan mengumpulkan diri, belakang dengan belakang, denagn begitu mereka dapat melayani See Thong Thian, Pheng Lian Houw, Hauw Thong Hay dan Auwyang Kongcu berempat. Thong Hay ditinggalkan Oey Yong, ia lantas membantui kawannya itu. Inilah cara berkelahi yang Liok Koay baru pahamkan dan melatih selama mereka berdiam di gurun pasir. Dengan begitu, mereka tidak usah repot-repot menjagai punggung mereka. Meski begini, mereka keteter juga.
Han Po Kie terluka pundaknya, ia berkelahi terus. ia takut keluar dari kalangan, khawatir nanti benteng perlawanannya itu menjadi dobol. Ia berkelahi sambil menggertak gigi, sebab Pheng Lian Houw yang lihay sudah cecar padanya.
Kwee ceng lihat gurunya yang nomor tiga itu terancam bahaya, melupakan segala apa, ia lari menghampirkan, terus ia serang bebokongnya Pheng Lian Houw dengan jurusnya, “Membuka mega untuk menolak rembulan.”
“Hm!” Pheng Lian Houw mengasih dengar suara si hidung. Ia berkelit, lantas ia memutar tubuh untuk membalas menyerang.
Justru itu terlihat muncul dari gombolan pohon bunga, sambil berlari-lari mendatangi, dia berseru: “Semua suhu, ayahku ada urusan penting untuk mana ia minta bantuan kamu! Lekas!”
Orang itu mengenakan kopiah emas, kopiahnya miring. Ialah siauw-ongya Wanyen Kang, si pangeran muda.
Pheng Lian Houw semua menjadi bingung. Masing-masing mereka lantas berpikir: “Ongya adalah yang mengundang kami semua, sekarang dia ada punya urusan penting, cara bagaimana aku tidak pergi membantu dia?” Karena ini, mereka lantas lompat mundur, keluar dari gelanggang.
“Ibuku telah dibawa buron penjahat,” Wanyen Kang beritahu dengan perlahan. “Ayah minta semua suhu membantu mencari, untuk menolongi. Tidak nanti kami berani melupakan budi suhu semua!”
Pangeran ini datang secara kesusu, malampun gelap, ia tidak dapat melihat Bwee Tiauw Hong, yang numprah di tanah.
“Onghui telah orang bawa lari, inilah hebat!” pikir Lian Houw semua. “Kalau begitu, apa perlunya kami berdiam di dalam istana?” Mereka juga menduga: “Pasti Liok Koay ini lagi menjalankan siasat memancing harimau turun dari gunung, untuk melibat kami semua. dilain pihak, kawannya pergi menculik onghui!” Karena ini tanpa sangsi lagi, mereka lari mengikuti Wanyen Kang, mereka meninggalkan musuh-musuh mereka.
Nio Cu Ong berlari paling belakang, ia pergi dengan perasaan sangta tidak puas. Ia ingat Kwee Ceng darah siapa ia belum sempat hisap. Justru itu, Kwee Ceng teriakin dia: “Eh, kau pulangi obatku!” Dalam sengitnya, ia menimpuk dengan senjata rahasianya, yaitu paku Cu-ngo Touw-kut-teng.
Cu Cong lompat maju, dengan kipasnya ia sampok paku itu, sesudah jatuh ia pungut, terus dibawa ke hidungnya, untuk dicium. “Oh, paku beracun Cu-ngo Touw-kut-teng! Inilah paku yang asal menemui darah lantas menutup tenggorakan orang hingga orang mati seketika!”
Nio Cu Ong tercengang mengetahui orang kenal pakunya itu.
“Apa?” dia menanya seraya ia merandak, tubuhnya pun diputar.
Cu Cong lari menghampirkan, dengan tangan kirinya ia angsurkan paku itu. “Ini , aku kembalikan pada kau, tuan!” katanya sembari tertawa.
Cu Ong pun ulur tangannya untuk menyambuti. Ia tidak jeri karena ia tahu orang kalah daripadanya.
Cu Cong dapat lihat ujung baju orang penuh rumput dan debu, ia gunai tangan bajunya untuk menyapu itu.
“Siapa kesudian kau mengambil hatiku?!” Cu Ong membentak, terus ia putar tubuhnya untuk berlalu.


Kwee Ceng menjadi masgul sekali. “Dengan begitu saja kita pulang…” katanya menyesal. Satu malaman ia menumpuh bahaya, kesudahannya obat tak didapatkan juga. Untuk menggunai kekerasan, harapannya tidak ada.
“Mari kita pulang!” mengajak Tin Ok selagi muridnya ragu-ragu. Ia pun mendahului lompat ke tembok, maka lima saudaranya lantas menyusul.
“Bagaimana dia, toako?” Han Siauw Eng tanya sambil ia menunjuk Tiauw Hong.
“Kita telah memberikan janji kepada Ma Totiang, biar kita mengasih ampun padanya,” sahut kakak tertua itu.
Oey Yong tertawa haha-hihi, ia tidak memberi hormat kepada Liok Koay. Ketika ia pun lompat ke tembok, ia naik ke ujung lainnya.
“Adik kecil, mana suhu?” Tiauw Hong tanya nona itu.
“Ayahku?” balik tanya Oey Yong masih tertawa. “Tentu sekali ayah berada di pulau Thoa Hoa To! Tidak pernah ayah meninggalkan rumah! Ada apa kau menanyakannya?”
Tiauw Hong menjadi sangat gusar, hingga napasnya memburu. Ia tahu ia tidak bisa berbuat apa-apa. Setelah berhenti sejenak, ia kata pula: “Kau toh yang membilangnya kalau suhu datang ke mari!”
Oey Yong tertawa pula. “Tanpa aku dustakan kau, mana kau mau lepaskan dia?” Dengan “dia” ia maksudkan Kwee Ceng.
Tiauw Hong murka bukan kepalang, dengan kedua tangannya ia menekan tanah, lantas saja ia bangkit berdiri, lalu dengan tindakan terhuyung-huyung, ia menubruk kepada si nona. Ia telah keliru menyakinkannya ilmu silat dala, akibatnya kedua kakinya mati, dan makin ia memaksakan diri, makin pendek napasnya. Tapi kali ini, ia lupa segalanya.
Oey Yong terkejut, lekas ia lompat turun ke lain sebelah, untuk lari menghilang.
Tiba-tiba Tiauw Hong sadar. “Eh, mengapa aku bisa jalan?” tanyanya pada diri sendiri. Justru ia sadar, habis ia menanya, mendadak ia roboh pula, kedua kakinya lemas dan kaku. Ia pun pingsan.
Gampang sekali kalau Liok Koay hendak merampas jiwa orang akan tetapi untuk menepati janji kepada Ma Giok, mereka tidak mau turun tangan, maka itu mereka berlalu dengan terus. Mereka ajak Kwee Ceng bersama.
“Eh, anak Ceng, kenapa kau berada disini?” kemudian Han Siauw Eng menanya.
Kwee Ceng menjawab guru ini dengan tuturkan semua pengalamannya, sampai ia berikhtiar untuk menolongi Ong Cie It.
“Kalau begitu, mari kita tolongi Ong Totiang!” Cu Cong mengajak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar