Jumat, 02 November 2012

Sia Tiauw Enghiong 75



Bab 75. See Tok Auwyang Hong

“Aku justru hendak menanya kau, budak cilik itu ada di mana” Auwyang Hong balik menanya. “Lekas kau serahkan dia padaku”
Mendengar itu, Kwee ceng terperanjat karena girangnya. Ia lantas berpikir: “Kalau begitu, Yong-jie masih hidup dan dia telah lolos dari tangannya iblis ini”
Tapi ia jujur, perasaan hatinya gampang berpeta pada wajabnya, kegirangannya itu lantas dapat dilihat See Tok.
“Mana dia itu budak cilik?” Auwyang Hong membentak
“Entahlah,” menyahut Kwee ceng sejujurnya. “Selama di Kang lam dia mengikuti kau, kemudian bagaimana?”
See Tok tahu pemuda ini tidak pernah mendusta, ia menjadi heran. Menurut dugaannya, oey Yong mesti berada di dalam pasukan perang ini. Kenapa pemuda ini tidak mengetahuinya? Ia lantas duduk bersila untuk berpikir.
Kwee ceng membebaskan orang-orangnya dari totokan, ia menitahkan menyuguhkan teh koumiss. Auwyang Hong meminum satu cawan tanpa curiga.
“Anak tolol, tidak ada halangannya aku bercerita kepadamu,” katanya kemudian.
“Memang benar bocah itu telah kena aku tawan di dalam kuil Tiat ciang Bio di Kee-bin, hanya di itu malam juga dia berhasil meloloskan dirinya.”
Kwee Ceng girang hingga ia berseru: “Bagus” Ia pun menambahkan: “Dia sangat cerdik, jikalau dia memikir untuk lari, pasti dia dapat lari Bagaimana dia lolosnya?”
“Dia lolos di Kwie-in-chung di telaga Than ouw” menyahut see Tok sengit sekali. Hm, untuk apa menuturkannya? Tegasnya dia sudah kabur”
Kwee Ceng tidak mendesak. Dia tahu orang besar kepala dan kejadian itu pastilah membuatnya see Tok gusar dan malu dan menyesal.
“setelah dia kabur, aku mengejarnya,” see Tok toh menuturkan. “Beberapa kali aku dapat menemui dia, hanya saban-saban dia lolos lagi. Aku mengejar terus, terus aku berada di dekatnya, dia tidak dapat kabur pulang keTho Hoa To. Kita main kejar-kejaran, sampai d i perbatasan Mongolia. Mendadak dia lenyap. Maka aku menduga dia mesti berada di dalam pasukan plangmu ini. Demikian aku datang padamu.”
Mendengar oey Yong telah tiba di Mongolia, Kwee Ceng heran berbareng girang.
“Apakah kau pernah melihat dia?” ia tanya. Ditanya begitu, see Tok mendongkol.
” Kalau aku dapat melihat dia, mustahil aku tidak dapat membekuknya?” katanya keras. “siang dan malam aku mengintai dia di dalam pasukanmu ini. Aku menyangka dia tinggal bersama kau tetapi aku belum pernah melihat dia. Eh, bocah tolol, kau sebenarnya lagi main gila apa?” Kwee Ceng terbengong.
“siang dan malam kau mengintai, mengapa aku tidak dapat tahu?” Ia balik tanya.
Auwyang Hong tertawa puas.
“Aku ialah satu serdadu orang Wilayah Barat yang tidak berarti di dalam barisanmu yang dinamakan barisan Thian-cian-ciong” sahutnya. “Kaulah si kepala perang, mana kau kenal aku?”
Di dalam tentara Mongolia terdapat banyak serdadu- serdadu musuh yang tertawan dan diberi pekerjaan, maka itu kalau seorang Wilayah Barat, atau see Hek. nyelip di dalam satu barisan, dia memang sukar untuk diketahuinya. Tapi mendengar keterangan itu, Kwee Ceng terkejut. Ia berpikir. “Jikalau dia menghendaki jiwaku, pastilah jiwaku sudah lenyap lama” Lalu dengan suara tak tegas ia menanya: “Kenapa kau bilang Yong-jie berada di dalam pasukanku?”
“Kau telah meringkus kedua putranya jenghiz Khan, kau berhasil memukul pecah kota-kota dan melabrak musuh,” menyahut Auwyang Hong, “Tanpa petunjuk dari sibudak cilik itu, mana dapat kau si tolol melakukannya semua itu? Hanya budak itu tidak pernah memperlihatkan dirinya, ini benar-benar heran. sekarang tidak bisa lain, kau mesti bertanggung jawab, kau mesti menyerahkan dia itu padaku” Kwee Ceng tertawa.
“Kalau Yong-jie memperlihatkan dirinya, itulah hal yang aku paling harapi” ia kata.
“Sekarang cobalah kaupikirkan, dapatkah aku menyerahkan dia padamu?”
“Jikalau kau tidak mau menyerahkannya, aku mempunyai jalanku sendiri” kata Auwyang Hong. Dia mulai mengancam. “Kau berkuasa atas pasukan tentara besar, akan tetapi di mata Auwyang Hong tendamu ini, di luar dan di dalam, adalah seperti
tempat di mana tidak ada barang satu manusia Asal aku mau datang, aku datang, asal
aku mau pergi, aku pergi siapa dapat melarang aku”
omong besar itu bukan omong besar belaka, maka itu Kwee Ceng membungkam.
“Eh, bocah tolol, bagaimana kalau kita membuat perjanjian?” Auwyang Hong tanya.
“Perjanjian apakah itu?”
“Kau menyebutkan tempat sembunyinya si bocah, aku tanggung tidak nanti aku mengganggu sekalipun selembar rambutnya Jikalau kau tidak sudi menyebutkannya, aku akan mencari dia terus, biar perlahan, tetapi satu kali aku mendapatkan dia, hm Itu pasti bukannya urusan yang menyenangkan”
Kwee Ceng tahu see Tok sangat lihay, kecuali si nona bersembunyi di Tho Hoa To, mesti dia akan dapat dicari.
“Baik, suka aku berjanji,” katanya. “Hanya bukan menurut caramu itu”
“Habis?”
“Auwyang sianseng, sekarang ini ilmu silat kau jauh terlebih menang daripada kepandaianku,” berkata si anak muda, “Akan tetapi usiaku jauh lebih muda daripada usiamu, maka itu di belakang hari, setelah usiamu bertambah dan tenagamu berkurang, mesti datang satu hari yang kau bakal tidak sanggup melawan aku”
Auwyang Hong tidak pernah memikir saat dari “Usia bertambah dan tenaga berkurang”, sekarang ia mendengar suara anak muda ini, hatinya bercekat. “Kata-katanya bocah ini bukan kata-kata dungu,” pikirnya. Maka ia tanya: “Habis bagaimana?”
“Di antara aku dengan kau ada permusuhan disebabkan kau membinasakan guru-guruku,”
berkata pula Kwee Ceng, “Dan sakit hati itu tidak dapat tidak dibalas, maka itu walaupun kau kabur ke ujung langit, akan ada satu harinya yang aku nanti dapat mencari padamu” see Tok tertawa terbahak.
“justru sebelum aku tua dan loyo, sekarang aku bunuh padamu” Ia berseru. Belum lagi suaranya berhenti, kedua kakinya telah lantas dipentang dan ditekuk untuk berjongkok, sedang kedua tangannya diangsurkan hebat ke depannya, ke arah si anak muda.
Kwee Ceng tahu orang menyerang ia dengan ilmu Kodok-nya, tetapi la telah
meyakinkan sempurna “Ie-kin toan-kut-pian”, ilmu ” menukar otot dan melatih tulang”,
maka begitu serangan tiba, ia berkelit, setelah berkelit, dengan cepat ia membalas menyerang dengan jurus “Kian liong can tian” dari Hang Liong sip-pat Ciang.
Auwyang Hong menarik pulang tangannya, ia menyambuti serangan pembalasan si anak muda. Ia mengenal baik ilmu silat orang, yang ada ajarannya Ang Cit Kong, ia merasa bahwa ia sanggup melayaninya. Hanya kali ini ia salah menduga. Begitu ia menyambut, begitu tubuhnya tergerak hampir kuda-kudanya bergoyang. Ia menjadi kaget. Kalau ia tidak bisa mengegosnya, pastilah ia terluka.
“Jangan-jangan belum lagi aku tua dan loyo, bocah ini bakal dapat menyusul aku,”
pikirnya. Maka segera ia menyerang dengan tangan kirinya. Kwee Ceng berkelit, terus ia membalasnya pula.
sekali ini Auwyang Hong tidak mau menyambut keras dengan keras, ia menekuk tangannya menangkis sambil berkelit, guna mengasih lewat ancaman bahaya.
Kwee Ceng tidak dapat menangkap hati lawan, ia mengira orang cuma berkelit, ia tidak tahu Auwyang Hong terus menyerang pula, maka kagetlah ia kapan ia merasakan dorongan keras sekali. Dengan terpaksa ia mengeluarkan tangan kanannya, guna menolak itu.
Mengenai tenaga dalam, Kwee Ceng kalah d ari jago see Hek itu, maka kalau terus ia bertahan secara demikian, tidak lama, ia bakal roboh. Ia memang dipancing lawannya ini. Auwyang Hong girang pancingannya memakan. Lantas dia merasa tangannya Kwee Ceng menjadi lunak. seperti orang yang tidak dapat melawan lebih jauh. segera dia menambah tenaganya. justru itu, tangan si anak muda melejit licin.
“Hari ini tibalah saat kematianmu” pikir see Tok. yang meneruskan mengulur lengannya hingga jeriji tangannya segera akan tiba di dada lawan.
Kwee Ceng menggunai tangan kirinya untuk menangkis di depan dadanya, sembari menangkis, tangan kanannya yang melejit itu, dengan telunjuknya, menotok ke arah jalan darah tay-yang-hiat dari see Tok. Inilah It Yang Cie, ilmu silat totokan ajarannya It Teng Taysu, yang telah lama ia meyakinkannya tetapi belum pernah dipakai. It Yang Cie ialah penakluk dari Hap Moa Kang, ilmu silat Kodok.
Auwyang Hong menjadi kaget sekali, dengan lantas ia menjejak tanah, untuk lompat mundur, sembari lompat, dia berseru: “Ha, Toan Tie Hin si tua bangka hendak membikin susah padaku”
It Yang Cie dari Kwee Ceng ini belum mencapai kemahiran, itu masih belum dapat dipakai memecahkan Kap Moa Kang, sudah begitu, ia pun tidak paham betul cara menggunainya, habis menotok dan gagal, ia lantas menarik pulang pula. see Tok. Yang belum mundur lebih jauh, melihat itu. seharusnya, serangan dilanjuti. Melihat ini, jago tua itu tahu orang belum mahir, maka tanpa menanti ketika, dia terus menyerang lagi, kembali dengan kedua tangannya.
Kwee Ceng terkejut. Dengan luar biasa gesit, ia berlompat berkelit. Celakalah meja kecil di belakang, meja itu kena terhajar tangan lihay dari si Bisa dariBarat, siapa terus tidak mau berhenti, terus dia mengulangi serangannya. Rupanya dia pikir, anak muda yang lihay itu mesti didesak habis-habisan.
selagi menyerang, Auwyang Hong merasa ada bokongan dari arah belakang. Dia tidak takut, tanpa berpaling lagi dia menendang ke belakang. Inilah tipu untuk mendahului musuh, atau serangan untuk serangan. Kebetulan dia dibokong dengan tendangan, maka kedua kaki bentrok, kaki si penyerang tertolak. tubuhnya roboh, hanya kaki ia itu tidak patah. Dia heran, lantas dia menoleh. sekarang di muka pintu tenda dia melihat tiga pengemis tua, ialah ketiga tiang lo Lou, Kan dan Nio.
Louw Yoe Kiak segera berlompat, kedua tangannya memegang masing-masinglengannya kedua tangannya. Itulah siasat pembelaan diri dari kaum Kay Pang. Ini pula siasat yang digunai Kay Pang di harian rapat di Kun san dengan apa mereka dapat mengadakan pembelaan bagaikan tembok tangguh untuk mendesak Kwee Ceng dan oey Yong, sampai muda-mudi itu kewalahan.
Auwyang Hong tertawa terbahak. Ia lantas menggunai siasat. Melawan Kwee Ceng ia cuma menang seurat, kalau ia dikepung tiga pengemis ini, yang cukup lihay, ia bisa berabe. Ia pun berkata: “Anak tolol, ilmu silatmu maju pesat sekali” setelah itu ia menekuk kedua kakinya, untuk duduk bersila, sama sekali ia tidak menghiraukan Yoe Kiak bertiga. Ia berkata pula kepada si anak muda: “Kau hendak membuat perjanjian denganku, kau jelaskanlah”
“Kau menghendaki nona oey memberi penjelasan Kiu Im Cin-keng terhadapmu,”
berkata si anak muda, “Mengenai itu, dia sudi menjelaskannya atau tidak. mesti terserah kepadanya, tidak dapat kau membikin dia celaka.” Auwyang Hong tertawa.
“Jikalau dia suka memberi penjelasan, memang aku pun tidak tega mencelakai dia,”
sahutnya. “Memangnya oey Laoshia seorang yang dapat dibuat permainan? Hanya kalau dia tetap tidak suka bicara, mana dapat aku tidak menggunai sedikit kekerasan terhadapnya?”
“Tidak. aku larang” Kwee Ceng menggeleng kepala. “Kau menghendaki aku berjanji, habis apakah tukarannya untuk itu?”
” Itulah semenjak hari ini, jikalau kau terjatuh ke dalam tanganku, aku akan memberi ampun padamu hingga tiga kali, kau akan dibebaskan dari kematian.”
see Tok berbangkit, dia tertawa lebar. Tajam tertawanya itu, terdengar sampai jauh, hingga banyak kuda menjadi kaget dan meringkik saling sahutan. Kwee Ceng mengawasi dengan tajam.
“Inilah tidak lucu, tidak ada yang harus dibuat tertawa,” katanya perlahan, “Hanya kau harus ketahui sendiri, akan datang satu hari yang kau bakal terjatuh ke dalam tanganku”
Auwyang Hong tertawa, tetapi di dalam hatinya, ia berpikir. sedikitnya ia merasa jeri juga. Ia lantas mendapat satu pikiran. Ia tertawa ketika ia berkata: “Aku Auwyang Hong, aku menghendaki keampunan dari kau, bocah busuk? Hm Tapi baiklah, kita lihat saja nanti”
Kwee Ceng mengulur sebelah tangannya. “Kata-katanya seorang ksatria” ujarnya.
Auwyang Hong tertawa, dia menyahuti: “seumpama kuda tercambuk satu kali” see Tok menepuk perlahan tangannya si anak muda hingga tiga kali.
Itulah janji mereka -janji menurut caranya orang di jaman dinasti song. Siapa menyangkal janji itu, selanjutnya dia akan terhina.
Habis membuat perjanjian, Auwyang Hong hendak menanya Kwee Ceng tentang oey Yong, hanya belum lagi ia membuka mulutnya, ia melihat bayangan berkelebat di luar kemah, gerakannya sangat gesit. Ia bercuriga, lantas ia lompat keluar, untuk menyusul.
Ia ketinggalan, ia tidak melihat bayangan siapa juga. Maka ia berpaling ke arah tenda dan kata: “Di dalam tempo sepuluh hari, akan aku datang pula ke mari Itu waktu kita akan melihatnya, kau yang memberi ampun padaku, atau aku yang mengampunimu” sambil tertawa lebar tubuh sea Tok mencelat, lantas dia lenyap. sebab sekejap saja dia sudah memisahkan diri belasan tombak.
Lou Yoe Kiak bertiga saling mengawasi dengan bengong, hati mereka mengatakan “Dia sangat lihay, tidak heran dia sama tersohornya seperti Ang Pangcu.”
Kwee Ceng lantas memberitahukan ketiga tiang lo itu bahwa datangnya Auwyang Hong untuk mencari oey Yong.
“Dia bilang oey Pangcu ada di dalam pasukan ini, dia ngaco belo” berkata Yoe Kiak, “Jikalau itu benar, mustahil kita tidak tahu? Laginya” Kwee Ceng menunjang janggut.
“Akan tetapi akupikir dugaannya itu beralasan,” katanya perlahan. “sering aku merasakan yang nona oey seperti berada di sampingku, kalau ada soal-soal sukar.
selalu dia membantu memecahkannya. Hanya tidak perduli apa yang akupikir, dia tetap tidak sudi memperlihatkan diri padaku”
Tanpa merasa, kedua matanya pemuda itu menjadi merah.
“Baiklah koanjin jangan berduka,” Yoe Kiak menghibur. “Inilah perpisahan sekejab mata, diakhirnya toh kita bakal berkumpul.”
“Aku telah berbuat keliru terhadap nona oey, aku khawatir dia tidak akan sudi menemui aku pula,” kata lagi Kwee Ceng, yang mengaku salah. “Aku tidak tahu bagaimana aku harus berbuat untuk menebus dosaku itu” Yoe Kiak bertiga saling memandang.
“Taruh kata dia tidak sudi bicara sama aku,” Kwee Ceng berkata pula, “Kalau dia membiarkan aku melihatnya satu kali saja, hatiku tentu terhibur”
“Kau letih, koanjin,” berkata Yoe Kiak. “Silahkan kau beristirahat. Besok kita berdamai pula untuk menjaga Auwyang Hong datang mengacau lagi.” Kwee Ceng mengangguk, maka ketigg tiang lo itu mengundurkan diri
Besoknya angkatan parang maju terus, malamnya mereka singgah, Yoe Kiak datang ke kemah. Kwee Ceng membawa sehelai gambar lukisan. Ia kata “Pada tahun yang lalu selama di Kang lam aku telah mendapatkan gambar ini, aku seorang kasar, tidak mengerti aku akan maksudnya itu, maka selagi sekarang koanjin kesepian, dapatlah koanjin menikmati ini perlahan-lahan.” Lantas gambarnya itu ia letaki di atas meja.
Kwee Ceng membeber itu. Ia tercengang begitu ia melihat lukisannya: Seorang nona tengah menenun, romannya mirip sama oey Yong, melainkan lebih perok, alisnya turun, romannya lesu. Ia mengawasi terus. Di samping itu ia mendapati dua baris huruf halus, bunyinya mirip dengan syairnya Eng Kouw. Yang pertama: “Tujuh perkakas tenun Suteranya habis, citanya rampung, jangan sembarang dibuat pakaian nanti tergunting rusak tak disengaja, hingga burung-burungnya hong dan loan, terpisah menjadi dua pinggiran baju” Dan yang kedua: “Sembilan perkakas tenun Sepasang bunganya, sepasang daunnya, sepasah cabangnya Cinta tipis semenjak dahulu kala sering berpisah, dari mulanya sampai di akhimya, hati terikat, menembusi sehelai benang”
Tidak lama si anak muda berpikir, lantas ia ingat. Pikirnya: “Ini gambar mesti dilukis Yong-jle Entah dari mana Lou Tiang lo mendapatkannya” Ketika ia mengangkat tangan, untuk menanya, pengemis itu sudah berlalu dari kemahnya. Ia lantas menyuruh serdadunya memanggil, akan tetapi waktu ditanya, pengemis itu berkukuh membilang dia membelinya dari toko buku di kang lam.
Biarnya ia sepuluh kali tolol, Kwee Ceng dapat menduga, hanya disebabkan Yoe Kiak menutup mulut, ia kewalahan. Ia berpikir. justru itu Kan Tiang lo datang, pengemisitu bicara dengan perlahan: “Barusan aku melihat bayangan orang di ujung timur laut ini, waktu aku menyusul, bayangan itu lenyap setahu ke mana. Maka aku khawatir malam ini Auwyang Hong si bangsat tua nanti nyelundup ke dalam tangsi.”
“Biarlah,” kata Kwee Ceng. “Mari kita bersiap untuk membekuk dia.”
“Aku mempunyai satu akal, entah koanjin setuju atau tidak.” kata Kan Tiang lo.
“Mestinya itu bagus. Coba kau tuturkan.”
“Inilah tipu daya sangat sederhana,” kata tiang lo she Kan itu. “Kita menggali liang jebakan. Kita menyuruh duapuluh serdadu menyiapkan karung terisi pasir menjaga di luar kemah. Beruntung bangsat tua itu jikalau dia tidak datang, kalau dia muncul, aku tanggung dia dapat datang tetapi tidak dapat pergi.”
Kwee Ceng setuju dengan akal itu, ia bahak girang. Ia percaya Auwyang Hong bakal terjebak sebab see Tok sangat jumawa dan tidak melihat mata kepada lain orang.
Lou Tiang lo bertiga lantas mengepalai sejumlah serdadu menggali tanah dalamnya dua puluh tombak kira-kira, di atasnya ditutup rapi dengan permadani, di situ ditaruhkan sebuah kursi kayu yang enteng. Duapuluh serdadu dengan karung-karung pasir disembunyikan di luar tenda itu.
Pekerjaan menggali tanah itu tidak mencurigai siapa juga sebab di gurun pasir biasa orang menggali sumur untuk mendapatkan air. setelah rapi, Kwee Ceng menanti sambil duduk membaca buku. Malam itu, Auwyang Hong tidak muncul. Besoknya itu Auwyang Hong tidak muncul.
Besoknya, tentara maju terus, malamnya singgah pula. Yoe Kiak bertiga menggali liang jebakan yang baru.
Malam kedua itu, tetap Auwyang Hong tidak muncul, juga tidak di malam ketiga.
Hanya di malam keempat, Kwee Ceng mendengar suara apa-apa di kain tendanya, selagi hatinya berdebaran, ia melihat Auwyang Hong muncul sambil tertawa panjang.
see Tok bertindak dengan tenang, terus dia menghampirkan kursi, untuk berduduk.
atau mendadak. bruk Maka kejebloslah kursi itu berikut orang yang duduk di atasnya.
Liang dalam duapuluh tombak. tidak bisa Auwyang Hong segera berlompat naik. Di lain pihak, duapuluh serdadu sembunyi segera datang menguruk dengan karung pasir mereka itu.
Lou Yoe Kiak girang sekali, hingga ia memuji. “Dugaan oey Pangcu tepat sebagai malaikat” Tapi ia berhenti secara tiba-tiba sebab Kan Tianglo mendelik kepadanya. “oey Pangcu apa?” tanya Kwee Ceng.
“Aku salah omong,” berkata Yoe Kiak, menyambungi. “Aku mau menyebutnya Ang Pangcu. Jikalau Ang Pangcu ada di sini, dia tentu girang sekali.”
Kwee Ceng mengawasi tianglo itu, hendak ia menanya pula ketika serdadu-serdadunya di luar tenda menerbitkan suara berisik, bersama ketiga tianglo ia lari ke luar. Di sana sekalian serdadunya itu membuatnya berisik sambil tangan mereka menunjuk ke tanah. Tanah itu, yang tadinya rata, bergerak-gerak, sebentar mumbul, sebentar rata pula. Tidak lama anak muda ini mengawasi, ia segera mengerti sebabnya itu.
“Auwyang Hong lihay, dia bisa menyungkur tanah” katanya. Lantas dia menitahkan beberapa puluh serdadu menaik kuda, untuk jalan mondar-mandir di atas tanah itu, di bagian mana saja yang munjul. sekian lama sekalian serdadu itu bekerja, lalu tak ada lagi tanah yang munjul. Maka dianggap Auwyang Hong tidak tahan dan telah mati karenanya. “Coba gali,” Kwee Ceng menitah.
Ketika itu sudah tengah malam. orang memasang obor. Semua serdadu berdiri memutari tempat yang digali oleh belasan serdadu lainnya. setelah menggali belasan tombak. tubuh Auwyang Hong kedapatan berdiri diam. Tempat terpisah duapuluh tombak dari liang jebakan. Maka hebatlah tenaganya Auwyang Hong, tidak perduli tanah di situ tidak keras. Berkat tenaga dalamnya, dia dapat nelusup bagaikan tikus. Dia lantas digotong naik, diletaki di tanah.
Lou Yoe Kiak menghampirkan, untuk meraba dadanya. Tubuh see Tok masih hangat.
“Coba ambil rantai dan belenggu padanya,” tianglo ini menitah.
Baru pengemis ini berkata demikian atau mendadak tubuh Auwyang Hong bergerak dan sebelah tangannya menyambar kaki kanan si pengemis di bagian otot nadi kaki itu.
semua serdadu kaget, mereka berteriak mengatakan mayat hidup pula. Mereka tidak tahu, Auwyang Hong telah menutup jalan napasnya dan berpura-pura mati, setelahberada di luar urukan, dia membukanya pula jalan napasnya itu seraya terus membekuk si pengemis.
Kwee Ceng berlompat menubruk. tangan kirinya menekan jalan darah kie-kut-hiat dan tangan kanannya menekan jalan darah yang penting. Di dalam keadaan biasa, tidak nanti Auwyang Hong dapat dikotok secara demikian. Dia terkejut, dia hendak membela diri, tetapi kasep. dia kalah gesit. Dia merasakan tubuhnya kaku. Tapi dia mengerti, Kwee Ceng tidak menyerang hebat, kalau tidak. dia bisa mati lantas. Terpaksa dia melepaskan tangannya dari kakinya Yoe King. dia berdiri diam.
“Auwyang sianseng,” Kwee Ceng berkata, “Hendak aku mengajukan satu pertanyaan padamu. Adakah kau melihat nona oey?”
“Aku melihat hanya bayangannya,” menjawab See Tok. “Itu sebabnya kenapa aku datang mencari ke mari.”
“Apakah kau melihatnya nyata?” Kwee Ceng menanya pula. “Jikalau bukannya setan budak itu berada di sini, kau pasti tidak dapat menggunai jebakan ini untuk menangkap orang” sahut si Bisa dari Barat. Kwee Ceng melengak.
“Nah, kau pergilah” katanya akhirnya. “Kali ini aku memberi ampun padamu”
Dengan satu dorongan tangan kanan dengan perlahan, pemuda ini membikin tubuh orang terpelanting setombak lebih. Ia berbuat begini karena ia khawatir jago Barat yang lihay itu nanti menggunai ketika akan menyerang kepadanya.
Auwyang Hong berpaling, ia kata dengan dingin: “Biasanya aku bertempur sama bangsa cilik, tidak pernah aku mengunai senjata, tetapi kau dibantu si budak setan yang licik dan banyak akal muslihatnya, maka aku menyingkir dengan kebiasaanku itu Di dalam tempo sepuluh hari, aku akan datang pula ke mari dengan membawa tongkat ularku. Kau telah melihat sendiri bisa di kepala tongkatku itu, dari itu kau berhati-hatilah”
Lantas ia mengangkat kaki.
Kwee Ceng mengawasi orang menghilang, lalu ia merasakan sambaran angin Utara yang dingin, hingga ia menggigil sendirinya. Ia lantas mengingat lihaynya tongkat see Tok. ia merasa ngeri. Tongkat itu telah lenyap di dasar laut tetapi sembarang waktu  Auwyang Hong dapat memperoleh yang lainnya, sedang ular berbisanya dia mempunyai banyak. Berbayang di depan matanya bagaimana Yan Ie Lauw, si bisabangkotan itu membuatnya Coan Cin Cit Cu kewalahan. Tentu sekali, tongkat ular itu tidak dapat dilawan dengan tangan kosong sedang dia sendiri tidak pernah meyakinkan ilmu silat dengan senjata yang tertentu, sedang apa yang Liok Koay mengajarinya ada ilmu silat yang biasa. Ia menjadi bingung, matamya mendelong mengawasi awan putih di langit
Tidak lama, hawa udara menjadi dingin sekali, maka serdadu pelayan menyalakan api. Kwee Ceng berdiam di dalam kemahnya. Semua kuda pun dimasuki ke dalam tangsi. Kawanan pengemis tidak membekal baju kulit, untuk melawan hawa dingin itu, mereka mencoba menggunai tenaga dalamnya masing-masing. Adalah kemudian, Kwee Ceng menitahkan tentaranya membuat baju kulit kambing untuk mereka itu.
Besoknya hawa menjadi terlebih dingin, saiju di tanah berubah menjadi es.
Menggunai saat dingin ini, tentara Khoresm datang menyerang. Tapi Kwee Ceng telah bersiap, ia menyambutnya dengan barisan Liong Hui Tin, ia menang, lantas ia melabrak, mengejarnya ke Utara.
Sudah biasa Kwee Ceng tinggal di gurun Utara, ia tidak takut hawa dingin. Tapi iaingat Oey Yong. Kalau benar si nona ada bersamanya, bagaimana nona itu dapat melawan hawa dingin itu? Maka ia menjadi berkhawatir.
Malamnya, diam-diam pemuda ini memeriksa semua kemah. Tidak berhasil ia mencari si nona. Ketika ia akhirnya balik ke kemahnya, di sana Yoe Kiak lagi mengepalai penggalian lubang jebakan.
“Auwyang Hong itu sangat licin, setelah satu kali terjebak, mana dia kena dijebak untuk kedua kalinya?” berkata si anak muda.
“Dia tentu menduga kita memakai lain akal, tidak tahunya kita tetap sama liang kita ini,” menjawab si pengemis. “Biarlah dia dibikin bingung dengan itu pembilangannya, yang kosong ialah yang berisi, yang berisi ialah yang kosong, kosong dan berisi tak dapat diterkanya “
Kwee Ceng mengawasi tajam. Ia berpikir: ” Inilah akal muslihat dari dalam kitab ilmu perang, cara bagaimana kau mengetahuinya?”
Yoe Kiak tidak menghiraukan sikap orang, ia berkata ” Kalau kita menggunai lagi karung pasir, dia bakal dapat daya untuk menghindarkannya, maka kali ini kita mengubah cara, kita menggunai air panas, kita banjur dia”
Memang Kwee Ceng mendapatkan di luar tenda ada puluhan serdadu lagi menyiapkan belasan kuali besar, sebagai airnya mereka mengampaki kepingan-kepingan es dimasuki ke dalam kuali itu, untuk dimasak lumer.
“Dengan begitu bukankah dia bakal mati terseduh?” si anak muda tanya. “Memang koanjin telah berjanji dengannya akam mengampuni dia tiga kali,” menyahut Yoe Kiak. “Tetapi kalau ini kali dia mampus, itulah bukan dia roboh langsung di tangan koanjin, maka biar dia mau diberi ampun, tidak bisa. Dengan begitu koanjin tidak menyalah janji.”
Kwee Ceng menganggap alasan itu benar juga, ia berdiam saja.
setelah sekian lama, selesai sudah jebakan itu diatur. Tetapi sebuah kursi kayu diletaki di tengah-tengahnya. Di luar, dapur pun dinyalakan apinya, untuk orang memulai memasak air. Hawa ada sangat dingin, nyalanya api lamhat, es lumer dan keburu beku pula,maka Yoe Kiak berulang kali mendesak: “Lekas, kobarkan api”
justru di situ terlihat bayangan orang mencelat muncul Dan itulah see Tok Auwyang Hong. Dengan tongkatnya dia menyingkap tenda, terus dia berkata: “Eh, bocah tolol, kali ini kau mengatur liang jebakan, kakekmu tidak takut” Terus dia mengenjot tubuh ke arah kursi, untuk duduk bercokol di atasnya.
Yoe Kiak bertiga menjadi bingung sekali. Tidak disangka orang datang demikian cepat. Air mereka belum termasak panas, bahkan air sangat dingin. Di dalam hati mereka mengeluh menyaksikan see Tok bercokol di kursinya.
Mendadak terdengar suara nyaring, disusul sama caciannya Auwyang Hong. Kursi telah terjeblos bersama orang yang duduk di atasnya. Di situ tidak ada persediaan pasir, musuh tidak bisa diuruk pula. Untuk Auwyang Hong, gampang buat berlompat naik dari liang jebakan itu.
“Koanjin, lekas keluar” akhirnya ketiga tianglo berteriak sebab mengkhawatirkan keselamatannya si anak muda. Berbareng dengan itu di belakang mereka terdengar teriakan: “Tuang air”
Kapan Yoe Kiak mendengar suara itu, tanpa sangsi lagi ia berteriak-teriak: “Tuang air Tuang air”
sekalian serdadu itu mentaati titah, dengan sebat mereka menggotong kuali- kuali besar itu, untuk airnya dituangkan ke dalam liang perangkap.
Auwyang Hong lagi berlompat naik ketika dia diseblok air, hingga dia kaget dan kembali jatuh. Dia mengerti ancaman bahaya itu, dia lantas bersiap. Lagi sekali diaberlompat naik. Kali ini dia salah menaksir. Dia mengira dia bakal terus disiram denganair. Memang benar, dia disiram, hanya dia lupa memikir, setelah diangkat dari dapur, air es yang baru lumer itu segera membeku pula. Maka sekarang dia tertimpa es, yang keras. Dia kaget bukan main, dia kesakitan pada kepalanya. Kembali dia jatuh.
sekarang dia jatuh hebat, sebab kakinya pun terbelesak di dalam air yang lagi membeku menjadi es itu, hingga ia tak dapat bergerak. Ia mengerahkan tenaganya, untuk berlompat naik lagi, tetapi selagi begitu tubuhnya sebatas pinggang sudah keuruk dan kegencet es
Di dalam halnya menuang air dari dalam kuali itu, serdadu-serdadunya Kwee Ceng sudah terlatih: Empat serdadu menggotong sebuah kuali, empat yang lain menggotong yang lainnya, demikian juga yang lain-lainnya lagi. kalau yang empat bersedia di tepi liang, empat yang lain bersiap untuk menggantikannya, demikian selanjutnya. Maka itu, rapi sekali tertuangnya air. ini pula yang menyebabkan Auwyang Hong menjadi tidak berdaya.
Yoe Kiak semua girang karena tipu mereka menjadi hal yang kebetulan - air panasberganti dengan air es. setelah itu ia mengatur tindakan guna meringkus korbanperangkap itu. serdadu-serdadu diperintah membongkar es di sekitarnya see Tok. lalues yang membungkus tubuh itu dilibat dengan dadung dan ujung dadung diikat kepada serombongan dari dua puluh ekor kuda. Begitu sudah siap. kuda itu dituntun untukjalan, untuk menarik es itu, buat diangkat naik.
Berisik suaranya sekalian serdadu itu, maka dari lain-lain tangsi orang datang berkerumun, untuk menyaksikan, buat menonton. Banyak obor dipasang terang-terang hingga segala apa tampak nyata.
Auwyang Hong terbungkus es, dia tidak dapat bergerak. Karena dia sangat murka, matanya mendelik, giginya terbuka, alisnya berdiri Dia mendongkol akan mendengar semua serdadu berteriak-teriak kegirangan.
Yoe Kiak khawatir, karena lihaynya tenaga dalamnya, Auwyang Hong nanti bisa berontak melepaskan diri Itulah berbahaya, maka ia hendak menambah es dengan menyiramkan yang baru lumer. Untuk itu ia memerintahkan serdadunya masak es pula.
“Jangan,” berkata Kwee Ceng, yang ingat kepada janjinya. “Tiga kali dia mesti diberi ampun. Gempurlah es itu, biarkan dia pergi.”
Ketiga tianglo menghela napas, mereka menyesal, tetapi mereka juga bangsa laki-laki, mereka tidak menentang. Yoe Kiak sendiri yang mengangkat martilnya menghajar es itu.
“Keanjin,” tiba-tiba Kan Tianglo tanya, ” orang seperti Auwyang Hong ini, berapa lamadia dapat bertahan digencet es?”
“Mungkin tiga hari dan tiga malam, lewat dari itu, jiwanya terancam bahaya,” jawab Kwee Ceng.
“Baiklah, lagi tiga hari baru kita lepas dia,” kata tianglo she Kan itu. “Jiwanya boleh diampunkan, kesengsaraan tak dapat dia tak menderitanya” Kwee Ceng ingat akan sakit hati gurunya, ia mengangguk.
Besoknya, dari lain-lain pasukan pun datang penonton. Menampak demikian, Kwee Ceng menyuruh serdadu mengurung see Tok di dalam tenda, supaya dia tidak jadi tontonan terlebih jauh. Anak muda kata pada Yoe Kiak: “Pepatah kuno membilang, seorang ksatria dapat dibunuh, tidak dihina, dan dia ini, dia tetap ada seorang guru besar, dia tidak dapat diperhina sembarang orang.” Karena ini bukan saja serdadu, segala perwira pun dilarang menonton See Tok lagi.
Tepat tiga hari, ketiga tiang lo menggempur es dan Auwyang Hong dimerdekakan.
Dia lantas duduk bersila, untuk menyalurkan tenaga dalamnya. Selang setengah jam,tiga kali dia memuntahkan darah hitam, setelah itu dengan roman mendongkol, dia ngeloyor pergi.
Melihat keuletan orang, Kwee Ceng dan ketiga tiang lo kagum sekali. Merekamenyayangi si Bisa yang sesat ini.
Selama tiga hari Auwyang Hong digencet, hati Kwee Ceng tidak tenang. Sekarangsetelah orang berlalu, ia tetap merasa tidak tentram. Ia khawatir See Tok nanti munculsetiap waktu. Untuk menenangkan diri, ia duduk bersemedhi. Di sebelah itu, ada lagihalyang memberatkan hatinya. Ialah itu teriakan dari orang yang tidak dikenal, yang menitahkan menuangkan es kepada See Tok - es pengganti air panas. Ia ingat, itu mestinya suaranya oey Yong. Mulanya ia tidak perhatikan itu, baru selama tiga hari, ia mengingatnya baik-baik, lalu selanjutnya, suara itu seperti terus mendengung di kupingnya
“Tidak salah. Yong-jie ada di dalam pasukan ini” serunya sendiri seraya berlompat bangun. “Aku mesti mengumpulkan semua pumggawa dan serdadu, untuk memeriksa satu demi satu orang, mustahil dia dapat lolos” Hanya sejenak ia mengubah pikirannya itu. Ia ingat “Yong-jie tidak sudi menemui aku, periu apa aku memaksanya?” Maka ia menjadi berduka sekali. Ia bengong memg awasi gambar nona yang ia dapat dari Lou Tiang lo.
Malam itu selagi kesunyian memerintah jagat, Kwee Ceng mendengar derapnya kuda mendatangi, lantas itu disusul sama suara serdadu teguran pengawalnya, kemudian muncullah seorang pesuruh, yang menghaturkan surat titah dari Jenghiz Khan.
Angkatan parang Mongolia maju dengan lancar, di mana-mana mereka memperoleh kemenangan, maka itu, lagi beberapa ratus lie, mereka bakal tiba di samarkand, salah satu kota kenamaan di Khoresm Jenghiz Khan telah mendapat tahu kota itu telah dijadikan ibu kota baru oleh shah Muhammad, bahwa di situ telah dikumpul belasan laksa serdadu berikut rangsum yang cukup, kotanya sendiri pun kuat, maka untuk menggempur kota itu, ia pikir baiklah penyerangan dilakukan serentak.
Dengan datangnya titah panggilan itu, besoknya pagi Kwee Ceng memberangkatkan pasukannya menuju ke selatan mengikuti sungai, di dalam tempo sepuluh hari, tibalah ia diluar kota samarkand. Musuh rupanya melihat pasukannya yang berjumlah kecil, musuh keluar dan menerjamg. Ia melawan dengan dua barisannya, Hong-yang dan In-sui. Musuh kehilangan seribu jiwa lebih, dengan kekalahan mereka lari masuk ke dalam kota.
Di hari ketiga tibalah pasukan besar dari Jenghiz Khan sendiri, disusul oleh Juji dan ogotai. Maka samarkand lantas dikepung. Benar-benar kota itu kuat, sulit untuk dipecahkan dan dirampasnya. sebaliknya, banyak serdadu yang roboh sebagai korban.
Lewat lagi satu hari, putranya Jagatai penasaran, dia menyerang seorang diri Dia berani sekali, dia merangsak hebat. Apa celaka, dia kena dipanah kepalanya dan mati di situ juga.
Jenghiz Khan sangat menyayangi cucunya itu, ia sangat berduka. Ketika mayat sang cucu digotong pulang, ia memeluk. air matanya bercucuran. ia sendiri yang mencabut anak panah musuh. Ia terkejut ketika ia mendapatkan, anak panah itu memakai bulu burung rajawali dan terbungkus emas di mana ada ukiran huruf-huruf yang berbunyi:
“chao Wang dari negeri Kim.”
“Hm, kiranya Wanyen Lleh sijahanam ada di sini” dia berseru. Ia lantas lompat naik atas kudanya, ia memberikan pengumumannya “Semua perwira tinggi dan rendah, siapa saja yang dapat paling dulu memanjat kota dan memecahkannya serta berhasil membekuk Wanyen Lieh, guna membalas sakit hatinya cucuku, maka kota ini, semua wanita, permata dan citanya, akan dihadiahkan kepadanya”
seratus serdadu berkuda segera mengumumkan terlebih jauh janji junjungannya ini, maka di dalam tempo yang pendek. semua barisan lantas merangsak maju, seruan mereka mengguntur, semua berlomba memanjat tembok atau menggempur pintu kota.
Musuh membela diri dengan keras, kotanya tidak dapat digempur, sebaliknya pihak Mongolia rugi empat ribu orang. Inilah kekalahan yang pertama dari Jenghiz Khan selama dia maju di Khorems, maka itu ia menjadi sangat mendongkol dan berduka.
Pulang ke kemahnya, Kwee Ceng memeriksa kitab perangnya Gak Hui. Ia mau mencari daya untuk dapat memukul pecah kota samarkand itu. Ia tidak berhasil. Kota samarkand lain daripada kota-kota di Tiongkok. Lantas ia menyuruh orang mengundang Lou Yoe Kiak. Ia percaya, Yoe Kiak bakal pergi mencari oey Yong, maka kalau Yoe Kiak meminta tempo, hendak ia menguntitnya.
Yoe Kiak itu cerdik, dia telah mengatur orang-orangnya, dari itu di mana Kwee Ceng sampai, lantas ada orang Kay Pang yang menyambut ia sambil berseru. “Inilah tentu dayanya Yong-jie untuk ia bisa menghindarkan diri dari aku. sungguh dia cerdik, dia dapat menerka segala apa yang aku pikir”
selang satu jam, Yoe Kiak kembali. Ia kata “Kota ini benar kuat sekali. Cobalah tunggu lagi beberapa hari, kita lihat bagaimana gerak-gerik musuh, baru kita memikir pula.”
Kwee Ceng mengangguk dengan terpaksa.
Waktu berangkat dari Mongolia, pemuda ini polos sekali dan tolol, tetapi sekarang sang waktu dan pengalamannya, membikin dia mendapat banyak kemajuan. Dia jadi bisa berpikir. Demikian itu malam berdiam seorang diri di dalam kemahnya, ia memikirkan syair di gambar nona itu. Itulah artinya asmara.
“Pastilah Yong-jie tidak menganggap aku tidak berbudi,” pikirnya. “Tentulah ia lagi mengharap-harap penghaturan maafku terhadapnya . sayang aku tolol, tidak tahu aku caranya untuk menebus dosa, untuk membikin puas hatinya”
oleh karena susah pulas, sampai jam tiga barulah Kwee Ceng layap-layap. Ia lantas mimpi bertemu oey Yong. Ia segera menanya bagaimana caranya ia harus minta maaf.
si nona membisiki ia, ia jadi girang sekali, ia berlompat bangun dan ia mendusin Lantas ia menjadi berduka. Ia tidak ingat lagi kisikan si nona, sia-sia ia memikirkannya. Tapi ia ingat satu hal. Ia berteriak: ” Lekas undang Lou Tianglo datang ke mari” Perintah itu dijalankan.
Lou Yoe Kiak menyangka ada urusan militer penting, dia datang hanya dengan berkerebong baju kulitnya, sepatunya tidak keburu dipakai. Kwee Ceng lantas kata padanya: “Lou Tianglo, biar bagaimana, besok malam aku ingin bertemu sama nona oey. Tidak perd uli kau memikirkannya sendiri, atau kau minta bantuan lain orang, besok sebelum tengah hari, kau mesti telah memberikan aku satu daya upaya yang bagus untuk memukul pecah kota” Pengemis itu kaget.
“oey Pangcu tidak ada di sini, cara bagaimana koanjin dapat bertemu dengannya?” ia kata.
“Kau pandai berpikir, kau tentu mempunyai dayamu,” kata si anak muda. “Kalau besok siang kau tidak menghaturkan dayamu itu, aku akan menjalankan undang-undang ketentaraan”
Yoe Kiak masih hendak bicara, atau Kwee Ceng telah memberi perintah kepada serdadu pengiringnya: “Besok tengah hari kauperintahkan seratus algojo menanti di muka tenda ini”
serdadu itu memberikan penyahutannya, sedang Yoe Kiak. dengan roman masgul, ngeloyor pergi.
Besoknya pagi, salju turun besar-besaran, tembok kota menjadi licin. Mana bisa kota itu dipanjat? Maka Jenghiz Khan tidak mencoba menyerbu kota. Ia pula bersangsi meninggalkan kota itu. Hawa udara sangat dingin. Kalau ia maju terus ke Barat, belakangnya bias dipotong musuh. Kalau lama ia berdiam di situ, musuh bisa mendapat bala bantuan. ia menjublak memandangi puncak yang tinggi seperti masuk mega. Iajalan mondar-mandir dengan menggendong tangan.
Puncak itu mencil sendirian, mirip pohon tanpa cabang dan daun, maka penduduk samarkand menamakannya “Puncak Gundul”. Dan kota samarkand dibangun dengan menyender puncak itu. Hebat pendirian kota ini. Mengingat kuatnya kota, entah berapa banyak belanja pendiriannya. juga panglima yang mengatur rencananya dan tukang-tukang yang mengerjakannya, mereka semua pasti pintar sekali. Kota terbuat dari batu semua, di situ rumput pun tidak tumbuh. Mungkin kera juga tidak dapat memanjatnya.
Lama Jenghiz Khan memandang hingga ia berpikir: “Semenjak aku bergerak, aku telah melakoni beberapa ratus kali perang besar dan kecil belum pernah aku nampak kesukaran seperti kali ini. Adakah Thian hendak memutuskan aku?”
salju turun terus, semua tenda telah menjadi putih, sebaliknya di dalam kota, dari mana-mana tampak asap mengepul.
Kwee Ceng pun ada kemasgulannya sendiri. Ia menantikan sang waktu dengan hatinya berdebaran. Dapat kah oey Yong memberi akal kepadanya? Bagaimana kalau Yoe Kiak bungkam? Bisakah dia membunuh pengemis itu?
Mendekati tengah hari pemuda ini duduk sendirian di dalam kemahnya. Ia berpikir keras. Algojo-algojonya telah siap menantikan.
Kemudian, tanpa merasa terdengarlah bunyi terompet dari markas besar. Itu dia tanda bahwa sang tengah hari telah tiba. Berbareng dengan itu, Lou Yoe Kiak muncul di dalam kemah, terus dia berkata “Aku telah dapat memikir satu daya, hanya dikhawatir koanjin sukar menjalankannya.”
Tapi Kwee Ceng sudah lantas menjadi kegirangan.
“Lekas bilang” ia mendesak. “Apakah yang menjadi kesukarannya? Biarnya itu meminta tenagaku, akan aku kerjakan juga”
Yoe Kiak menunjuk kepada puncak gundul. “Sebentar tengah malam, oey pangcu menantikan koanjin di sana.”
“Benar saja, inilah suaranya Yong-jie,” kata sipemuda di dalam hatinya. “Ia hendak membikin aku tidak berdaya. Puncak ini tinggi melebihkan Tiong cie Hong beberapa lipat, jurangnya hebat, sekalipun ada burung rajawali, belum tentu aku dapatmendakinya Mungkinkah di atas puncak ada dewa yang akan meluncurkan dadung untuk mengerek aku naik?”
Ia menjadi masgul. Ia lantas membubarkan barisan algojonya. Dengan menunggang kuda, seorang diri ia mendekati puncak gunung gundul itu. Ia menampak es bertumpuk bersusun bagaikan batu yang licin mengkilap. Es itu mirip es yang dipakai menggencetAuwyang Hong. cuma burung dapat terbang ke atas puncak itu
Pemuda ini mengangkat kepalanya, memandang ke puncak. Tiba-tiba kopiahnya jatuh. Mendadak ia mendusin.
“Ah” katanya seorang diri. “Bukan maksud hatinya oey Yong menjanjikan aku mendaki puncak ini, ia hanya hendak menguji hatiku apa aku benar-benar tulus memcintainya. Biarlah, aku nanti mencoba mendakinya. Umpama aku jatuh terpeleset hingga mati, aku toh telah menunjuki hatiku” setelah berpikir begini, hatinya menjadi lega.
Malam itu habis bersantap. Kwee Ceng siap. Ia membekal pisau belatinya serta
sepotong dadung panjang. Belum lagijagat gelap seluruhnya, ia sudah keluar dari
kemahnya, untuk menuju ke puncak. Di luar kemah, ketiga tiang lo menantikannya.
“Kami mengantarkan koanjin,” kata mereka.
Ia heran.
“Mengantar aku naik?”
“Benar,” menjawab Yoe Kiak. “Bukahkah koanjin berjanji akan bertemu sama oey
pangcu di atas puncak?” Kembali si pemuda heran sekali.
“Jadi benar- benarkah Yong-jie menjanjikan aku?” pikirnya. Jadi dia tidak mendustai aku?” Ia heran berbareng girang. Maka lantas ia mengikuti ketiga tianglo itu.
Di kaki puncak sudah menanti beberapa serdadu pengiringnya bersama beberapa puluh ekor kerbau dan kambing. ia heran.
“Potonglah” Yoe Kiak menitah. Seorang serdadu mengangkat goloknya yang lancip. ia menebas sebelah kaki belakangnya seekor kambing, kaki mana selagi darahnya masih panas, lantas ditancapkan di es. sebentar saja, darah itu membeku keras, sedang paha kambing itu sendiri nancap di es itu keras seperti nancapnya paku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar