Jumat, 02 November 2012

Sia Tiauw Enghiong 72




Bab 72. Mulutnya Si Tolol
Tin Ok mendongkol bukan main, ia mendongkol dan bergusar tanpa dapat melampiaskan itu. Ia duduk separuh menyender, mukanya menyeringai. Ia berniat mencabut anak panah di kakinya itu, ia tidak berani. Ia khawatir nanti darahnya menyembur dan ia sukar menyumbatnya. Memang celaka kalau si nona tidak menolongi ia membalut lukanya itu. Dengan terpaksa, ia menutup mulut. “Lekas ambil air dingin” menitah si nona bengis. “Lekas”
Perintah itu dibarengi sama tamparan nyaring ke muka serdadu yang diperintah itu.
Tin Ok mendengar itu, ia pikir. “Hebat ini siluman perempuan. Kalau dia tidak bicara, tidak apa asal dia membuka mulutnya, tentulah orang bercelaka”
“Ambil pisau” memerintah pula si nona. “Kau potong ujung bajunya Kwa Tayhiap di dekat lukanya itu” Perintah itu dilakukan satu serdadu.
“Orang she Kwa, kalau benar laki-laki, jangan kau menjerit kesakitan” kata si nona.
“Jangan kau membikin nonamu mendongkol, nanti dia tidak mau memperdulikan lagi padamu”
“Memangnya siapa yang kesudian kau memperdulikannya?” kata Tin Ok sengit.
“Lekas kau pergi,jauh-jauh” Tapi belum ia bicara habis, mendadak ia merasakan pahanya sangat sakit. orang telah memegang gagang panah, bukan panah itu dicabut hanya ditusukkan sakit
dan kaget, sebelah tangannya melayang. Lagi sekali ia merasakan sakit, kali ini pada tangannya, sebab pada tangannya itu dibelesaki anak panah.
oey Yong mencabut anak panah dan menyerahkan itu pada siterluka.
“Jikalau kau bergerak lagi satu kali, aku akan gaplok padamu” terdengar pula suara si nona.
Tin ok sangat mendongkol tetapi ia berdiam. Ia tahu, si nona berbuat apa yang dia katakan. sekarang ini ia bukan tandingan nona itu. sungguh hina kalau ia sampai digaploki oey Yong. Dengan muka merah padam, ia menutup mulut. Ia mendengar orang membeset beberapa kali pada potongan bajunya, ia merasa lukanya dibalut keras sekali, guna mencegah keluarnya darah. Habis itu ia merasakan dingin. si nona lagi mencuci lukanya itu. Ia menjadi heran.
” Kalau dia mau bikin aku celaka, kenapa dia menolongi? Kalau dia mau mendongi
aku Hm Hm Ayah dan anaknya ini, siluman-siluman dari Tho Hoa To, benarkah mereka
suka mendongi aku? Boleh jadi dia lagi menggunai akal jahatnya” Dilain saat, oey Yong sudah selesai mengobati.
Tin ok segera merasakan sakitnya berkurang sebagian besar. Ia tidak tahu oey Yong telah memakai obat siauw Hoan Tan dari Tho Hoa To, obat mustajab nomor satu untuk luka-luka. setelah itu, ia merasakan lapar, perutnya berbunyi keruyukan.
“Aku kira laparmu lapar paisu, kiranya lapar tulen” kata si nona mengejek, tertawanya dingin. “Baiklah, mari kita berangkat”
Ia bukan mengasih makanan, ia mengajak pergi. Pula ia telah mengayun tangannya, maka kedua serdadu tukang gotong itu kembali merasa sakitnya tongkat dari Partai Pengemis. Mereka ini menggotong pula orang yang luka itu, yang mereka diperintah memanggilnya “toaya” atau “tuan besar”.
Kali ini orang berjalan kira empat puluh lie, sang magrib telah mendatangi, burung-burung gagak pada berbunyi berisik sekali. Entah ada berapa ribu gagak di situ.
Tin ok kenal baik kota Kee-hin, maka tahulah ia yang ia telah dibawa ke dekat Tiat ciang Bio, kuil di mana ada dipuja Tiat Ciang ong Gan ciang si Tombak Besi, panglima perang yang kesohor di jaman Ngo Tay. Di samping kuil itu ada sebuah menara besar, yang sudah semenjak lama menjadi sarang gagah. Penduduk menyangka burung itu burung malaikat, mereka tidak berani mengganggu, maka juga, makin lama burung hitam itu jadi makin banyak.
“Ah, hari sudah gelap. di mana di sini kita mencari pondokan?” berkata si nona.
Tin ok lantas berpikir: “Kalau kita menumpang di rumah penduduk. ada kemungkinan rahasia nanti bocor dan tentara negeri bisa datang untuk melakukan penangkapan”
Karena ini, ia menyahuti: “Di sebelah depan, tidak terlalu jauh, ada sebuah kuil tua lainnya.”
si nona tidak menjawab, hanya ia kata bengis: “Apakah bagusnya burung gagak untuk dipandang? Memangnya kamu belum pernah melihatnya? Lekas jalan” Kedua serdadu lantas berjalan pula, kesakitan dan ketakutan dan lelah sekali.
Tidak lama sampailah mereka di Tiat Ciang Bio. Kwa Tin ok mendengar oey Yong menolak pintu. segera hidung mereka tersampok bau kotoran gagak. Itulah tanda yang kuil itu sudah lama tertinggal kosong dan tidak terurus. Ia tadinya menduda nona itu bakal menggerutu karena kuil kotor, tidak tahunya si nona tidak memperdulikannya. Ia lantas mendengar kedua serdadu diperintah menyapu kotoran dan kemudian masak air.
oey Yong sendiri mengganti obatnya si jago Kang Lam, habis itu baru dia sendiri pergi mencuci muka dan kaki. Tin ok merebahkan diri di ujung meja.
Belum lama, terdengarlah suara si nona: “Perlu apa kamu memandangi kakiku?
Memangnya kakiku dipertontonkan kepada kamu? Awas, aku nanti korek biji matamu”
Kedua serdadu itu ketakutan, mereka menjatuhkan diri dan mengangguk-angguk hingga jidatnya nyaring mengenai lantai.
“Bilang, perlu apa kamu mengawasi aku mencuci kaki?” si nona bertanya pula.
“Maafkan, nona,” kata satu serdadu sambil mengangguk pula. “sebenarnya hambamu melihat kaki nona bagus bagus sekali”
“Celaka betul,” pikir Tin ok. “sampai ini waktu mereka masih main gila Entah mereka bakal dikeset kulitnya dan dibetot otot-ototnya atau tidak oleh si nona”
Tapi oey Yong tertawa, katanya: “Macam tolol sebagai kamu masih mengetahui apa yang bagus dan apa yang tidak? Hm”
Dan satu serdadu jumpalitan, karena dihajar tongkat si nona. setelah itu kedua serdadu itu pergi bersembunyi di belakang. Tin ok berdiam saja, ia ingin ketahui apa bakal terjadi pula.
oey Yong berjalan mondar mandir, kemudian terdengar ia mengoceh seorang diri:
“ong Tiat Ciang gagah luar biasa, diakhirnya ia toh kepala terpisah dari tubuhnya Apakah artinya seorang enghiong? Apakah artinya seorang hoohan? Ah, tombak besinya ini tentulah tombak karatan”
Di masa mudanya, sebelum matanya buta, Tin ok bersama Han Po Kie dan yang lainnya pernah memain di kuil ong Gan ciang ini, meski mereka masih kecil, mereka pernah bergantian mencoba mengangkat tombak besi itu, maka itu mendengar perkataannya nona itu, ia menyahuti: “sudah pasti tombak itu tombak besi, bukannya tombak palsu”
“Ah” berkata si nona, yang terus mengangkat tombak itu. “Beratnya tombak ini kira-kira tiga puluh kati Aku telah membikin tongkatmu hilang, aku belum sempat menggantinya, karena besok kita bakal berpisah, untuk pergi masing-masing, sebab kau tidak mempunyai senjata, baiklah kau ambil tombak ini untuk dipakai sebagai gantinya tongkat.”
Tanpa menanti persetujuan oey Yong pergi membikin patah ujung tombak yang tajam, lalu ia menyerahkan tombak yang tinggal gagangnya itu, yang menjadi semacam toya atau tongkat.
Tin ok berduka ketika ia mendengar si nona membilang besok mereka bakal berpisahan. sekarang ini ia sebatang kara. Pula aneh, setelah berkumpul seharian itu sama si nona, ia sekarang merasa berat untuk berpisahan. Ia memegangi tombak itu, yang antap beratnya, ia merasa senjata itu cocok untuknya. Ia pun berpikiri “la memberikan senjata kepadaku, nyata ia tidak bermaksud jahat.”
Lalu ia mendengar si nona berkata kepadanya: “Inilah obat siauw Hoan Tan bikinan ayahku. obat ini ada faedahnya untuk lukamu. Kau membenci kami ayah dan anak.
terserah kepadamu untuk memakainya atau tidak”
Tin ok merasakan tangannya dijejalkan sebuah bungkusan, ia menyambuti itu dan memasukinya perlahan-lahan ke dalam sakunya. la tidak dapat membilang suatu apa.
Lamengharap si nona masih berkata-kata pula, tapi apa yang ia dengar hanya ini: “Nah, sekarang tidurlah” Lalu sunyi segala apa.
Jago Kanglam ini merebahkan dirinya, tombaknya diletaki di sisinya. Tidak bisa ia lantas tidur pulas. Ada saja pikiran yang menyandingi padanya. Lamendengar suara gagak yang berisik, suara mana makin lama makin reda, lalu sunyi segala apa.
Mengenai si nona, ia merasa orang tidak tidur hanya duduk terus, duduk tanpa berkutik.
Adalah kemudian, terdengar nona itu mengatakan seorang diri, suaranya perlahan, bersenandung. Dia membacakan syairnya Eng Kouw, yang Tin ok tidak mengerti maksudnya. Hanya jago Kanglam ini merasa suara orang sedih, hingga ia menjadi terharu.
Tidak lama dari itu barulah si nona bergerak. rupanya dia merebahkan diri Kemudian lagi, suara napasnya menjadi perlahan lalu berhenti.
Tin ok meraba tombak di sisinya. Kesunyian membuatnya ia berpikir. Di depan matanya lantas bagaikan berpeta Cu Cong lagi membaca kitab bututnya dan Han Po Kie dan coan Kim Hoat seperti lagi menarik-narik kumis patung malaikat. Lamerasakan seperti bermimpi bersama Lam Hie Jin dan Thio A seng tengah saling menarik tombak besi itu, sedang siauw Eng - sananya - baru berumur empat atau lima tahun, dua kuncirnya ngacir, selagi dia tertawa haha-hihi, kuncirnya itu memain dengan benang merahnya. Hanya sekejap. segala apa menjadi gelap. Lenyap segala pertanyaan itu sebaliknya, timbullah hawa amarahnya, muncul kebenciannya yang hebat terhadap si nona. Maka ia berbangkit, sambil membawa tombaknya, ia berindap-indap mendekati si nona. Lamendengar suara napas yang enteng, bukti bahwa nona itu lagi tidur nyenyak.
“Jikalau aku hajar dia, dia akan mati tanpa merasa,” pikirnya jago ini, yang pikirannya seperti waswas itu. “Tanpa bersikap begini, karena oey Lao shia sangat kosen, mana bisa aku menuntut balas? Anaknya ini lagi tidur, inilah ketika yang baik pemberian Thian Biarlah Tong shia merasakan enaknya orang kematian anak” Cuma sebentar ia berpikir begitu, atau ia ingat pula: “Anak ini pernah menolongi jiwa ku, dapatkah aku membalas kebaikan dengan kejahatan? Ah, biarlah Habis membunuh dia, aku pun membunuh diri di sampingnya, guna membalas budinya”
Cuma bersangsi sebentar, Tin ok segera mengangkat tombaknya. la telah pikir pula:
“Aku Kwa Tin ok. seumurku aku jujur dan pemurah, selama beberapa puluh tahun dari hidupku, tidak pernah aku melakukan apa-apa yang tidak pantas. sekarang aku dapat kembali ke kampung halamanku, meski mati, tidak ada yang dibuat sesalan lagi”
Tepat sekali ia mengerahkan tenaganya, mendadak ia mendengar suara tertawa nyaring dari kejauhan, suara itu menyeramkan, membangunkan bulu roma.
oey Yong terbangunkan tertawa itu, ia terus berlompat. Maka kagetlah, ia menyaksikan Kwa Tin ok lagi mengancam ia dengan tombaknya ong Gan cian itu Tapi ia berteriak. “Auwyang Hong”
Tin ok kecele. Tidak dapat ia meneruskan serangannya itu. la pun segera mendengar suara bicaranya beberapa orang, yang terus mendatangi ke arah kuil. setelah itu, ia mendengar tindakan kaki, mungkin dari tiga sampai empatpuluh orang, terdengarnya di depan dan belakang kuil, di kedua samping.
setelah mendengari sekian lama, Tin ok berkata dengan perlahan: “Terang mereka datang kemari karena mereka mendapat dengar suara burung gagak. Mari kita sembunyi” oey Yong setuju, ia memberikan penyahutannya.
Tin ok menuntun tangan orang untuk diajak pergi ke belakang tapi di pintu pendopo bagian belakang itu, ia mengutuk kedua serdadu tadi. Pintu itu dikuncikan mereka itu.
sedang begitu, di depan terdengar suara pintu ditolak,Jadi untuk mereka, tidak ada tempo untuk pergi keluar.
“Mari kita bersembunyi di belakang patung,” katanya. oey Yong menurut. la pun tidak melihat lain tempat sembunyi.
Baru mereka memernahkan diri Tin ok mencium bau belerang, maka tahulah ia yang orang telah menyalakan api.
“Paduka yang mulia Chao Wang,” lalu terdengar suaranya Auwyang Hong. “Kali ini dalam pertempuran di Yan le Lauw kita tidak memperoleh hasil tetapi kesudahannya kita telah memberi hajaran juga kepada semangatnya musuh” Chao Wang atau Wanyen Lieh, tertawa.
“Di dalam segala hal aku mengandal kepada sianseng,” ia kata. “Begitu juga di lain hari, dalam urusan mengambil kitab di Tiat Ciang Pang, aku mengharap sangat bantuan sianseng.”
“ltulah pasti” kata Auwyang Hong. “sebenarnya, kalau bukan paduka yang mulia telah mengalami bahaya besar ini, siapa menyangka kitabnya Gak Bu Bok itu adanya di puncak Tiat Ciang Hong?”
“Beberapa budak sianseng telah menolongi jiwanya anakku, aku berterima kasih sekali,” berkata pula Chao Wang si pangeran Kim. “Aku telah kirim mereka ke kota raja, untuk di sana mereka dirawat seumur hidupnya.”
“ltu semua menandakan kebaikan paduka yang mulia,” kata Auwyang Hong tertawa.
“Khiu Pang cu telah menjadi gusar danpulang ke gunungnya,” kemudian Wanyen Lieh berkata pula, “Di sana pasti dia bakal melakukan penjagaan kuat sekali, maka itu sianseng ada mempunyai akal apa untuk mendapatkan kitabnya Gak Hui itu?”
“Paduka yang mulia mempunyai banyak orang pandai, apakah artinya satu partai Tiat Ciang Pang?” berkata see Tok. “Biarnya Khiu Cian Jin lihay, Auwyang Hong merasa sanggup untuk melayani dia” la lantas tertawa kering.
Lalu terdengar suaranya Nio Cu ong, Pheng Lian Houw, see Thong Thian dan lainnya, yang mengumpak-umpak see Tok, sebaliknya Khiu Cian Jin tidak dipandang mata sama sekali.
setelah itu terdengar suaranya seorang muda: “Tuan-tuan, kata-katamu tidak tepat.
Khiu Pangcu lihay sekali, aku telah melihatnya dengan mataku sendiri Aku percaya, selain Auwyang sianseng, tidak sanggup menandingi dia.” Tin ok mengenal suaranya Yo Kang, hatinya panas sekali. Perkataannya Yo Kang itu membikin Nio Cu ong semua kecele dan malu.
“Khiu Cian Jin si tua bangka seperti ampas, sekalipun Kwee Ceng si bocah dia tidak
dapat mengalahkannya” tiba-tiba terdengar suaranya Leng Tie siangjin. ” Kepandaian dia itu biasa saja”
Mendengar itu, Auwyang Hong tertawa dingin. ” Kalau begitu, dapatkah sianjin mengalahkan Kwee Ceng?” ia tanya.
Diam-diam orang tertawa. Mereka ingat peristiwa itu hari di Ci Han Tong di istana di mana Leng Tie siangjin telah dibikin terlempar dari dalam air tumpah.
“Bukan aku memandang rendah kepada siangjin,” berkata pula Auwyang Hong.
“orang dengan kepandaian sebagai kau, meski kau belajar lagi sepuluh tahun, belum tentu kau dapat menjadi tandingannya Khiu Pangcu. Nama Tiat Ciang sui-siang-pauw menggetarkan dua propinsi Lian ouw, hingga sekalipun aku, tidak berani aku memandang enteng terhadapnya” Lagi sekali see Tok tertawa kering.
Leng Tie siangjin mendongkol bukan main, ia malu, akan tetapi ia tidak berani membuka mulut guna melawan bicara. Mukanya menjadi merah.
Kwa Tin ok mendengar orang bicara, ia menahan napas. Lamengenali semua orang tangguh itu. Kalau tadi ia ingin mati bersama oey Yong, sekarang sebaliknya ia khawatir dirinya dan si nona nanti terbinasakan mereka.
Habis itu terdengar hamba-hambanya Wanyen Lieh mengatur tatakan untuk Wanyen Lieh bersama Yo Kang dan Auwyang Hong beristirahat.

“Auwyang sianseng,” terdengar suaranya Yo Kang. “Di dalam bukunya siangkoan Kiam Lam, boanpwee melihat ada catatan tentang ilmu untuk memecahkan pukulan Tangan Besi itu.”
Auwyang Hong girang mendengar keterangan itu hingga ia berlompat bangun sambil menegasi: “Benarkah itu?”
“Boanpwee tidak berani mendusta,” kata Yo Kang, yang menyebut diri “boanpwee”,
yang terlebih muda. “Hanya sayang, bagian pelajaran itu termuat di dalam halaman-halaman yang justru kena dirobek-robek si perempuan hina dina”
Auwyang Hong menyesal sekali. Ia tidak takuti Khiu Cian Jin tetapi kepandaian orang itu ia malui. Maka sayang ilmu memecahkan ilmu silat Tangan Besi itu telah lenyap dan musnah.
“Boanpwee telah membaca itu, bunyinya masih boanpwee ingat samar-samar,”
berkata pula Yo Kang, “sayang kepandaianku tidak berarti dan aku tidak dapat menyelami catatan itu. Di dalam hal ini boanpwee mengharap petunjuk sianseng.”
Mendengar ini, timbul harapannya see Tok.
“Bagus, bagus” serunya. Hanya sejenak, ia terus menghela napas. Kemudian ia kata:
” Keponakanku telah terbinasa di tangannya Oey Yok Soedan orang-orang Coan Cin Pay, dengan begitu Pek To san menjadi tidak ada ahli warisnya lagi. Aku pikir baiklah aku ambil kau sebagai muridku.”
Yo Kang girang bukan main. Inilah justru pengharapannya. Tidak ayal lagi, ia berlutut di hadapan see Tok, untuk paykui. Tin ok menyesal dan mendongkol bukan main.
“Dia turunan baik-baik, mengapa sekarang dia mengakui musuh sebagai ayahnya?” pikirnya. “sudah begitu, mengapa dia juga mengangkat orang jahat sebagai gurunya?
Dia tenggelam semakin dalam, mungkin tidak ada harapan untuk ia berbalik pikir.”
Melihat putranya mengangkat guru, Wanyen Lieh berkata: “Di sini di tanah asing tidak dapat disediakan hadiah untuk upacara mengangkat guru ini, baiklah itu ditunda sampai lain hari.”
Auwyang Hong tertawa dan berkata “Tentang barang permata, di Pek To San telah tersedia cukup, Auwyang Hong cuma mengharap bakat baik dari anak ini, supaya dia menjadi ahli warisku yang berarti.”
“Sianseng, maaf,” berkata Wanyen Lieh.
Nio Cu ong beramai lantas memberi selamat kepada Auwyang Hong, Yo Kang dan pangeran Kim itu. yang pertama karena mendapat murid, yang kedua karena mendapat guru, dan yang ketiga karena putranya mendapat guru pandai.
“Tengah ramai mereka itu memberi selamat, mereka mendengar seorang berkata-kata nyaring: “sa Kouw sudah lapar sa Kouw sudah lapar sekali Kenapa aku tidak diberi makan?”
Kwa Tin ok mendengar suara itu yang ia mengenalinya, ia menjadi heran. “Kenapa anak itu berada bersama Wanyen Lieh dan Auwyang Hong?” pikirnya.
“Benar” terdengar saranya Yo Kang, yang tertawa. “Lekas cari barang makanan untuk si nona, jangan bikin ia kelaparan hingga nanti mendapat sakit”
Tidak lama setelah suaranya pangeran muda itu, sa Kouw terdengar sudah mulai memakan apa-apa sembari makan maka terdengar pula suaranya “saudara yang baik, kau bilang kau hendak mengajak aku pulang, kau minta aku selalu mendengar perkataanmu, tetapi kenapa sampai sekarang aku masih belum sampai di rumahku?”
“Besok kita akan sampai di rumahmu,” kata Yo Kang. “Sekarang kau dahar biar kenyang dan lantas tidur baik-baik,” sa Kouw berdiam, hanya sebentar.
“saudara yang baik,” katanya pula, “suara apa itu di atas menara?”
” Kalau bukannya burung tentulah tikus,” sahut si pangeran muda.
“Aku takut,” kata si nona tolol.
“Ah, nona tolol, takut apa?” Yo Kang kata tertawa.
“Aku takut setan” sahut si nona.
“Di sini ada begini banyak orang, mana setan berani datang ke mari?” bilang pangeran muda itu.
Tin ok mendengar nyata, suaranya Yo Kang sedikit menggetar dan tertawanya pun tidak wajar.
“Aku takut setannya si kate dan gemuk itu,” berkata si nona pula.
“Hus, jangan ngaco belo” kata Yo Kang, kembali tertawa.
“Apa sih si kate gemuk? Buat apa kau menyebut nyebut”
“Hm, jangan kau kira tidak tahu” berkata sa Kouw “si kate gemuk itu mati di dalam kuburan dari nenekku maka arwahnya nenek bisa mengusir dia pergi dari pekuburan itu, untuk melarang dia tinggal di dalam kuburan setelah diusir, dia nanti pergi mencari kau”
“Tutup mulut” Yo Kang membentak. ” Kalau kau terus banyak bacot, nanti aku panggil kakekmu, biar dia nanti membawa kau kembali ke Tho Hoa To” Ancaman itu rupanya memakan, sa Kouw lantas menutup mulutnya.
“Hai, kau menginjak kakiku” tiba-tiba see Thong Thian membentak. Rupanya si tolol, karena takutnya kepada setan, telah menggeraki kakinya.
Tin ok segera berpikir. la percaya dengan si kate gemuk itu tentulah dimaksudkan Han Pe Kie, saudaranya yang nomor tiga. saudara itu terbinasa di Tho Hoa To, terang dia dibunuh oey Yok su, maka kenapa setannya hendak mencari Yo Kang? la heran. Sa Kouw memang tolol tetapi kata-katanya itu mesti ada sebabnya, itu bukannya ocehan belaka. Karena di situ ada banyak musuh, biarnya ia hendak menanyakan si nona tolol, tidak dapat ia melakukan itu Lalu ia ingat kata-kata Oey Yok Soeselama di Yan le Lauw bahwa dia ada manusia macam apa dan bagaimana dia bisa sama pendapat sama mereka.
“Oey Yok Soetidak mau membunuh aku, maka bagaimana d la dapat membunuh kelima saudaraku? Kalau bukan Oey Yok Soeyang membunuhnya, kenapa adik yang nomor empat membilang dia melihat sendiri Oey Yok Soemembunuh saudaraku yang nomor dua dan nomor tujuh?”
Tengah ia berpikir, Tin ok merasa oey Yong menarik tangan kirinya dan di telapakan tangannya lantas mencoret beberapa huruf, mulanya huruf “kiu” = minta, lalu yang lain: “
satu hal.” la lantas membalasi dengan menuliskan pertanyaan: ” urusan apa itu?” oey Yong menulis pula: “Membilangi ayahku slapa membunuh aku.”
Mengetahui pertanyaan itu, Tin ok melengak. la tidak mengerti maksud si nona.
sedangkan ia berpikir, Ia merasakan angin bergerak di sisinya, lalu oey Yong lompat keluar dari tempatnya sembunyi, sambil tertawa, nona itu kata “Auwyang Peehu, kau baik?”
Mendengar suara orang itu, Nio Cu ong semua terkejut, dengan serentak, mereka menghunus senjata mereka masing-masing, lantas mereka mengambil sikap mengurung. Di antaranya ada yang berseru: “siapa kau?” oey Yong tidak takut, ia bahkan tertawa terus.
“Ayahku menitahkan aku menantikan Auwyang Peehu di sini” katanya keras.
“Perlu apa kamu membikin banyak berisik tidak karuan?” Auwyang Hong tertawa.
“Bagaimana ayahmu ketahui aku bakal tiba di sini?” ia menanya.
“Ayahku mengerti ilmu bintang dan meramalkan tidak ada apa-apa yang ia tidak tahu,”
menyahut si nona. “Asal dia menghitung-hitung menuruti ilmu hitung Bun ong Kwa lantas dia tahu segala apa.”
Auwyang Hong tidak menanyakan lagi, meski ia hanya percaya satu bagian dari perkataan si nona dan tidak mempercayainya yang sembilan bagian.
see Thong Thian sendiri berlaku cerdik. Ia sudah lantas pergi ke luar kuil, kekelilingan, memeriksa, habis mana, ia masuk kembali dengan hati lega. Ia tidak  mendapatkan kawan si nona. sesudah menyimpan senjata masing-masing, orang merubungi Wanyen Lieh.
oey Yong menghampirkan tempat duduk. untuk bersila di situ. “Auwyang Peehu, kau membikin ayahku bersengsara” katanya, tertawa.
Auwyang Hong tidak menyahuti. Ia tahu bocah in lihay mulutnya, kalau ia salah omong, di depan orang banyak itu ia bisa mendapat malu. Maka ia menantikan perkataan lebih jauh dari si nona.
“Auwyang Peehu,” berkata pula oey Yong. “Ayahku telah terkurung imam-imam dari coan cin Kauw di dusur Sinteng-tin di Siauw Hong Lay, jikalau kau tidak menolongi, dia sukar meloloskan dirinya.”
See Tok bersenyum. “Mana bisa jadi” katanya.
“Enak sekali kau bicara, Auwyang Peehu” berkata pula si nona. “Satu laki-laki, dia berbuat, dia bertanggung jawab Terang-terang kaulah yang membinasakan Tam cie Hian, si imam dari coan cin Kauw, entah kenapa sekarang itu kawanan imam telah menggerembengi ayahku itu. Sudah begitu muncul juga Loo Boan Tong ciu Pek Thong, yang mengacau. Ayahku tidak mau mengaku atau menyangkal semua itu, maka juga, habis bagaimana?”
Di dalam hatinya, Auwyang Hong girang. Tapi ia kata, “Ayahmu lihay sekali, apa yang mereka bisa bikin itu beberapa bulu campur aduk?”
Sengaja See Tok menyebutnya imam-imam dari coan cin Kauw itu sebagai “bulu campur aduk”.
“Tetapi ayahku juga bukannya menghendaki kau datang sendiri untuk membantui padanya,” berkata pula si nona, “Hanya ayahku menyuruh aku menyampaikan kepada kau bahwa setelah ia memikirkan susah payah selama tujuh hari dan tujuh malam, ia telah berhasil dengan pemahamannya. Inilah mengenai sebuah kata-kata”
“Apakah itu?” Auwyang I Hong tanya.
Oey Yong menyahuti. Ia membacakan serintasan kata-kata Sansekerta.
Kwa Tin ok dan Wanyen Lieh serta rombongannya tidak mengerti ucapan si nona itu, sebaliknya Auwyang Hong menjadi terkejut.
“Benarkah Oey Yok Soeberhasil memahamkan bagian terakhir dari Kiu Im Cin-keng” pikirnya. Tapi karena ia seorang berpengalaman, ia tidak mengasih kentara akan kagetnya itu. Ia malah berlagak tenang.
“Bocah cilik, kau gemar mendustai orang” katanya. “Kau ngaco belo, siapakah yang mengerti?”
“Ayahku telah berhasil menyalin semua itu, aku melihatnya sendiri,” kata oey Yong.
“siapa mendustakan kau?”
Auwyang Hong tergoncang ketenangan hatinya. Ia tahu Oey Yok Soesangat cerdas.
Memang orang yang dapat memahamkan Kiu Im Cin-keng cuma si sesat dari Timur itu, tidak ada orang lainnya lagi.
“Kalau begitu, hendak aku memberi selamat kepada ayahmu” katanya. Ia tetap berlaku tenang.
oey Yong bisa menduga kesangsian orang. Ia kata pula, “Aku telah melihat terjemahan itu, sekarang aku masih mengingatnya. Tidak ada halangannya untuk aku membacakannya mengasih kau dengar” Benar-benar ia membacakan: ” Kalau tubuh bergerak, kalau tubuh berat seperti ketindihan barang, atau kalau tubuh enteng seperti hendak terbang, atau tubuh terikat, atau panas atau dingin, atau girang atau bergelisah, atau kaget, atau sangat girang dan mabuk. semua itu harus disalurkan menurut ilmu yang di bawah ini, guna memperoleh ketenangannya dan menjadi sempurna”
Auwyang Hong sangat tertarik. Memang ilmu itu mesti didapat secara tenang, kalau tidak, orang bisa tersesat dan menghadapi akibatnya yang membahayakan. Ia tidak  tahu si nona menyebutkan terjemahannya It Teng Taysu jadi Kiu Im Cin-keng yang tulen, ia hanya percaya itu sebab ia menganggap masuk di akal.
“Habis bagaimana sadurannya itu?” ia tanya.
“Bagaimana bawahnya itu aku lupa,” berkata si nona.
Auwyang Hong bersangsi. Ia tahu nona ini sangat cerdik, tidak nanti dia lupa. Ia mau
percaya orang mendustai ia. Maka ia memikirkan, kenapa si nona menyebut-nyebut bunyinya kitab itu.
“Ayah menyuruh menanya kau, Auwyang Peehu,” kata oey Yong pula. “Kau menghendaki lima ribu huruf atau tiga ribu?”
“Coba kau menjelaskan dulu,” menjawab see Tok.
“Jikalau kau suka membantu ayah hingga kamu berdua bersama memusnahkan Coan Cin Kauw, maka semua lima ribu huruf dari Kiu Im Cin-keng akan aku baca habis untuk kau mendengarkannya.“
Auwyang Hong bersenyum. “Jikalau aku tidak suka membantu ayahmu?”
“Maka ayah mau minta kau tolong membalaskan sakit hatinya saja. setelah kau membinasakan Coan cin Liok Cu beserta Ciu Pek Thong, akan aku membacakan yang tiga ribu huruf itu.” see Tok tertawa.
“Sebenarnya perhubungan ayahmu denganku tidak erat, mengapa sekarang dia begini menghargai aku?” ia tanya.
“Ayah membilang, pertama-tama, yang membinasakan keponakanmu itu ialah muridnya Coan Cin cit Cu, maka ayah pikir kau tentunya akan membalaskan sakit hatinya”
Yo Kang menggigil sendirinya mendengar perkataan nona. Ialah muridnya Khu Cie Kie. Jadi si nona pasti maksudkan dia.
“Eh, saudara yang baik, kau kedinginan?” tanya sa Kouw kepada pangeran muda itu.
Ia melihat tubuh orang bergemetaran. Yo Kang menyahuti sembarangan saja.
“Kedua,” berkata pula oey Yong. “setelah berhasil memahamkan kitab, ayah lantas bertempur sama kawanan imam itu, ia jadi belum sempat menjelaskan semua. Kitab itu kitab aneh dan langka, mana dapat itu dibikin lenyap? sekarang ini cuma kau seorang yang tabiatnya mirip ayahku, maka itu ayah ingin mewariskan itu padamu, nanti baru kau mengajari aku.”
“Kata-kata ini dapat dipercaya,” Auwyang Hong pikir. “Tanpa penjelasan, biar budak ini sangat cerdas, tidak nanti dia dapat menangkap artinya kitab itu.” Tapi ia mengutarakan kesangsiannya. Ia kata: “Mana aku ketahui kau membacakan yang asli atau yang palsu?”
“Kwee Ceng si tolol telah mengasihkan kitab yang tertulis,” berkata si nona, “Maka kalau kau mengakurkannya dengan apa yang aku bacakan, kau bakal mengetahui tulen atau paisunya.”
“Kau benar juga. sekarang kau memberikan ketika untuk aku beristirahat, besok aku nanti pergi menolongi ayahmu itu,” berkata Auwyang Hong. oey Yong tidak mau mengerti.
“Menolongi orang kesusahan seperti tolongi orang kebakaran, bagaimana kau bisa menanti sampai besok? “
“Kalau begitu, nanti saja aku membalaskan sakit hati ayahmu? sama bukan?”
See Tok tertawa. Ia telah berpikir, di mana kitab sudah ada di tangannya, ia tinggal memaksa saja si nona memberikan penjelasan kepadanya, nanti ia akan mendapat mengerti sendiri Bukankah bagus ia membiarkan Oey Yok Soedan Coan Cin Kauw bertempur mati-matian?
Kwa Tin ok memasang kuping. orang membicarakan melulu soal kitab, ia tidak mengerti. Ia pun heran untuk tulisannya oey Yong di telapakan tangannya itu: “Bilangi ayahku siapa yang membunuh aku.”
Lalu terdengar suara oey Yong pula: “Bagaimana kalau kau pergi besok pagi-pagi?
Dapatkah?” si nona agak kewalahan.
“Tentu” see Tok tertawa. “sekarang kau beristirahatlah”
Oey Yong menurut, akan tetapi Lamendekati sa Kouw.
“Eh, sa Kouw ayahku membawa kau ke Tho Hoa To, kenapa sekarang kau ada di sini?” ia tanya.
“Aku tidak suka berdiam di Tho Hoa To, hendak aku pulang ke rumah sendiri,” menyahut si tolol.
“Bukankah ini saudara she Yo yang telah pergi ke Tho Hoa To dan lalu membawa
kau pergi? Benar bukan?” oey Yong tanya pula.
“Benar. Dia benar-benar seorang baik hati” Kwa Tin ok mendengar itu Ia heran.
” Kapannya Yo Kang pergi ke Tho Hoa To?” ia tanya dirinya sendiri.
” Habis, ke mana perginya ayahku?” oey Yong tanya. sa Kouw nampak kaget.
“Jangan membilangi aku buron, ya?” katanya. “Kakek bakal menghajar aku..”
“Aku tidak akan memberitahukan,” kata oey Yong tertawa.
“Cuma hendak aku menanya kau dan kau harus menjawabnya dengan baik.”
“Kau jangan membilangi kakek. ya. Kakek hendak menangkap aku, buat dibawa pulang. Dia mau mengajari surat pada ku.”
“Tentu aku tidak memberitahukan” kata oey Yong tertawa pula. “Kau bilang kakek mau mengajari surat?”
“Benar. Hari itu di kamar tulis kakek mengajari aku menulis surat. Pula aku diberitahu bahwa ayahku orang she Kiok dan namanya entah apa Hong. Benar-benar aku sukar mengingati itu, lantas kakek gusar, dia mengatakan aku tolol hebat sekali. Aku memang juga dipanggil sa Kouw”
“sa Kouw memang tolol,” kata oey Yong tertawa manis. “Ayah memaki kau, itulah keliru” sa Kouw senang mendengar perkataannya nona ini. “Bagaimana kemudiannya?”
“Aku mengasih tahu niatku ingin pulang, kakek jadi semakin gusar selagi begitu, satu budak gagu datang masuk. Ia bicara sama kakek, tangannya digerak-geraki. Kakek kata, ‘Aku tidak mau menemui tetamu, suruh mereka pergi kembali’ Budak itu mengundurkan diri, tapi sebentar lagi ia kembali sambil membawa sepotong kertas.
Kapan kakek melihat itu, ia lantas menitahkan aku ikut si gagu menyambut sekalian tetamunya itu. Aku melihat si kate gemuk itu, muak aku melihatnya. Aku mendelik terhadapnya, dia mendelik terhadapku.”
Tin ok membayangi halnya itu hari ia dan saudara-saudaranya berkunjung ke Tho Hoa To. Keterangannya nona tolol ini cocok sama keadaan itu waktu. Mulanya mereka ditolak, setelah Cu Cong menulis surat, mereka diterima. Memang benar, sa Kouw yang menyambut mereka. Hanya sekarang Han Po Kie telah tidak ada bersama ia, ia menjadi sedih. “Apakah kakekmu menemui mereka itu?” oey Yong bertanya pula.
” Kakek memerintah aku menemani mereka bersantap. kakek sendiri mengundurkan diri. Aku tak senang melihat si kate gemuk itu, diam-diam aku meninggalkan mereka.
Aku melihat kakek di belakang, lagi duduk di batu mengawasi laut. Aku pun turut memandangnya. Di ana nampak sebuah perahu layar lagi mendatangi. Yang duduk diperahu itu ialah bangsa imam.”
Kwa Tin ok berpikir: “Itu hari kami mendengar kabar Coan cin Pay bakal menyatroni Tho Hoa To untuk menuntut balas, kami lantas mendahului datang guna mengasih kisikan, buat minta dia suka menyingkir untuk sementara waktu, supaya kami yang menemui pihak Coan cin Pay guna memberikan penjelasan, hanya di pulau itu kami tidak mendapatkan tibanya orang-orang coan Cin Kauw itu Kenapa sekarang sa Kouw membilang dari hal tibanya imam-imam itu yang naik perahu?”
“Bagaimana dengan kakek?”
“Kakek menggapaikan aku. Aku kaget. Aku mengira kakek tidak tahu aku meninggalkan tetamu. Aku takut menghampirkan kakek. aku khawatir nanti dihajar.
Kakek kata, ‘Aku tidak pukul padamu kau ke mari.’ Aku menghampirkan. Kakek lantas membilangi aku dia mau pergi mancing dengan naik perahu, maka dia memesan kalau kawanan imam itu mendarat, aku mesti menyambut mereka, untuk mengajak mereka masuk dan bersantap bersama-sama rombongannya si kate gemuk itu. Aku bilang bahwa akupun ingin pergi mancing. Lantas air mukanya kakek menjadi guram. Terpaksa aku diam saja. “
“Kemudian lagi, bagaimana?”
“Kakek pergi ke belakang untuk mengambil perahunya. Aku mendapat kenyataan, wajahnya semua imam itu tak sedap dipandangnya, pantas kakek tidak sudi menemui mereka.”
“Benar, benar apa yang kau bilang. Kapan kembalinya kakek?”
“Apa, kembali? Dia tidak pulang lagi.”
Tin ok terkejut hingga tubuhnya bergerak.
“Apakah kau tidak salah ingat? Kemudian lagi bagaimana?” oey Yong menanya, suaranya rada bergemetar.
“selagi kakek hendak melayarkan perahunya untuk berangkat, mendadak datang sepasang burung besar. Itulah sepasang burungmu. Kakek menggapai kepada kedua burung itu. Mereka itu terbang turun. Ada apa-apa yang diikat di kaki burung, bagus barang itu. Aku teriaki kakek: “Kakek, kakek kasih aku”
selagi mengucap itu, benar-benar sa Kouw berteriak-teriak.
“sudah, jangan omong saja” Yo Kang membentak. ” orang mau tidur”
“Jangan perdulikan dia,” berkata oey Yong. ” Kau omong terus.”
“Aku akan bicara perlahan,” katanya si tolol. Dan ia benar memperlahankan suaranya. “Kakek tidak meladeni aku, dia menyobek ujung bajunya, dia ikat itu di kaki burung, yang dia lantas lepaskan pergi pula.”
oey Yong berpikiri “Ayah hendak menyingkir dari Coan Cin cit Cu, pantas dia tidak sempat mengambil ikan emas. Hanya panah di tubuhnya burungku yang jantan, siapakah yang memanahnya?” Maka ia lantas menanya: “siapakah yang memanah burung itu?”
“Memanah burung? Tidak.” selagi mengatakan itu, si tolol melongo.
“Baik. Nah, kau cerita terus.”
“Melihat bajunya robek. kakek menyuruh aku pulang untuk mengambil sepotong yang lain. Ketika kemudian aku kembali bersama baju, kakek sudah tidak ada. Perahu kawanan imam juga tidak nampak. Cuma baju robek itu ditinggalkan di tanah.” oey Yong tidak menanya lagi, ia berdiam.
“Ke mana perginya mereka?” katanya selang sekian lama.
“Aku melihatnya. Mulanya aku memanggil-manggil kakek. dia tidak menyahut. Lantas aku naik ke atas pohon, memandang ke laut. Aku melihat perahu kakek di depan perahu si imam di belakang. Perahu kakek kecil, perahu si imam besar. Perlahan-lahan kedua perahu itu tak terlihat lagi. Aku tidak sudi melihat pula si kate gemuk. aku terus berdiam di tepi laut main-main menendangi batu. sampai hari sudah malam baru aku pulang dengan mengajak kakek itu serta ini saudara yang baik,” Ia menunjuk Auwyang Hong dan Yo Kang.
“Jadi kakek ini, bukannya kakek yang mengajari kau surat?” oey Yong menegaskan.
sa Kouw tertawa.
“Ya, kakek ini baik sekali,” sahutnya. “Dia tidak mau mengajari aku surat, dia bahkan membagi aku kue, Eh, kakek. kuemu masih ada atau tidak?”
“Ada” sahut Auwyang Hong sambil tertawa menyeringai. “Ini aku bagi pula padamu”
Hati Kwa Tin ok seperti melonjak. Kiranya itu hari Auwyang Hong berada di pulau Tho Hoa To.
Justru itu sa Kouw menjerit keras, menyusul mana terdengar bentrokan tangan dua kali, tanda dari satu pertempuran, sebagaimana nampak tubuh orang berlompatan. “Kau hendak membunuh dia untuk menutup mulutnya? Baiklah kau bunuh dulu padaku”
Auwyang Hong tertawa, dia kata: ” Urusan ini dapat dikilangi untuk orang luar, tidak ayahmu, maka perlu apa aku membunuh dia? Jikalau kau hendak menanyakannya, pergilah kau menanya sepuasnya”
sa Kouw merintih- rintih kesakitan tidak dapat ia bicara. Entah ia telah ditotok jalan darah apanya oleh seeTok. siBisa dari Barat.
“Tidak usah aku menanyakan dia, telah dapat aku menduganya,” kata oey Yong.
“Aku cuma menghendaki dia mengucapkannya sendiri”
“Budak perempuan, kau sangat cerdik” kata Auwyang Hong tertawa. “Kenapa kau dapat menduga itu? Coba kaujelaskan kasih aku dengar.”
“Ketika pertama kali aku melihat keadaan di pulauku itu,” menyahut si nona mengasih keterangannya, “Aku juga menyangka adalah ayahku yang membinasakan Kang Lam Ngo Koay.”
Baru kemudian, setelah memikirkannya, aku mendapat anggapan lain. coba kau pikir, cara bagaimana ayahku dapat membiarkan mayatnya semua orang busuk itu berada di dalam kuburan untuk menemani ibuku? Lagi pula mana bisa jadi ayahku keluar dari kuburan tanpa mengunci pula pintunya?”
Auwyang Hong menepuk pahanya.
“Ah, benar, itulah kealpaanku” serunya. “Anak Kang, benar bukan?”
Mendengar sampai di situ, Tin ok merasakan hatinya mau meledak. Sekarang baru ia mengerti kiranya sejak siang-siang oey Yong telah menduga si pembunuh adalah Auwyang Hong, siBisa dari Barat yang kejam ini serta Yo Kang. si nona bermaksud baik, Ia sendiri yang menyangka keliru .Jadi nona ini barusan keluar dari tempatnya sembunyi melulu untuk membeber duduknya hal guna membersihkan ayahnya. Itulah perbuatan berbahaya sekali. Ia menduga, suratnya si nona adalah untuk ia nanti memberitahukan ayahnya, ialah oey Yok su, tentang orang yang membunuh padanya andaikata nona itu menemui bencana. Maka ia jadi sangat berduka dan menyesal.
“Ah, nona, nona,” ia mengeluh di dalam hatinya, “Bukankah cukupj ikalau kau memberitahukan aku siapa pembunuhnya semua saudaraku itu? Kenapa kau bertindak begini rupa?” Kemudian ia ingat tabiatnya sendiri Pikirnya pula: “Aku Hui Thian Pian-hok, kenapa aku sangat sembrono? Kenapa aku berkukuh menuduh itu ayah dan putrinya? Memang, kalau ia memberi keterangan padaku, mana bisa aku gampang mempercayainya? Kwa Tin ok. oh Kwa Tin ok, kau pantas dihukum picis si buta yang busuk. kau memaksa si nona kepada kebinasaannya “
Dalam sengitnya, Tin ok hendak menghajar dirinya sendiri. Baiklah ia lantasmendengar pula suaranya Auwyang Hong, yang menanya si nona: “Bagaimana caranya kau menduga padaku?”
“Tidaklah sukar menerkamu” menjawab si nona. “Menghajar mati kuda dan mematahkan dacin, itulah perbuatan yang di jaman ini cuma dapat dilakukan beberapa gelintir manusia. Hanya mula-mula aku masih menduga lain orang. Ketika Lam Hie Jin hendak menghembuskan napasnya yang terakhir, dengan jari tangannya ia masih dapat mencoret beberapa huruf di tanah, ‘Yang membunuh aku ialah’ Huruf yang terakhir ini tidak keburu menuliskan lengkap. baru pada bagian sampingnya, yang merupakan huruf ’sip’ yang berarti ’sepuluh’. Aku pikirkan huruf belum lengkap itu. she namamu tidak memakai permulaan huruf sIP itu, maka aku menduga kepada Khiu Cian Jin” Auwyang Hong tertawa terbahak-bahak.
“Hebat Lam Hie Jin” katanya. “Dia dapat menanti hingga tibamu”
“Aku melihat keadaannya sewaktu dia mau mati itu, aku menduga dia terkena racun.”
oey Yong berkata pula. “Karena ini, aku menduga keras kepada orang she Khiu itu.
Bukankah Tiat Ciang Pang memelihara banyak kodok dan ular berbisa?” see Tok tertawa pula.
“Tiat Ciang Pang memelihara banyak binatang berbisa tetapi tidak ada yang luar biasa,” ia berkata. “Ketika Lam Hie Jin mau mati, bukankah dari mulutnya keluar suara tetapi tanpa dapat bicara? Bukankah ia mati dengan wajah tertawa?”
“Benar sebenarnya dia terkena racun apa?”
Auwyang Hong tidak menjawab, hanya ia menanya pula: “Bukankah tubuhnya meringkuk dan dia bergulingan di tanah, tenaganya besar luar biasa? Benar tidak?”
“Benar Bisa semacam itu, aku pikir, kecuali Tiat Ciang pang, lain orang tidak memilikinya”
Kata-kata yang terakhir ini ada pancingan membangkitkan kemarahan. Auwyang Hong menginsyafi itu tetapi ia tidak dapat menahan meledaknya kemurkaannya. Ia berseru dalam kemurkaannya itu: ” orang menyebutnya aku si bisa bangkotan, apakah itu panggilan kosong belaka?” Ia mengetok lantai dengan tongkat ularnya. Ia kata pula nyaring: “Itulah ular di tongkatku ini yang menggigitnya Dan lidahnyalah yang dicatok itu Karena itu, tubuh dia menjadi tidak meninggalkan bekas dan dia tidak dapat bicara” Tin ok merasakan sesak dadanya hingga hampir ia pingsan.
oey Yong mendengar suara apa-apa di belakang patung, ia dapat menduga, maka ia lantas batuk-batuk guna menyaruhkan suara itu, kemudian ia berkata pula dengan sabar: “Ketika itu kau telah berhasil membinasakan lima anggota dari Kanglam Cit Koay yang lolos hanya Kwa Tin ok seorang, yang kedua matanya buta, maka itu menjadi tidak ketahuan siapa yang melakukan pembunuhan hebat itu”
Tin ok mendengar perkataan ini, ia mengerti kata-kata itu ditunjuki kepadanya. Ia pikiri “Ia mengisiki aku untuk jangan sembarang bergerak. supaya kita berdua tak usah mati secara gelap”
Auwyang Hong berkata sambil tertawa kering: “Apakah seorang buta dapat lolos dari tanganku? Hm Memang sengaja aku meloloskan dia”
“Kau benar Kau membunuh yang lima, kau sengaja mau membikin dia percaya ayahkulah yang membunuhnya supaya dia mengoarkannya, supaya nanti semua orang gagah datang mengepung ayahku” Lagi-lagi Auwyang Hong tertawa.
” Itulah bukan pikiranku hanya pikiran anak Kang Benar bukan, anak?” Yo Kang menyahuti seperti tadi, sepintas lalu.
“sungguh suatu pikiran yang bagus luar biasa” berkata oey Yong. “Aku kagum sekali”
Tentu saja itulah pujian ejekan.
“Kita bicara balik lagi,” kata Auwyang Hong. “Bagaimana maka kemudian kau dapatmenduga aku?”
“Aku pikir Khiu Cian Jin itu pernah bertempur denganku di selatan Liang ouw. Dalam keadaan biasa, memang dapat dia mendahului aku tiba di Tho Hoa To, akan tetapi aku mempunyai kuda merahku, tidak bias menjadi dia dapat melawan kudaku itu. Lalu aku ingat suaranya Cu Cong. Di situ ia memesan untuk berjaga-jaga. Ia pun belum menulis lengkap. Huruf yang tidak lengkap itu dapat diteruskan menjadi ‘Tong’. Dapat juga dijadikan ’see’. Maka itu, kalau bukannya Tong shia tentulah see Tok. selama di Tho Hoa To telah aku dapat memikir itu hanya aku belum dapat memastikannya sebab masih ada beberapa hal lainnya.”
Auwyang Hong menghela napas.
“Aku kira babwa aku telah menjabit rapat sekali, tidak tahunya masih ada yang bolong,” katanya. “si mahasiswa dekil itu sangat sebat, aku tidak dapat melihat dia menulis suratnya.”
“Dia digelarkan Biauw ciu sie-seng, si mahasiswa Tangan Lihay, pasti sekali dia menulis tanpa memberikan ketika kau melihatnya Aku telah memikirkan keras huruf ’sip’
dari Lam Hie Jin itu Karena aku mendengar kabar yang ini saudara Yo telah terkena racun dan mati, sama sekali aku tidak pernah memikirkan dia.” Yo Kang heran.
” Kenapa kau ketahui aku terkena racun dan mati?” ia tanya. “siapa yang memberitahukan itu pada mu? “
“Banyak sekali hal-hal yang aku ketahui” menjawab si nona. “Hari itu aku berada sendirian di pula u Tho Hoa To, aku tidur tanpa merasa, aku mendusin, aku tidur pula, aku mendusin lagi, masih aku tidak dapat menerka. selama tidur itu, aku pun banyak mimpi, dan didalam mimpiku, aku melihat banyak orang Akhirnya aku mimpi melihat enci Bok. Aku mimpikan dia di Pakhia di sana dia mengadu ilmu silat untuk merangkapi jodohnya. Mimpi sampai di situ aku mendusin dengan kaget, hingga aku berlompat bangun Itu waktu baru aku tahu si pembunuh itu ialah, kau”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar