Bab 71. Si Buta
Membuka Jalan
Melihat orang bersikap memandang mata
kepadanya, cit Kong pikir bahwa ia
harus sedikit beraksi, hanya ia belum dapat pikir, apa yang ia mesti katakan
agar Auwyang
Hong suka mengundurkan diri.
Karena lagi memikir, ia dongak, terus ia tertawa terbahak. Ia melihat rembulan
mulai muncul, lantas ia mendapat pikiran, maka ia kata dengan nyaring, “Yang
ada di depan mata ini, semuanya orang-orang pandai dari Rimba Persilatan, tidak
disangka lagaknya mirip lagak buaya darat, kata-katanya seperti angin busuk”
Mendengar itu semua orang melengak. Memang
orang tahu, cit Kong suka bilang apa
yang ia pikir. Ma
Giok lantas memberi hormat. “Tolong Cianpwee
memberikan pengajaran,” katanya.
Ang cit Kong
berpura gusar, ia kata dengan nyaring: “Aku si pengemis tua telah mendengar
dari siang-siang bahwa pada Pee-gwee Tiong ciu bakal ada orang bertarung di
pinggir lauteng Yan Ie Lauw ini, maka itu hendak aku menyaksikannya. Tapi aku
adalah seorang yang kupingnya paling tidak suka mendengar suara berisik, maka
itu justru waktunya masih siang, hendak aku tidur pulas dan nyenyak di sini,
siapa tahu pagi ini lantas saja aku mendengar suara berisik dari anjing mau
mampus, orang rebut mengatur barisan rombongan kuda atau tahang air kencing,
juga ada suami memukul istri, ada menantu menyerang mertuanya, ada yang
memotong ayam dan menyembelih anjing, ributnya bukan buatan, sampai aku si
pengemis tua tidak dapat tidur tenang
Coba kamu angkat kepala kamu dan lihat, hari
ini tanggal berapa?”
Mendengar itu, orang lantas ingat bahwa hari
itu ada Pee-gwee Capsie, ialah bulan delapan tanggal empat belas,jadi hari
pibu, harian mengadu kepandaian, adalah besok.
Jadi tidaklah tepat akan bertempur mendahului
hari yang dijanjikan.
“Locianpwee benar,” kata Khu Cie
Kie kemudian,
“Memang tidak selayaknya hari ini kami
membuat berisik di sini.”
Ia menoleh pada Auwyang Hong,
untuk berkata ” orang she Auwyang, mari
kita mencari tempat lain di mana kita bisa bertempur terus mati-matian”
“Bagus, bagus” Auwyang Hong
tertawa. “Memang harus aku menemani kamu”
Mendengar itu Ang Cit Kong mengasih lihat
roman bengis, ia kata keras-”satu kali ong Tiong Yang menutup mata, kawanan
bulu campur aduk dari Coan Cin Kauw lantas main gila tidak karuan Aku bilang
terus-terang kepada kamu, enam imam pria ditambah sama satu imam wanita, kamu
semua masih bukan tandingannya si bisa bangkotan ong Tiong Yang tidak
mewariskan apa-apa kepadaku, aku pun perlu memikirkan kamu, hanya sekarang aku
hendak tanya kamu, Kamu telah membuat janji, habis bagaimana kamu akan
memenuhkan janji kamu itu? Apakah yang bakal memenuhkan janji ada imam-imam
yang mati?”
Kata-kata itu berupa teguran atau dampratan
tetapi di balik itu adalah pemberian ingat untuk menyadarkan kawanan imam itu
bahwa dengan melawan Auwyang
Hong,
mereka adalah bagian mati, bukannya bagian
hidup, Liok Cu menginsyafi itu tetapi mereka lagi
menghadapi musuh besar, tidak dapat mereka memikir jauh Selagi orang berdiam,
cit Kong melirik kepada Kwee Ceng
dan Oey Yok Su.
Si anak muda tetap mengawasi dengan kemurkaannya yang hebat. Oey Yong
mau menangis,air matanya mengembang, tandanya dia sangat berduka. Ia lantas
berpikir, setelah itu ia berkata pula dengan keras-”sekarang aku si pengemis
tua hendak pergi tidur siapa yang bertempur pula, itu artinya dia tidak
memandang lagi padaku, maka kalau besok malam kamu mengamuk hingga langit
ambruk dan bumi gempa, aku tidak akan membantu siapa juga Ma Giok. hayo kau ajak
kawanan bulu campur aduk dari kamu naik kelauwteng, di sana tinggallah kamu
dengan tenang Anak Ceng, anak Yong, mari turut aku, kau tumbuki pahaku”
Auwyang Hong jeri. Ia tahu kalau Cit
Kong membantu Coan Cin Pay, sulit ia melawannya, maka ia pun berkata “Eh,
pengemis tua, saudara Yok bersama aku bentrok sama Coan cin Kauw, kalau
kata-katamu bukan angin busuk belaka, baiklah hari ini aku memberi muka padamu,
tetapi ingat, besok tidak dapat kau membantu siapa juga”
Di dalam hatinya, Ang Cit Kong tertawa. Ternyata
orang telah kena digertak. Pikirnya:
” Kalau sekarang kau menolak aku dengan jari
kelingkingmu, tentu aku roboh, siapa nyana kau takut”
Maka ia kata pula dengan nyaringo “Kalau aku
sipengemis tua melepaskan angin busuk, bila itu dibandingkan sama kata-katamu,
masih terlebih harum Aku telah bilang,
aku tidak akan membantu, pasti aku tidak akan
membantu Apakah kau merasa pasti bahwa kau bakal menang”
ia tertawa dan melengak, kepalanya sampai
mengenai tanah, tempat araknya dijadikan bantal. Ia berkata pula: “Anak-anak,
mari kau memukuli pahaku”
Paha kambing Cit Kong tinggal tulangnya saja
tetapi ia sayang untuk membuang itu, ia masih menggerogotinya, baru kemudian,
ia masuki tulang itu ke dalam sakunya. Ia mengawasi langit di mana awan putih
melayang-layang. Katanya perlahan: “Jangan- jangan bakal terjadi perubahan
udara “
Ia terus menoleh pada Oey Yoksu,
untuk berkata “saudara Yok, dapatkah kau meminjamkan putrimu supaya dia
menumbuki pahaku?” Ditanya begitu, Tong shia bersenyum.
Oey Yong lantas menghampirkan,
ia duduk di sisi orang, terus ia menggebuki perlahan paha pengemis tua itu.
“Ah,” kata Cit Kong
sambil menghela napas. “Beberapa tulang tuaku ini belum pernah
mendapat rejeki seperti kali ini ” ia terus
memandang Kwee
Ceng, untuk mengatakan.”Eh, anak
tolol, apakah tanganmu tidak kena dibikin patah oleh Oey Loshia?”
“Ya,” menyahut si anak muda itu. Ia juga
duduk di sisi si pengemis, untuk menumbuki pahanya.
Kwa Tin Ok pergi menyenderkan tubuhnya di
sebuah pohon yang liu di tepi telaga,
sepasang matanya yang tidak ada bijinya
diarahkan kepada Oey
Yok su. Ia menggunai kupingnya
sebagai matanya.
Oey Yok Suberjalan mondar-mandir di
tepi telaga itu, ia pergi ke timur atau ke barat,
matanya Tin ok terus mengikuti padanya. Ia
ketahui itu, ia tidak mengambil mumat, ia cuma bersenyum mewah.
Khu Cie Kie berenam, bertujuh
sama In cie Peng, duduk numprah di tanah dengan kedudukannya tetap seperti
barisan rahasia itu. Kepala mereka tunduk. alis
mereka turun. Mereka bersemedhi sambil berlatih secara diam-diam.
Budak-budaknya Auwyang Hong
telah lantas bekerja. Dari perahu mereka, mereka mengeluarkan meja dan kursi,
mengatur itu di bawah Yan ie Lauw, mereka terus menyajikan barang hidangan
serta araknya. seorang diri see Tok bersantap dan minum, matanya memandang ke telaga.
Ia duduk dengan membelakangi orang banyak.
Ang Cit Kong secara diam-diam
memperhatikan Kwee Ceng dan Oey
Yong.
Keduanya saling menghindarkan pandangan mata
mereka. selama hampir satu jam,
Pak Kay belum pernah melihat
mereka memandang ataupun melirik satu pada lain. Ia heran. ia telah menanyakan
sebabnya, senantiasa dua orang itu menjawab dengan mengalihkan pertanyaan.
“Eh, saudara Yok,” akhirnya Cit Kong
tanya Tong shia, “Apa nama lainnya
dari telaga Lam ouw ini?”
“Dipanggiljuga Wan Yo ouw,” Oey Yok
Sumenjawab. Itu berarti “Telaga
burung wanyoh”.
” Kalau begitu, kau lihatlah” kata si
Pengemis dari Utara.
“Di
telaga burung wanyoh ini anakmu dengan menantumu sudah main berdiam-diam,
kenapa kau yang menjadi orang tua atau
mertua, tidak hendak mengasih atau membujuki mereka?”
Mendengar itu, belum lagi Oey Yok
Sumenjawab, Kwee Ceng
sudah mendahului. Ia berlompat bangun, ia menuding Tong shia seraya berkata
dengan keras:
“Dia dia telah
membinasakan kelima guruku, cara bagaimana dapat aku masih memanggil dia mertua?”
“Toh tidak aneh, bukan?” kata Tong shia
tertawa dingin.
“Kang Lam Cit Koay belum mati habis, masih
ketinggalan satu si buta Dan dia ini, aku
akan membikin dia hidup tidak sampai besok”
Kwa Tin Ok bertabiat keras, ia menjadi gusar
sekali, maka ia berlompat akan menyerang si Bisa dari Timur. Tetapi Kwee Ceng
telah mendahului, sebab biarnya dia bergerak belakangan, murid ini gesit
sekali, serangannya sampai terlebih dulu. Oey Yok su
menangkis serangan itu, hingga si anak muda mundur setindak.
“Telah aku bilang jangan menggeraki tangan”
Ang cit Kong berseru.
“Apakah kamu kira perkataanku si pengemis tua
angin busuk belaka?”
Kwee Ceng tidak berani maju
lebih jauh, cuma dengan sorot bengis ia mengawasi Oey Yok
su.
“Oey Lao shia,” berkata Cit Kong.
”Kang Lam Cit Koay itu laki-laki semuanya,
mengapa kau bolehnya membinasakan mereka itu? Aku si pengemis tua melihatmu,
aku merasa tidak puas”
“Siapa aku suka, dapat aku membunuhnya” Yok
su menyahuti. “Dapatkah kau menguasai aku?”
“Ayah” Oey Yong
menyelak. “Lima
guru, dari dia ini bukannya kau yang membinasakannya Inilah aku tahu betul
Ayah, bilanglah bahwa bukannya kau yang membunuh mereka”
Oey Yok Sumengawasi anaknya, yang
mukanya kucal, ia merasa kasihan sekali. Ia pun lantas
mengawasi Kwee
Ceng, atas mana hatinya yang
barusan lunak lantas menjadi keras pula.
“Memang aku yang membunuh mereka” kata ia
keras. Oey Yong lantas menangis.
“Ayah ” katanya, “Ayah
mengapa kau membunuh orang?”
“Di
dalam dunia ini orang mengatakan ayahmu sesat, kau tahu tidak?” si ayah tanya.
” Kalau seorang jahat, dapatkah dia berbuat
baik? semua perbuatan jahat di kolong langit ini, semua itu perbuatan ayahmu
Kang Lam Cit Koay menganggap diri mereka orang-orang gagah yang mulia tetapi
aku, melihat lagak gagah perkasa dari mereka, tak senang hatiku”
Auwyang Hong mendengar
pembicaraan itu, dia tertawa terbahak.
“saudara Yok. mari
aku menghadiahkan suatu tanda padamu” katanya. Ia lantas melemparkan satu
bungkusan.
Jarak di antara Auwyang Hong dan Oey Yok
Suada dua puluh tombak lebih akan tetapi
hebat gerakan tangan dari siBisa dari Barat, cepat melesatnya bungkusan itu, segera
sampai kepada si sesat dari Timur, yang menyambutinya dengan gampang.
Tong shia merasa
memegang barang yang keras, ia menduga kepada kepala manusia. Ia lantas membuka itu,
maka tepatlah dugaannya. Itulah satu kepala orang, yang baru dikutungi dari
lehernya. Kepala itu memakai kopiah persegi, ada kumisnya, hanya mukanya tidak
dikenali.
Selagi Tong shia memandang kepala orang itu,
see Tok tertawa dan kata “Pagi ini aku datang dari Barat, aku singgah di sebuah
kamar buku, di sana
aku mendengar dia ini lagi berceramah di hadapan sekumpulan pelajar, dia
mengajar orang untuk menjadi menteri yang setia atau anak yang berbakti. Aku
sebal mendengarnya, aku menghunus senjataku dan aku mengUtungi kepalanya. Maka
itu kamu Tong shia dan Aku see Tok. kita berdua cocok satu dengan lain” Lantas
ia tertawa bergelak-gelak.
Mendengar itu, air muka si sesat dari Timur
berubah. Ia kata “Aku justru paling menghormati menteri setia dan anak berbakti”
Maka ia membungkuk, ia menggali tanah, di situ ia kubur kepala orang itu,
lantas ia menjura dengan dalam tiga kali.
see Tok kecele, hilang kegembiraannya
barusan, tetapi ia tertawa lebar.
“Nama besar dari Oey Lao shia kosong belaka^
katanya.
“Kiranya kaujuga orang yang dikekang adat
sopan santun”
” Kesetiaan dan kebaktian itu adalah kesucian
hati, kehormatan besar, itu bukannya adat istiadat” berkata Oey Yok
su, suaranya berpengaruh.
Baru Tong shia menutup mulutnya atau di udara
terdengar guntur
hebat, kapan orang banyak berdongak. mereka melihat mega tebal seperti menutupi
langit, tandanya hujan besar bakal segera turun. Lalu itu disusul sama suara
tetabuhan yang nyaring dan ramai, yang datangnya dari tujuh atau delapan buah
perahu besar, yang mendatang ke tepian. Di
atas semua perahu itu ada lentera merahnya. Itulah tanda dari perahunya orang berpangkat.
Begitu lekas perahu-perahu telah di
kepinggirkan, dari sana
lompat ke darat kira-kira tigapuluh orang, di antara siapa nampak Pheng Lian
Houw dan kawan-kawannya. Yang paling
belakang mendarat ialah dua orang, satu jangkung dan yang lain kate. Yang jangkung itu Chao Wang
Wanyen Lieh,
pangeran dari negeri Kim, dan yang kate Pangcu
Khiu Cian
Jin dari Tiat Ciang Pang, partai Tangan Besi.
Teranglah, karena mengandal pada Auwyang Hong
dan Khiu Cian Jin,
pangeran Kim ini berani datang sendiri
ke selatan. Rupanya ia percaya betul, dalam pibu di Hoa san itu, pasti pihaknya
yang bakal menang.
Begitu melihat Khiu Cian
Jin, Oey Yong
menuding dia seraya berkata kepada ayahnya^ “Anak telah terkena tangan jahat
dia, hingga hampir hilang jiwa anak”
Oey Yok Suheran. Di Kwie-in-chung ia
melihat sendiri orang she Khiu itu mempertontonkan keburukannya, maka itu
kenapa anaknya dapat dilukakan dia?
Ketika itu Wanyen Lieh berkumpul bersama Auwyang Hong,
kelihatan mereka memasang omong dengan asyik, mereka kasak kusuk sambil tunduk.
setelah itu Auwyang Hong menghampirkan Ang cit Kong,
untuk berkata
“saudara Cit kalau sebentar kita mulai pibu,
kau tidak bakal membantu pihak yang mana juga, bukankah itu kata-katamu
sendiri?”
Cit Kong kata di dalam
hatinya: “Aku cuma mempunyai niat tetapi tidak punya tenaga, ada niatku
membantu”
Maka ia menjawab: “Aku tidak tahu sebentar
atau bukan sebentar, aku hanya membilang Pee-gwee Cap-gouw”
“Benar begitu” berkata see Tok, yang terus
berkata kepada Oey
Yok Su
“saudara Yok, orang-orang Coan cin Pay dan Kang Lam Cit Koay menghina padamu tetapi
kaulah seorang tertua, jikalau kau melayani mereka, kau merendahkan kehormatanmu,
maka itu sebentar biarlah aku yang memberi hajaran kepada mereka itu, kau
sendiri boleh menonton saja Akurkah kau?”
Oey Yok Susudah lantas berpikir. Ia
telah melihat keadaan dua-dua pihak. Kalau Ang
Cit Kong
tidak turun tangan, coan cin Pay pasti bakal kena dibikin mampus hingga sulit mencari
tempat untuk mengubur mayat mereka. Dengan begitu maka akan musnahlah partai
yang dulu hari itu dibangun ong Tiong Yang. sebaliknya kalau Kwee Ceng
tetap membantu dengan terus mengambil kedudukannya di garis utara, di kedudukan
thian-soan itu, mungkin Auwyang
Hong tidak bisa berbuat apa-apa.
Hanya ia mendapatkan bocah itu terus memusuhkan padanya. Maka itu, dapatkah ia
berpeluk tangan saja?
Maka ia pikir di akhirnya^ “Hidup atau mati,
senang atau susah inilah saat keputusannya”
Auwyang Hong mengawasi, ia tidak
memperoleh jawaban, ia cuma menampak air muka orang muram. Ia pikir, sang tempo
pendek sekali, sekaranglah saatnya untuk turun tangan. Kalau sampai Ciu Pek
Thong keburu datang, sulit untuk melayaninya.
Maka itu, ia lantas bersiul panjang dan
berkata nyaringo “Turun tanganlah sekarang Hendak menanti apa lagi?” Mendengar
suara itu, Ang
Cit Kong
gusar.
“Eh,
apa yang kau keluarkan dari mulutmu itu kata-katanya manusia atau angin
busuknya seekor anjing?” dia menegur. Auwyang Hong
menunjuk ke langit, ia tertawa.
“Bukankah jam Cu-sie telah lewat?” kata ia.
“Bukankah ini sudah termasuk saat dari fajar Pee-gwee Capgouw?”
Pak Kay dongak. Ia melihat
si Putri Malam mulai doyong ke barat, ada mega yang
menutupinya sedikit.Jadi benarlah itu waktu ada detik perlintasan dari jam
Cu-sie ke jam Tiu-sie.
Auwyang Hong tidak menanti orang
membilang apa juga, dengan menekankan tongkat kepala ularnya ke tanah, ia
berlompat ke depan Khu
Cie Kie,
untuk menyerang imam dari Coan cin Pay itu.
Coan cin Liok Cu
menginsyafi suasana itu atau kedudukan mereka. Di
pihak sana pun
berkumpul rombongan dari Pheng
Lian Houw,
yang menanti ketika untuk turun tangan, maka kalau mereka sembrono, pasti akan
termusnahlah mereka. Tapi sembrono atau tidak. setelah beberapa gebrak. mereka
merasai kesulitan mereka. Inilah sebab lihaynya si Bisa dari Barat dengan
tongkat ularnya -di ujung tongkat ada dua ekor ular berbisanya yang jahat,
yang saban-saban memainkan lidahnya. Beberapa
kali ular itu ditikam Cie
Kie beramai, keduanya terus dapat
berkelit.
oey Yong menyaksikan pertempuran itu tetapi
ia tidak pernah lepas mata dari Kwee
Ceng. ia mendapatkan si anak muda
terus mengawasi dengan bengis pada ayahnya.
Mungkin malang
kepada Cit Kong, Kwee Ceng
dapat mengendalikan dirinya. Tiba-tiba ia mendapat pikiran, maka ia berkata^
“setiap hari membilang hendak menuntut balas,
h m sekarang musuh benar-benar datang tetapi berbalik menjadi jeri”
Kwee Ceng ketahui ialah yang
diejek. Ia sadar. ia melirik kepada nona itu, hatinya berkata^ “Baiklah aku
bunuh dulu si anjing Kim, kemudian
masih ada tempo untukku berurusan sama oey Yoksu” Maka itu ia menghunus tombak
pendek warisan ayahnya,
ia lari kepada Wanyen Lieh
untuk menyerang. see Thong Thian dan Pheng Lian
Houw melihat majunya si anak muda,
keduanya lantas merintangi dengan mereka maju ke depan pangeran Kim.
Kwee Ceng menyerang terus
dengan tombaknya itu Pheng
Lian Houwcun
lantas menangkis dengan paon-koan-pit, semacam senjata mirip alat tulis. Ketika
senjata mereka bentrok, dia merasakan tangannya bergemetar dan kesemutan justru
begitu,
Kwee Ceng dapat melewati dia,
lalu juga see Thong Thian, yang kalah sebat. Mereka itu menjadi kaget dan
mendongkol dan berkhawatir untuk pangeran Kim
itu. segera mereka
menyusul. Tapi di sana, sudah ada Leng Tie
siangjin dan Tio Cu ong, yang menggantikan mereka memegat kepada pemuda itu,
bahkan Nio cu ong dengan bengis sudah lantas menimpuk dengan dua batang paku
rahasianya.
Kwee Ceng berkelit sambil
terus menyerang dengan tangan kirinya, dengan jurus “in liong sam hian” atau
“Naga muncul tiga kali”. serangan itu adalah serangan berantai tiga kali.
Nio Cu ong berkelit dengan
menjatuhkan diri burgulingan di tanah.
Leng Tie siangjin bertubuh besar, ia kurang
gesit, ia pun bersangsi menangkis, maka itu, selama ia ayal-ayal, Kwee Ceng
sudah sampai di depan si pangeran. sampai itu waktu, terpaksa pendeta ini
mengangkat kedua cecernya untuk menangkis.
Benar hebat serangannya si anak muda, dengan
suara nyaring ia membikin kedua cecer penghadangnya mental tinggi, menyusul
mana serangannya yang ketiga telah menyusul yang pertama dan yang kedua.
Dalam keadaan seperti itu Leng Tie membela
terus. Ia sekarang mau mengandalkan tangannya yang lihay, yang juga ada
racunnya. Demikian ia menyampok serangan berantai dari lawannya. Tapi kesudahannya
juga hebat untuknya. Ketika kedua tangan bentrok, ia merasakan lengannya
seperti mati, lengannya itu lantas turun sendirinya, tidak bisa digunai lagi
Wanyen Lieh terkejut menyaksikan
pemuda yang gagah itu, yang di dalam sekejap saja telah membikin empat jagoan
menjadi tidak berdaya, maka ia lantas memutar tubuhnya untuk melarikan diri
Kwee Ceng tidak mau
menyia-nyiakan ketikanya, ia lompat untuk mengejar. Belum ia menyusul, atau ia
menampak berkelebatnya satu bayangan kuning, yang disusul sama sambarannya dua
tangan dari sampingnya. Ia berkelit, ia menyerang dengan tombaknya tapi
serangannya itu gagal, bahkan senjatanya seperti kena tertarik. Maka
lekas-lekas ia menahan dirinya. segera ia mengenali lawannya yang baru, yang
lihay sekali dialah Khiu
Cian Jin.
Dari itu, ia melawan dengan sungguh-sungguh, dengan tangan kanan ia menombak.
dengan tangan kiri ia meninju atau menyambar.
Pheng Lian Houw melihat Kwee ceng
telah dilibat Khiu
Cian Jin
dan Wanyen Lieh sudah dilindungi see Thong Thiandan^io cu ong, ia maju pada Kwa
Tin ok, yang ia tegur sambil ia tertawa: “Kwa Tayhiap. kenapa Kang Lam cit Koay
cuma datang satu orang saja?”
Tin ok telah kehilangan tongkatnya yang oleh
oey Yong kena dibikin mental ketelaga, maka itu, tanpa menyahuti ejekan itu, ia
menyerang dengan tiat-leng, leng kak rahasianya, hanya sambil menimpuk. la
lompat mundur tiga tindak.
Lian Houw tahu lihaynya leng kak besi itu, ia
berkelit sambil berlompat. Maka senjata rahasia itu lewat di bawah kakinya.
Pernah ia terkena lengkak itu, benar ia tahu cara mengobatinya dan ia tidak
terbinasa, tetapi Lamesti menderita sakit dan berobat selama beberapa bulan.
Karena itu juga, ia menjadi bersakit hati dan segera menyerang si jago buta,
untuk melampiaskan kemendongkolannya. Habis berkelit, ia merangsak pula.
Kwa Tin ok bercacad di kaki, ia biasa jalan
dengan mengandali tongkat, sekarang tongkatnya itu lenyap. Ia menghadapi musuh
tangguh, terpaksa ia berlompat Pula.
Hanya ketika kaki kirinya menginjak tanah, hampir ia terguling roboh.
Lian Houw melihat tubuh
lawannya limbung, dalam girangnya ia maju pula. Ia maju sambil menjaga diri
dengan tangan kirinya yang mencekal pitnya, ia menyerang dengan tangan kanan ke
arah punggung.
Kuping Tin ok jeli sekali, terancam bahaya,
ia juga bisa menggulingkan diri Maka juga pitnya Lian Houw mengenai batu, Tapi
Lian Houw gusar dan penasaran, ia menyerangpula sambil mendamprat, “Bangsat
buta, kenapa kau begini licin?” Kali ini ia menotok dengan tangan kirinya.
Kwa Tin ok berguling pula, sambil membuang
diri, ia membarengi mengayun tangannya, menerbangkan sebatang leng kak besi.
Ketika itu Leng Tie siangjin lagi
berjaga-jaga seraya ia memegangi lengan kanannya,
justru Kwa Tin ok berguling ke dekatnya,
tidak ayal lagi, ia menjejak.
Tin ok terkejut. Ia mendengar nyata angin
jejakan itu. Kebetulan tangan kirinya tertindih tubuhnya, ia mengerahkan itu,
untuk membikin tubuhnya melesat menyingkir dari bahaya. Hanya, selagi ia
berhasil lolos darijejakan si pendeta, pitnya Lian Houw
sudah tiba pula, hingga ia merasakan punggungnya sedikit kaku. Ia mengeluh,
“celaka”
di dalam hatinya, kulit matanya terus
dirapati, untuk menerima binasa.
“Pergilah” mendadak kupingnya dengar bentakan
halus tapi nyaring, bentakan mana disusul sama jeritan, “aduh” yang disusul
pula sama suara robohnya tubuh yang berat.
Itulah oey Yong, yang turun tangan dengan
tiba-tiba. Mulanya dengan tongkatnya ia menangkis poan koan-pit, menyusul itu,
tongkat itu bergerak pula ke kaki, maka robohlah Lian Houw, yang terguling cuma
kedua senjatanya tidak sampai terlepas dari cekalannya.
Lian Houw kaget dan gusar. ia lantas merayap
bangun. Hanya sekarang ia melihat oey Yong menghalang di depan Kang Lam cit
Koay yang nomor satu itu. Untuk herannya, ia mendengar Tin ok membentak:
“siluman perempuan cilik siapa yang kesudian ditolongimu?”
oey Yong tidak menggubris teguran itu, ia
berseru kepada ayahnya^ “Ayah, kau jagai ini si buta yang tolol, supaya orang
tidak mencelakai dia” segera setelah itu, ia lari kepada Kwee Ceng,
untuk membantui anak muda itu melawan Khiu Cian jin.
Tin ok berdiri menjublak, ia bingung.
Pheng Lian Houw melihat
gerak-geriknya oey Yok su. Itu waktu Tong shia berdiri jauh dan membelakangi
ia, si sesat dari Timur itu seperti tidak mendengar suara putrinya tadi. Ia
menjadi berani, diam-diam ia bertindak ke arah Hui Thian Pian-hok. lalu dengan
diam-diamjuga ia menyerang dengan pitnya. ia telah mengerahkan tenaganya dan
bersungguh-sungguh .
Jangan kata Tin ok dibokong, biarnya tidak
dan umpama kata dia memegang tongkatnya, diserang begitu dekat, belum tentu dia
sanggup menolong dirinya, akan tetapi disaat Lian Houw
menyerang, mendadak terdengar suara menggaung serupa barang, yang terus
membentur poankoan-pit. Begitu membentur, barang kecil itu hancur. Meski
begitu, orang she Pheng itu kaget dan kesakitan tangannya, tanpa ia merasa,
pitnya terlepas jatuh. Herannya, ia tidak tahu dari mana datangnya serangan.
Ketika ia berpaling kepada oey Yok su, ia
mendapatkan Tong shia lagi menggendong
kedua tangannya dan mata-nya memandangi awan
hitam di langit. Pemilik dari Tho Hoa To itu tidak pernah menoleh ke arahnya
Tin ok si buta, yang kupingnya mendengar
segala apa, menjadi mendelu sekali. Ia tahu siapa yang menolongi padanya,
karena semasa di Kwie-in-chung,
ia mengenal kepandaian Tan cie
sin-thong dari oey Yok su. Maka ia bertindak cepat ke belakang Tong shia, ia
kata dengan nyaring, dengan nada mendongkolnya: “Dari antara tujuh saudaraku
tinggal aku satu orang, buat apa aku hidup lama pula?”
Oey Yok Soemendengar suara itu, ia tetap
tidak memutar tubuhnya, hanya ketika ia merasa orang telah berada kira tiga
kaki darinya, mendadak ia menoleh ke belakang dengan tangan kirinya atas mana
Tin ok lantas roboh terjengkang, karena Tiat sim sanggup dia mem-pertahankan
diri. Bahkan dia roboh untuk tidak segera dapat bangun pula.
Ketika itu Kwee Ceng, dengan dapat bantuannya
oey Yong, dapat melayani seimbang kepada Khiu Cian Jin. Tentu sekali sekarang
mereka tidak beranimemandang enteng kepada ketua dari Tiat Ciang Pang itu,
sebab dia bukan lagi Khiu Cian Lie si pembual.
Perlawanan coan cin cit Cu juga menemui
satunya yang hebat sekali. Pahanya Cek Tay Thong telah kena kesabet tongkat
kepala ular dan jubahnya sun putJie telah tersontek robek. ong cie It gentar
hatinya, sebab ia mengerti, apabila pertempuran berlangsung terus, daLam tempo
tiga puluh jurus, mesti ada saudaranya yang terbinasa.
Ia menjadi sangat berkhawatir, karena orang
yang mereka buat andalan tetap belumjuga muncul. Terpaksa, selagi Ma Giok dan
Lauw Cie Hian menyerang dengan berbareng, ia mengeluarkan dan menyulut hu-sen
pertandaannya, yang ia meluncurkannya ke udara bagaikan kembang api.
Ketika itu udara gelap dan kabut pun tebal,
kaki mereka seperti tertutup kabut itu.
Makin lama, kabut makin tebal dan hidung
orang mencium bau demak yang keras.
Udara gelap itu membikin rembulan hampir
tidak dapat memancarkan sinarnya. Maka lagi sekian saat, benar-benar lenyap
binarnya si putri malam itu. Dengan cuaca gelap itu, sukar orang melihat tegas
satu pada lain. Karena ini, semua pihak menggunai siasat membela diri
Kwee Ceng dan oey Yong terus
mengurung Khiu
Cian Cian.
Si anak muda melihat si nona dan musuhnya itu, yang seperti terliput kabut. Ia
menjadi girang sekali. Diam-diam ia mengambil ketika akan meninggalkan mereka
itu, untuk pergi mencari Wanyen
Lieh.
Di dalam tempat yang
gelap itu,ia mementang matanya lebar-lebat. Di
luar jarak tiga kaki tidak bisa ia melihat orang, maka ia berlaku teliti. Ia
mencari kelilingan.
Tiba-tiba, di dalam gelap itu, terdengar
suara nyaring: “Di sini Ciu Pek Thong
siapa yang mencari aku untuk mengajak berkelahi?”
Mendengar suara itu, Kwee Ceng
girang sekali, hanya ketika ia hendak menyahuti, lain orang sudah mendahului
ia.
Di sana terdengar suaranya Khu Cie
Kie: “Ciu susiok baik?”
Kebetulan itu waktu, awan gelap terbuka
sedikit, maka kedua pihak dapat melihat satu pada lain. Nyata mereka terpisah
dekat sekali satu pada lain, asal mereka menyerang, dapat mereka mengenai
sasarannya. Tentu sekali mereka sama-sama terkejut, dengan sendirinya mereka
pada lompat mundur. Awan gelap membikin pertempuran berhenti sendirinya dan
mereka pada berdiam diri Ciu Pek Thong terlihat berdiri di antara kedua pihak,
ia tertawa dan berkata dengan gembira: “sungguh ramai Bagus, bagus” Terus
tangan kanannya digeraki, mulanya ke tangan kirinya, lalu sambil berkata^ “Nah,
ini kau makan obat beracun” ia menyuapi ke arah see Thong Thian
orang she see itu lihay, dia mengerti ilmu
kegesitan “le heng hoan wie” atau Memindah diri menukar kedudukan, tidak urung
dia masih kalah sebat, lengannya yang dipakai menangkis kena ditangkap Pek
Thong, maka lain tangannya orang she ciu itu berhasil menjejalkan “obat
beracun” yang ia sebutkan itu, ialah lumpur. Dia pernah merasai kesengsaraan
dari Pek Thong kalau dia melepehkan lumpur itu, dia bakal dihajar, dengan
terpaksa dia mengemut itu di dalam mulutnya.
ong cie It mendapatkan, pertandaannya itu
bukan mengasih datang orang yang mereka harap-harap hanya Ciu Pek Thong, sang
paman guru, kala itu membuatnva girang luar biasa. Maka ia berseru “susiok,
kiranya kau tidak dibinasakan oey Tocu”
Mendengar suara keponakan muridnya itu, Ciu
Pek Thong gusar.
“siapa bilang aku sudah mati?” ia berteriak.
“Memang oey Lao shia berniat membinasakan aku tetapi sudah berselang sepuluh
tahun lebih, tidak pernah dia berhasil Ha, oey Lao shia, kau lihatlah” Lantas
ia menyerang ke pundaknya oey Yok su.
Ia menggunai ilmu silat Khong Beng
un terdiri dari tujUh puluh dua jurus, yang ia menciptakan selama terkurung di
pulau Tho Hoa To. Itulah ilmu yang berdasarkan kelunakan, lemas luar biasa.
Oey Yok Soetidak berani memandang
enteng, ia menangkis dengan Lok
Eng ciang, terus ia membalas
menyerang. Tapi ia pun menyahuti. Katanya:
” Kawanan imam-imam tua bulu campur aduk dari
Coan Cin Pay mengatakan aku membunuh kau, mereka itu hendak mencari balas
untukmu” Pek Thong masih gusar.
“Apakah kau dapat membunuh aku?” dia
berteriak. “Jangan meniup kerbau” sembari mengoceh, Pek Thong menyerang terus,
makin lama makin hebat, karenanya terpaksa Oey Yok Soemelayani, untuk membela dirinya.
Coan cin Liok Cu
menjadi kecele. Mereka menghadap. dengan datangnya sang paman guru, dia bersama
Oey Yok Soenanti membantu mereka melawan rombongan dari Auwyang Hong, siapa
tahu, paman guru itu tidak dapat diajak bicara, dia berlaku sangat sembrono.
“susiok. jangan menempur oey Tocu” Ma Giok berteriak.
“Benar, Loo Boan Tong” Auwyang Hong turut
berkata. “Kau bukan tandingannya saudara Yok, lekas kau lari sipat kuping”
Inilah kata-kata yang berbisa yang membikin
Pek Thong menyerang makin kalap. oey Yong masgul melihat itu, maka ia lantas
kata pada si tua bangka berandalan itu^ “ciu Toako, kau menggunai kepandaian
dari Kiu Im cin-keng melayani ayahku, maka
bagaimana nanti kau membilangnya kepada ong Cinjin di dunia baka?” Pek Thong
tertawa berkakak.
“Apakah kau melihat aku menggunai ilmu silat
dari kitab itu?” ia kata.
“Aku telah berikhtiar mati-matian untuk
melupakan bunyinya kitab itu Hm, mempelajariya gampang, melupakannya sukar
sekali”
Oey Yok Soeheran dan masgul mendengar
perkataannya si orang tua kebocah-bocahan itu. Ketika ia menempurnya di pulaunya,
ia mendapat kenyataan Pek Thong hebat sekali. sekarang ia merasakan orang jauh
terlebih lemah tetapi aneh, ia melayani dia seimbang kosennya. Kenapa begini,
lebih lunak tetapi tebih lihay? Ia juga tidak mengerti, kenapa Pek Thong
membuang ilmu silatnya yang lama itu.
Auwyang Hong, yang menyembunyikan diri di
dalam kabut, senang menyaksikan pertempuran di antara dua jago itu, hanya ia
berkhawatir juga, umpama Pek Thong menang, dia nanti membantu rombongannya Khu
Cie Kie. Karena ini ia memikir, baiklah ia lekas-lekas memukul pecah.Thian Kong
Pak Tauw Tin. Ia berpikir dan bekerja, ia lantas mulai dengan penyerangannya
lebih jauh.
ong Cie It dan Lauw Cie Hian menjadi
bergelisah. “Ciu susiok, mari
membinasakan Auwyang
Hong dulu” mereka berteriak.
Ciu Pek Thong juga melihat kawanan keponakan
muridnya itu terancam bahaya, ia segera merangsak oey Yok su, tangan kirinya
terbuka, tangan kanannya terkepal, lalu satu kali, ketika kepalanya hampir
mengenai muka lawannya itu, mendadak ia mengubah, kepalan menjadi tangan
terbuka, tangan terbuka menjadi kepalan, sambil tertawa, ia menyambar dan
langsung. Oey Yok Soe terperanjat. Inilah ia tidak sangka. Ia lantas
mengeluarkan tangannya,
untuk menangkis, atau ia terlambat sedikit,
ujung alisnya telah kena kebentur ujung tangan lawan, meski benar ia tidak
terluka, ia merasakan panas sekali.
Habis berhasil dengan serangannya itu, Ciu
Pek Thong sadar, segera dengan tangan kirinya ia menghajar lengan kanannya
sambil mendamprat, ” Harus mampus Harus mampus Inilah jurus dari Kiu Im
Cin-keng”
Oey Yok Soetengah membalas menyerang
ketika ia mendengar perkataannya Pek Thong itu, ia terkejut, hendak ia
membatalkan penyerangannya itu atau sudah kasep.
tangannya sudah mampir di pundak orang, atas
mana, si berandalan itu berseru^ “Ah, hebat, pembalasan datang cepat sekali”
Di dalam keadaan kacau itu, kacau karena
keberandalannya Ciu Pek Thong, Kwee Ceng mengingat kedua gurunya, ia khawatir
mereka itu nanti mendapat celaka, maka ia menghampirkan Kwa Tin ok. Ia
memimpinnya ke dekat Ang cit Kong,
supaya keduanyaberdiam bersama. Dengan perlahan sekali, ia kata kepada mereka
itu: “Jiewi suhu, mari pergi
beristirahat di Yan ie Lauw, sebentar sebuyarnya
kabut baru kita lihat bagaimana baiknya:”
Ketika itu, kembali terdengar suaranya oey
Yong: “Eh, Loo Boan Tong, kau dengar
perkataanku atau tidak?”
“Aku tidak bakal mengalahkan ayahmu, kau
jangan khawatir” menyahut sijenaka.
“Aku menghendaki kau lekas menghajar si bisa
bangkotan” berkata si nona. “Hanya aku melarang kau membinasakan dia”
” Kenapa begitu?” tanya
Pek Thong, yang kaki tangannya bekerja terus.
“Jikalau kau tidak mau dengar .perkataanku,
nanti aku beber riwayatmu yang busuk” berkata si nona.
“Riwayat busuk apa itu?” tanya si tua. “Kau ngaco belo”
“Baik” menyahut si nona, yang membikin suaranya
keras dan panjang “Empat buah
perkakas tenun maka tenunan burung wanyoh
bakal terbang berpasangan” Pek Thong kaget mendengar itu.
“Baik, baik” ia lekas berkata, “Aku suka
dengar perkataanmu Eh, bisa bangkotan, kau ada di mana?”
Auwyang Hong tidak memberikan
penyahutannya. Adalah Ma Giok yang berkata: “ciu susiok, kau ambil kedudukan di
Pak Kek chee untuk mengurung dia” oey Yong
tidak bicara pula sama Pek Thong, hanya ia membilang pada ayahnya^
“Ayah, Khiu Cian
Jin bersekongkol sama bangsa
asing, dialah satu pengkhianat besar, lekas kau bunuh padanya”
“Anak. mari
kau ke sampingku” ada jawabannya si orang tua.
Di dalam kabut itu, Khiu Cian
Jin tidak nampak di mana adanya.
Hanya segera terdengar tertawa nyaring dari Ciu Pek Thong yang berseru: “Bisa
bangkotan, lekas kau bertekuk lutut di depan kakekmu, nanti aku beri ampun
padamu” Dari suara itu dapat diduga pihak Coan Cin Pay telah menang unggul.
Kwee Ceng sementara itu sudah
mengantarkan kedua gurunya ke pinggiran lauwteng Ya Ie Lauw, setelah mana ia
pergi pula, guna melanjuti mencari Wanyen Lieh.
Ia telah pergi ke segala penjuru, masih ia
tidak memperoleh hasil. Entah ke mana perginya pangeran bangsa Kim itu. Bahkan see Thong Thian semua, berikut Khiu Cian
Jin, setahu telah menyingkir ke
mana.
“Hai, bisa bangkotan, kau hendak lari ke
mana?” kembali terdengar suaranya Ciu Pek Thong.
Ketika itu kabut nampak makin tebal, tidak
ada lowongan seperti tadi. suara orang juga terdengar semakin berat, menjadi
kurang nyata. Karena ini orang menjadi jeri
sendirinya.
oey Yong menempelkan rapat tubuhnya kepada
tubuh ayahnya.
Ma Giok telah memberikan
titahnya perlahan sekali, untuk kawan-kawannya memperciut lingkaran mereka,
supaya mereka memasang kuping untuk mendengar gerak-gerik lawan. Maka itu,
sejenak itu, segala apa menjadi sunyi senyap.
Tidak antara lama, terdengarlah suara Khu Cie
Kie: “Dengar suara apakah itu?”
Di sekitar mereka,
mereka mendengar suara sar-ser, atau sas-sus, suara itu darijauh mendatangi
semakin dekat, semakin dekat. oey Yong berteriako “si bisa bangkotan melepaskan
ularnya Tidak tahu malu”
Oey Yok Soepun telah mendengar
suara itu dan mengenalinya, ia sebenarnya ketahui ilmu mengusir ular tetapi
sekarang ia tidak dapat menggunai itu. Asal ia meniup serulingnya, ular bakal
menari-nari secara kalap. Hanya sekarang ia telah tidak mempunyai serulingnya
itu. Ia telah membikin patah alat tetabuhannya itu ketika ia mendengar warta
paisu tentang putrinya sudah mati kelelep. Maka sekarang ia turut menjadi
bingung.
Ang cit Kong
telah naik ke atas lauwteng Yan ie lauw, ia mendengar segala apa, ia berteriako
“si bisa bangkotan mengatur barisan ularnya semua naik ke lauwteng”
Ciu Pek Thong lihay ilmu silatnya tetapi la
paling takut sama ular, maka itu begitu lekas ia mendengar suaranya oey Yong,
ialah yang paling dulu ngiprit ke lauwteng, bahkan karena khawatir ular nanti
menyantol kakinya, di tangga lauwteng ia tidak bertindak lagi hanya berlompat,
maka di lain saat tibalah ia di wuwungan paling tinggi dari lauwteng itu di
mana hatinya berdebaran sekian lama. suara ular terdengar makin keras.
“sayang hiat-niauw tidak ada di sini,” kata
oey Yong seraya ia menarik tangan ayahnya untuk diajak naik ke lauwteng.
Kawanan coan Cin Pay juga naik ke lauwteng, mereka jalan sambil berpegangan
tangan satu dengan lain dan naiknya merayap. In cie Peng kejeblos, ia jatuh
terguling hingga kepalanya benjut, ia merayap bangun untuk merayap naik
kembali. oey Yong tidak terdengar suaranya Kwee Ceng, ia
bingung.
“Engko Ceng,
kau di mana?” ia tanya. Tetapi
beberapa kali ia memanggil, ia tidak memperoleh jawaban. ia jadi semakin
berkhawatir.
“Ayah, aku hendak cari dia,” ia kata pada
ayahnya.
“Perlu apa kau mencari aku?” terdengar suara Kwee Ceng
dingini “Lain kali tidak usah kau mencari aku, aku pun tidak akan menyahuti”
Kiranya pemuda ini berada di samping si
pemudi.
“Anak busuk” membentak oey Yoksu sengit
seraya tangannya menyampok.
Kwee Ceng berkelit sambil
menunduk. justru ia hendak membalas, ia mendengar
suaranya beberapa panah nyaring, yang
menyambar ke kayu jendela, hingga semua orang menjadi kaget. suara panah itu
diikuti teriakan-teriakan dari banyak orang, disusul, pula hujan anak panah.
Teranglah itu suaranya satu pasukan tentara, entah berapa besarnya. Kemudian
terdengar lagi teriakan-teriakan “Jangan kasih lobos semua pemberontak” Khu cie
Kie menjadi gusar sekali.
“Pastilah kawanan anjing Kim itu sudah bersekongkol sama pembesar negeri”
katanya sengit.
“Pastilah pembesar di Kee-hin ini yang datang
untuk menawan kita”
“Mari
kita menerjang turun” kata ong cie It panas hatinya.
“Kita labrak mereka” cek Tay Thong justru
berteriak-teriako ” celaka Ular
Ular” orang semua kaget,
berkhawatir dan gusar sekali. sekarang mereka mengerti, untuk pertempuran ini, Wanyen Lleh
dan Auwyang Hong sudah melakukan persiapan, bahkan
mereka berlaku curang dan hina.
Melihat semua itu, Ang cit Kong segera mengasih dengar suaranya^ “Kita dapat
melawan panah, tidak dapat kita melawan ular Dapat kita menyingkir dari ular,
tidak dapat kita menyingkir dari panah Maka itu, semua lekaslah mengangkat
kaki”
Di atas wuwungan, ciu
Pek Thong mencaci kalang kabutan. Dia telah menyambuti dua batang anak panah
dengan apa ia menangkis setiap anak panah lainnya yang menyambar-nyambar ke
arahnya.
Lauwteng Yan ie Lauw terkurung
air di tiga penjuru dan tentara negeri dengan menggunai perahu-perahu kecil
telah datang dari tiga penjuru itu sambil mereka menyerang dengan panah:
disebabkan kabut tebal, mereka tidak berani datang terlalu dekat. “Kita menuju
ke barat, kita ambil jalan darat” terdengar pula suara Cit Kong.
Dalam kekacauan itu, dengan sendirinya Pak Kay
menjadi komandan di antara rombongan orang gagah itu, semua orang telah
mendengar perkataannya itu, semua lantas turun dari lauwteng. Kembali mereka
rapah-repeh, sebab kabut masih tetap tebal
dan dijarak satu kaki, sukar mereka melihat
satu pada lain. Disaat seperti itu, mereka melupai permusuhan, bahkan mereka
berjalan sambil saling tuntun.
Khu Cie Kie bersama ong cie It,
dengan pedang di tangan masing-msing berjalan di
paling depan. Mereka memutar rapat pedang
mereka dalam jurus siang-kiam Hap-pek, sepasang pedang bersatu padu.
Kwee Ceng menuntun Ang cit Kong dengan tangan kanannya, tangan kirinya dipakai
bergedangan dengan lain orang. ia justru kena memegang tangan yang halus dan
lunak. Itulah tangannya oey Yong, maka ia terkejut. Dengan lantas ia melepaskan
cekalannya.
oey Yong terdengar berkata: “siapa
menghendaki kau memperhatikan aku?” Dingin suaranya itu.
Ketika itu terdengar seruannya Khu Cie
Kie: ” Lekas kembali Di depan kita, semuanya ular”
Ang cit Kong
bersama oey Yoksu berada di paling belakang, terdengarlah suara ular yang
berisik sekali, sedang baunya yang memuakkan lantas menyambar hidung. Oey Yong
tidak tahan, ia lantas muntah. oey Yoksu menyambar putrinya, untuk dipeluk.
orang semua bingung. panah hebat masih dapat ditangkis tetapi barisan ular
berbisa itu?
Disaat berbahaya itu, tiba-tiba terdengar
suara keras dan dingin dari satu orang: “siluman perempuan cilik mari serahkan tongkat bambumu pada si buta” orang
mengenali, itulah suaranya Kwa Tin ok.
Mendengar suara itu, Oey Yok Soedan oey Yong lega hatinya. si nona
tidak menghiraukan yang ia dicaci sebagai “siluman perempuan cilik”, ia lantas
menyerahkan tongkatnya.
Kwa Tin ok menyambuti tongkat sambil ia
berkata “semua orang mari mengikuti si
buta menyingkir dari sini”
Hui Thian pian-hok ada orang Kee-hin asli, ia
me ngenal baik kampung halamannya itu, meski benar matanya buta, kabut tidak
menjadi rintangan untuknya. Ia sekarang cuma mengandalkan kupingnya, akan
mendengar suara ular. Maka itu, is memasang kuping akan mencari tahu di mana
tidak ada suara panah atau ular. ia memang ketahui di sebelah barat ada sebuah
jalan kecil, justru dari sana
tidak terdengar suara apa-apa.
Demikian dengan dingkluk-dingkluk ia menuju
ke barat itu.
Jalanan kecil itu ada jalanan yang tak
terpakai umum, sudah beberapa tahun ini disana juga tumbuh pohon bambu, maka
itulah sebuah jalan mati. Maka juga dengan lantas mereka terintang p^hon-pohon
bambu.
Khu Cie Kie bersama ong cie It
menggunai pedang mereka merobohkan setiap pohon yang menghadang, di
belakangnya, semua orang lainnya mengikuti mereka.
“Ciu susiok. kau di mana?” tanya Ma Giok. “Lekas ke mari”
Pek Thong duduk berdiam di alas wuwungan, ia
mendengar panggilan itu, tetapi ia jeri
sama ular, ia berdiam saja.
sesudah berjalan belasan tombak, orang telah
berhasil melewati rujuk bambu itu. Disitu terlihat nyata sebuah jalan kecil. Di sana
suara ular tidak terdengar nyata,
sebaliknya seruan-seruan tentara agak semakin
nyaring. Rupanya ada rombongan tentara yang mencoba jalan mutar untuk memegat.
semua orang tidak takut sama tentara negeri. Bahkan Lauw
Cie Hian
lantas berkata:
“Cek sutee, mari
kita maju bersama, kita mampusi beberapa pembesar anjing itu”
“Baik” menyambut Tay Thong.
Maka keduanya lantas maju di depan, mereka
menangkis setiap anak panah. orang maju terus, maka tidak lama kemudian,
tibalah mereka dijalan besar. Di sini
mereka disambut hujan yang lebat dan guntur
yang menulikan kuping. Turunnya hujan menyebabkan kabut tersapu habis. Benar
cuaca tetap gelap. tetapi sekarang mereka dapat melihat samar-samar satu pada
lain.
“Marah bahaya telah lewat, tuan-tuan,
persilahkan” berkata Kwa Tin ok. Artinya ia mempersilahkan orang mengambil
jalan sendiri-sendiri ia pun membayar pulang
tongkatnya oey Yong, seorang diri ia bertindak
ke timur tanpa berpaling lagi. “suhu” Kwee Ceng
memanggil.
“Kau bawa Ang Loohiap ke tempat yang sunyi,
untuk dia berobat,” berkata guru itu,
“setelah beres kau pergi ke dusun Kwa-kee-cun
mencari aku” “Baik, suhu” menyahut sang murid.
Oey Yok Soemenyambut sebatang panah yang
melayang ke arahnya, ia bertindak ke depan Tin ok seraya berkata: “Jikalau
bukannya hari ini kau telah menolong jiwaku, sebenarnya tidak sudi aku
menjelaskan kepadamu “
Belum habis kata-kata itu, Tin ok sudah
berludah hingga ludahnya itu mengenai hidung orang. Dia berkata dengan sengit,
“Berhubung dengan kejadian ini hari maka kalau nanti aku menutup mata, aku
tidak mempunyai muka untuk menemui keenam saudara angkatku”
Oey Yok Soegusar sekali, ia lantas
mengayun tangannya. Kalau Tin ok kena dihajar,
pasti terbanglah jiwanya. Tapi Kwee
Ceng berlompat maju, ia mewakilkan
gurunya menangkis.
Terpisahnya Oey Yok Soedan Kwee
Ceng belasan tindak. tidak keburu si anak
muda menolongi gurunya, akan tetapi oey Yoksu batal menyerang, dengan perlahan-lahan
dia mengasih turun tangannya, untuk ditarik pulang, lalu sambil tertawa lebar
dia berkata^ “Kamu kira aku Oey Yok Soeorang macam apa? Maka dapat aku
berpandangan serupa sebagai kamu?” Ia lantas memutar tubuhnya kepada putrinya
seraya berkata^
“Yong-jie, mari
kita pergi” Ia juga berpaling kepada Ang cit Kong,
untuk menjura,
habis mana, dengan hanya satu kali
berkelebat, ia sudah lantas memisahkan diri beberapa tombak jauhnya
Mendengar suaranya Oey Yok Soeitu, Kwee Ceng
melengak. Ia menjadi ragu-ragu.
Tapi ia tidak dapat memikir lagi.Justru itu,
dengan suara berisiknya, terlihat tibanya satu pasukan serdadu untuk menerjang
mereka.
Coan cin Liok Cu lantas maju, guna menyambuti
terjangan, untuk membalas menghajar.
Oey Yok Soesebaliknya tidak sudi berkelahi,
ia menghampirkan Ang cit Kong tangan
siapa ia pegang untuk ditarik, sambil ia berkata: “saudara Cit, mari kita pergi ke depan untuk minum beberapa cangkir
arak Nanti kita bicara di sana”
cit Kong setuju sekali dengan ajakan
itu.
“Bagus Bagus”
sahutnya, terus ia mengikut, maka sebentar kemudian, mereka berdua sudah
menghilang di tempat yang gelap.
Kwee Ceng membiarkan gurunya
itu pergi, sekarang ia hendak membantui gurunya yang tertua Justru itu,
serangan tentara kembali datang. ia tidak berniat mencelakai banyak orang, maka
ia menggunai tangan kosong merobohkan siapa yang berada paling dekat dengannya.
Di dalam kekalutan itu
lalu terdengar suara nyaring dari Khu Cie Kie berarnai. Itulah disebabkan di antara
tentara negeri ada orang-orangnya Wanyen Lieh, ialah kawanan Tiat elang Pang
dari Khiu Cian jin, maka mereka itu tidak selemah serdadu negeri, hingga mereka
tidak gampang-gampang dapat dipukul mundur.
Kwee Ceng berkhawatir untuk
gurunya yang paling tua, ia lantas memanggil-manggil: “Toasuhu Toasuhu
Toasuhu di mana?” tapi suaranya
itu tidak mendapatkan jawaban.
Ketika itu oey Yong berdiri menyender di
sebuah pohon. ia tidak mengikuti ayahnya.
Habis menyambut, tongkatnya dari Tin ok,
pikirannya kusut. Ia telah melihat ayahnya diludahi tertua dari Kang Lam cit
Koay, ia masgul bukan main. impiannya yang manis
telah menjadi seperti buyar. Maka juga ia berdiam saja menyaksikan tentara
negeri lewat di dekatnya. Tapi selagi ia berdiam, ia mendengar teriakannya Tin
ok. Ia terkejut
Tanpa me-rasa, ia berlompat, akan lari ke
tempat dari mana teriakan itu datang. Ketika ia sampai, tepat ia melihat Tin ok
rebah di tanah dan seorang punggawa mengayun golok panjangnya ke punggung si
buta itu. Tapi opsir itu tidak berhasil membinasakan jago Kanglam itu. Tin ok
dapat berkelit dengan menggulingkan tubuh, terus ia bangun berduduk seraya
membalas menyerang.
opsir itu menjerit dan roboh pingsan. Tin ok
mencoba bangun pula, tetapi ia gagal, rupanya ia terluka, baru ia melempangkan
tubuh, kembali ia roboh. oey Yong lari menghampirkan, ia melihat kaki orang
terkena panah. Ia mengulur tangannya, untuk memberikan bantuannya.
Kwa Tin ok rupanya mendapat tahu siapa yang
menolongi ia, ia menarik tangannya hingga terlepas, tetapi ia kembali jatuh,
sebab sebatang panah menyambar kaki yang lain.
” Untuk apa berlagak menjadi enghiong atau
hoohan?” kata oey Yong dengan mengejek. Ia lantas menotok dengan ilmu totoknya
“Lan-hoa Hut-hiat ciu”, ia menotok jalan darah di pundak si buta, atas mana
jago Kanglam itu tidak berdaya lagi, dia lantas bisa dipegangi untuk tidak
jatuh pula. Dia masih mau berontak tetapi dia gagal, separuh tubuhnya tidak
dapat digeraki lagi. Hanya sambil terpaksa dia membiarkan dipepayang pergi,
mulutnya mencaci kalang kabutan.
Belasan tombak jauhnya oey Yong membawa pergi
gurunya Kwee
Ceng itu, lalu ia singgah di
sebuah pohon, untuk beristirahat. Di
sini ia terlihat sejumlah serdadu, mereka itu lantas menyerang dengan belasan
batang anak panah. Terpaksa ia maju, untuk menangkis
mundur serangan itu. Tin
ok ia biarkan sembunyi di belakang pohon.
Jago Kanglam itu mendengar suara
datangnya anak-anak panah, ia tahu oey Yong lagi berkelahi untuk menolongi
padanya, pikirannya menjadi berubah, maka itu ia berhenti mencaci, ia berkata^
“Jangan kau perdulikan aku Pergilah kau lari sendiri” sekarang ia bicara dengan
perlahan.
“Hm” bersuara si nona. “Aku justru hendak
menolongi kau Aku mau lihat, apa dayamu menolaknya”
Keduanya menyingkir ke belakang tembok kate di dekat situ. Penyerangan telahterhentikan,
tetapi oey Yong dibikin capai sekali oleh tubuh yang berat dari Kwa Tin ok, maka
itu dengan napas sengal-sengal ia menyender di tembok itu.
“Habislah sudah” kata Tin ok sambil menghela
napas. Ia seperti putus asa. “Di
antara kita, budi telah habis semuanya, maka kau pergilah semenjak ini anggap
saja aku si bula she Kwa sudah mati”
oey Yong berkata dengan dingini
“Terang-terang kau belum mati, mengapa kau menganggap dirimu sudah tidak ada di
dalam dunia ini?jikalau kau tidak mencari aku untuk membalas sakit hati, nanti
aku yang mencari padamu”
Dengan mendadak si nona menotok dua kali
dengan tongkatnya, dua-duanya dijalan darah wietiong di tekukan dengkul. Tin ok
tidak menyangka sama sekali, segera ia roboh mendelepok di tanah. Di dalam hatinya, ia lantas mencaci si nona. Ia tidak tahu nona itu hendak menyiksa bagaimana atas dirinya. Ia memasang
kuping, ia mendengar orang telah berjalan pergi.
Ketika itu suara pertempuran terdengar
semakin jauh, rupanya Coan Cin Liok Cu telah berhasil menghajar tentara negeri.
Hanya sekarang Tin ok mendengar suara-nya Kwee Ceng
memanggil-manggil. “Toasuhu” suara itu makin lama makin perlahan. Itulah tanda
yang Kwee Ceng telah pergi mencari ke lain jurusan.
Lagi sekian lama, sunyilah di sekitarnya.
Cuma di kejauhan terdengar keruyuknya ayam-ayam jago.
“Inilah yang terakhir aku mendengar keruyuk
ayam,” pikir ketua Kanglam
Cit Koay
ini.
“Kalau besok pagi ayam berbunyi di sekitar
kola Kee-hin, aku Kwa Tin ok. aku bakal tidak mempunyai kuping untuk
mendengarnya lagi”
Tengah ia berpikir itu, ia mendengar tindakan
kaki dari tiga orang. Tindakan kaki yang satu enteng sekali yang dua sangat
berat. Ia lantas menduga kepada oey Yong. Dugaan ini nyata tidak meleset.
“Ini toaya” kata si nona, “Lekas gotong
padanya”
Kata-kata itu dibarengi sama totokan,
membebaskan jago Kang Lam itu, yang merasa tubuhnya lantas diangkat dinaiki di
alas bale-bale, untuk digotong pergi. La berdiam saja.
Ia merasa heran, hendak ia menanya, tetapi ia kata nanti disenggapi si nona.
Mendadak seorang yang jalan di sebelah depan,
menjerit kesakitan. Rupanya orang itu dihajar si nona, yang terdengar berkata
bengis^ “Jalan lekas Kamu semua tukang mengganggu rakyat, tidak ada satu dari
kamu yang baik” Lalu yang di belakang pun menjerit.
“Terang sudah, dia telah menawan dua serdadu
untuk menggotong aku,” Tin ok berpikir.
“Benar dia pintar dia mendapat pikiran
semacam ini”
Tin ok menggigit rapat giginya alas dan
bawah. Ia menahan sakit hebat sekali disebabkan rasa nyeri yang dahsyat di
kedua kakinya yang terpanah tadi. Ia malu kalau ia merintih dan si nona nanti
mengejeknya. Ia merasa bahwa ia dibawa di jalanan yang sukar, yang turun dan
naik. Kemudian ia merasa ada cabang-cabang pohon yang melanggar
mukanya. Jadi
mereka berada di tempat yang pepohonannya lebat. Dua tukang gotong itu tetap
berjalan tidak tetap. saban-saban mereka terhuyung, tandanya mereka letih
sekali. Mereka jalan terus karena tongkat si nona seperti tidak mengenal kasihan
Tin ok menduga ia telah dibawa pergi sekira
tiga puluh lie. Ia percaya hari sudah tengah hari. Pakaiannya kuyup bekas
ditimpa hujan tetapi sekarang pakaian itu sudah hampir kering tersorot matahari
dan terkena angin. Lalu ia mendengar suara tonggeret dan anjing, juga
nyanyiannya sipetani pria dan wanita. suasana tenang sekali, beda
dengan tadi di waktu terjadi pertempuran kacau.
oey Yong membeli buah labu dan masak itu
dengan nasi. Ia makan satu mangkuk, yang semangkuk lagi ia letaki di depan Kwa
Tin ok.
“Aku tidak lapar” kata jago Kanglam itu.
“Kakimu sakit, apa kau kira aku tidak tahu?”
kata si nona.
“Apa sih lapar atau tidak lapar? sengaja aku
hendak membikin kau merasai sakit, baru aku akan mengobatimu”
Tin ok gusar, ia menjeblok dengan mangkuk
labunya.
Si nona tertawa dingin, satu serdadu
sebaliknya menjerit kesakitan, sebab ia bisa berkelit dan si serdadu tidak.
“Buat apa menjerit-jerit” kata si nona.
“Kau tahu, Kwa Tayhiap membagi sayur labu
padamu Kau tidak tahu terima kasih Lekas bikin bersih” serdadu itu takut, ia
lapar dan kesakitan, ia lantas bekerja memunguti, ia dahar itu. Ia kesakitan
karena mukanya yang kena sayur panas itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar