Jumat, 02 November 2012

Sia Tiauw Enghiong 71




Bab 71. Si Buta Membuka Jalan

Melihat orang bersikap memandang mata kepadanya, cit Kong pikir bahwa ia harus sedikit beraksi, hanya ia belum dapat pikir, apa yang ia mesti katakan agar Auwyang Hong suka mengundurkan diri. Karena lagi memikir, ia dongak, terus ia tertawa terbahak. Ia melihat rembulan mulai muncul, lantas ia mendapat pikiran, maka ia kata dengan nyaring, “Yang ada di depan mata ini, semuanya orang-orang pandai dari Rimba Persilatan, tidak disangka lagaknya mirip lagak buaya darat, kata-katanya seperti angin busuk”
Mendengar itu semua orang melengak. Memang orang tahu, cit Kong suka bilang apa yang ia pikir. Ma Giok lantas memberi hormat. “Tolong Cianpwee memberikan pengajaran,” katanya.
Ang cit Kong berpura gusar, ia kata dengan nyaring: “Aku si pengemis tua telah mendengar dari siang-siang bahwa pada Pee-gwee Tiong ciu bakal ada orang bertarung di pinggir lauteng Yan Ie Lauw ini, maka itu hendak aku menyaksikannya. Tapi aku adalah seorang yang kupingnya paling tidak suka mendengar suara berisik, maka itu justru waktunya masih siang, hendak aku tidur pulas dan nyenyak di sini, siapa tahu pagi ini lantas saja aku mendengar suara berisik dari anjing mau mampus, orang rebut mengatur barisan rombongan kuda atau tahang air kencing, juga ada suami memukul istri, ada menantu menyerang mertuanya, ada yang memotong ayam dan menyembelih anjing, ributnya bukan buatan, sampai aku si pengemis tua tidak dapat tidur tenang
Coba kamu angkat kepala kamu dan lihat, hari ini tanggal berapa?”
Mendengar itu, orang lantas ingat bahwa hari itu ada Pee-gwee Capsie, ialah bulan delapan tanggal empat belas,jadi hari pibu, harian mengadu kepandaian, adalah besok.
Jadi tidaklah tepat akan bertempur mendahului hari yang dijanjikan.
“Locianpwee benar,” kata Khu Cie Kie kemudian,
“Memang tidak selayaknya hari ini kami membuat berisik di sini.”
Ia menoleh pada Auwyang Hong, untuk berkata ” orang she Auwyang, mari kita mencari tempat lain di mana kita bisa bertempur terus mati-matian”
“Bagus, bagus” Auwyang Hong tertawa. “Memang harus aku menemani kamu”
Mendengar itu Ang Cit Kong mengasih lihat roman bengis, ia kata keras-”satu kali ong Tiong Yang menutup mata, kawanan bulu campur aduk dari Coan Cin Kauw lantas main gila tidak karuan Aku bilang terus-terang kepada kamu, enam imam pria ditambah sama satu imam wanita, kamu semua masih bukan tandingannya si bisa bangkotan ong Tiong Yang tidak mewariskan apa-apa kepadaku, aku pun perlu memikirkan kamu, hanya sekarang aku hendak tanya kamu, Kamu telah membuat janji, habis bagaimana kamu akan memenuhkan janji kamu itu? Apakah yang bakal memenuhkan janji ada imam-imam yang mati?”
Kata-kata itu berupa teguran atau dampratan tetapi di balik itu adalah pemberian ingat untuk menyadarkan kawanan imam itu bahwa dengan melawan Auwyang Hong,
mereka adalah bagian mati, bukannya bagian hidup, Liok Cu menginsyafi itu tetapi mereka lagi menghadapi musuh besar, tidak dapat mereka memikir jauh Selagi orang berdiam, cit Kong melirik kepada Kwee Ceng dan Oey Yok Su. Si anak muda tetap mengawasi dengan kemurkaannya yang hebat. Oey Yong mau menangis,air matanya mengembang, tandanya dia sangat berduka. Ia lantas berpikir, setelah itu ia berkata pula dengan keras-”sekarang aku si pengemis tua hendak pergi tidur siapa yang bertempur pula, itu artinya dia tidak memandang lagi padaku, maka kalau besok malam kamu mengamuk hingga langit ambruk dan bumi gempa, aku tidak akan membantu siapa juga Ma Giok. hayo kau ajak kawanan bulu campur aduk dari kamu naik kelauwteng, di sana tinggallah kamu dengan tenang Anak Ceng, anak Yong, mari turut aku, kau tumbuki pahaku”
Auwyang Hong jeri. Ia tahu kalau Cit Kong membantu Coan Cin Pay, sulit ia melawannya, maka ia pun berkata “Eh, pengemis tua, saudara Yok bersama aku bentrok sama Coan cin Kauw, kalau kata-katamu bukan angin busuk belaka, baiklah hari ini aku memberi muka padamu, tetapi ingat, besok tidak dapat kau membantu siapa juga”
Di dalam hatinya, Ang Cit Kong tertawa. Ternyata orang telah kena digertak. Pikirnya:
” Kalau sekarang kau menolak aku dengan jari kelingkingmu, tentu aku roboh, siapa nyana kau takut”
Maka ia kata pula dengan nyaringo “Kalau aku sipengemis tua melepaskan angin busuk, bila itu dibandingkan sama kata-katamu, masih terlebih harum Aku telah bilang,
aku tidak akan membantu, pasti aku tidak akan membantu Apakah kau merasa pasti bahwa kau bakal menang”
ia tertawa dan melengak, kepalanya sampai mengenai tanah, tempat araknya dijadikan bantal. Ia berkata pula: “Anak-anak, mari kau memukuli pahaku”
Paha kambing Cit Kong tinggal tulangnya saja tetapi ia sayang untuk membuang itu, ia masih menggerogotinya, baru kemudian, ia masuki tulang itu ke dalam sakunya. Ia mengawasi langit di mana awan putih melayang-layang. Katanya perlahan: “Jangan- jangan bakal terjadi perubahan udara “
Ia terus menoleh pada Oey Yoksu, untuk berkata “saudara Yok, dapatkah kau meminjamkan putrimu supaya dia menumbuki pahaku?” Ditanya begitu, Tong shia bersenyum.
Oey Yong lantas menghampirkan, ia duduk di sisi orang, terus ia menggebuki perlahan paha pengemis tua itu.
“Ah,” kata Cit Kong sambil menghela napas. “Beberapa tulang tuaku ini belum pernah
mendapat rejeki seperti kali ini ” ia terus memandang Kwee Ceng, untuk mengatakan.”Eh, anak tolol, apakah tanganmu tidak kena dibikin patah oleh Oey Loshia?”
“Ya,” menyahut si anak muda itu. Ia juga duduk di sisi si pengemis, untuk menumbuki pahanya.
Kwa Tin Ok pergi menyenderkan tubuhnya di sebuah pohon yang liu di tepi telaga,
sepasang matanya yang tidak ada bijinya diarahkan kepada Oey Yok su. Ia menggunai kupingnya sebagai matanya.
Oey Yok Suberjalan mondar-mandir di tepi telaga itu, ia pergi ke timur atau ke barat,
matanya Tin ok terus mengikuti padanya. Ia ketahui itu, ia tidak mengambil mumat, ia cuma bersenyum mewah.
Khu Cie Kie berenam, bertujuh sama In cie Peng, duduk numprah di tanah dengan kedudukannya tetap seperti barisan rahasia itu. Kepala mereka tunduk. alis mereka turun. Mereka bersemedhi sambil berlatih secara diam-diam.
Budak-budaknya Auwyang Hong telah lantas bekerja. Dari perahu mereka, mereka mengeluarkan meja dan kursi, mengatur itu di bawah Yan ie Lauw, mereka terus menyajikan barang hidangan serta araknya. seorang diri see Tok bersantap dan minum, matanya memandang ke telaga. Ia duduk dengan membelakangi orang banyak.
Ang Cit Kong secara diam-diam memperhatikan Kwee Ceng dan Oey Yong.
Keduanya saling menghindarkan pandangan mata mereka. selama hampir satu jam,
Pak Kay belum pernah melihat mereka memandang ataupun melirik satu pada lain. Ia heran. ia telah menanyakan sebabnya, senantiasa dua orang itu menjawab dengan mengalihkan pertanyaan.
“Eh, saudara Yok,” akhirnya Cit Kong tanya Tong shia, “Apa nama lainnya dari telaga Lam ouw ini?”
“Dipanggiljuga Wan Yo ouw,” Oey Yok Sumenjawab. Itu berarti “Telaga burung wanyoh”.
” Kalau begitu, kau lihatlah” kata si Pengemis dari Utara.
“Di telaga burung wanyoh ini anakmu dengan menantumu sudah main berdiam-diam,
kenapa kau yang menjadi orang tua atau mertua, tidak hendak mengasih atau membujuki mereka?”
Mendengar itu, belum lagi Oey Yok Sumenjawab, Kwee Ceng sudah mendahului. Ia berlompat bangun, ia menuding Tong shia seraya berkata dengan keras:
“Dia dia telah membinasakan kelima guruku, cara bagaimana dapat aku masih memanggil dia mertua?”
“Toh tidak aneh, bukan?” kata Tong shia tertawa dingin.
“Kang Lam Cit Koay belum mati habis, masih ketinggalan satu si buta Dan dia ini, aku akan membikin dia hidup tidak sampai besok”
Kwa Tin Ok bertabiat keras, ia menjadi gusar sekali, maka ia berlompat akan menyerang si Bisa dari Timur. Tetapi Kwee Ceng telah mendahului, sebab biarnya dia bergerak belakangan, murid ini gesit sekali, serangannya sampai terlebih dulu. Oey Yok su menangkis serangan itu, hingga si anak muda mundur setindak.
“Telah aku bilang jangan menggeraki tangan” Ang cit Kong berseru.
“Apakah kamu kira perkataanku si pengemis tua angin busuk belaka?”
Kwee Ceng tidak berani maju lebih jauh, cuma dengan sorot bengis ia mengawasi Oey Yok su.
“Oey Lao shia,” berkata Cit Kong.
”Kang Lam Cit Koay itu laki-laki semuanya, mengapa kau bolehnya membinasakan mereka itu? Aku si pengemis tua melihatmu, aku merasa tidak puas”
“Siapa aku suka, dapat aku membunuhnya” Yok su menyahuti. “Dapatkah kau menguasai aku?”
“Ayah” Oey Yong menyelak. “Lima guru, dari dia ini bukannya kau yang membinasakannya Inilah aku tahu betul Ayah, bilanglah bahwa bukannya kau yang membunuh mereka”
Oey Yok Sumengawasi anaknya, yang mukanya kucal, ia merasa kasihan sekali. Ia pun lantas mengawasi Kwee Ceng, atas mana hatinya yang barusan lunak lantas menjadi keras pula.
“Memang aku yang membunuh mereka” kata ia keras. Oey Yong lantas menangis.
“Ayah ” katanya, “Ayah mengapa kau membunuh orang?”
“Di dalam dunia ini orang mengatakan ayahmu sesat, kau tahu tidak?” si ayah tanya.
” Kalau seorang jahat, dapatkah dia berbuat baik? semua perbuatan jahat di kolong langit ini, semua itu perbuatan ayahmu Kang Lam Cit Koay menganggap diri mereka orang-orang gagah yang mulia tetapi aku, melihat lagak gagah perkasa dari mereka, tak senang hatiku”
Auwyang Hong mendengar pembicaraan itu, dia tertawa terbahak.
“saudara Yok. mari aku menghadiahkan suatu tanda padamu” katanya. Ia lantas melemparkan satu bungkusan.
Jarak di antara Auwyang Hong dan Oey Yok Suada dua puluh tombak lebih akan tetapi hebat gerakan tangan dari siBisa dari Barat, cepat melesatnya bungkusan itu, segera sampai kepada si sesat dari Timur, yang menyambutinya dengan gampang.
Tong shia merasa memegang barang yang keras, ia menduga kepada kepala manusia. Ia lantas membuka itu, maka tepatlah dugaannya. Itulah satu kepala orang, yang baru dikutungi dari lehernya. Kepala itu memakai kopiah persegi, ada kumisnya, hanya mukanya tidak dikenali.
Selagi Tong shia memandang kepala orang itu, see Tok tertawa dan kata “Pagi ini aku datang dari Barat, aku singgah di sebuah kamar buku, di sana aku mendengar dia ini lagi berceramah di hadapan sekumpulan pelajar, dia mengajar orang untuk menjadi menteri yang setia atau anak yang berbakti. Aku sebal mendengarnya, aku menghunus senjataku dan aku mengUtungi kepalanya. Maka itu kamu Tong shia dan Aku see Tok. kita berdua cocok satu dengan lain” Lantas ia tertawa bergelak-gelak.
Mendengar itu, air muka si sesat dari Timur berubah. Ia kata “Aku justru paling menghormati menteri setia dan anak berbakti” Maka ia membungkuk, ia menggali tanah, di situ ia kubur kepala orang itu, lantas ia menjura dengan dalam tiga kali.
see Tok kecele, hilang kegembiraannya barusan, tetapi ia tertawa lebar.
“Nama besar dari Oey Lao shia kosong belaka^ katanya.
“Kiranya kaujuga orang yang dikekang adat sopan santun”
” Kesetiaan dan kebaktian itu adalah kesucian hati, kehormatan besar, itu bukannya adat istiadat” berkata Oey Yok su, suaranya berpengaruh.
Baru Tong shia menutup mulutnya atau di udara terdengar guntur hebat, kapan orang banyak berdongak. mereka melihat mega tebal seperti menutupi langit, tandanya hujan besar bakal segera turun. Lalu itu disusul sama suara tetabuhan yang nyaring dan ramai, yang datangnya dari tujuh atau delapan buah perahu besar, yang mendatang ke tepian. Di atas semua perahu itu ada lentera merahnya. Itulah tanda dari perahunya orang berpangkat.
Begitu lekas perahu-perahu telah di kepinggirkan, dari sana lompat ke darat kira-kira tigapuluh orang, di antara siapa nampak Pheng Lian Houw dan kawan-kawannya. Yang paling belakang mendarat ialah dua orang, satu jangkung dan yang lain kate. Yang jangkung itu Chao Wang Wanyen Lieh, pangeran dari negeri Kim, dan yang kate Pangcu Khiu Cian Jin dari Tiat Ciang Pang, partai Tangan Besi.
Teranglah, karena mengandal pada Auwyang Hong dan Khiu Cian Jin, pangeran Kim ini berani datang sendiri ke selatan. Rupanya ia percaya betul, dalam pibu di Hoa san itu, pasti pihaknya yang bakal menang.
Begitu melihat Khiu Cian Jin, Oey Yong menuding dia seraya berkata kepada ayahnya^ “Anak telah terkena tangan jahat dia, hingga hampir hilang jiwa anak”
Oey Yok Suheran. Di Kwie-in-chung ia melihat sendiri orang she Khiu itu mempertontonkan keburukannya, maka itu kenapa anaknya dapat dilukakan dia?
Ketika itu Wanyen Lieh berkumpul bersama Auwyang Hong, kelihatan mereka memasang omong dengan asyik, mereka kasak kusuk sambil tunduk. setelah itu Auwyang Hong menghampirkan Ang cit Kong, untuk berkata
“saudara Cit kalau sebentar kita mulai pibu, kau tidak bakal membantu pihak yang mana juga, bukankah itu kata-katamu sendiri?”
Cit Kong kata di dalam hatinya: “Aku cuma mempunyai niat tetapi tidak punya tenaga, ada niatku membantu”
Maka ia menjawab: “Aku tidak tahu sebentar atau bukan sebentar, aku hanya membilang Pee-gwee Cap-gouw”
“Benar begitu” berkata see Tok, yang terus berkata kepada Oey Yok Su “saudara Yok, orang-orang Coan cin Pay dan Kang Lam Cit Koay menghina padamu tetapi kaulah seorang tertua, jikalau kau melayani mereka, kau merendahkan kehormatanmu, maka itu sebentar biarlah aku yang memberi hajaran kepada mereka itu, kau sendiri boleh menonton saja Akurkah kau?”
Oey Yok Susudah lantas berpikir. Ia telah melihat keadaan dua-dua pihak. Kalau Ang Cit Kong tidak turun tangan, coan cin Pay pasti bakal kena dibikin mampus hingga sulit mencari tempat untuk mengubur mayat mereka. Dengan begitu maka akan musnahlah partai yang dulu hari itu dibangun ong Tiong Yang. sebaliknya kalau Kwee Ceng tetap membantu dengan terus mengambil kedudukannya di garis utara, di kedudukan thian-soan itu, mungkin Auwyang Hong tidak bisa berbuat apa-apa. Hanya ia mendapatkan bocah itu terus memusuhkan padanya. Maka itu, dapatkah ia berpeluk tangan saja?
Maka ia pikir di akhirnya^ “Hidup atau mati, senang atau susah inilah saat keputusannya”
Auwyang Hong mengawasi, ia tidak memperoleh jawaban, ia cuma menampak air muka orang muram. Ia pikir, sang tempo pendek sekali, sekaranglah saatnya untuk turun tangan. Kalau sampai Ciu Pek Thong keburu datang, sulit untuk melayaninya.
Maka itu, ia lantas bersiul panjang dan berkata nyaringo “Turun tanganlah sekarang Hendak menanti apa lagi?” Mendengar suara itu, Ang Cit Kong gusar.
 “Eh, apa yang kau keluarkan dari mulutmu itu kata-katanya manusia atau angin busuknya seekor anjing?” dia menegur. Auwyang Hong menunjuk ke langit, ia tertawa.
“Bukankah jam Cu-sie telah lewat?” kata ia. “Bukankah ini sudah termasuk saat dari fajar Pee-gwee Capgouw?”
Pak Kay dongak. Ia melihat si Putri Malam mulai doyong ke barat, ada mega yang menutupinya sedikit.Jadi benarlah itu waktu ada detik perlintasan dari jam Cu-sie ke jam Tiu-sie.
Auwyang Hong tidak menanti orang membilang apa juga, dengan menekankan tongkat kepala ularnya ke tanah, ia berlompat ke depan Khu Cie Kie, untuk menyerang imam dari Coan cin Pay itu.
Coan cin Liok Cu menginsyafi suasana itu atau kedudukan mereka. Di pihak sana pun berkumpul rombongan dari Pheng Lian Houw, yang menanti ketika untuk turun tangan, maka kalau mereka sembrono, pasti akan termusnahlah mereka. Tapi sembrono atau tidak. setelah beberapa gebrak. mereka merasai kesulitan mereka. Inilah sebab lihaynya si Bisa dari Barat dengan tongkat ularnya -di ujung tongkat ada dua ekor ular berbisanya yang jahat,
yang saban-saban memainkan lidahnya. Beberapa kali ular itu ditikam Cie Kie beramai, keduanya terus dapat berkelit.
oey Yong menyaksikan pertempuran itu tetapi ia tidak pernah lepas mata dari Kwee Ceng. ia mendapatkan si anak muda terus mengawasi dengan bengis pada ayahnya.
Mungkin malang kepada Cit Kong, Kwee Ceng dapat mengendalikan dirinya. Tiba-tiba ia mendapat pikiran, maka ia berkata^
“setiap hari membilang hendak menuntut balas, h m sekarang musuh benar-benar datang tetapi berbalik menjadi jeri”
Kwee Ceng ketahui ialah yang diejek. Ia sadar. ia melirik kepada nona itu, hatinya berkata^ “Baiklah aku bunuh dulu si anjing Kim, kemudian masih ada tempo untukku berurusan sama oey Yoksu” Maka itu ia menghunus tombak pendek warisan ayahnya,
ia lari kepada Wanyen Lieh untuk menyerang. see Thong Thian dan Pheng Lian Houw melihat majunya si anak muda, keduanya lantas merintangi dengan mereka maju ke depan pangeran Kim.
Kwee Ceng menyerang terus dengan tombaknya itu Pheng Lian Houwcun lantas menangkis dengan paon-koan-pit, semacam senjata mirip alat tulis. Ketika senjata mereka bentrok, dia merasakan tangannya bergemetar dan kesemutan justru begitu,
Kwee Ceng dapat melewati dia, lalu juga see Thong Thian, yang kalah sebat. Mereka itu menjadi kaget dan mendongkol dan berkhawatir untuk pangeran Kim itu. segera mereka
menyusul. Tapi di sana, sudah ada Leng Tie siangjin dan Tio Cu ong, yang menggantikan mereka memegat kepada pemuda itu, bahkan Nio cu ong dengan bengis sudah lantas menimpuk dengan dua batang paku rahasianya.
Kwee Ceng berkelit sambil terus menyerang dengan tangan kirinya, dengan jurus “in liong sam hian” atau “Naga muncul tiga kali”. serangan itu adalah serangan berantai tiga kali.
Nio Cu ong berkelit dengan menjatuhkan diri burgulingan di tanah.
Leng Tie siangjin bertubuh besar, ia kurang gesit, ia pun bersangsi menangkis, maka itu, selama ia ayal-ayal, Kwee Ceng sudah sampai di depan si pangeran. sampai itu waktu, terpaksa pendeta ini mengangkat kedua cecernya untuk menangkis.
Benar hebat serangannya si anak muda, dengan suara nyaring ia membikin kedua cecer penghadangnya mental tinggi, menyusul mana serangannya yang ketiga telah menyusul yang pertama dan yang kedua.
Dalam keadaan seperti itu Leng Tie membela terus. Ia sekarang mau mengandalkan tangannya yang lihay, yang juga ada racunnya. Demikian ia menyampok serangan berantai dari lawannya. Tapi kesudahannya juga hebat untuknya. Ketika kedua tangan bentrok, ia merasakan lengannya seperti mati, lengannya itu lantas turun sendirinya, tidak bisa digunai lagi
Wanyen Lieh terkejut menyaksikan pemuda yang gagah itu, yang di dalam sekejap saja telah membikin empat jagoan menjadi tidak berdaya, maka ia lantas memutar tubuhnya untuk melarikan diri
Kwee Ceng tidak mau menyia-nyiakan ketikanya, ia lompat untuk mengejar. Belum ia menyusul, atau ia menampak berkelebatnya satu bayangan kuning, yang disusul sama sambarannya dua tangan dari sampingnya. Ia berkelit, ia menyerang dengan tombaknya tapi serangannya itu gagal, bahkan senjatanya seperti kena tertarik. Maka lekas-lekas ia menahan dirinya. segera ia mengenali lawannya yang baru, yang lihay sekali dialah Khiu Cian Jin. Dari itu, ia melawan dengan sungguh-sungguh, dengan tangan kanan ia menombak. dengan tangan kiri ia meninju atau menyambar.
Pheng Lian Houw melihat Kwee ceng telah dilibat Khiu Cian Jin dan Wanyen Lieh sudah dilindungi see Thong Thiandan^io cu ong, ia maju pada Kwa Tin ok, yang ia tegur sambil ia tertawa: “Kwa Tayhiap. kenapa Kang Lam cit Koay cuma datang satu orang saja?”
Tin ok telah kehilangan tongkatnya yang oleh oey Yong kena dibikin mental ketelaga, maka itu, tanpa menyahuti ejekan itu, ia menyerang dengan tiat-leng, leng kak rahasianya, hanya sambil menimpuk. la lompat mundur tiga tindak.
Lian Houw tahu lihaynya leng kak besi itu, ia berkelit sambil berlompat. Maka senjata rahasia itu lewat di bawah kakinya. Pernah ia terkena lengkak itu, benar ia tahu cara mengobatinya dan ia tidak terbinasa, tetapi Lamesti menderita sakit dan berobat selama beberapa bulan. Karena itu juga, ia menjadi bersakit hati dan segera menyerang si jago buta, untuk melampiaskan kemendongkolannya. Habis berkelit, ia merangsak pula.
Kwa Tin ok bercacad di kaki, ia biasa jalan dengan mengandali tongkat, sekarang tongkatnya itu lenyap. Ia menghadapi musuh tangguh, terpaksa ia berlompat Pula. Hanya ketika kaki kirinya menginjak tanah, hampir ia terguling roboh.
Lian Houw melihat tubuh lawannya limbung, dalam girangnya ia maju pula. Ia maju sambil menjaga diri dengan tangan kirinya yang mencekal pitnya, ia menyerang dengan tangan kanan ke arah punggung.
Kuping Tin ok jeli sekali, terancam bahaya, ia juga bisa menggulingkan diri Maka juga pitnya Lian Houw mengenai batu, Tapi Lian Houw gusar dan penasaran, ia menyerangpula sambil mendamprat, “Bangsat buta, kenapa kau begini licin?” Kali ini ia menotok dengan tangan kirinya.
Kwa Tin ok berguling pula, sambil membuang diri, ia membarengi mengayun tangannya, menerbangkan sebatang leng kak besi.
Ketika itu Leng Tie siangjin lagi berjaga-jaga seraya ia memegangi lengan kanannya,
justru Kwa Tin ok berguling ke dekatnya, tidak ayal lagi, ia menjejak.
Tin ok terkejut. Ia mendengar nyata angin jejakan itu. Kebetulan tangan kirinya tertindih tubuhnya, ia mengerahkan itu, untuk membikin tubuhnya melesat menyingkir dari bahaya. Hanya, selagi ia berhasil lolos darijejakan si pendeta, pitnya Lian Houw sudah tiba pula, hingga ia merasakan punggungnya sedikit kaku. Ia mengeluh, “celaka”
di dalam hatinya, kulit matanya terus dirapati, untuk menerima binasa.
“Pergilah” mendadak kupingnya dengar bentakan halus tapi nyaring, bentakan mana disusul sama jeritan, “aduh” yang disusul pula sama suara robohnya tubuh yang berat.
Itulah oey Yong, yang turun tangan dengan tiba-tiba. Mulanya dengan tongkatnya ia menangkis poan koan-pit, menyusul itu, tongkat itu bergerak pula ke kaki, maka robohlah Lian Houw, yang terguling cuma kedua senjatanya tidak sampai terlepas dari cekalannya.
Lian Houw kaget dan gusar. ia lantas merayap bangun. Hanya sekarang ia melihat oey Yong menghalang di depan Kang Lam cit Koay yang nomor satu itu. Untuk herannya, ia mendengar Tin ok membentak: “siluman perempuan cilik siapa yang kesudian ditolongimu?”
oey Yong tidak menggubris teguran itu, ia berseru kepada ayahnya^ “Ayah, kau jagai ini si buta yang tolol, supaya orang tidak mencelakai dia” segera setelah itu, ia lari kepada Kwee Ceng, untuk membantui anak muda itu melawan Khiu Cian jin. Tin ok berdiri menjublak, ia bingung.
Pheng Lian Houw melihat gerak-geriknya oey Yok su. Itu waktu Tong shia berdiri jauh dan membelakangi ia, si sesat dari Timur itu seperti tidak mendengar suara putrinya tadi. Ia menjadi berani, diam-diam ia bertindak ke arah Hui Thian Pian-hok. lalu dengan diam-diamjuga ia menyerang dengan pitnya. ia telah mengerahkan tenaganya dan bersungguh-sungguh .
Jangan kata Tin ok dibokong, biarnya tidak dan umpama kata dia memegang tongkatnya, diserang begitu dekat, belum tentu dia sanggup menolong dirinya, akan tetapi disaat Lian Houw menyerang, mendadak terdengar suara menggaung serupa barang, yang terus membentur poankoan-pit. Begitu membentur, barang kecil itu hancur. Meski begitu, orang she Pheng itu kaget dan kesakitan tangannya, tanpa ia merasa, pitnya terlepas jatuh. Herannya, ia tidak tahu dari mana datangnya serangan.
Ketika ia berpaling kepada oey Yok su, ia mendapatkan Tong shia lagi menggendong
kedua tangannya dan mata-nya memandangi awan hitam di langit. Pemilik dari Tho Hoa To itu tidak pernah menoleh ke arahnya
Tin ok si buta, yang kupingnya mendengar segala apa, menjadi mendelu sekali. Ia tahu siapa yang menolongi padanya, karena semasa di Kwie-in-chung, ia mengenal kepandaian Tan cie sin-thong dari oey Yok su. Maka ia bertindak cepat ke belakang Tong shia, ia kata dengan nyaring, dengan nada mendongkolnya: “Dari antara tujuh saudaraku tinggal aku satu orang, buat apa aku hidup lama pula?”
Oey Yok Soemendengar suara itu, ia tetap tidak memutar tubuhnya, hanya ketika ia merasa orang telah berada kira tiga kaki darinya, mendadak ia menoleh ke belakang dengan tangan kirinya atas mana Tin ok lantas roboh terjengkang, karena Tiat sim sanggup dia mem-pertahankan diri. Bahkan dia roboh untuk tidak segera dapat bangun pula.
Ketika itu Kwee Ceng, dengan dapat bantuannya oey Yong, dapat melayani seimbang kepada Khiu Cian Jin. Tentu sekali sekarang mereka tidak beranimemandang enteng kepada ketua dari Tiat Ciang Pang itu, sebab dia bukan lagi Khiu Cian Lie si pembual.
Perlawanan coan cin cit Cu juga menemui satunya yang hebat sekali. Pahanya Cek Tay Thong telah kena kesabet tongkat kepala ular dan jubahnya sun putJie telah tersontek robek. ong cie It gentar hatinya, sebab ia mengerti, apabila pertempuran berlangsung terus, daLam tempo tiga puluh jurus, mesti ada saudaranya yang terbinasa.
Ia menjadi sangat berkhawatir, karena orang yang mereka buat andalan tetap belumjuga muncul. Terpaksa, selagi Ma Giok dan Lauw Cie Hian menyerang dengan berbareng, ia mengeluarkan dan menyulut hu-sen pertandaannya, yang ia meluncurkannya ke udara bagaikan kembang api.
Ketika itu udara gelap dan kabut pun tebal, kaki mereka seperti tertutup kabut itu.
Makin lama, kabut makin tebal dan hidung orang mencium bau demak yang keras.
Udara gelap itu membikin rembulan hampir tidak dapat memancarkan sinarnya. Maka lagi sekian saat, benar-benar lenyap binarnya si putri malam itu. Dengan cuaca gelap itu, sukar orang melihat tegas satu pada lain. Karena ini, semua pihak menggunai siasat membela diri
Kwee Ceng dan oey Yong terus mengurung Khiu Cian Cian. Si anak muda melihat si nona dan musuhnya itu, yang seperti terliput kabut. Ia menjadi girang sekali. Diam-diam ia mengambil ketika akan meninggalkan mereka itu, untuk pergi mencari Wanyen Lieh.
Di dalam tempat yang gelap itu,ia mementang matanya lebar-lebat. Di luar jarak tiga kaki tidak bisa ia melihat orang, maka ia berlaku teliti. Ia mencari kelilingan.
Tiba-tiba, di dalam gelap itu, terdengar suara nyaring: “Di sini Ciu Pek Thong siapa yang mencari aku untuk mengajak berkelahi?”
Mendengar suara itu, Kwee Ceng girang sekali, hanya ketika ia hendak menyahuti, lain orang sudah mendahului ia.
Di sana terdengar suaranya Khu Cie Kie: “Ciu susiok baik?”
Kebetulan itu waktu, awan gelap terbuka sedikit, maka kedua pihak dapat melihat satu pada lain. Nyata mereka terpisah dekat sekali satu pada lain, asal mereka menyerang, dapat mereka mengenai sasarannya. Tentu sekali mereka sama-sama terkejut, dengan sendirinya mereka pada lompat mundur. Awan gelap membikin pertempuran berhenti sendirinya dan mereka pada berdiam diri Ciu Pek Thong terlihat berdiri di antara kedua pihak, ia tertawa dan berkata dengan gembira: “sungguh ramai Bagus, bagus” Terus tangan kanannya digeraki, mulanya ke tangan kirinya, lalu sambil berkata^ “Nah, ini kau makan obat beracun” ia menyuapi ke arah see Thong Thian
orang she see itu lihay, dia mengerti ilmu kegesitan “le heng hoan wie” atau Memindah diri menukar kedudukan, tidak urung dia masih kalah sebat, lengannya yang dipakai menangkis kena ditangkap Pek Thong, maka lain tangannya orang she ciu itu berhasil menjejalkan “obat beracun” yang ia sebutkan itu, ialah lumpur. Dia pernah merasai kesengsaraan dari Pek Thong kalau dia melepehkan lumpur itu, dia bakal dihajar, dengan terpaksa dia mengemut itu di dalam mulutnya.
ong cie It mendapatkan, pertandaannya itu bukan mengasih datang orang yang mereka harap-harap hanya Ciu Pek Thong, sang paman guru, kala itu membuatnva girang luar biasa. Maka ia berseru “susiok, kiranya kau tidak dibinasakan oey Tocu”
Mendengar suara keponakan muridnya itu, Ciu Pek Thong gusar.
“siapa bilang aku sudah mati?” ia berteriak. “Memang oey Lao shia berniat membinasakan aku tetapi sudah berselang sepuluh tahun lebih, tidak pernah dia berhasil Ha, oey Lao shia, kau lihatlah” Lantas ia menyerang ke pundaknya oey Yok su.
Ia menggunai ilmu silat Khong Beng un terdiri dari tujUh puluh dua jurus, yang ia menciptakan selama terkurung di pulau Tho Hoa To. Itulah ilmu yang berdasarkan kelunakan, lemas luar biasa.
Oey Yok Soetidak berani memandang enteng, ia menangkis dengan Lok Eng ciang, terus ia membalas menyerang. Tapi ia pun menyahuti. Katanya:
” Kawanan imam-imam tua bulu campur aduk dari Coan Cin Pay mengatakan aku membunuh kau, mereka itu hendak mencari balas untukmu” Pek Thong masih gusar.
“Apakah kau dapat membunuh aku?” dia berteriak. “Jangan meniup kerbau” sembari mengoceh, Pek Thong menyerang terus, makin lama makin hebat, karenanya terpaksa Oey Yok Soemelayani, untuk membela dirinya.
Coan cin Liok Cu menjadi kecele. Mereka menghadap. dengan datangnya sang paman guru, dia bersama Oey Yok Soenanti membantu mereka melawan rombongan dari Auwyang Hong, siapa tahu, paman guru itu tidak dapat diajak bicara, dia berlaku sangat sembrono. “susiok. jangan menempur oey Tocu” Ma Giok berteriak.
“Benar, Loo Boan Tong” Auwyang Hong turut berkata. “Kau bukan tandingannya saudara Yok, lekas kau lari sipat kuping”
Inilah kata-kata yang berbisa yang membikin Pek Thong menyerang makin kalap. oey Yong masgul melihat itu, maka ia lantas kata pada si tua bangka berandalan itu^ “ciu Toako, kau menggunai kepandaian dari Kiu Im cin-keng melayani ayahku, maka bagaimana nanti kau membilangnya kepada ong Cinjin di dunia baka?” Pek Thong tertawa berkakak.
“Apakah kau melihat aku menggunai ilmu silat dari kitab itu?” ia kata.
“Aku telah berikhtiar mati-matian untuk melupakan bunyinya kitab itu Hm, mempelajariya gampang, melupakannya sukar sekali”
Oey Yok Soeheran dan masgul mendengar perkataannya si orang tua kebocah-bocahan itu. Ketika ia menempurnya di pulaunya, ia mendapat kenyataan Pek Thong hebat sekali. sekarang ia merasakan orang jauh terlebih lemah tetapi aneh, ia melayani dia seimbang kosennya. Kenapa begini, lebih lunak tetapi tebih lihay? Ia juga tidak mengerti, kenapa Pek Thong membuang ilmu silatnya yang lama itu.
Auwyang Hong, yang menyembunyikan diri di dalam kabut, senang menyaksikan pertempuran di antara dua jago itu, hanya ia berkhawatir juga, umpama Pek Thong menang, dia nanti membantu rombongannya Khu Cie Kie. Karena ini ia memikir, baiklah ia lekas-lekas memukul pecah.Thian Kong Pak Tauw Tin. Ia berpikir dan bekerja, ia lantas mulai dengan penyerangannya lebih jauh.
ong Cie It dan Lauw Cie Hian menjadi bergelisah. “Ciu susiok, mari membinasakan Auwyang Hong dulu” mereka berteriak.
Ciu Pek Thong juga melihat kawanan keponakan muridnya itu terancam bahaya, ia segera merangsak oey Yok su, tangan kirinya terbuka, tangan kanannya terkepal, lalu satu kali, ketika kepalanya hampir mengenai muka lawannya itu, mendadak ia mengubah, kepalan menjadi tangan terbuka, tangan terbuka menjadi kepalan, sambil tertawa, ia menyambar dan langsung. Oey Yok Soe terperanjat. Inilah ia tidak sangka. Ia lantas mengeluarkan tangannya,
untuk menangkis, atau ia terlambat sedikit, ujung alisnya telah kena kebentur ujung tangan lawan, meski benar ia tidak terluka, ia merasakan panas sekali.
Habis berhasil dengan serangannya itu, Ciu Pek Thong sadar, segera dengan tangan kirinya ia menghajar lengan kanannya sambil mendamprat, ” Harus mampus Harus mampus Inilah jurus dari Kiu Im Cin-keng”
Oey Yok Soetengah membalas menyerang ketika ia mendengar perkataannya Pek Thong itu, ia terkejut, hendak ia membatalkan penyerangannya itu atau sudah kasep.
tangannya sudah mampir di pundak orang, atas mana, si berandalan itu berseru^ “Ah, hebat, pembalasan datang cepat sekali”
Di dalam keadaan kacau itu, kacau karena keberandalannya Ciu Pek Thong, Kwee Ceng mengingat kedua gurunya, ia khawatir mereka itu nanti mendapat celaka, maka ia menghampirkan Kwa Tin ok. Ia memimpinnya ke dekat Ang cit Kong, supaya keduanyaberdiam bersama. Dengan perlahan sekali, ia kata kepada mereka itu: “Jiewi suhu, mari pergi beristirahat di Yan ie Lauw, sebentar sebuyarnya kabut baru kita lihat bagaimana baiknya:”
Ketika itu, kembali terdengar suaranya oey Yong: “Eh, Loo Boan Tong, kau dengar
perkataanku atau tidak?”
“Aku tidak bakal mengalahkan ayahmu, kau jangan khawatir” menyahut sijenaka.
“Aku menghendaki kau lekas menghajar si bisa bangkotan” berkata si nona. “Hanya aku melarang kau membinasakan dia”
” Kenapa begitu?” tanya Pek Thong, yang kaki tangannya bekerja terus.
“Jikalau kau tidak mau dengar .perkataanku, nanti aku beber riwayatmu yang busuk” berkata si nona.
“Riwayat busuk apa itu?” tanya si tua. “Kau ngaco belo”
“Baik” menyahut si nona, yang membikin suaranya keras dan panjang “Empat buah
perkakas tenun maka tenunan burung wanyoh bakal terbang berpasangan” Pek Thong kaget mendengar itu.
“Baik, baik” ia lekas berkata, “Aku suka dengar perkataanmu Eh, bisa bangkotan, kau ada di mana?”
Auwyang Hong tidak memberikan penyahutannya. Adalah Ma Giok yang berkata: “ciu susiok, kau ambil kedudukan di Pak Kek chee untuk mengurung dia” oey Yong tidak bicara pula sama Pek Thong, hanya ia membilang pada ayahnya^
“Ayah, Khiu Cian Jin bersekongkol sama bangsa asing, dialah satu pengkhianat besar, lekas kau bunuh padanya”
“Anak. mari kau ke sampingku” ada jawabannya si orang tua.
Di dalam kabut itu, Khiu Cian Jin tidak nampak di mana adanya. Hanya segera terdengar tertawa nyaring dari Ciu Pek Thong yang berseru: “Bisa bangkotan, lekas kau bertekuk lutut di depan kakekmu, nanti aku beri ampun padamu” Dari suara itu dapat diduga pihak Coan Cin Pay telah menang unggul.
Kwee Ceng sementara itu sudah mengantarkan kedua gurunya ke pinggiran lauwteng Ya Ie Lauw, setelah mana ia pergi pula, guna melanjuti mencari Wanyen Lieh.
Ia telah pergi ke segala penjuru, masih ia tidak memperoleh hasil. Entah ke mana perginya pangeran bangsa Kim itu. Bahkan see Thong Thian semua, berikut Khiu Cian Jin, setahu telah menyingkir ke mana.
“Hai, bisa bangkotan, kau hendak lari ke mana?” kembali terdengar suaranya Ciu Pek Thong.
Ketika itu kabut nampak makin tebal, tidak ada lowongan seperti tadi. suara orang juga terdengar semakin berat, menjadi kurang nyata. Karena ini orang menjadi jeri sendirinya.
oey Yong menempelkan rapat tubuhnya kepada tubuh ayahnya.
Ma Giok telah memberikan titahnya perlahan sekali, untuk kawan-kawannya memperciut lingkaran mereka, supaya mereka memasang kuping untuk mendengar gerak-gerik lawan. Maka itu, sejenak itu, segala apa menjadi sunyi senyap.
Tidak antara lama, terdengarlah suara Khu Cie Kie: “Dengar suara apakah itu?”
Di sekitar mereka, mereka mendengar suara sar-ser, atau sas-sus, suara itu darijauh mendatangi semakin dekat, semakin dekat. oey Yong berteriako “si bisa bangkotan melepaskan ularnya Tidak tahu malu”
Oey Yok Soepun telah mendengar suara itu dan mengenalinya, ia sebenarnya ketahui ilmu mengusir ular tetapi sekarang ia tidak dapat menggunai itu. Asal ia meniup serulingnya, ular bakal menari-nari secara kalap. Hanya sekarang ia telah tidak mempunyai serulingnya itu. Ia telah membikin patah alat tetabuhannya itu ketika ia mendengar warta paisu tentang putrinya sudah mati kelelep. Maka sekarang ia turut menjadi bingung.
Ang cit Kong telah naik ke atas lauwteng Yan ie lauw, ia mendengar segala apa, ia berteriako “si bisa bangkotan mengatur barisan ularnya semua naik ke lauwteng”
Ciu Pek Thong lihay ilmu silatnya tetapi la paling takut sama ular, maka itu begitu lekas ia mendengar suaranya oey Yong, ialah yang paling dulu ngiprit ke lauwteng, bahkan karena khawatir ular nanti menyantol kakinya, di tangga lauwteng ia tidak bertindak lagi hanya berlompat, maka di lain saat tibalah ia di wuwungan paling tinggi dari lauwteng itu di mana hatinya berdebaran sekian lama. suara ular terdengar makin keras.
“sayang hiat-niauw tidak ada di sini,” kata oey Yong seraya ia menarik tangan ayahnya untuk diajak naik ke lauwteng. Kawanan coan Cin Pay juga naik ke lauwteng, mereka jalan sambil berpegangan tangan satu dengan lain dan naiknya merayap. In cie Peng kejeblos, ia jatuh terguling hingga kepalanya benjut, ia merayap bangun untuk merayap naik kembali. oey Yong tidak terdengar suaranya Kwee Ceng, ia bingung.
“Engko Ceng, kau di mana?” ia tanya. Tetapi beberapa kali ia memanggil, ia tidak memperoleh jawaban. ia jadi semakin berkhawatir.
“Ayah, aku hendak cari dia,” ia kata pada ayahnya.
“Perlu apa kau mencari aku?” terdengar suara Kwee Ceng dingini “Lain kali tidak usah kau mencari aku, aku pun tidak akan menyahuti”
Kiranya pemuda ini berada di samping si pemudi.
“Anak busuk” membentak oey Yoksu sengit seraya tangannya menyampok.
Kwee Ceng berkelit sambil menunduk. justru ia hendak membalas, ia mendengar
suaranya beberapa panah nyaring, yang menyambar ke kayu jendela, hingga semua orang menjadi kaget. suara panah itu diikuti teriakan-teriakan dari banyak orang, disusul, pula hujan anak panah. Teranglah itu suaranya satu pasukan tentara, entah berapa besarnya. Kemudian terdengar lagi teriakan-teriakan “Jangan kasih lobos semua pemberontak” Khu cie Kie menjadi gusar sekali.
“Pastilah kawanan anjing Kim itu sudah bersekongkol sama pembesar negeri” katanya sengit.
“Pastilah pembesar di Kee-hin ini yang datang untuk menawan kita”
“Mari kita menerjang turun” kata ong cie It panas hatinya.
“Kita labrak mereka” cek Tay Thong justru berteriak-teriako ” celaka Ular Ular” orang semua kaget, berkhawatir dan gusar sekali. sekarang mereka mengerti, untuk pertempuran ini, Wanyen Lleh dan Auwyang Hong sudah melakukan persiapan, bahkan mereka berlaku curang dan hina.
Melihat semua itu, Ang cit Kong segera mengasih dengar suaranya^ “Kita dapat melawan panah, tidak dapat kita melawan ular Dapat kita menyingkir dari ular, tidak dapat kita menyingkir dari panah Maka itu, semua lekaslah mengangkat kaki”
Di atas wuwungan, ciu Pek Thong mencaci kalang kabutan. Dia telah menyambuti dua batang anak panah dengan apa ia menangkis setiap anak panah lainnya yang menyambar-nyambar ke arahnya.
Lauwteng Yan ie Lauw terkurung air di tiga penjuru dan tentara negeri dengan menggunai perahu-perahu kecil telah datang dari tiga penjuru itu sambil mereka menyerang dengan panah: disebabkan kabut tebal, mereka tidak berani datang terlalu dekat. “Kita menuju ke barat, kita ambil jalan darat” terdengar pula suara Cit Kong.
Dalam kekacauan itu, dengan sendirinya Pak Kay menjadi komandan di antara rombongan orang gagah itu, semua orang telah mendengar perkataannya itu, semua lantas turun dari lauwteng. Kembali mereka rapah-repeh, sebab kabut masih tetap tebal
dan dijarak satu kaki, sukar mereka melihat satu pada lain. Disaat seperti itu, mereka melupai permusuhan, bahkan mereka berjalan sambil saling tuntun.
Khu Cie Kie bersama ong cie It, dengan pedang di tangan masing-msing berjalan di
paling depan. Mereka memutar rapat pedang mereka dalam jurus siang-kiam Hap-pek, sepasang pedang bersatu padu.
Kwee Ceng menuntun Ang cit Kong dengan tangan kanannya, tangan kirinya dipakai bergedangan dengan lain orang. ia justru kena memegang tangan yang halus dan lunak. Itulah tangannya oey Yong, maka ia terkejut. Dengan lantas ia melepaskan cekalannya.
oey Yong terdengar berkata: “siapa menghendaki kau memperhatikan aku?” Dingin suaranya itu.
Ketika itu terdengar seruannya Khu Cie Kie: ” Lekas kembali Di depan kita, semuanya ular”
Ang cit Kong bersama oey Yoksu berada di paling belakang, terdengarlah suara ular yang berisik sekali, sedang baunya yang memuakkan lantas menyambar hidung. Oey Yong tidak tahan, ia lantas muntah. oey Yoksu menyambar putrinya, untuk dipeluk. orang semua bingung. panah hebat masih dapat ditangkis tetapi barisan ular berbisa itu?
Disaat berbahaya itu, tiba-tiba terdengar suara keras dan dingin dari satu orang: “siluman perempuan cilik mari serahkan tongkat bambumu pada si buta” orang mengenali, itulah suaranya Kwa Tin ok.
Mendengar suara itu, Oey Yok Soedan oey Yong lega hatinya. si nona tidak menghiraukan yang ia dicaci sebagai “siluman perempuan cilik”, ia lantas menyerahkan tongkatnya.
Kwa Tin ok menyambuti tongkat sambil ia berkata “semua orang mari mengikuti si buta menyingkir dari sini”
Hui Thian pian-hok ada orang Kee-hin asli, ia me ngenal baik kampung halamannya itu, meski benar matanya buta, kabut tidak menjadi rintangan untuknya. Ia sekarang cuma mengandalkan kupingnya, akan mendengar suara ular. Maka itu, is memasang kuping akan mencari tahu di mana tidak ada suara panah atau ular. ia memang ketahui di sebelah barat ada sebuah jalan kecil, justru dari sana tidak terdengar suara apa-apa.
Demikian dengan dingkluk-dingkluk ia menuju ke barat itu.
Jalanan kecil itu ada jalanan yang tak terpakai umum, sudah beberapa tahun ini disana juga tumbuh pohon bambu, maka itulah sebuah jalan mati. Maka juga dengan lantas mereka terintang p^hon-pohon bambu.
Khu Cie Kie bersama ong cie It menggunai pedang mereka merobohkan setiap pohon yang menghadang, di belakangnya, semua orang lainnya mengikuti mereka.
“Ciu susiok. kau di mana?” tanya Ma Giok. “Lekas ke mari”
Pek Thong duduk berdiam di alas wuwungan, ia mendengar panggilan itu, tetapi ia jeri sama ular, ia berdiam saja.
sesudah berjalan belasan tombak, orang telah berhasil melewati rujuk bambu itu. Disitu terlihat nyata sebuah jalan kecil. Di sana suara ular tidak terdengar nyata,
sebaliknya seruan-seruan tentara agak semakin nyaring. Rupanya ada rombongan tentara yang mencoba jalan mutar untuk memegat. semua orang tidak takut sama tentara negeri. Bahkan Lauw Cie Hian lantas berkata:
“Cek sutee, mari kita maju bersama, kita mampusi beberapa pembesar anjing itu”
“Baik” menyambut Tay Thong.
Maka keduanya lantas maju di depan, mereka menangkis setiap anak panah. orang maju terus, maka tidak lama kemudian, tibalah mereka dijalan besar. Di sini mereka disambut hujan yang lebat dan guntur yang menulikan kuping. Turunnya hujan menyebabkan kabut tersapu habis. Benar cuaca tetap gelap. tetapi sekarang mereka dapat melihat samar-samar satu pada lain.
“Marah bahaya telah lewat, tuan-tuan, persilahkan” berkata Kwa Tin ok. Artinya ia mempersilahkan orang mengambil jalan sendiri-sendiri ia pun membayar pulang
tongkatnya oey Yong, seorang diri ia bertindak ke timur tanpa berpaling lagi. “suhu” Kwee Ceng memanggil.
“Kau bawa Ang Loohiap ke tempat yang sunyi, untuk dia berobat,” berkata guru itu,
“setelah beres kau pergi ke dusun Kwa-kee-cun mencari aku” “Baik, suhu” menyahut sang murid.
Oey Yok Soemenyambut sebatang panah yang melayang ke arahnya, ia bertindak ke depan Tin ok seraya berkata: “Jikalau bukannya hari ini kau telah menolong jiwaku, sebenarnya tidak sudi aku menjelaskan kepadamu “
Belum habis kata-kata itu, Tin ok sudah berludah hingga ludahnya itu mengenai hidung orang. Dia berkata dengan sengit, “Berhubung dengan kejadian ini hari maka kalau nanti aku menutup mata, aku tidak mempunyai muka untuk menemui keenam saudara angkatku”
Oey Yok Soegusar sekali, ia lantas mengayun tangannya. Kalau Tin ok kena dihajar,
pasti terbanglah jiwanya. Tapi Kwee Ceng berlompat maju, ia mewakilkan gurunya menangkis.
Terpisahnya Oey Yok Soedan Kwee Ceng belasan tindak. tidak keburu si anak muda menolongi gurunya, akan tetapi oey Yoksu batal menyerang, dengan perlahan-lahan dia mengasih turun tangannya, untuk ditarik pulang, lalu sambil tertawa lebar dia berkata^ “Kamu kira aku Oey Yok Soeorang macam apa? Maka dapat aku berpandangan serupa sebagai kamu?” Ia lantas memutar tubuhnya kepada putrinya seraya berkata^
“Yong-jie, mari kita pergi” Ia juga berpaling kepada Ang cit Kong, untuk menjura,
habis mana, dengan hanya satu kali berkelebat, ia sudah lantas memisahkan diri beberapa tombak jauhnya
Mendengar suaranya Oey Yok Soeitu, Kwee Ceng melengak. Ia menjadi ragu-ragu.
Tapi ia tidak dapat memikir lagi.Justru itu, dengan suara berisiknya, terlihat tibanya satu pasukan serdadu untuk menerjang mereka.
Coan cin Liok Cu lantas maju, guna menyambuti terjangan, untuk membalas menghajar.
Oey Yok Soesebaliknya tidak sudi berkelahi, ia menghampirkan Ang cit Kong tangan siapa ia pegang untuk ditarik, sambil ia berkata: “saudara Cit, mari kita pergi ke depan untuk minum beberapa cangkir arak Nanti kita bicara di sana” cit Kong setuju sekali dengan ajakan itu.
“Bagus Bagus” sahutnya, terus ia mengikut, maka sebentar kemudian, mereka berdua sudah menghilang di tempat yang gelap.
Kwee Ceng membiarkan gurunya itu pergi, sekarang ia hendak membantui gurunya yang tertua Justru itu, serangan tentara kembali datang. ia tidak berniat mencelakai banyak orang, maka ia menggunai tangan kosong merobohkan siapa yang berada paling dekat dengannya.
Di dalam kekalutan itu lalu terdengar suara nyaring dari Khu Cie Kie berarnai. Itulah disebabkan di antara tentara negeri ada orang-orangnya Wanyen Lieh, ialah kawanan Tiat elang Pang dari Khiu Cian jin, maka mereka itu tidak selemah serdadu negeri, hingga mereka tidak gampang-gampang dapat dipukul mundur.
Kwee Ceng berkhawatir untuk gurunya yang paling tua, ia lantas memanggil-manggil: “Toasuhu Toasuhu Toasuhu di mana?” tapi suaranya itu tidak mendapatkan jawaban.
Ketika itu oey Yong berdiri menyender di sebuah pohon. ia tidak mengikuti ayahnya.
Habis menyambut, tongkatnya dari Tin ok, pikirannya kusut. Ia telah melihat ayahnya diludahi tertua dari Kang Lam cit Koay, ia masgul bukan main. impiannya yang manis telah menjadi seperti buyar. Maka juga ia berdiam saja menyaksikan tentara negeri lewat di dekatnya. Tapi selagi ia berdiam, ia mendengar teriakannya Tin ok. Ia terkejut
Tanpa me-rasa, ia berlompat, akan lari ke tempat dari mana teriakan itu datang. Ketika ia sampai, tepat ia melihat Tin ok rebah di tanah dan seorang punggawa mengayun golok panjangnya ke punggung si buta itu. Tapi opsir itu tidak berhasil membinasakan jago Kanglam itu. Tin ok dapat berkelit dengan menggulingkan tubuh, terus ia bangun berduduk seraya membalas menyerang.
opsir itu menjerit dan roboh pingsan. Tin ok mencoba bangun pula, tetapi ia gagal, rupanya ia terluka, baru ia melempangkan tubuh, kembali ia roboh. oey Yong lari menghampirkan, ia melihat kaki orang terkena panah. Ia mengulur tangannya, untuk memberikan bantuannya.
Kwa Tin ok rupanya mendapat tahu siapa yang menolongi ia, ia menarik tangannya hingga terlepas, tetapi ia kembali jatuh, sebab sebatang panah menyambar kaki yang lain.
” Untuk apa berlagak menjadi enghiong atau hoohan?” kata oey Yong dengan mengejek. Ia lantas menotok dengan ilmu totoknya “Lan-hoa Hut-hiat ciu”, ia menotok jalan darah di pundak si buta, atas mana jago Kanglam itu tidak berdaya lagi, dia lantas bisa dipegangi untuk tidak jatuh pula. Dia masih mau berontak tetapi dia gagal, separuh tubuhnya tidak dapat digeraki lagi. Hanya sambil terpaksa dia membiarkan dipepayang pergi, mulutnya mencaci kalang kabutan.
Belasan tombak jauhnya oey Yong membawa pergi gurunya Kwee Ceng itu, lalu ia singgah di sebuah pohon, untuk beristirahat. Di sini ia terlihat sejumlah serdadu, mereka itu lantas menyerang dengan belasan batang anak panah. Terpaksa ia maju, untuk menangkis mundur serangan itu. Tin ok ia biarkan sembunyi di belakang pohon.
Jago Kanglam itu mendengar suara datangnya anak-anak panah, ia tahu oey Yong lagi berkelahi untuk menolongi padanya, pikirannya menjadi berubah, maka itu ia berhenti mencaci, ia berkata^ “Jangan kau perdulikan aku Pergilah kau lari sendiri” sekarang ia bicara dengan perlahan.
“Hm” bersuara si nona. “Aku justru hendak menolongi kau Aku mau lihat, apa dayamu menolaknya”
Keduanya menyingkir ke belakang tembok kate di dekat situ. Penyerangan telahterhentikan, tetapi oey Yong dibikin capai sekali oleh tubuh yang berat dari Kwa Tin ok, maka itu dengan napas sengal-sengal ia menyender di tembok itu.
“Habislah sudah” kata Tin ok sambil menghela napas. Ia seperti putus asa. “Di antara kita, budi telah habis semuanya, maka kau pergilah semenjak ini anggap saja aku si bula she Kwa sudah mati”
oey Yong berkata dengan dingini “Terang-terang kau belum mati, mengapa kau menganggap dirimu sudah tidak ada di dalam dunia ini?jikalau kau tidak mencari aku untuk membalas sakit hati, nanti aku yang mencari padamu”
Dengan mendadak si nona menotok dua kali dengan tongkatnya, dua-duanya dijalan darah wietiong di tekukan dengkul. Tin ok tidak menyangka sama sekali, segera ia roboh mendelepok di tanah. Di dalam hatinya, ia lantas mencaci si nona. Ia tidak tahu nona itu hendak menyiksa bagaimana atas dirinya. Ia memasang kuping, ia mendengar orang telah berjalan pergi.
Ketika itu suara pertempuran terdengar semakin jauh, rupanya Coan Cin Liok Cu telah berhasil menghajar tentara negeri. Hanya sekarang Tin ok mendengar suara-nya Kwee Ceng memanggil-manggil. “Toasuhu” suara itu makin lama makin perlahan. Itulah tanda yang Kwee Ceng telah pergi mencari ke lain jurusan.
Lagi sekian lama, sunyilah di sekitarnya. Cuma di kejauhan terdengar keruyuknya ayam-ayam jago.
“Inilah yang terakhir aku mendengar keruyuk ayam,” pikir ketua Kanglam Cit Koay ini.
“Kalau besok pagi ayam berbunyi di sekitar kola Kee-hin, aku Kwa Tin ok. aku bakal tidak mempunyai kuping untuk mendengarnya lagi”
Tengah ia berpikir itu, ia mendengar tindakan kaki dari tiga orang. Tindakan kaki yang satu enteng sekali yang dua sangat berat. Ia lantas menduga kepada oey Yong. Dugaan ini nyata tidak meleset.
“Ini toaya” kata si nona, “Lekas gotong padanya”
Kata-kata itu dibarengi sama totokan, membebaskan jago Kang Lam itu, yang merasa tubuhnya lantas diangkat dinaiki di alas bale-bale, untuk digotong pergi. La berdiam saja. Ia merasa heran, hendak ia menanya, tetapi ia kata nanti disenggapi si nona.
Mendadak seorang yang jalan di sebelah depan, menjerit kesakitan. Rupanya orang itu dihajar si nona, yang terdengar berkata bengis^ “Jalan lekas Kamu semua tukang mengganggu rakyat, tidak ada satu dari kamu yang baik” Lalu yang di belakang pun menjerit.
“Terang sudah, dia telah menawan dua serdadu untuk menggotong aku,” Tin ok berpikir.
“Benar dia pintar dia mendapat pikiran semacam ini”
Tin ok menggigit rapat giginya alas dan bawah. Ia menahan sakit hebat sekali disebabkan rasa nyeri yang dahsyat di kedua kakinya yang terpanah tadi. Ia malu kalau ia merintih dan si nona nanti mengejeknya. Ia merasa bahwa ia dibawa di jalanan yang sukar, yang turun dan naik. Kemudian ia merasa ada cabang-cabang pohon yang melanggar mukanya. Jadi mereka berada di tempat yang pepohonannya lebat. Dua tukang gotong itu tetap berjalan tidak tetap. saban-saban mereka terhuyung, tandanya mereka letih sekali. Mereka jalan terus karena tongkat si nona seperti tidak mengenal kasihan
Tin ok menduga ia telah dibawa pergi sekira tiga puluh lie. Ia percaya hari sudah tengah hari. Pakaiannya kuyup bekas ditimpa hujan tetapi sekarang pakaian itu sudah hampir kering tersorot matahari dan terkena angin. Lalu ia mendengar suara tonggeret dan anjing, juga nyanyiannya sipetani pria dan wanita. suasana tenang sekali, beda dengan tadi di waktu terjadi pertempuran kacau.
oey Yong membeli buah labu dan masak itu dengan nasi. Ia makan satu mangkuk, yang semangkuk lagi ia letaki di depan Kwa Tin ok.
“Aku tidak lapar” kata jago Kanglam itu.
“Kakimu sakit, apa kau kira aku tidak tahu?” kata si nona.
“Apa sih lapar atau tidak lapar? sengaja aku hendak membikin kau merasai sakit, baru aku akan mengobatimu”
Tin ok gusar, ia menjeblok dengan mangkuk labunya.
Si nona tertawa dingin, satu serdadu sebaliknya menjerit kesakitan, sebab ia bisa berkelit dan si serdadu tidak.
“Buat apa menjerit-jerit” kata si nona.
“Kau tahu, Kwa Tayhiap membagi sayur labu padamu Kau tidak tahu terima kasih Lekas bikin bersih” serdadu itu takut, ia lapar dan kesakitan, ia lantas bekerja memunguti, ia dahar itu. Ia kesakitan karena mukanya yang kena sayur panas itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar