Jumat, 02 November 2012

Sia Tiauw Enghiong 70



Bab 70
Kwee Ceng berlayar terus menuju ke barat sesudah melalui beberapa puluh lie, mendadak ia mendengar suara burung terang di atasannya. Ia mengenali sepasang burungnya, yang terbang menyusul padanya. Dengan cepat kedua burung menclok di atas layar.
“Burung ini mengikuti aku, Yong-jie berada sendirian di pulau, ia bakal jadi bertambah kesepian,” pikirnya. Maka timbullah rasa kasihannya.
Dihari ketiga, pemuda ini mendarat. Ia membenci segala benda dari Tho Hoa To, dari itu ia mengangkat jangkar, ia menghajar perahunya, maka tenggelamlah kendaraan air itu. Ia sendiri berlompat ke darat sebelum air memenuhi perahu itu, maka ia melihat perahu Perlahan-lahan masuk ke dalam air dan lenyap. Ia berjalan tanpa tujuan. Ia mampir di rumah seorang tani di mana ia membeli beras untuk masak nasi, guna menangsal perut. Habis dahar, setelah menanya jalanan untuk Kee-hin, ia berangkat menuju ke kota itu.
Malam itu pemuda ini bermalam di tepi sungai Cian Tong Kang, ketika ia tengah mengawasi permukaan air, tiba-tiba ia melihat bayangan rembulan.
Ia terkejut, la memang telah lupa tanggal. Tentu sekali ia khawatir nanti melewati janji pertemuan di Yan Ie Lauw. Lantas ia menanya tuan rumah. Lega sedikit hatinya ketika ia diberitahukan hari itu tanggal tigabelas. Karena ini malam ini juga, ia menyeberangi sungai, terus ia menyewa keledai guna melanjuti perjalanannya, untuk lega hatinya, ia tiba di kota Kee-hin selebatnya tengah hari. Di sini segera ia menanya orang di mana pernahnya Cui Sian Lauw, rumah makan Dewa Mabuk. Itulah rumah
makan yang Paling berkesan untuknya. Semenjak ia masih kecil,
guru-gurunya telah menuturkan kepadanya tentang pertempuran merea dengan Khu Cie Kie di rumah makan itu. Ia tidak diberitahukan sebab musababnya tetapi ia ketarik sama caranya Pertempuran, mengadu minum arak memakai jambangan perunggu. Kemudian lagi ia ketahui tentang asal usul dirinya, maka tahulah ia, rumah makan itu ada hubungannya sama kehidupannya. Ketika orang menunjuki dia bahwa rumah makan itu berada di tepi telaga Lam Ouw, segera ia pergi ke sana. Setibanya, ia mengangkat kepala, mengawasi rumah makan itu. Ia mendapatkan c0cok apa yang dijelaskan Han Siauw Eng. Setelah sepuluh tahun lebih mengingat-ingat rumah makan itu, baru sekarang ia melihatnya dengan matanya sendiri.
Memang rumah makan itu indah dengan lauwtengnya yang berukiran, sedang di tengah-tengah ada berdiri sepotong bokpay, atau papan, yang bertuliskan empat huruf besar: “Tay Pek Ie Hong”, artinya, peninggalan kebiasaan dari Lie Thay pek si sastrawan yang dijuluki Dewa Mabuk, sedang nama “Cui Sian Lauw”, yang memakai leter emas, ada tulisannya Souw Tong Po. Bersih dan berkilap tiga huruf emas itu.
Dengan hati berdebar, Kwee Ceng naik dengan tindakan cepat ke atas lauwteng.
Segera ia dipapaki seorang palayan, yang memberitahukan bahwa hari itu sudah ada yang memborong rumah makannya. Ia heran, hendak ia minta keterangan, atau segera ia mendengar panggilan: “Anak Ceng! Kau sudah datang?” Ia lantas mengangkat kepalanya. Ia terkejut akan mengenali orang yang memanggilnya itu, sebab ialah Khu Cie Kie, yang lagi duduk bersila- Ia lari rnenghampirkan, ia lantas berlutut dengan cuma dapat memanggil: “Khu Totiang a Sa S!”
Khu Cie Kie mengasih orang bangun.
“Apakah keenam gurumu juga sudah sampai?” ia tanya. “Aku telah memesan barang santapan untuk kita a Sa S” ia menunjuk ke kanan, di mana Kwee Ceng melihat telah disiapkan sembilan buah meja yang diperlengkapi sama sumpit dan cangkirnya. Ia berkata pula. “Ketika delapanbelas tahun yang lalu untuk pertama kali aku bertemu di sini dengan ketujuh gurumu, mereka mengatur meja begini rupa. Ini satu meja kepunyaan Ciauw Bok
Taysu, maka sayang ia dan gurumu yang nomor lima sudah tidak dapat berkumpul pula di sini “
Kelihatannya imam itu sangat berduka.
Kwee Ceng berpaling ke lain arah, tidak berani ia mengawasi langsung imam itu.
Khu Cie Kie tidak melihat sikap orang, ia berkata lagi: “Jambangan perunggu yang dulu hari itu kita pakai untuk minum arak, hari ini aku telah mengambilnya dari kuil, maka kalau sebentar semua gurumu datang, kita boleh minum arak pula.”
Kwee Ceng melihat jambangan itu di samping sekosol. Karena usianya sudah tua, warnanya jambangan itu sudah hijau gelap, pula jambangan itu sudah dimuati arak hingga dari sana tersiar baunya minuman itu. Ia terus mengawasi dengan mata mendelong. Kemudian ia mengawasi delapan meja yang masih kosong itu. Ia pikir, kecuali guruuya yang nomor satu, tidak ada orang lainnya yang dapat duduk di situ untuk minum arak. Ia menjadi ngelamun: “Asal aku bisa memandang satu kali saja tujuh guruku duduk pula di sini dan minum arak dengan gembira, mati pun aku puas”
Kembali terdengar suara Khu Cie Kie; “Tadinya telah dijanjikan untuk tahun ini bulan tiga tanggai duapuluh empat kau berdua Yo Kang mengadu kepandaian di sini. Aku mengagumi gurumu semua yang hatinya mulia itu, mengharap-harap kaulah yang nanti menang, supaya dengan begitu nama Kanglam Cit Koay menjadi bertambah kesohor. Aku sendiri senantiasa merantau, tidak dapat aku mencurahkan perhatianku sepenuhnya kepada Yo Kang, tidak dapat aku mengajari ia ilmu silat dengan baik. Sudah begitu, aku juga tidak berhasil mendidik sifatnya agar dia menjadi seorang
gagah. Berhubung dengan ini aku menyesal terhadap pamanmu, Yo Tiat Sim. Benar Yo Kang membilang dia sudah menyesal akan tetapi untuknya sangat sukar untuk merubah sipatnya itu”
Sebenarnya Kwee Ceng hendak memberitahukan halnya Yo Kang telah mati tetapi ia tidak tahu bagaimana harus mulai bicara, dari itu si imam kembali melanjutkan kata-katanya: “Dalam hidupnya manusia, kepandaian ilmu surat dan ilmu silat untuknya ialah soal terakhir yang paling utama ialah Tiong Gie - kesetiaan dan kejujuran. Boleh dianggap Yo Kang lebih kosen seratus kali daripada kau akan tetapi dalam perilaku, gurumuiah yang menang. Kau tahu aku kalah dengan puas.”
Habis berkata, saking puasnya itu, Khu Cie Kie tertawa lebar. Sebaliknya Kwee Ceng, anak muda ini lantas mengucurkan air mata deras. “Eh, kenapa kau berduka?” tanya si imam heran.
Anak muda itu maju lebih dekat, lantas ia menjatuhkan dirinya, untuk berlutut. Ia menangis*
“Kelima guruku sudah meninggal dunia a Sa S” katanya sukar. Khu Cie Kie terkejut-“Apa?” dia tanya keras.
“Kecuali guruku yang nomor satu, yang lainnya yang lima lagi, semua sudah meninggal dunia,” kata pula Kwee Ceng.
Khu Cie Kie melengak, ia bagaikan disambar guntur, inilah ia tidak sangka, sedang ia mengharap sangat pertemuan ini. Sebagai seorang jujur; ia sangat menghargai Kangiam Cit Koay, yang ia anggap sebagai sahabat-sahabat sejati, ia telah tak melupai mereka itu selama deiapanbelas tahun, meskipun benar mereka sangat jarang bertemu. Maka ia pergi ke loneng matanya mengawasi ke telaga, kemudian ia dongak dan mengeluarkan napas panjang. Segera berbayang romannya Cit Koay. Kemudian ia menoleh, ia Pergi mengangkat jambangan perunggu untuk berkata; “Sahabat-sahabatku  telah menutup mata, kau ini untuk apa?” dengan mengerahkan tenaganya, ia melemparkannya.
Hebat ketika jambangan itu tercebur ke telaga, suaranya nyaring, airnya muncrat tinggi. Kemudian ia dekati K^ee Ceng, untuk mencekal keras sekali tangan anak muda itu-
“Bagaimana meninggalnya mereka itu?” ia tanya. “Lekas tuturkan!”
Kwee Ceng mau memberikan keterangan, hanya belum lagi ia membuka mulutnya, mendadak ia melihat tubuh seorang berkelebat, di antara mereka lantas tertampak seorang lain, yang bajunya hijau, yang sikapnya tenang. Ia menjadi kaget ketika ia telah mengenalinya, ia mengawasi, ia tidak salah mata. Orang itu Oey Yok Su, tocu, atau pemilik dari Tho Hoa To. Juga Oey Yok Su melengak melihat anak muda ini. Selagi ia berdiam mengawasi, dengan mendadak datang serangan untuknya. Sebab Kwee Ceng, dengan melompati meja menerjang dengan jurusnya Hang liong yoe hui”, itulah serangan sangat hebat. Tapi ia tabah dan awas, dengan sebat ia berkelit, tangan kirinya dipakai menolak-
Hebat serangannya si anak muda, hebat perlawanan majikan dari Tho Hoa To itu, hebat juga kesudahannya. Anak muda itu terjerunuk ke depan, dia menerjang papan lauwteng yang menjadi ruang di situ, terus tubuhnya jatuh ke bawah lauwteng, sedang di bawah ia menimpa para_para cangkir, maka dengan suara sangat berisik hancurlah perabotan itu -cangkir, piring, mangkok dan lainnya.
Pemilik rumah makan lantas saja mengeluh. Ingatlah ia akan kejadian delapanbelas tahun yang lampau. Tadi juga, melihat Khu Cie Kie mengambil jambangan, hatinya sudah berkhawatir, sekarang kekhawatirannya itu berbukti.
Kwee Ceng takut ia terlukakan pecahan cangkir itu, dengan lantas ia berlompat naik pula ke lauwteng. Di lain pihak, Oey Yok Su dan Khu Cie Kie telah berbareng berlompat turun, hanya mereka itu mengambil jalan dari jendela.
Dengan terpaksa anak muda ini lompat dari jendela, untuk menyusul, hanya kali ini ia menyiapkan senjatanya, karena ia pikir; “Si tua itu lihay, tidak dapat aku melawan ia dengan tangan kosong.”
Maka ia mengeluarkan tiga rupa senjata: Dengan mulutnya ia menggigit pedang pendek dari Khu Cie Kie, tangan kanannya mencekal kim-too, golok emas, pemberian jenghiz Khan, dan tangan kirinya memegang tombak pendek warisan ayahnya- Ia pikir juga; “Biar bagaimana, mesti aku dapat menikam dia dua lubang a sa s”
Ketika itu lagi banyak orang, maka kagetlah mereka itu menampak si anak muda lompat turun dari jendela dengan menghunus senjata, sedang tadinya mereka berkumpul untuk menonton karena mendengar suara ribut disusul dengan lompat turunnya dua orang.
Kwee Ceng, setibanya ia di bauiah tidak melihat Oey Yok Su dan Khu Cie Kie. Ia melepaskan pedang pendek, ia menanya seorang tua di dekatnya ke mana perginya itu dua orang yang barusan turun dari lauiteng.
Orang tua itu kaget dan ketakutan. Ia salah menduga. “Ampun, hoohan,” katanya-
“Aku tidak tahu urusan mereka itu a Sa S”
“Sebenarnya mereka Pergi ke mana?” Kwee Ceng tanya pula.
Orang tua itu makin ketakutan, ia minta-minta ampun, sudah lama si anak muda tinggal di gurun pasir, sekarang pun hatinya lagi tegang, maka itu suaranya menjadi keras luar biasa. Saking sebal, si anak muda menolak si empeh, ia pergi mencari, tapi tanpa hasilnya, maka ia naik pula ke lauwteng rumah makan. Dari sini ia memandang ke telaga, maka terlihatlah olehnya sebuah perahu kecil, yang memuat Cie Kie dan Yok Su, yang tengah menuju ke Yan Ie Lauw. Khu Cie Kie duduk di buntut perahu di mana dia mengayuh.
“Tentu mereka berdua pergi ke Yan Ie iauui untuk bertempur mati dan hidup,” pikir Kwee
Ceng.” Meskipun Khu Totiang lihay, mana dia sanggup melawan itu bangsat tua?”
Maka ia lantas mengambil putusan, ia lari turun dari lauwteng, lari ke tepi telaga, untuk menyambar sebuah perahu kecil, yang ia terus kayuh ke arah Yan Ie Lauw juga, menyusul dua orang itu.
Adalah maksudnya si anak muda untuk dapat menyandak, di luar tahunya lantaran ia menggunakan tenaga terlalu besar, pengayuhnya patah sendirinya. Terpaksa ia memakai selembar papan sebagai pengganti Pengayuh itu, maka sekarang Perahunya laju ayal sekali. Dengan lantas ia
ketinggalan jauh, lalu ia kehilangan mereka. Ia mengayuh terus. Ketika ia akhirnya tiba di darat, ia menyesal. Di saat seperti itu, ia dapat mengendalikan diri-
“Aku mesti sabar,” demikian pikirnya- Ia bertindak ke arah iauwteng- Ketika ia sudah datang dekat, ia mendengar di belakang situ suara senjata beradu, suara sambar menyambarnya angin serta bentakan berulang-ulang. Kalau orang bertempur, itu mestinya
bukan cuma Khu Cie Kie dan Oey Yok Su.
Sesudah melihat ke sekitarnya, dengan berindap-indap si anak muda bertindak
masuk ke lauwteng. Di bagian bawah ia tidak melihat seorang juga, maka ia lantas naik di tangga-Segera ia melihat seorang lagi menyender di jendela, mulutnya menggayam hingga terdengar suara menggayamnya itu.
Ia menjadi heran.
“Suhu!” ia memanggil seraya menghampirkan.
Orang itu benar Ang Cit Kong. Dia mengasih lihat roman sungguh-sungguh, tangannya menunjuk ke bawah jendela- Dengan lain tangannya ia mengangkat sepaha kambing untuk digerogoti.
Kwee Ceng lari ke tepi jendela, untuk melongok. Ia lantas melihat satu permandangan yang mengherankan ia.
Oey Yok Su lagi bertempur, dia dikurung oleh enam anggota dari Coan Gin Pay.
Menyaksikan pemilik Tho Hoa To itu dikepung, pemuda ini merasa lega juga. Ia hanya kaget ketika ia melihat di situ pun ada gurunya yang nomor satu, guru itu lagi menyerang dengan tongkatnya, di belakangnya ada In Cie Peng. Dia ini berdiri membelakangi, tangannya memegang pedang, dia tidak turut berkelahi.
“Heran, kenapa toasuhu ada di sini?”
Kwee Ceng tidak usah menanti lama, lantas ia mengetahui Coan Cin Liok Cu lagi berkelahi dengan mengatur barisannya yang istimewa, ialah Thian K0ng Pak Tauw Tin- Hanya karena Tam Cie Toan telah meninggal dunia, dia digantikan Kwa Tin Ok, yang mengambil kedudukan thain-soan- Sebab ketua Kanglam Cit Koay ini cacat matanya, ia ditunjang oleh In Cie Peng supaya ia tidak usah mengkhawatirkan serangan dari belakang.
Demikian Oey Yok Su dikurung. Ketika pertempuran di Gu-kee-cun, cuma dua orang Goan Gin Pay yang menggunai pedang, yang lainnya bertangan kosong, tetapi sekarang mereka, bertujuh sama Kwa Tin Ok atau berdelapan sama In Cie Peng, semuanya bersenjatakan pedang. Yok Su tetap bertangan kosong, hebat ia diserang hingga nampaknya ia tidak bisa melakukan penyerangan membalas, bahkan membela diri pun kewalahan- Melihat demikian, Kwee Ceng kata dalam hatinya; “Biar kau sangat lihay, hari ini kau tidak bakal dapat lolos lagi!”
Disaat ia terdesak itu, mendadak terlihat Oey Yok Su menekuk kaki kiri dan kaki kanan menyambar, menyapu kaki lawannya semua. Rengkasan itu sangat berbahaya. Dengan serentak, delapan lawan itu berlompat mundur tiga tindak-
“Bagusi” Kwee Ceng berseru dengan Pujiannya- Rengkasan itu dilakukan sambil berputar, maka itu semua musuh mesti menyingkir dengan hampir berbareng.
Habis menyerang, Oey Yok Su mengangkat kepala sambil mengulapkan tangan ke atas lauwteng kepada Ang Cit Kong berdua Kwee Ceng, tandanya ia senang dengan pujian si anak muda.
Menyaksikan sikap orang itu, Kwee Ceng kagum. Walaupun terdesak, tocu dari Tho Hoa To itu tetap tenang dan napasnya juga tidak memburu. Ia pun heran. Dari heran, ia menjadi bercuriga. Bukankah Oey Yok Su tengah berakal muslihat?
Selang sekian lama, datanglah ketika yang mendebarkan hati- Mendadak tangannya ketua Tho Hoa To itu menyambar ke embun-embunannya Tiang Seng Cu Lauw Cie Hian. Kalau serangan itu mengenai sasarannya, pecahlah batok kepalanya si imam yang nomor tiga itu. Dengan itu pun teranglah Oey Yok Su sudah memulai dengan serangan membalasnya.
Oey Yok su menyerang dengan dua tangannya berbareng- Seharusnya LaUui Cie Hian tidak boleh menangkis, ia mestinya ditolongi oleh Khu Cie Kie di kedudukan Thian-koan dan Kuia Tin ok di kedudukan thian-soan di pinggir. Apa mau, Hui Thian Pian-hok tidak dapat melihat, dia Cuma mengandali kupingnya, maka ketika ia menyerang dari kiri ia terlambat, ia kena didului Khu Cie Kie. Dengan begitu, Oey Yok Su jadi tidak terancam bahaya. Cie Hian melihat ancaman datang, terpaksa ia menjatuhkan diri dengan bergulingan.
Ma Giok dan Ong Cie It melihat saudaranya itu terancam, mereka maju bersama, menyerang lawannya itu.
Semua gerakan berlaku sangat cepat- Lauw Cie Hian lolos dari bahaya, tetapi dengan begitu, Pak Tauw menjadi kacau. Oey Yok su tertawa terbahak, lantas ia menyerang kepada Ceng Ceng Sanjin Sun Put Jie, imam yang termuda, hanya begitu ia maju begitu lekas juga ia berlompat mundur, guna berbalik menyerang Kong Leng Cu Cek Tay Thong.
Serangan itu luar biasa, Sun Put Jie heran, Cek Tay Thong melengak. Ketika Ceng Ceng Sanjin menangkis, untuk terus menyerang, Oey Yok Su sudah keluar dari kepungan dan berdiri diam di tempat dua tombak jaraknya-“Hebat Oey Yok Su!” Ang Cit Kong memuji-“Biar aku Pergi!” berkata Kwee Ceng, yang terus memutar tubuh, untuk lari turun di tangga.
“Sabar, sabar!” mencegah Cit Kong. “Semenjak tadi mertuamu itu tidak melakukan Perlawanan, aku sebenarnya berkhaWatir untuk gurumu yang nomor satu, tetapi sekarang aku melihat dia tidak ada niatnya mencelakai orang.”
Kwee Ceng kembali ke jendela.
“Kenapa begitu, suhu?” ia tanya.
“Kalau dia hendak mencelakai orang, barusan itu si imam kurus seperti kera tidak bakal ketolongan jiwanya, menyahut sang guru. “Semua imam itu bukannya tandingan dari Oey Lao Shia, bukan tandingannya!” Ia menggigit daging kambingnya dan mengganyam, lalu menambahkan. “Ketika mertuamu dan Kim Coa Long-kun belum datang, aku melihat beberapa imam itu serta gurumu mengatur barisan, agaknya mereka masih menantikan satu orang guna membantui gurumu itu, agar tiga orang bersama menjaga garis thian-soan.
Entah kenapa, sampai sekarang orang itu tetap tidak muncul-Sekarang garis tnian-soan dijaga hanya
dua orang, tak cukup itu guna bertahan dari mertuamu itu a Sa S” Dia bukannya mertuaku I” kata Kwee Ceng sengit. Eh!” Cit Kong heran- “Kenapa bukan mertuamu?!” Dia! Dia! Hm!”
Bagaimana dengan Yong-jie? Apakah kamu berdua bercedera?”
inilah tidak ada hubungannya dia, dia telah membikin mati kelima guruku! Aku bermusuh dengannya, dalamnya bagaikan lautan!”
Cit Kong heran hingga ia berjingrak. “Benarkah?” dia menegasi.
Kwee Ceng tidak mendengar pertanyaan itu, ia lagi menumpieki perhatiannya kepada pertempuran di bauiah.
Oey Yok Su menggunai Pek Khong Ciang, ilmu silat Menyerang Udara Kosong, anginnya itu seperti menderu-deru, ia membuatnya semua musuhnya tidak bisa dating dekat. Tapi Pak
Tauui Tin telah diatur rapi pula. ia tidak bisa lantas membebaskan diri seanteronya.
Hanya terpisahnya mereka sedikit jauh. Dengan begitu,
selagi pedang C0an Cin Cit Cu tidak sampai kepada lawan, sebaliknya pihak lawan, kalau dia menghendakinya, dia dapat berlompat mendekati.
“Ah, kiranya begitu?” kata Cit Kong tiba-tiba-”Apa suhu?”
‘oey Yok Su sengaja memancing Cit Cu menggunai barisannya itu, untuk ia memahami sifatnya,” menyahut sang guru. “Itulah sebabnya kenapa ia berayal menurunkan tangan. Ia hendak memperkecil garis.”
Cit Kong telah kehilangan ilmu silatnya tetapi tidak pikiran atau Pandangannya yang tajam. Benarlah, makin lama kalangannya Coan Cin Cit Cu
makin rapat, makin rapat, hingga ada membahayakan mereka sendiri kalau mereka menggeraki pedangnya masing-masing. Pernah Lauw Cie Hian, Khu Cie Kie, Ong Cie It dan Cek Tay Th0ng menyerang berbareng, tempo Oey Yok Su berkelit, hampir mereka saling menikam sendiri.
Hatinya Kwee Ceng menjadi tegang pula, ia cemas. Ia mengerti, begitu lekas Oey Yok Su turun tangan, gurunya yang nomor satu itu bisa menjadi korban yang pertama. Ia berada jauh, mana bisa ia menolong?
“Biarlah teecu turun!” katanya seraya terus ia lari turun Pula- Hanya ketika ia mulai mendekati kalangan pertempuran itu, di antara mereka itu terlihat pula perubahan.
Oey Yok Su maju dengan tetap ke arah kiri dari Ma Giok, ia seperti memisahkan diri nampaknya hendak ia mengangkat kaki.
Menampak demikian, Kwee Ceng lantas bersiap sedia, asal tocu dari Tho Hoa To itu berlompat menyingkir, hendak ia menyerang dengan Pedang pendeknya.
Tiba-tiba terdengar suitannya Ong Cie It, lalu bersama Cek Tay Thong dan SUn Put Jie, dia bergerak dari kiri dengan begitu, mereka tetap mengurung lawannya yang tangguh dan lihay itu.
Oey Yok Su mencoba hingga tiga kali, tidak bisa dia mendekati Ma Giok- Ada saja, Khu Cie Kie atau Ong Cie It atau Cek Tay Thong berempat, yang mengganggu padanya, yang melindungi Ma Giok» ketua dari Coan Cin Pay itu-Setelah percobaan Oey Yok Su yang keempat kali, Kwee Ceng pun sadar, hingga ia berseru di dalam hatinya: “Ah, benar! Dia hendak merampas kedudukan bintang utara Pak-kek-chee!”
Bintang Pak-kek-chee berada di utara di tengah sekali, sedang barisan Pak Tauw Tin itu
berpokok pada bintang utara itu (Pak Tayui). Setelah Oey Yok Su menginsyafi
sifatnya tin atau barisan lawan itu, ia memusatkan perhatiannya kepada garis tengah itu. Ia mengerti, asal ia bisa merangsak tengah, tin akan pecah, atau kalau tidak, ia akan bertahan di situ, hingga ia tidak dapat dikalahkan.
Juga Ma Giok semua dapat menerka maksud lawan, mereka menjadi cemas hati.
Coba Tam Cie Toan masih hidup, mereka tidak usah terlalu berkhawatir, mereka tidak nanti membiarkan lawan merangsak ke utara itu, sekarang tidaklah demikian, di sebabkan lemahnya Kwa Tin Ok meskipun Tin Ok dibantu in Cie Peng. Tin Ok bercacad dan Cie Peng lemah, sudah begitu, keduanya masih asing dengan tin itu.
juga kawanan Coan Cin Pay ini telah melihat Kwee Ceng. Mereka menduga setiap waktu Kwee Ceng bakal membantui mertuanya itu. Maka itu, mereka bingung. Mereka menantikan saat orang, guna mengambil tempatnya Tin Ok di garis thian-soan itu akan tetapi orang yang dinanti-nanti belum juga kunjung tiba. Mereka percaya, asal orang itu datang, garis thian-soan bakal jadi kuat sekali-
Sembari berkelahi oey Yok Su kata sambil tertawa: “Sungguh aku tidak menyangka, murid-muridnya Ong Tiong Yang ada begini tidak tahu selatan!”
Kata-kata ini dibarengi rangsakan kepada Sun put Jie, yang diserang saling susul hingga tiga kali, hingga imam itu repot. Ma Giok bersama Cek Tay Thong segera maju membantui, guna menolongi.
Oey Yok Su berkelit, setelah pedang kedua orang itu lolos, ia maju pula. Lagi tiga kali beruntun ia menyerang Sun put Jie. Hebat serangannya itu, sekalipun Ong Ti0ng Yang atau Cit Kong sembuh, sulit untuk melayani itu-Karena itu, Sun Put Jie terpaksa hanya membela diri. Atas itu, Oey Yok Su mengubah siasatnya, ialah lantas ia menyerang di bawah, kedua kakinva bekerja bergantian enam kali menyapu kaki lawannya itu. Jadiberuntun tocu Tho Hoa To itu sudah menggunai ilmu silatnya tangan kosong “Lok Eng Ciang” dan tendangan “Sauw Yap Twie”.
Ma Giok beramai menjadi bingung. Serangan-serangan itu membahayakan Sun Put Jie- Pula, dengan Kwa Tin Ok tidak dapat melihat, mereka jadi bergerak lambat. Hebat akibatnya kalau Pak Tauw Tin kacau. Sebaliknya Oey Yok Su ia tidak mengambil mumat apa yang dipikir lawan, ia merangsak terus. Mendadak ia tertawa panjang dan tubuhnya melesat, terus terdengar jeritan yang keras dari satu orang yang tubuhnya terlempar ke ujung Yan Ie Lauw.
Itulah in Cie Peng, yang punggungnya kena disambar, hingga tanpa berdaya, tubuhnya kena dilemparkan Oey Yok Su. Setelah itu, tanpa menanti ketika, jago Tho Hoa To ini maju ke arah Ma Giok. Ia Percaya ia bakal berhasil. Tidak tahunya, imam itu tidak berkisar dari kedudukannya, malah dengan pedangnya dia membalas menikam ke alis.
“Bagus!” berseru Yok Su dengan pujiannya sambil ia berkelit. “Tidak kecewa kau menjadi murid kepala dari coan Cin Pay!”
Meski juga ia memuji, Oey Yok Su tidak menghentikan gerakannya. Mendadak ia menendang Cek Tay Thong hingga imam itu terguling, pedangnya terlepas, maka ia menubruk pedang itu, untuk dipakai menikam lawannya yang roboh itu.
Layui Cie Hian kaget, ia lantas menangkis guna menolongi saudaranya itu.
Oey Yok Su melihat datangnya bantuan untuk Tay Thong, ia tertawa, sembari tertawa, pedangnya dipakai menangkis Cie Hian- Dengan begitu bentroklah kedua senjata itu- Yang hebat ialah kedua-duanya pedang patah sambil
mengasih dengan suara keras.
Bagaikan bayangan berkelebat gesit sekali tocu dari Tho Hoa To merangsak ke arah Pak-kek-chee.
Sejenak itu, kacaulah pak Tauw Tin. Coan Cin Cit Cu mengeluh saking berdukanya.
Ma Giok menghela napas panjang, hendak ia melemparkan pedangnya, guna menyerah kalah. justru itu satu bayangan berkelebat di antara mereka, lantas digaris utara itu tambah satu orang - itulah Kwee Ceng!
Khu Cie Kie menjadi girang sekali. Ia telah menyaksikannya di Cui Sian Lauw di mana mertua dan menantunya itu bertempur mati-matian.
Ma Giok dan Ong Cie It juga lantas mengenali si anak muda, yang mereka tahu adalah seorang jujur, maka mereka percaya, anak muda itu tentunya bakal membantui mertuanya itu- Habislah Cian Cin Cit Cu - atau Coan Cit Liok Cu -kalau mertua dan mantu bekerja sama. Tentang Kuia Tin Ok
tidak dikhawatirkan, sebab tidak nanti Kwee Ceng mencelakai gurunya itu. Tapi selagi mereka itu berkhawatir dan berputus asa, lantas mereka menampak kenyataan yang luar biasa. Kwee Ceng bukannya membantui mertuanya, ia justru menempur mertuanya itu!
Oey Yok Su percaya ia bakal dapat mengacau Pak Tauw Tin dan memecahnya, supaya dengan begitu Coan Cin Pay menyerah dan minta-minta ampun, maka heran ia atas datangnya bala bantuan kepada musuhnya itu, tidak menanti sampai ia memutar tubuh, ia segera menyerang ke belakang, ke arah dada, dengan pukulan Pek Khong Ciang. Serangan ini dihalau orang tanpa orang itu berkelit, cuma tangan kirinya dipakai menangkis. Ia terkejut-“Cuma beberapa orang saja yang dapat menangkis seranganku semacam ini,”
pikirnya. “Siapakah dia?” Maka ia segera menoleh, akan mengenali Kwee Ceng, hingga ia menjadi mendongkol berbareng menyesal. Dengan penasaran, ia menyerang pula, beruntun tiga kali. Ia tahu tanpa dapat mengundurkan si anak muda, ia terancam bahaya terkepung, ia menyerang dengan tiap pukulannya bertambah hebat, tetapi tiga”tiga kalinya, serangannya itu dapat dihindarkan. Untuk keempat kalinya, ia menyerang pula, dengan siasat berPura-pura dan benar-benar. Siasat ini dapat membingungkan lawan.
Kwee Ceng tidak kena diakali, ia menjaga diri, ia tidak menyerang – Pedangnya menjaga dada, tangan kirinya melindungi perut.
Oey Yok Su menjadi heran.
“Terang bocah ini mengenal baik sifat Pak Tamu Tin,” pikirnya. “Dia tahu bagaimana harus membelai atau memukul pecah a Sa S Lihatlah, dan tidak berkisar dari Pak-kek-chee! Rupanya dia telah diminta bantuannya untuk menentang aku “
Dugaan pemilik Tho Hoa To ini benar separuh, salah separuh. Benar ialah karena Kwee Ceng memang mengerti baik barisan pak Tauui Tin itu, hanya itu didapat bukan dari pengajarannya Coan Cin Cit Cu tetapi dari kitab Kiu Im Cin-keng. Dia salah menduga, sebab Kwee Ceng bukan diminta bantuannya oleh Coan Cin Pay hanya dia bertindak atas kehendak sendiri. Tidak saja di situ ada Tin Ok, dia pun telah dianggap si anak muda sebagai musunnya, karena dipercaya dialah yang membinasakan Cu Cong berlima.
Hanya karena mengetahui lawannya lihay, Kwee Ceng mengambil sikap membela diri, sama sekali anak muda ini tidak mengambil mumat orang menyerang benar-benar atau menggertak saja.
Akhirnya Oey Yok Su mengeluh sendirinya:
“Anak ini tidak tahu maju atau mundur,” pikirnya. “Hm! Biarlah, biar aku disesalkan
Yong-jie, mesti aku hajar dia, sebab kalau tidak, tidak nanti aku daPat lolos dari tin ini!” Ia pun lantas bergerak, tenaganya dikerahkan di kedua tangannya. Tepat di saat
ia hendak menyerang, ia berpikir; “Kalau dia tetap berdiri diam dan tidak menyingkir, dia bakal terluka parah, kalau dia sampai kenapa~napa, mana Yong-jie mau mengerti?”
Kwee Ceng telah melihat gerakan lawannya yang tangguh itu, akan tetapi ia tidak mau berkisar dari tempat jagaannya itu- Ia menggertak gigi. ia
menangkis dengan jurusan “Kian Liong Cay Thian”, atau “Melihat naga di sawah”.
Dengan Hang Liong Sip-pat Ciang hendak ia bertahan, agar Pak Tauw Tin dapat dilindungi.
Dengan mendadak, Oey Yok Su menunda serangannya itu.
“Bocah tolol, lekas menyingkir?” ia membentak. “Mengapa kau menentang aku?”
Kwee Ceng bersiap dengan pedangnya, ia mengawasi dengan tajam. Ia takut jago itu menggunai akal. Ia tidak menyahuti.
Pihak Khu Cie Kie sudah lantas memperkokoh lagi barisannya. “Di mana Yong-jie?”
0ey Yok Su tanya.
Kwee Ceng berdiam, matanya merah bagaikan api, romannya bengis.
Yok Su he^an. Ia lantas mau menduga telah terjadi sesuatu kepada putrinya-“Kau perbuat apa atas Yong-jie?” ia membentak, ia mulai berkhawatir. “Lekas bilang!”
Masih si anak muda berdiam, hanya tangannya yang mencekal pedang bergemetar. Oey Yok Su terus mengawasi dengan tajam, maka heranlah ia.
Ia menjadi curiga. “Kenapa tanganmu bergemetar?” ia tanya.
“Kenapa kau tidak mau bicara?”
Kwee Ceng tengah mengingat kebinasaan hebat dari kelima gurunya di pulau Tho Hoa To, ia lagi menahan hawa amarahnya, getaran hatinya, maka ia bergemetar.
Oey Yok Su bercuriga berbareng berkhawatir sekali. Hanya ia berkhawatir, mungkin sebab perebutan di antara putrinya itu dan putri Mongolia, si anak muda telah membunuh Yong-jie, anaknya. Dengan menjejak kedua kaki, ia lompat maju.
Khu Cie Kie melihat gerakan pemilik Tho Hoa To itu, ia segera menggeraki barisannya. Ong Cie It bersama Cek Tay Thong menyerang dari kiri dan kanan.
Kwee Ceng tidak menyingkir, ia cuma berkelit, pedangnya terus ditikamkan. Oey Yok Su pun tidak menyingkir, bahkan dengan satu tekukan tangan, ia menangkap tangan si anak muda,
guna merampas pedangnya. Tapi ia gagal- Kecuali pedangnya Ong Cie It mengancam punggungnya, pedang Kwee Ceng pun bisa diegos, dipakai menikam  pula.
Setelah segebrak itu, pertempuran terulang pula, jauh terlebih hebat daripada yang semula. Selagi Kwee Ceng panas hatinya, Khu Cie Kie semua tidak kurang gusarnya. Mereka ini hendak menuntut balas untuk Ciu Pek Thong dan Tam Cie Toan.
Oey Yok Su merasa bahuia di sini telah terbit salah mengerti tetapi ia beradat keras dan jumawa, ia tidak suka mengalah, sedang juga, ia berderajat lebih tua, lebih tinggi. Ia ingin menghajar mereka itu, supaya mereka menyerah kalah, sampai itu waktu babulah ia mau memberi keterangan, untuk sekalian memberikan tegurannya. Begitulah, dua-dua pihak sama kerasnya.
Oey Yok Su ingin mendesak Kwee Ceng, yang ia berniat membekuknya, guna didengar keterangannya. Kalau benar dugaannya, Oey Yong terbinasa di tangan pemuda ini, hendak ia menghukum picis. Tapi Kwee Ceng berjaga diri di garis utara, teguh kedudukannya.
Ketika itu In Cie Peng, yang dilemparkan ke atas lauwteng Yan Ie Lauw, masih belum dapat merayap bangun, tetapi tanpa dia, Kwee Ceng tidak menjadi lemah.
Oey Yok Su menghadapi kesulitan. Kalau ia mendesak Kwee Ceng, Khu Cie Kie beramai mendesak padanya- Ingin ia menggempur Khu Cie Kie semua, tetapi malang dengan si anak
muda.
Kapan pertempuran telah berlangsung lima puluh jurus, maka terlihatlah Oey Yok su kena terdesak- Kepungan nampak menjadi ciut-“Tahan!” berseru Ma Giok disaat sangat tegang itu-Seruan itu ditaati, lima saudaranya lantas berhenti menyerang.
“Oey Tocu!” berkata tertua dari Coan Cit Liok Cu. “Kaulah seorang kenamaan dan juga dari golongan tua, maka itu kami orang-orang dari golongan lebih muda tidak berani berlaku kurang ajar terhadapmu, kalau toh sekarang kami mengurung padamu, itulah saking terpaksa. Sekarang aku hendak menanya kau, apa katamu berhubung dengan hutang darah dari paman kami Ciu Pek Thong dan sutee kami Tam Cie Than?”
Orang yang ditanya tertawa dingin.
“Apa lagi yang hendak diperkatakan?” katanya. “Lekas kau bunuh Oey Yok Su, untuk melindungi namanya Coan Cin Pay! Tidakkah itu bagus? Lihatlah!”
Tahu-tahu tangan kanannya majikan dari Tho Hoa To ini melayang ke muka Ma Giok!
inilah satu jursu dari Lok Eng Ciang, yang Oey Yok Su sudah melatihnya belasan tahun, gerak-geriknya sangat gesit, seperti juga tidak dapat terlihat.
Dalam kagetnya, Ma Giok berkelit ke kanan. Justru ia berkelit, justru itulah kehendaknya Oey Yok Su, yang serangannya mempunyai dua maksud berbareng benar- benar dan berpura-pura. Maka itu ia bukannya kena ditinju hanya terjambak dadanya. Asal Oey Yok Su mengerahkan tenaganya gempurlah dadanya itu.
Semua orang terkejut, semua maju untuk menolongi, tetapi mereka terlambat.
Hanya disaat Ma Giok itu bakal menerima nasibnya, Oey Yok Su tertawa dan jambakannya dilepaskan. Ia pun berkata: “Jikalau dengan caraku ini aku memukul pecah barisan kamu, tentulah kamu tidak puas! Oey Lao Shia boleh mati tetapi tidak nanti dia mau menyebabkan tertawanya semua orang gagah di kolong langit ini! Kawanan imam yang baik, kamu majulah semua!”
Lauw Cie Hian mendongkol, tinjunya melayang, disusul sama pedangnya Ong Cie It.
Maka itu, bergerak pula Thian Kong Pak Tauw Tin. Kali ini yang digeraki ialah rintasan yang ketujuhbelas. Setelah Ong Cie It, serangan mesti disusul Ma Giok. Hanya setelah Ong Cie It menikam dia lompat mundur, Ma Giok bukannya menggantikan menyerang, dia malah lompat mundur juga.
“Tahan! ‘ serunya.
Lagi sekali semUa orang berhenti bergerak.
“Oey Tocu, aku menghaturkan terima kasih untuk kebaikanmu,” berkata Ma Giok.
“itulah kata-kata bagus dari kau,” jawab yok su.
“Sebenarnya disaat ini jiwa aku yang rendah sudah tidak ada,” kata Ma Giok, “Sedang barisan warisan guru kami ini telah terpecahkan olehmu, dengan begitu sudah seharusnya saja kami menyerah kalah, kami mesti menyerah terhadap keputusan tocu. Tapi, sakit hati kami tidak dapat tidak dibalaskan! Oey Tocu, aku yang rendah, aku bersedia akan menggorok leherku sendiri untuk menghaturkan terima kasih padamu a Sa S”
“Sudahlah!” berseru Oey Yok Su, wajahnya guram- “Tidak usah kita banyak 0mong lagi! Kamu boleh turun tangan! Memang juga, perkara sakit hati sukar sekali dijelaskannya a Sa S”
Kwee Ceng telah mendengar semua itu, ia menjadi berpikir; Ma Totiang membilang dia bertempur guna membalas sakit hati paman guru dan saudara seperguruannya. Apakah artinya itu? Bukankah Toako Ci Pek Thong masih hidup?
Pula kematiannya Tam Cie Toan, bukankah itu tidak ada hubungannya Oey Tocu? Hanya kalau aku menjelaskan semua ini, apabila Coan Cin Liok Cu mengundurkan diri, hingga tinggal aku berdua guruku, mana sanggup aku melawan dia? Jangan kata soal sakit hati, buat melindungi jiwa sendiri pun sukar a sa s” Baru ia berpikir demikian atau segera ia berpikir lain: “jikalau aku menutup mulut, apakah aku bukannya menjadi si hina dina?
Bukankah semua guruku sering mengajari, kepala boleh kutung tetapi kejujuran tidak?” Karena ini segera ia mengasih dengar suaranya yang nyaring; “Ma totiang, paman guru kamu tidak mati! Tam Totiang pun dibinasakan oleh AuWyang Hong!”
Belum lagi Oey Yok Su membilang apa-apa, Khu Cie Kee telah mendahuluinya.
“Apakah kau bilang?” imam itu tanya.
“Toako Ciu Pek Thong tidak mati dan Tam Totiang dibinasakan Auwyang Hong,”
Kwee Ceng menjawab seraya terus ia menjelaskan apa yang ia dengar selama ia sembunyi sembari merawat diri di kamar rahasia, bagaimana Khiu Cian Jin melepas cerita burung dan fitnahnya Auwyang Hong.
Cerita itu luar biasa.
“Apakah kau omong sebenar-benarnya?” Khu Cie Kee menegaskan.
‘Teecu sangat membenci dia, ingin teecu menelannya, maka itu apa perlunya teecu membantui dia?” kata Kwee Ceng dengan sengit sambil ia menuding Oey Yok Su. “Kenyataan
ada demikian rupa maka itu teecu tidak dapat tidak bicara dari hal yang benar.” Oey Yok Su menjadi heran- Sungguh ia tidak menyangka Kwee Ceng mau membelai dia-”Kenapa kau membenci aku sampai begini?” ia tanya pemuda itu.
“Mana Yong-jie?” Tapi Kuia Tin Ok panas hatinya.
“Apakah kau tidak tahu perbuatanmu sendiri?” dia membentak. “Anak Ceng, biarnya kita kalah mari kita mengadu jiwa kita!” Ia terus menyerang.
Kwee Ceng lantas mengucurkan air mata. ia mengerti, dengan Perkataannya itu, sikapnya Oey Yok Su sudah berubah sedikit. Tapi di situ ada gurunya, yang bergusar tak kepalang itu-
“Toasuhu, jiesuhu semua mati secara sangat menyedihkan a Sa s” katanya-Oey Yok Su menyambar tongkatnya Kwa Tin Ok yang dihajarkan kepadanya.
“Apa kau bilang?” ia tanya Kwee Ceng, suaranya keras. “Cu Cong berlima baik-baik berada di Pulauku menjadi tetamu, kenapa mereka pada mati?”
Kuia Tin Ok tidak menanti jawaban muridnya, ia membetot tongkatnya. Tetapi tongkat itu tidak bergeming.
“Kau kurang ajar sekali, di depanmu seperti tidak ada orang yang terlebih tua, kau juga ngoceh tidak karuan, bahkan kau menggepaki tangan dan kakimu, adakah itu untuk Cu Cong semua?” Oey Yok Su tanya pula Kwee Ceng.
Matanya si anak muda seperti mau mencelos, mata itu merah.
“Dengan tanganmu sendiri kau membinasakan kelima guruku, kau masih hendak berpura-pura tidak tahu?” membentak dia. Dia mengangkat pedang pendeknya dan menikam-
Oey Yok Su menangkis dengan tongkatnya Kwa Tin Ok, maka Pedang dan tongkat beradu nyaring, ujung tongkat somplak.
 “Siapakah yang menyaksikan itu?” ia tanya.
“Kelima guruku itu aku yang menguburnya dengan tanganku sendiri, apakah dengan begini aku masih memfitnah padamu?” Kwee Ceng balik menanya.
Yok Su tertawa dingin. Kelakuan anak muda itu membangkitkan hawa amarahnya. Ia memang besar kepala, tidak Pernah ia suka mengalah.
“Fitnah atau bukan, masa bodoh!” kata pemilik Tho Hoa To. “Semur hidup Oey Lao Shia suka orang pandang keliru maka itu dengan hanya membunuh beberapa jiwa, mungkinkah aku menyangkal? Tidak salah, semua gurumu akulah yang membunuhnya!”
Tepat disaat habisnya ucapan Tong Shia, di situ terdengar suaranya seorang perempuan: “Bukan, ayah, bukannya kau yang membunuh mereka! Jangan kau sembarang bertanggung jawab!”
Semua orang terkejut, semua lantas berpaling.
Di sana muncul Oey Yong, yang orang tak ketahui datangnya sebab mereka terlalu repot bertarung dan mengadu mulut.
Kwee Ceng melongo. Ia tidak tahu mesti bergirang atau berduka-Oey Yok Su kaget sebentaran, lantas dia sadar- Bukan main girangnya ia menyaksikan putri tunggalnya tidak kurang suatu apa. Dengan begitu juga lenyap semua kemendongkolannya kepada Kwee Ceng. Ia tertawa berkakakkan.
“Anak yang baik, ke mari!” ia kata. “Ayah sangat menyayangi kau!”
Sudah banyak hari Oey Yong berduka, sekarang ia mendengar suara demikian manis, lantas
ia lari kepada ayahnya itu, untuk menubruk, melepaskan diri dalam rangkulan orang tua itu. Ia menangis-
“Ayah a Sa S” katanya, “Anak tolol itu membikin kau penasaran, dia pun menghina aku a sa S”
Oey Yok Su merangkul putrinya itu, ia tidak gusar, malah ia tertawa-“Oey Lao Shia pergi, dia Pergi ke mana dia suka, dia bikin apa dia mau!” katanya.
“Untukku, selama beberapa puluh tahun, pengalamanku luar biasa! Mereka yang tidak ketahui apa-apa, semua menimpahkan kesalahan di atas kepala ayahmu, maka kalau itu ditambah lagi sama beberapa fitnah, apakah artinya itu? Lima anggota dari Kanglam Cit Koay itu musuh besar dari kakakmu seperguruan, memang aku yang telah membinasakan mereka!”
“Bukan, bukan!” berteriak Oey Yong cepat. “Aku tahu betul, bukannya ayah yang
membunuh mereka itu!”
Oey Yok Su bersenyum.
“Si tolol itu sangat besar nyalinya, dia berani menghina anakku yang baik!” ia berkata.
“Kau lihat ayahmu membereskan dia!”
Benar seperti perkataannya, pemilik jho Hoa jo itu lantas bekerja, sebat seperti tadi ia mencekuk Ma Giok.
Kwee Ceng tengah memikirkan pembicaraannya ayah dan anak itu tahu~tahu pipinya yang kiri kena ditampar, nyaring hingga ia merasakan pipinya itu panas. Ia mau mengangkat tangannya, guna menangkis, atau orang telah menarik pulang tangannya itu, untuk dipakai mengusap-usap rambut indah dari putrinya. Ia menjadi bingung, tidak tahu ia mesti menyerang terus atau bagaimana. Tamparan itu keras suaranya tetapi tidak terlalu sakit.
Kuia Tin Ok kaget- Ia tahu muridnya dihajar tetapi ia tidak melihat itu.
“Anak Ceng bagaimana?” ia lantas menanya-“Tidak apa-apa,” menyahut sang murid-“Kau jangan dengari ocehannya siluman serta anak silumannya!” kata pula Tin Ok.
“Aku telah mendengarnya sendiri keterangan soe-suhu kau bahwa dia melihatnya sendiri bangsat tua itu membunuh jiesuhumu dan memaksakan kematiannya Cit a sa s”
Kwee Ceng tidak menanti habisnya perkataan gurunya itu, ia menerjang kepada Oey Y0k su, sedang Tin Ok turut menyerang dengan tongkatnya.
Oey Yok Su melihat datangnya serangan, ia melepaskan anaknya, sambil berkelit dari sepangan Kwee Ceng, ia maju untuk menanggapi tongkat si jago yang buta.
Kali ini Kuia Tin Ok sudah bersedia, tongkatnya itu tidak kena dirampas, maka itu berdua muridnya itu, ia menyerang terus, hingga mereka jadi berkelahi bertiga.
Kwee Ceng telah menemui banyak orang lihay, yang memberikan ia pelajaran, akan tetapi untuk melayani Oey Yok Su, ia masih kalah jauh, meski ia dibantu Kuia Tin Ok, ia masih tidak bisa berbuat banyak. Baru tigapuluh jurus ia dan gurunya itu sudah terdesak. Khu Cie Kie semua berdiam sejak tadi. Mereka dibikin bingung dengan keterangannya Kwee Ceng itu- Belum mereka bisa berpikir, mereka melihat orang bertempur, maka yang pertama dipikir mereka ialah; “Tadi Coan Cin pay terancam bahaya, mereka guru dan murid membantui, maka sekarang sekali mereka terdesak apa kami mesti berdiam saja? Biarlah urusan Ciu Susiok, dia benar masih hidup atau sudah mati, baiklah Oey Yok Su ini dibikin tunduk dulu!” Maka
ia mengangkat pedangnya dan berseru: “Kwa Tayhiap, kembalilah ke kedudukanmu!”
Baru itu waktu, In Cie peng merayap bangun untuk turun dapi lauwteng. ia kaget dan terbanting keras tetapi tidak teriuka Parah, cuma mukanya
bengap dan matang biru- Ia lantas kembali ke belakang Tin Ok dengan pedang terhunus.
Lagi sekali Oey Yok Su terkurung, hingga ia menjadi sangat gusar.
“Tadinya cuma salah mengerti, masih ada alasan kenapa orang menyerang aku,” pikirnya, “Sekarang setelah si bocah bicara, kawanan bulu campur aduk ini masih mengepung aku! Apakah mereka kira Oey Lao Shia takut membunuh orang?”
Maka ia lantas merangsak ke arah Kwa Tin Ok- Oey Yong berkhawatir melihat air muka ayahnya. Ia tahu kalau ayah itu sudah gusar, dia benar-benar tidak mengenal kasihan-
Ong Cie It bersama Ma Giok lantas menghadang di depan tertua Cit Koay itu.
Kwa Tin Ok mendongkol sekali, ia menyerang si nona sambil mendamprat: “Manusia hina jahat yang tidak berampun, siluman perempuan!”
Oey Yong menjadi sangat gusar-
“He, tua bangka, beranikah kau mencaci pula padaku?” ia berseru.
Untuk Kangiam Cit Koay, memaki bukan pekerjaan sukar, maka itu Tin Ok mengulangi dampratannya- Untuk Oey Yong, itulah hal langka- Ia tidak bisa mencaci orang, maka
sambil berludah, ia kata; “Cis! Tak malukah kau menjadi guru orang sedang mulutmu begini kotor?”
Tapi Kuia Tin Ok kata; “Aku bicara baik-baik sama orang baik, aku bicara kotor sama manusia hina dinai” Oey Yong habis sabar, ia segera menyerang.
Tin Ok mengetahui datangnya serangan, ia menangkis, tetapi ia belum kenal l_ek-tiok-thung yang luar biasa itu, begitu kedua tongkat beradu,
tongkatnya lantas seperti ditempel, tongkat itu kena diputar sekehendak nona, ia seperti kehilangan kendali- Ia berdiam di garis thian-soan,
dengan ia kena dipengaruhi si nona, Pak Tauui Tin menjadi macet.
Khu Cie Kie lantas menyerang si nona, punggung siapa ia arah, dengan begitu ia hendak membebaskan Tin Ok. Si nona tidak menghiraukan serangan itu. Ia mengandal pada baju lapisnya.
Ketika ujung Pedangnya hampir mengenai sasarannya, imam dari Coan Cin Pay itu berpikir. Ia ingat kepada derajatnya yang tinggi, maka mana dapat ia melayani seorang bocah. Karena ini, Pedangnya tidak diteruskan menikam.
Justru ketika yang baik itu digunai Oey Yong, maka dengan satu sontekan, ia membuatnya tongkat Tin Ok terlepas dari cekalan, mental tinggi, nyemplung ke Lam Ouui, Telaga Selatan!
Khu Cie Kie khawatir si nona nanti menyerang terus kepada tertua Kanglam cit Koay it, ia lompat untuk menghalang. Sementara itu ia heran atas lihaynya si nona, ilmu tongkat siapa ia tidak kenal-Kwee Ceng juga melihat gurunya terancam, ia ber seru: “Suhu, silahkan mengaso, aku nanti menggantikan kaul” Dan ia lompat ke garis thian-soan itu. Begitu ia bertindak, begitu tin menjadi hidup pula, bahkan ke dudukan thian-soan ini lantas menggantikan kedudukan thian-kie.
0ey Y0k Su kembali terdesak. Biar ia dibantu gadisnya, ia tidak bisa berbuat banyak.
Ia belum bisa menyelami arti atau sipatnya Thian Kong Pak
Tauw Tin itu. Syukur untuknya, di antara lawannya itu cuma Kwee Ceng yang paling hebat, hingga ia seperti harus melayani satu orang saja.
Hanya sulitnya untuknya, ia tidak berniat mencelakai anak muda itu.
Oey Yong mendapat lihat Kwee Ceng berkelahi hebat sekali dan air muka orang juga guram, Pemuda itu seperti dikurung sinar pembunuhan, ia terkejut. Belum pernah ia menyaksikan perubahan air muka semacam itu. Karena ini, ia maju ke depan ayahnya, ia kata pada itu anak muda; “Kau bunuhlah aku lebih duluj”
“Minggir!” membentak si anak muda, bentakannya keras, romannya bengis.
Oey Yong heran hingga ia tercengang. Pikirnya; “Kenapa kau bicara begini rupa terhadapku?”
Kwee Ceng maju terus, ia menolak tubuh si nona untuk dikepinggirkan, habis mana, ia terus merangsak Oey Yok Su.
Disaat tegang itu, di belakang mereka yang lagi bertarung itu terdengar suara tertawa terbahak disusul kata-kata nyaring; “Saudara Yok, jangan berduka, mari saudaramu membantu Padamu’”
Suara itu tajam, untuk kuping tak sedap terdengarnya.
Orang semua heran, tetapi mereka tidak lantas menoleh, sesudah Oey Yok su terdorong. Cie Kie semua baru berpaling. Maka mereka melihat di tepian telaga ada lima atau enam orang dengan satu diantaranya Panjang kaki dan tangannya, sebab dialah See Tok Auwyang Hong, si Bisa dari Barat.
Coan cin Cit Cu lantas bertindak, sedang Khu Cie Kie kata kepada Kwee Ceng;
“Anak Ceng, mari kita membikin perhitungan pada See Tok dulu! 1 Ia mengulapkan pedangnya, terus ia lompat, guna mencoba mengurung Auwyang Hong.
Ketika itu Kwee Ceng tengah memperhatikan Oey Yok su, ia sampai mendengar suaranya Khu
Cie Kie, ia terus menerjang ayahnya Oey yong itu, bahkan sebentar saja, mereka sudah bertempur lima enam jurus, hebat pertempuran mereka.
Beberapa kali mereka sama-sama maju pula, kembali mereka mundur lagi.
Khu Cie Kie berenam sudah mengatur barisannya, ketika ia melihat ke arah Kuia Tin Ok, orang buta itu lagi memasang kuping, guna mendengar suara pertempurannya Kwee Ceng. Tin Ok bersedia akan berlompat menubruk Oey Y0k Su, guna memeluk keras-keras, agar muridnya bisa membinasakan musuh ini, untuk itu ia bersedia mengorbankan dirinya.
Menampak demikian, Khu Cie Kie memerintahkan In Cie Peng menggantikan Tin ok mengambil kedudukan thian-soan.
Ruuiyang Hong juga telah bersiap- Ia berjongkok dengan sikap ilmu kodoknya, tangan kanannya memegang tongkatnya. Sebagaimana biasanya, ia berlaku tenang, tidak mau ia lancang bergerak. Ia pula memangnya rada jeri untuk barisan Pak Tauw Tin dari Coan Cin Pay itu. Adalah setelah Khu Cie Kie bergerak, terpaksa ia melayani. Ia bermata jeli, segera ia merasa kelemahan tin itu ada di pihak In Cie Peng, maka ia memasang mata ke garis thian-soan itu.
Oey Yong menaruh diri di antara Kuia Tin ok dan ayahnya serta Kwee Ceng yang lagi bertempur itu, ia masgul-
“Tahan dulu!” ia berseru. “Dengar perkataanku!”
Kwee Ceng tidak memperdulikan itu, ia menyerang terus, tetap hebat. Sikapnya ini membikin hilang sabarnya Oey Yok Su, dari bergerak dengan setengah hati, ia mulai menggunai tenaganya.
Di pihak Auwyang Hong, si Bisa dari Barat itu lagi mencoba mendesak Coan Cin Cit Cu, saban-saban ia mengasih dengar suaranya berkerak kerok mirip kodok- Itu artinya, bahaya tengah mengancam.
Si nona menjadi bingung- Kalau dua-dua ayahnya dan Auwyang Hong sudah turun tangan benar-benar, itulah akan hebat akibatnya. Ketika ia
berpaling ke Van Ie Lauw, di sana Ang Cit Kong masih duduk meioneng, menonton pertempuran itu.
“Suhu, suhu!” ia lantas memanggil- “Suhu, tolong kau bicara!”
Sebenarnya, Cit Kong pun berkhawatir. Kalau ia masih gagah, ia tentu sudah maju sama tengah. Maka ia menonton saja, sampai ia mendengar suara
si nona. Ia lantas berpikir; “Asal 0ey |_ao Shia masih suka memandang aku, inilah gampang.”
Dengan menekan loneng, Pak Kay lantas menurunkan diri. ia terus berseru; “Tuan-tuan, tahan! Aku si pengemis tua hendak bicara!”
Kiu Cie Sin Kay kesohor sekali, melihat datangnya orang lantas berhenti berkelahi.
Tapi yang berkhawatir sekali ialah Auwyang Hong, hingga
dia berkata di dalam hatinya: “Kenapa kepandaiannya si pengemis tua dapat pulih kembali?”
See Tok tidak ketahui, dengan dapat bantuan Kiu Im Cin-keng menurut keterangannya Kwee Ceng, Ang Cit Kong memperoleh sedikit kefaedahannya, jalan darahnya mulai lurus sendirinya, di dalam ilmu ringan tubuh, kepandaiannya itu sudah pulih lima atau enam bagian. Cuma dalam ilmu silat, semua kepandaiannya itu masih terhilang, ia mirip orang yang tidak mengerti silat sama sekali.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar