Bab 70
Kwee Ceng berlayar terus
menuju ke barat sesudah melalui beberapa puluh lie, mendadak ia mendengar suara
burung terang di atasannya. Ia mengenali sepasang
burungnya, yang terbang menyusul padanya. Dengan cepat kedua burung menclok di atas
layar.
“Burung ini mengikuti aku, Yong-jie berada
sendirian di pulau, ia bakal jadi bertambah kesepian,” pikirnya. Maka timbullah
rasa kasihannya.
Dihari ketiga, pemuda ini mendarat. Ia
membenci segala benda dari Tho Hoa To, dari itu ia mengangkat jangkar, ia
menghajar perahunya, maka tenggelamlah kendaraan air itu. Ia sendiri berlompat
ke darat sebelum air memenuhi perahu itu, maka ia melihat perahu Perlahan-lahan
masuk ke dalam air dan lenyap. Ia berjalan tanpa tujuan. Ia mampir di rumah seorang tani di mana ia membeli beras untuk masak nasi,
guna menangsal perut. Habis
dahar, setelah menanya jalanan untuk Kee-hin, ia berangkat menuju ke kota itu.
Malam itu pemuda ini bermalam di tepi sungai
Cian Tong Kang, ketika ia tengah mengawasi permukaan air, tiba-tiba ia melihat
bayangan rembulan.
Ia terkejut, la memang telah lupa tanggal.
Tentu sekali ia khawatir nanti melewati janji pertemuan di Yan Ie Lauw. Lantas ia menanya tuan rumah. Lega sedikit hatinya ketika ia diberitahukan
hari itu tanggal tigabelas. Karena ini malam ini juga, ia menyeberangi sungai,
terus ia menyewa keledai guna melanjuti perjalanannya, untuk lega hatinya, ia
tiba di kota Kee-hin
selebatnya tengah hari. Di sini segera
ia menanya orang di mana pernahnya Cui Sian Lauw, rumah makan Dewa Mabuk.
Itulah rumah
makan yang Paling berkesan untuknya. Semenjak
ia masih kecil,
guru-gurunya telah menuturkan kepadanya
tentang pertempuran merea dengan Khu Cie Kie di rumah makan itu. Ia tidak
diberitahukan sebab musababnya tetapi ia ketarik sama caranya Pertempuran,
mengadu minum arak memakai jambangan perunggu. Kemudian lagi ia ketahui tentang
asal usul dirinya, maka tahulah ia, rumah makan itu ada hubungannya sama kehidupannya.
Ketika orang menunjuki dia bahwa rumah makan itu berada di tepi telaga Lam Ouw,
segera ia pergi ke sana.
Setibanya, ia mengangkat kepala, mengawasi rumah makan itu. Ia mendapatkan
c0cok apa yang dijelaskan Han Siauw Eng. Setelah sepuluh tahun lebih
mengingat-ingat rumah makan itu, baru sekarang ia melihatnya dengan matanya
sendiri.
Memang rumah makan itu indah dengan
lauwtengnya yang berukiran, sedang di tengah-tengah ada berdiri sepotong
bokpay, atau papan, yang bertuliskan empat huruf besar: “Tay Pek Ie Hong”,
artinya, peninggalan kebiasaan dari Lie Thay pek si sastrawan yang dijuluki Dewa Mabuk,
sedang nama “Cui Sian Lauw”, yang memakai leter emas, ada tulisannya Souw Tong Po.
Bersih dan berkilap tiga huruf emas itu.
Dengan hati berdebar, Kwee Ceng
naik dengan tindakan cepat ke atas lauwteng.
Segera ia dipapaki seorang palayan, yang
memberitahukan bahwa hari itu sudah ada yang memborong rumah makannya. Ia heran, hendak ia minta keterangan, atau segera ia mendengar panggilan: “Anak Ceng!
Kau sudah datang?” Ia
lantas mengangkat kepalanya. Ia terkejut akan mengenali orang yang memanggilnya
itu, sebab ialah Khu
Cie Kie,
yang lagi duduk bersila- Ia lari rnenghampirkan, ia lantas berlutut dengan cuma
dapat memanggil: “Khu
Totiang a Sa S!”
Khu Cie Kie mengasih orang
bangun.
“Apakah keenam gurumu juga sudah sampai?” ia tanya. “Aku telah memesan barang santapan untuk kita
a Sa S” ia menunjuk ke kanan, di mana Kwee Ceng
melihat telah disiapkan sembilan buah meja yang diperlengkapi sama sumpit dan
cangkirnya. Ia berkata pula. “Ketika delapanbelas tahun yang lalu untuk pertama
kali aku bertemu di sini dengan ketujuh gurumu, mereka mengatur meja begini
rupa. Ini satu meja kepunyaan Ciauw
Bok
Taysu, maka sayang ia dan gurumu yang nomor lima sudah tidak dapat
berkumpul pula di sini “
Kelihatannya imam itu sangat berduka.
Kwee Ceng berpaling ke lain
arah, tidak berani ia mengawasi langsung imam itu.
Khu Cie Kie tidak melihat sikap
orang, ia berkata lagi: “Jambangan perunggu yang dulu hari itu kita pakai untuk
minum arak, hari ini aku telah mengambilnya dari kuil, maka kalau sebentar
semua gurumu datang, kita boleh minum arak pula.”
Kwee Ceng melihat jambangan
itu di samping sekosol. Karena usianya sudah tua, warnanya jambangan itu sudah
hijau gelap, pula jambangan itu sudah dimuati arak hingga dari sana tersiar baunya minuman itu. Ia terus mengawasi dengan mata mendelong. Kemudian ia mengawasi delapan meja yang
masih kosong itu. Ia pikir, kecuali guruuya yang nomor satu, tidak ada orang lainnya
yang dapat duduk di situ untuk minum arak. Ia menjadi ngelamun: “Asal aku bisa
memandang satu kali saja tujuh guruku duduk pula di sini dan minum arak dengan
gembira, mati pun aku puas”
Kembali terdengar suara Khu Cie
Kie; “Tadinya telah dijanjikan
untuk tahun ini bulan tiga tanggai duapuluh empat kau berdua Yo Kang mengadu kepandaian
di sini. Aku mengagumi gurumu semua yang hatinya mulia itu, mengharap-harap
kaulah yang nanti menang, supaya dengan begitu nama Kanglam Cit
Koay menjadi bertambah kesohor.
Aku sendiri senantiasa merantau, tidak dapat aku mencurahkan perhatianku
sepenuhnya kepada Yo Kang, tidak dapat aku mengajari ia ilmu silat dengan baik.
Sudah begitu, aku juga tidak berhasil mendidik sifatnya agar dia menjadi
seorang
gagah. Berhubung dengan ini aku menyesal
terhadap pamanmu, Yo Tiat Sim. Benar Yo Kang membilang dia sudah menyesal akan
tetapi untuknya sangat sukar untuk merubah sipatnya itu”
Sebenarnya Kwee Ceng hendak
memberitahukan halnya Yo Kang telah mati tetapi ia tidak tahu bagaimana harus
mulai bicara, dari itu si imam kembali melanjutkan kata-katanya: “Dalam
hidupnya manusia, kepandaian ilmu surat
dan ilmu silat untuknya ialah soal terakhir yang paling utama ialah Tiong Gie
- kesetiaan dan kejujuran. Boleh dianggap Yo Kang lebih kosen seratus kali
daripada kau akan tetapi dalam perilaku, gurumuiah yang menang. Kau tahu aku
kalah dengan puas.”
Habis berkata, saking puasnya itu, Khu Cie
Kie tertawa lebar. Sebaliknya Kwee Ceng,
anak muda ini lantas mengucurkan air mata deras. “Eh, kenapa kau berduka?” tanya si imam heran.
Anak muda itu maju lebih dekat, lantas ia
menjatuhkan dirinya, untuk berlutut. Ia menangis*
“Kelima guruku sudah meninggal dunia a Sa S”
katanya sukar. Khu Cie Kie terkejut-“Apa?” dia tanya keras.
“Kecuali guruku yang nomor satu, yang lainnya
yang lima lagi,
semua sudah meninggal dunia,” kata pula Kwee Ceng.
Khu Cie Kie melengak, ia
bagaikan disambar guntur,
inilah ia tidak sangka, sedang ia mengharap sangat pertemuan ini. Sebagai
seorang jujur; ia sangat menghargai Kangiam Cit
Koay, yang ia anggap sebagai
sahabat-sahabat sejati, ia telah tak melupai mereka itu selama deiapanbelas
tahun, meskipun benar mereka sangat jarang bertemu. Maka ia pergi ke loneng
matanya mengawasi ke telaga, kemudian ia dongak dan mengeluarkan napas panjang.
Segera berbayang romannya Cit
Koay. Kemudian ia menoleh, ia
Pergi mengangkat jambangan perunggu untuk berkata; “Sahabat-sahabatku telah menutup mata, kau ini untuk apa?” dengan
mengerahkan tenaganya, ia melemparkannya.
Hebat ketika jambangan itu tercebur ke
telaga, suaranya nyaring, airnya muncrat tinggi. Kemudian ia dekati K^ee Ceng,
untuk mencekal keras sekali tangan anak muda itu-
“Bagaimana meninggalnya mereka itu?” ia tanya. “Lekas tuturkan!”
Kwee Ceng mau memberikan
keterangan, hanya belum lagi ia membuka mulutnya, mendadak ia melihat tubuh
seorang berkelebat, di antara mereka lantas tertampak seorang lain, yang
bajunya hijau, yang sikapnya tenang. Ia menjadi kaget
ketika ia telah mengenalinya, ia mengawasi, ia tidak salah mata. Orang itu Oey Yok
Su, tocu, atau pemilik dari Tho
Hoa To. Juga Oey
Yok Su
melengak melihat anak muda ini. Selagi ia berdiam
mengawasi, dengan mendadak datang serangan untuknya. Sebab Kwee
Ceng, dengan melompati meja menerjang dengan
jurusnya Hang liong yoe hui”, itulah serangan sangat hebat. Tapi ia tabah dan
awas, dengan sebat ia berkelit, tangan kirinya dipakai menolak-
Hebat serangannya si anak muda, hebat
perlawanan majikan dari Tho Hoa To itu, hebat juga kesudahannya. Anak muda itu
terjerunuk ke depan, dia menerjang papan lauwteng yang menjadi ruang di situ,
terus tubuhnya jatuh ke bawah lauwteng, sedang di bawah ia menimpa para_para
cangkir, maka dengan suara sangat berisik hancurlah perabotan itu -cangkir,
piring, mangkok dan lainnya.
Pemilik rumah makan lantas saja mengeluh.
Ingatlah ia akan kejadian delapanbelas tahun yang lampau. Tadi juga, melihat Khu Cie
Kie mengambil jambangan, hatinya
sudah berkhawatir, sekarang kekhawatirannya itu berbukti.
Kwee Ceng takut ia terlukakan
pecahan cangkir itu, dengan lantas ia berlompat naik pula ke lauwteng. Di lain pihak, Oey Yok Su dan Khu Cie Kie telah berbareng berlompat turun, hanya
mereka itu mengambil jalan dari jendela.
Dengan terpaksa anak muda ini lompat dari
jendela, untuk menyusul, hanya kali ini ia menyiapkan senjatanya, karena ia
pikir; “Si tua itu lihay, tidak dapat aku melawan ia dengan tangan kosong.”
Maka ia mengeluarkan tiga rupa senjata:
Dengan mulutnya ia menggigit pedang pendek dari Khu Cie Kie, tangan kanannya mencekal kim-too,
golok emas, pemberian jenghiz Khan, dan tangan kirinya memegang tombak pendek
warisan ayahnya- Ia pikir juga; “Biar bagaimana, mesti aku dapat menikam dia
dua lubang a sa s”
Ketika itu lagi banyak orang, maka kagetlah
mereka itu menampak si anak muda lompat turun dari jendela dengan menghunus
senjata, sedang tadinya mereka berkumpul untuk menonton karena mendengar suara
ribut disusul dengan lompat turunnya dua orang.
Kwee Ceng, setibanya ia di
bauiah tidak melihat Oey Yok Su dan Khu Cie Kie. Ia melepaskan pedang pendek, ia
menanya seorang tua di dekatnya ke mana perginya itu dua orang yang barusan
turun dari lauiteng.
Orang tua itu kaget dan ketakutan. Ia salah
menduga. “Ampun, hoohan,” katanya-
“Aku tidak tahu urusan mereka itu a Sa S”
“Sebenarnya mereka Pergi ke mana?” Kwee Ceng
tanya pula.
Orang tua itu makin ketakutan, ia minta-minta
ampun, sudah lama si anak muda tinggal di gurun pasir, sekarang pun hatinya
lagi tegang, maka itu suaranya menjadi keras luar biasa. Saking sebal, si anak
muda menolak si empeh, ia pergi mencari, tapi tanpa hasilnya, maka ia naik pula
ke lauwteng rumah makan. Dari sini ia memandang ke telaga, maka terlihatlah olehnya
sebuah perahu kecil, yang memuat Cie Kie dan Yok Su,
yang tengah menuju ke Yan Ie Lauw. Khu Cie Kie duduk di
buntut perahu di mana dia mengayuh.
“Tentu mereka berdua pergi ke Yan Ie iauui
untuk bertempur mati dan hidup,” pikir Kwee
Ceng.” Meskipun Khu
Totiang lihay, mana dia sanggup
melawan itu bangsat tua?”
Maka ia lantas mengambil putusan, ia lari
turun dari lauwteng, lari ke tepi telaga, untuk menyambar sebuah perahu kecil,
yang ia terus kayuh ke arah Yan Ie Lauw juga, menyusul dua orang itu.
Adalah maksudnya si anak muda untuk dapat
menyandak, di luar tahunya lantaran ia menggunakan tenaga terlalu besar,
pengayuhnya patah sendirinya. Terpaksa ia memakai selembar papan sebagai
pengganti Pengayuh itu, maka sekarang Perahunya laju ayal sekali. Dengan lantas
ia
ketinggalan jauh, lalu ia kehilangan mereka.
Ia mengayuh terus. Ketika ia akhirnya tiba di darat, ia
menyesal. Di saat seperti itu, ia dapat mengendalikan diri-
“Aku mesti sabar,” demikian pikirnya- Ia
bertindak ke arah iauwteng- Ketika ia sudah datang dekat, ia mendengar di
belakang situ suara senjata beradu, suara sambar menyambarnya angin serta
bentakan berulang-ulang. Kalau orang bertempur, itu mestinya
bukan cuma Khu Cie Kie dan Oey Yok
Su.
Sesudah melihat ke sekitarnya, dengan berindap-indap
si anak muda bertindak
masuk ke lauwteng. Di
bagian bawah ia tidak melihat seorang juga, maka ia lantas naik di
tangga-Segera ia melihat seorang lagi menyender di jendela, mulutnya menggayam
hingga terdengar suara menggayamnya itu.
Ia menjadi heran.
“Suhu!” ia memanggil seraya menghampirkan.
Orang itu benar Ang Cit Kong. Dia mengasih lihat roman
sungguh-sungguh, tangannya menunjuk ke bawah jendela- Dengan lain tangannya ia mengangkat
sepaha kambing untuk digerogoti.
Kwee Ceng lari ke tepi jendela,
untuk melongok. Ia lantas melihat satu permandangan yang mengherankan ia.
Oey Yok Su lagi bertempur, dia
dikurung oleh enam anggota dari Coan Gin Pay.
Menyaksikan pemilik Tho Hoa To itu dikepung,
pemuda ini merasa lega juga. Ia hanya kaget ketika ia melihat di situ pun ada
gurunya yang nomor satu, guru itu lagi menyerang dengan tongkatnya, di
belakangnya ada In Cie Peng. Dia ini berdiri membelakangi, tangannya memegang
pedang, dia tidak turut berkelahi.
“Heran, kenapa toasuhu ada di sini?”
Kwee Ceng tidak usah menanti
lama, lantas ia mengetahui Coan Cin Liok Cu lagi berkelahi dengan mengatur
barisannya yang istimewa, ialah Thian K0ng Pak Tauw Tin- Hanya karena Tam Cie
Toan telah meninggal dunia, dia digantikan Kwa Tin Ok, yang mengambil kedudukan
thain-soan- Sebab ketua Kanglam
Cit Koay
ini cacat matanya, ia ditunjang oleh In Cie Peng supaya ia tidak usah
mengkhawatirkan serangan dari belakang.
Demikian Oey Yok Su dikurung. Ketika pertempuran di Gu-kee-cun,
cuma dua orang Goan Gin Pay yang menggunai pedang, yang lainnya bertangan kosong,
tetapi sekarang mereka, bertujuh sama Kwa Tin Ok atau berdelapan sama In Cie Peng,
semuanya bersenjatakan pedang. Yok
Su tetap bertangan kosong, hebat
ia diserang hingga nampaknya ia tidak bisa melakukan penyerangan membalas,
bahkan membela diri pun kewalahan- Melihat demikian, Kwee Ceng
kata dalam hatinya; “Biar kau sangat lihay, hari ini kau tidak bakal dapat
lolos lagi!”
Disaat ia terdesak itu, mendadak terlihat Oey Yok
Su menekuk kaki kiri dan kaki kanan
menyambar, menyapu kaki lawannya semua. Rengkasan itu sangat berbahaya. Dengan
serentak, delapan lawan itu berlompat mundur tiga tindak-
“Bagusi” Kwee Ceng
berseru dengan Pujiannya-
Rengkasan itu dilakukan sambil berputar,
maka itu semua musuh mesti menyingkir dengan hampir berbareng.
Habis menyerang, Oey Yok Su mengangkat kepala sambil mengulapkan
tangan ke atas lauwteng kepada Ang Cit Kong
berdua Kwee Ceng, tandanya ia senang dengan pujian si
anak muda.
Menyaksikan sikap orang itu, Kwee Ceng
kagum. Walaupun terdesak, tocu dari Tho Hoa To itu tetap tenang dan napasnya
juga tidak memburu. Ia pun heran. Dari heran, ia menjadi bercuriga. Bukankah Oey Yok Su tengah berakal muslihat?
Selang sekian lama, datanglah ketika yang
mendebarkan hati- Mendadak tangannya ketua Tho Hoa To itu menyambar ke
embun-embunannya Tiang
Seng Cu
Lauw Cie
Hian. Kalau serangan itu mengenai
sasarannya, pecahlah batok kepalanya si imam yang nomor tiga itu. Dengan itu
pun teranglah Oey
Yok Su
sudah memulai dengan serangan membalasnya.
Oey Yok su menyerang dengan
dua tangannya berbareng- Seharusnya
LaUui Cie
Hian tidak boleh menangkis, ia mestinya ditolongi oleh Khu Cie Kie di kedudukan Thian-koan dan Kuia Tin
ok di kedudukan thian-soan di pinggir. Apa mau, Hui Thian Pian-hok tidak dapat
melihat, dia Cuma mengandali kupingnya, maka ketika ia menyerang dari kiri ia
terlambat, ia kena didului Khu
Cie Kie.
Dengan begitu, Oey
Yok Su
jadi tidak terancam bahaya. Cie Hian melihat ancaman
datang, terpaksa ia menjatuhkan diri dengan bergulingan.
Ma Giok dan Ong Cie It
melihat saudaranya itu terancam, mereka maju bersama, menyerang lawannya itu.
Semua gerakan berlaku sangat cepat- Lauw Cie
Hian lolos dari bahaya, tetapi dengan
begitu, Pak Tauw menjadi kacau. Oey Yok
su tertawa terbahak, lantas ia menyerang kepada Ceng Ceng Sanjin Sun Put Jie,
imam yang termuda, hanya begitu ia maju begitu lekas juga ia berlompat mundur,
guna berbalik menyerang Kong Leng Cu Cek Tay Thong.
Serangan itu luar biasa, Sun Put Jie heran,
Cek Tay Thong melengak. Ketika
Ceng Ceng
Sanjin menangkis, untuk terus
menyerang, Oey
Yok Su
sudah keluar dari kepungan dan berdiri diam di tempat dua tombak jaraknya-“Hebat Oey
Yok Su!”
Ang Cit Kong
memuji-“Biar aku Pergi!” berkata Kwee Ceng,
yang terus memutar tubuh, untuk lari turun di tangga.
“Sabar, sabar!” mencegah Cit Kong.
“Semenjak tadi mertuamu itu tidak melakukan Perlawanan, aku sebenarnya
berkhaWatir untuk gurumu yang nomor satu, tetapi sekarang aku melihat dia tidak
ada niatnya mencelakai orang.”
Kwee Ceng kembali ke jendela.
“Kenapa begitu, suhu?”
ia tanya.
“Kalau dia hendak mencelakai orang, barusan
itu si imam kurus seperti kera tidak bakal ketolongan jiwanya, menyahut sang
guru. “Semua imam itu bukannya tandingan dari Oey Lao Shia, bukan
tandingannya!” Ia menggigit daging kambingnya dan mengganyam, lalu menambahkan.
“Ketika mertuamu dan Kim
Coa Long-kun
belum datang, aku melihat beberapa imam itu serta gurumu mengatur barisan,
agaknya mereka masih menantikan satu orang guna membantui gurumu itu, agar tiga
orang bersama menjaga garis thian-soan.
Entah kenapa, sampai sekarang orang itu tetap
tidak muncul-Sekarang garis tnian-soan dijaga hanya
dua orang, tak cukup itu guna bertahan dari
mertuamu itu a Sa S” Dia bukannya mertuaku I” kata Kwee Ceng
sengit. Eh!” Cit
Kong heran- “Kenapa bukan mertuamu?!”
Dia! Dia! Hm!”
Bagaimana dengan Yong-jie? Apakah kamu berdua
bercedera?”
inilah tidak ada hubungannya dia, dia telah
membikin mati kelima guruku! Aku bermusuh dengannya, dalamnya bagaikan lautan!”
Cit Kong heran hingga ia
berjingrak. “Benarkah?” dia menegasi.
Kwee Ceng tidak mendengar
pertanyaan itu, ia lagi menumpieki perhatiannya kepada pertempuran di bauiah.
Oey Yok Su menggunai Pek Khong
Ciang, ilmu silat Menyerang Udara Kosong,
anginnya itu seperti menderu-deru, ia membuatnya semua musuhnya tidak bisa
dating dekat. Tapi
Pak
Tauui Tin telah diatur rapi pula. ia tidak
bisa lantas membebaskan diri seanteronya.
Hanya terpisahnya mereka sedikit jauh. Dengan
begitu,
selagi pedang C0an Cin Cit Cu tidak sampai
kepada lawan, sebaliknya pihak lawan, kalau dia menghendakinya, dia dapat
berlompat mendekati.
“Ah, kiranya begitu?” kata Cit Kong
tiba-tiba-”Apa suhu?”
‘oey Yok Su sengaja memancing Cit Cu
menggunai barisannya itu, untuk ia memahami sifatnya,” menyahut sang guru. “Itulah sebabnya kenapa ia berayal menurunkan tangan. Ia hendak memperkecil
garis.”
Cit Kong telah kehilangan
ilmu silatnya tetapi tidak pikiran atau Pandangannya yang tajam. Benarlah,
makin lama kalangannya Coan Cin Cit Cu
makin rapat, makin rapat, hingga ada
membahayakan mereka sendiri kalau mereka menggeraki pedangnya masing-masing. Pernah Lauw Cie
Hian, Khu Cie Kie,
Ong Cie It dan Cek Tay Th0ng menyerang berbareng, tempo Oey Yok Su berkelit, hampir mereka saling menikam
sendiri.
Hatinya Kwee Ceng menjadi tegang pula,
ia cemas. Ia mengerti, begitu lekas Oey Yok Su turun tangan, gurunya yang nomor satu
itu bisa menjadi korban yang pertama. Ia berada jauh, mana bisa ia menolong?
“Biarlah teecu turun!” katanya seraya terus
ia lari turun Pula-
Hanya ketika ia mulai mendekati
kalangan pertempuran itu, di antara mereka itu terlihat pula perubahan.
Oey Yok Su maju dengan tetap ke
arah kiri dari Ma Giok, ia seperti memisahkan diri nampaknya hendak ia
mengangkat kaki.
Menampak demikian, Kwee Ceng
lantas bersiap sedia, asal tocu dari Tho Hoa To itu berlompat menyingkir,
hendak ia menyerang dengan Pedang pendeknya.
Tiba-tiba terdengar suitannya Ong Cie It,
lalu bersama Cek Tay Thong dan SUn Put Jie, dia bergerak dari kiri dengan
begitu, mereka tetap mengurung lawannya yang tangguh dan lihay itu.
Oey Yok Su mencoba hingga tiga
kali, tidak bisa dia mendekati Ma Giok- Ada saja, Khu Cie Kie atau Ong Cie It atau Cek Tay Thong
berempat, yang mengganggu padanya, yang melindungi Ma Giok» ketua dari Coan Cin
Pay itu-Setelah percobaan Oey
Yok Su
yang keempat kali, Kwee
Ceng pun sadar, hingga ia berseru
di dalam hatinya: “Ah, benar! Dia hendak merampas kedudukan bintang utara
Pak-kek-chee!”
Bintang Pak-kek-chee berada di utara di
tengah sekali, sedang barisan Pak Tauw Tin itu
berpokok pada bintang utara itu (Pak Tayui).
Setelah Oey Yok Su menginsyafi
sifatnya tin atau barisan lawan itu, ia
memusatkan perhatiannya kepada garis tengah itu. Ia mengerti, asal ia bisa
merangsak tengah, tin akan pecah, atau kalau tidak, ia akan bertahan di situ,
hingga ia tidak dapat dikalahkan.
Juga Ma Giok semua dapat menerka maksud
lawan, mereka menjadi cemas hati.
Coba Tam Cie Toan masih hidup, mereka tidak
usah terlalu berkhawatir, mereka tidak nanti membiarkan lawan merangsak ke
utara itu, sekarang tidaklah demikian, di sebabkan lemahnya Kwa Tin Ok meskipun
Tin Ok dibantu in Cie
Peng. Tin Ok bercacad dan Cie Peng
lemah, sudah begitu, keduanya masih asing dengan tin itu.
juga kawanan Coan Cin Pay ini telah melihat Kwee Ceng.
Mereka menduga setiap waktu Kwee
Ceng bakal membantui mertuanya
itu. Maka itu, mereka bingung. Mereka menantikan saat orang, guna mengambil
tempatnya Tin Ok di garis thian-soan itu akan tetapi orang yang dinanti-nanti
belum juga kunjung tiba. Mereka percaya, asal orang itu datang, garis
thian-soan bakal jadi kuat sekali-
Sembari berkelahi oey Yok Su
kata sambil tertawa: “Sungguh aku tidak menyangka, murid-muridnya Ong Tiong
Yang ada begini tidak tahu selatan!”
Kata-kata ini dibarengi rangsakan kepada Sun
put Jie, yang diserang saling susul hingga tiga kali, hingga imam itu repot. Ma Giok
bersama Cek Tay Thong segera maju membantui, guna menolongi.
Oey Yok Su berkelit, setelah
pedang kedua orang itu lolos, ia maju pula. Lagi tiga kali beruntun ia
menyerang Sun put Jie. Hebat serangannya itu, sekalipun Ong Ti0ng Yang atau Cit Kong
sembuh, sulit untuk melayani itu-Karena itu, Sun Put Jie terpaksa hanya membela
diri. Atas itu, Oey
Yok Su
mengubah siasatnya, ialah lantas ia menyerang di bawah, kedua kakinva bekerja
bergantian enam kali menyapu kaki lawannya itu. Jadiberuntun tocu Tho Hoa To
itu sudah menggunai ilmu silatnya tangan kosong “Lok Eng Ciang”
dan tendangan “Sauw Yap Twie”.
Ma Giok beramai menjadi
bingung. Serangan-serangan itu membahayakan Sun Put Jie- Pula, dengan Kwa Tin
Ok tidak dapat melihat, mereka jadi bergerak lambat. Hebat akibatnya kalau Pak
Tauw Tin kacau. Sebaliknya
Oey Yok
Su ia tidak mengambil mumat apa
yang dipikir lawan, ia merangsak terus. Mendadak ia tertawa panjang dan
tubuhnya melesat, terus terdengar jeritan yang keras dari satu orang yang
tubuhnya terlempar ke ujung Yan Ie Lauw.
Itulah in Cie Peng,
yang punggungnya kena disambar, hingga tanpa berdaya, tubuhnya kena dilemparkan
Oey Yok Su.
Setelah itu, tanpa menanti ketika, jago Tho Hoa To ini maju ke arah Ma Giok. Ia
Percaya ia bakal berhasil. Tidak tahunya, imam itu tidak berkisar dari
kedudukannya, malah dengan pedangnya dia membalas menikam ke alis.
“Bagus!” berseru Yok Su
dengan pujiannya sambil ia berkelit. “Tidak kecewa kau menjadi murid kepala
dari coan Cin Pay!”
Meski juga ia memuji, Oey Yok Su tidak menghentikan gerakannya. Mendadak
ia menendang Cek Tay Thong hingga imam itu terguling, pedangnya terlepas, maka
ia menubruk pedang itu, untuk dipakai menikam lawannya yang roboh itu.
Layui Cie Hian kaget, ia lantas
menangkis guna menolongi saudaranya itu.
Oey Yok Su melihat datangnya
bantuan untuk Tay Thong, ia tertawa, sembari tertawa, pedangnya dipakai
menangkis Cie
Hian- Dengan
begitu bentroklah kedua senjata itu- Yang hebat ialah kedua-duanya pedang patah
sambil
mengasih dengan suara keras.
Bagaikan bayangan berkelebat gesit sekali
tocu dari Tho Hoa To merangsak ke arah Pak-kek-chee.
Sejenak itu, kacaulah pak Tauw Tin. Coan Cin
Cit Cu mengeluh saking berdukanya.
Ma Giok menghela napas
panjang, hendak ia melemparkan pedangnya, guna menyerah kalah. justru itu satu
bayangan berkelebat di antara mereka, lantas digaris utara itu tambah satu
orang - itulah Kwee Ceng!
Khu Cie Kie menjadi girang
sekali. Ia telah menyaksikannya di Cui Sian Lauw di mana mertua dan menantunya
itu bertempur mati-matian.
Ma Giok dan Ong Cie It juga
lantas mengenali si anak muda, yang mereka tahu adalah seorang jujur, maka
mereka percaya, anak muda itu tentunya bakal membantui mertuanya itu- Habislah
Cian Cin Cit Cu - atau Coan Cit Liok Cu -kalau mertua dan mantu bekerja sama. Tentang Kuia
Tin Ok
tidak dikhawatirkan, sebab tidak nanti Kwee Ceng
mencelakai gurunya itu. Tapi selagi mereka itu berkhawatir dan berputus asa,
lantas mereka menampak kenyataan yang luar biasa. Kwee Ceng
bukannya membantui mertuanya, ia justru menempur mertuanya itu!
Oey Yok Su percaya ia bakal
dapat mengacau Pak Tauw Tin dan memecahnya, supaya dengan begitu Coan Cin Pay
menyerah dan minta-minta ampun, maka heran ia atas datangnya bala bantuan
kepada musuhnya itu, tidak menanti sampai ia memutar tubuh, ia segera menyerang
ke belakang, ke arah dada, dengan pukulan Pek Khong
Ciang. Serangan ini dihalau orang
tanpa orang itu berkelit, cuma tangan kirinya dipakai menangkis. Ia terkejut-“Cuma beberapa orang saja yang dapat menangkis seranganku
semacam ini,”
pikirnya. “Siapakah dia?” Maka ia segera
menoleh, akan mengenali Kwee
Ceng, hingga ia menjadi mendongkol
berbareng menyesal. Dengan penasaran, ia menyerang pula,
beruntun tiga kali. Ia
tahu tanpa dapat mengundurkan si anak muda, ia terancam bahaya terkepung, ia
menyerang dengan tiap pukulannya bertambah hebat, tetapi tiga”tiga kalinya, serangannya
itu dapat dihindarkan. Untuk keempat kalinya, ia menyerang pula, dengan siasat
berPura-pura dan benar-benar. Siasat ini dapat membingungkan lawan.
Kwee Ceng tidak kena diakali,
ia menjaga diri, ia tidak menyerang – Pedangnya menjaga dada, tangan kirinya
melindungi perut.
Oey Yok Su menjadi heran.
“Terang bocah ini mengenal baik sifat Pak
Tamu Tin,” pikirnya. “Dia tahu bagaimana harus membelai atau memukul pecah a Sa
S Lihatlah, dan tidak berkisar dari Pak-kek-chee! Rupanya dia telah diminta bantuannya untuk menentang aku “
Dugaan pemilik Tho Hoa To ini benar separuh,
salah separuh. Benar ialah karena Kwee Ceng
memang mengerti baik barisan pak Tauui Tin itu, hanya itu didapat bukan dari
pengajarannya Coan Cin Cit Cu tetapi dari kitab Kiu Im Cin-keng. Dia salah
menduga, sebab Kwee
Ceng bukan diminta bantuannya oleh
Coan Cin Pay hanya dia bertindak atas kehendak sendiri. Tidak saja di situ ada
Tin Ok, dia pun telah dianggap si anak muda sebagai musunnya, karena dipercaya
dialah yang membinasakan Cu
Cong berlima.
Hanya karena mengetahui lawannya lihay, Kwee Ceng
mengambil sikap membela diri, sama sekali anak muda ini tidak mengambil mumat
orang menyerang benar-benar atau menggertak saja.
Akhirnya Oey Yok Su mengeluh sendirinya:
“Anak ini tidak tahu maju atau mundur,”
pikirnya. “Hm! Biarlah, biar aku disesalkan
Yong-jie, mesti aku hajar dia, sebab kalau
tidak, tidak nanti aku daPat lolos dari tin ini!” Ia pun lantas bergerak,
tenaganya dikerahkan di kedua tangannya. Tepat di saat
ia hendak menyerang, ia berpikir; “Kalau dia
tetap berdiri diam dan tidak menyingkir, dia bakal terluka parah, kalau dia
sampai kenapa~napa, mana Yong-jie mau mengerti?”
Kwee Ceng telah melihat gerakan
lawannya yang tangguh itu, akan tetapi ia tidak mau berkisar dari tempat
jagaannya itu- Ia menggertak gigi. ia
menangkis dengan jurusan “Kian Liong Cay
Thian”, atau “Melihat naga di sawah”.
Dengan Hang Liong Sip-pat Ciang hendak ia
bertahan, agar Pak Tauw Tin dapat dilindungi.
Dengan mendadak, Oey Yok Su menunda serangannya itu.
“Bocah tolol, lekas menyingkir?” ia
membentak. “Mengapa kau menentang aku?”
Kwee Ceng bersiap dengan
pedangnya, ia mengawasi dengan tajam. Ia takut jago itu
menggunai akal. Ia
tidak menyahuti.
Pihak Khu Cie Kie sudah lantas memperkokoh lagi barisannya. “Di mana Yong-jie?”
0ey Yok Su tanya.
Kwee Ceng berdiam, matanya
merah bagaikan api, romannya bengis.
Yok Su he^an. Ia lantas mau
menduga telah terjadi sesuatu kepada putrinya-“Kau perbuat apa atas Yong-jie?”
ia membentak, ia mulai berkhawatir. “Lekas bilang!”
Masih si anak muda
berdiam, hanya tangannya yang mencekal pedang bergemetar. Oey Yok
Su terus mengawasi dengan tajam, maka
heranlah ia.
Ia menjadi curiga. “Kenapa tanganmu bergemetar?”
ia tanya.
“Kenapa kau tidak mau bicara?”
Kwee Ceng tengah mengingat
kebinasaan hebat dari kelima gurunya di pulau Tho Hoa To, ia lagi menahan hawa
amarahnya, getaran hatinya, maka ia bergemetar.
Oey Yok Su bercuriga berbareng
berkhawatir sekali. Hanya ia berkhawatir, mungkin sebab perebutan di antara
putrinya itu dan putri Mongolia,
si anak muda telah membunuh Yong-jie, anaknya. Dengan menjejak kedua kaki, ia lompat
maju.
Khu Cie Kie melihat gerakan
pemilik Tho Hoa To itu, ia segera menggeraki barisannya. Ong Cie It bersama Cek
Tay Thong menyerang dari kiri dan kanan.
Kwee Ceng tidak menyingkir, ia
cuma berkelit, pedangnya terus ditikamkan. Oey Yok Su pun tidak menyingkir, bahkan dengan
satu tekukan tangan, ia menangkap tangan si anak muda,
guna merampas pedangnya. Tapi ia gagal-
Kecuali pedangnya Ong Cie It mengancam punggungnya, pedang Kwee Ceng pun bisa
diegos, dipakai menikam pula.
Setelah segebrak itu, pertempuran terulang
pula, jauh terlebih hebat daripada yang semula. Selagi Kwee
Ceng panas hatinya, Khu Cie
Kie semua tidak kurang gusarnya.
Mereka ini hendak menuntut balas untuk Ciu Pek Thong dan Tam Cie Toan.
Oey Yok Su merasa bahuia di
sini telah terbit salah mengerti tetapi ia beradat keras dan jumawa, ia tidak
suka mengalah, sedang juga, ia berderajat lebih tua, lebih tinggi. Ia ingin
menghajar mereka itu, supaya mereka menyerah kalah, sampai itu waktu babulah ia
mau memberi keterangan, untuk sekalian memberikan tegurannya. Begitulah,
dua-dua pihak sama kerasnya.
Oey Yok Su ingin mendesak Kwee Ceng,
yang ia berniat membekuknya, guna didengar keterangannya. Kalau benar
dugaannya, Oey
Yong terbinasa di tangan pemuda
ini, hendak ia menghukum picis. Tapi
Kwee Ceng
berjaga diri di garis utara, teguh kedudukannya.
Ketika itu In Cie Peng, yang dilemparkan ke
atas lauwteng Yan Ie Lauw, masih belum dapat merayap bangun, tetapi tanpa dia, Kwee Ceng
tidak menjadi lemah.
Oey Yok Su menghadapi
kesulitan. Kalau ia mendesak Kwee
Ceng, Khu Cie Kie beramai mendesak
padanya- Ingin ia menggempur Khu Cie Kie semua, tetapi malang dengan si anak
muda.
Kapan pertempuran telah berlangsung lima puluh jurus, maka
terlihatlah Oey
Yok su kena terdesak- Kepungan
nampak menjadi ciut-“Tahan!” berseru Ma Giok disaat sangat tegang itu-Seruan
itu ditaati, lima
saudaranya lantas berhenti menyerang.
“Oey Tocu!”
berkata tertua dari Coan Cit Liok Cu. “Kaulah seorang kenamaan dan juga dari
golongan tua, maka itu kami orang-orang dari golongan lebih muda tidak berani
berlaku kurang ajar terhadapmu, kalau toh sekarang kami mengurung padamu,
itulah saking terpaksa. Sekarang aku hendak menanya kau, apa katamu berhubung
dengan hutang darah dari paman kami Ciu Pek Thong dan sutee kami Tam Cie Than?”
Orang yang ditanya tertawa dingin.
“Apa lagi yang hendak diperkatakan?” katanya.
“Lekas kau bunuh Oey
Yok Su,
untuk melindungi namanya Coan Cin Pay! Tidakkah itu bagus? Lihatlah!”
Tahu-tahu tangan kanannya majikan dari Tho
Hoa To ini melayang ke muka Ma Giok!
inilah satu jursu dari Lok Eng Ciang, yang Oey Yok Su sudah melatihnya belasan tahun,
gerak-geriknya sangat gesit, seperti juga tidak dapat terlihat.
Dalam kagetnya, Ma Giok berkelit ke kanan.
Justru ia berkelit, justru itulah kehendaknya Oey Yok Su, yang serangannya mempunyai dua maksud berbareng
benar- benar dan berpura-pura. Maka itu ia bukannya kena ditinju hanya terjambak
dadanya. Asal
Oey Yok
Su mengerahkan tenaganya gempurlah
dadanya itu.
Semua orang terkejut, semua maju untuk
menolongi, tetapi mereka terlambat.
Hanya disaat Ma Giok itu bakal menerima
nasibnya, Oey
Yok Su
tertawa dan jambakannya dilepaskan. Ia pun berkata: “Jikalau dengan caraku ini aku
memukul pecah barisan kamu, tentulah kamu tidak puas! Oey Lao Shia boleh mati
tetapi tidak nanti dia mau menyebabkan tertawanya semua orang gagah di kolong
langit ini! Kawanan imam yang baik, kamu majulah semua!”
Lauw Cie Hian mendongkol, tinjunya
melayang, disusul sama pedangnya Ong Cie It.
Maka itu, bergerak pula Thian Kong Pak Tauw
Tin. Kali ini yang digeraki ialah rintasan yang ketujuhbelas. Setelah Ong Cie
It, serangan mesti disusul Ma
Giok. Hanya setelah Ong Cie It
menikam dia lompat mundur, Ma Giok bukannya menggantikan menyerang, dia malah
lompat mundur juga.
“Tahan! ‘ serunya.
Lagi sekali semUa orang berhenti bergerak.
“Oey Tocu,
aku menghaturkan terima kasih untuk kebaikanmu,” berkata Ma Giok.
“itulah kata-kata bagus dari kau,” jawab yok
su.
“Sebenarnya disaat ini jiwa aku yang rendah
sudah tidak ada,” kata Ma Giok, “Sedang barisan warisan guru kami ini telah
terpecahkan olehmu, dengan begitu sudah seharusnya saja kami menyerah kalah,
kami mesti menyerah terhadap keputusan tocu. Tapi, sakit hati kami tidak dapat
tidak dibalaskan! Oey
Tocu, aku yang rendah, aku
bersedia akan menggorok leherku sendiri untuk menghaturkan terima kasih padamu
a Sa S”
“Sudahlah!” berseru Oey Yok Su, wajahnya guram- “Tidak usah kita
banyak 0mong lagi! Kamu boleh turun tangan! Memang juga, perkara sakit hati sukar
sekali dijelaskannya a Sa S”
Kwee Ceng telah mendengar
semua itu, ia menjadi berpikir; Ma Totiang membilang dia bertempur guna
membalas sakit hati paman guru dan saudara seperguruannya. Apakah artinya itu?
Bukankah Toako Ci Pek Thong masih hidup?
Pula kematiannya Tam Cie
Toan, bukankah itu tidak ada hubungannya Oey Tocu?
Hanya kalau aku menjelaskan semua ini, apabila Coan Cin Liok Cu mengundurkan
diri, hingga tinggal aku berdua guruku, mana sanggup aku melawan dia? Jangan
kata soal sakit hati, buat melindungi jiwa sendiri pun sukar a sa s” Baru ia
berpikir demikian atau segera ia berpikir lain: “jikalau aku menutup mulut,
apakah aku bukannya menjadi si hina dina?
Bukankah semua guruku sering mengajari,
kepala boleh kutung tetapi kejujuran tidak?” Karena ini segera ia mengasih
dengar suaranya yang nyaring; “Ma totiang, paman guru kamu tidak mati! Tam Totiang
pun dibinasakan oleh AuWyang
Hong!”
Belum lagi Oey Yok Su membilang apa-apa, Khu Cie
Kee telah mendahuluinya.
“Apakah kau bilang?” imam itu tanya.
“Toako Ciu Pek Thong tidak mati dan Tam
Totiang dibinasakan Auwyang
Hong,”
Kwee Ceng menjawab seraya
terus ia menjelaskan apa yang ia dengar selama ia sembunyi sembari merawat diri
di kamar rahasia, bagaimana Khiu Cian Jin melepas
cerita burung dan fitnahnya Auwyang
Hong.
Cerita itu luar biasa.
“Apakah kau omong sebenar-benarnya?” Khu Cie
Kee menegaskan.
‘Teecu sangat membenci dia, ingin teecu
menelannya, maka itu apa perlunya teecu membantui dia?” kata Kwee Ceng dengan
sengit sambil ia menuding Oey
Yok Su.
“Kenyataan
ada demikian rupa maka itu teecu tidak dapat
tidak bicara dari hal yang benar.” Oey Yok Su menjadi heran- Sungguh ia tidak
menyangka Kwee
Ceng mau membelai dia-”Kenapa kau
membenci aku sampai begini?” ia tanya
pemuda itu.
“Mana Yong-jie?” Tapi Kuia Tin Ok panas
hatinya.
“Apakah kau tidak tahu perbuatanmu sendiri?”
dia membentak. “Anak
Ceng, biarnya kita kalah mari kita mengadu jiwa kita!” Ia terus menyerang.
Kwee Ceng lantas mengucurkan
air mata. ia mengerti, dengan Perkataannya itu, sikapnya Oey Yok Su sudah berubah sedikit. Tapi di situ ada
gurunya, yang bergusar tak kepalang itu-
“Toasuhu, jiesuhu semua mati secara sangat
menyedihkan a Sa s” katanya-Oey Yok Su menyambar tongkatnya Kwa Tin Ok yang
dihajarkan kepadanya.
“Apa kau bilang?” ia tanya
Kwee Ceng, suaranya keras. “Cu Cong berlima baik-baik berada di Pulauku menjadi tetamu, kenapa mereka
pada mati?”
Kuia Tin Ok tidak menanti jawaban muridnya,
ia membetot tongkatnya. Tetapi tongkat itu tidak bergeming.
“Kau kurang ajar sekali, di depanmu seperti
tidak ada orang yang terlebih tua, kau juga ngoceh tidak karuan, bahkan kau
menggepaki tangan dan kakimu, adakah itu untuk Cu Cong
semua?” Oey Yok Su tanya pula Kwee Ceng.
Matanya si anak muda seperti mau mencelos,
mata itu merah.
“Dengan tanganmu sendiri kau membinasakan
kelima guruku, kau masih hendak berpura-pura tidak tahu?” membentak dia. Dia
mengangkat pedang pendeknya dan menikam-
Oey Yok Su menangkis dengan
tongkatnya Kwa Tin Ok, maka Pedang dan tongkat beradu nyaring, ujung tongkat
somplak.
“Siapakah yang menyaksikan itu?” ia tanya.
“Kelima guruku itu aku yang menguburnya
dengan tanganku sendiri, apakah dengan begini aku masih memfitnah padamu?” Kwee Ceng
balik menanya.
Yok Su tertawa dingin.
Kelakuan anak muda itu membangkitkan hawa amarahnya. Ia memang besar kepala,
tidak Pernah ia suka mengalah.
“Fitnah atau bukan, masa bodoh!” kata pemilik
Tho Hoa To. “Semur hidup Oey Lao Shia suka orang pandang keliru maka itu dengan
hanya membunuh beberapa jiwa, mungkinkah aku menyangkal? Tidak salah, semua
gurumu akulah yang membunuhnya!”
Tepat disaat habisnya ucapan Tong Shia, di
situ terdengar suaranya seorang perempuan: “Bukan, ayah, bukannya kau yang
membunuh mereka! Jangan kau sembarang bertanggung jawab!”
Semua orang terkejut, semua lantas berpaling.
Di sana muncul Oey Yong,
yang orang tak ketahui datangnya sebab mereka terlalu repot bertarung dan mengadu
mulut.
Kwee Ceng melongo. Ia tidak tahu
mesti bergirang atau berduka-Oey
Yok Su
kaget sebentaran, lantas dia sadar- Bukan main girangnya ia menyaksikan putri
tunggalnya tidak kurang suatu apa. Dengan begitu juga lenyap semua
kemendongkolannya kepada Kwee
Ceng. Ia tertawa berkakakkan.
“Anak yang baik, ke mari!”
ia kata. “Ayah sangat
menyayangi kau!”
Sudah banyak hari Oey Yong berduka, sekarang
ia mendengar suara demikian manis, lantas
ia lari kepada ayahnya itu, untuk menubruk,
melepaskan diri dalam rangkulan orang tua itu. Ia menangis-
“Ayah a Sa S” katanya, “Anak tolol itu
membikin kau penasaran, dia pun menghina aku a sa S”
Oey Yok Su merangkul putrinya
itu, ia tidak gusar, malah ia tertawa-“Oey Lao Shia pergi, dia Pergi ke mana
dia suka, dia bikin apa dia mau!” katanya.
“Untukku, selama beberapa
puluh tahun, pengalamanku luar biasa! Mereka yang tidak ketahui apa-apa, semua
menimpahkan kesalahan di atas kepala ayahmu, maka kalau itu ditambah lagi sama
beberapa fitnah, apakah artinya itu? Lima
anggota dari Kanglam
Cit Koay
itu musuh besar dari kakakmu seperguruan, memang aku yang telah membinasakan mereka!”
“Bukan, bukan!” berteriak Oey Yong
cepat. “Aku tahu betul, bukannya ayah yang
membunuh mereka itu!”
Oey Yok Su bersenyum.
“Si tolol itu sangat besar nyalinya, dia
berani menghina anakku yang baik!” ia berkata.
“Kau lihat ayahmu membereskan dia!”
Benar seperti perkataannya, pemilik jho Hoa jo
itu lantas bekerja, sebat seperti tadi ia mencekuk Ma Giok.
Kwee Ceng tengah memikirkan
pembicaraannya ayah dan anak itu tahu~tahu pipinya yang kiri kena ditampar,
nyaring hingga ia merasakan pipinya itu panas. Ia mau mengangkat tangannya,
guna menangkis, atau orang telah menarik pulang tangannya itu, untuk dipakai
mengusap-usap rambut indah dari putrinya. Ia menjadi bingung, tidak tahu ia
mesti menyerang terus atau bagaimana. Tamparan itu keras suaranya tetapi tidak
terlalu sakit.
Kuia Tin Ok kaget- Ia tahu muridnya dihajar
tetapi ia tidak melihat itu.
“Anak Ceng
bagaimana?” ia lantas menanya-“Tidak apa-apa,” menyahut sang murid-“Kau jangan
dengari ocehannya siluman serta anak silumannya!” kata pula Tin Ok.
“Aku telah mendengarnya sendiri keterangan
soe-suhu kau bahwa dia melihatnya sendiri bangsat tua itu membunuh jiesuhumu
dan memaksakan kematiannya Cit a sa s”
Kwee Ceng tidak menanti
habisnya perkataan gurunya itu, ia menerjang kepada Oey Y0k su, sedang Tin Ok
turut menyerang dengan tongkatnya.
Oey Yok Su melihat datangnya
serangan, ia melepaskan anaknya, sambil berkelit dari sepangan Kwee Ceng, ia
maju untuk menanggapi tongkat si jago yang buta.
Kali ini Kuia Tin Ok sudah bersedia,
tongkatnya itu tidak kena dirampas, maka itu berdua muridnya itu, ia menyerang
terus, hingga mereka jadi berkelahi bertiga.
Kwee Ceng telah menemui banyak
orang lihay, yang memberikan ia pelajaran, akan tetapi untuk melayani Oey Yok Su, ia
masih kalah jauh, meski ia dibantu Kuia Tin Ok, ia masih tidak bisa berbuat
banyak. Baru tigapuluh jurus ia dan gurunya itu sudah terdesak.
Khu Cie Kie semua berdiam sejak tadi. Mereka dibikin bingung dengan keterangannya Kwee Ceng
itu- Belum mereka bisa berpikir, mereka melihat orang bertempur, maka yang pertama
dipikir mereka ialah; “Tadi
Coan Cin
pay terancam bahaya, mereka guru dan murid membantui, maka sekarang sekali
mereka terdesak apa kami mesti berdiam saja? Biarlah urusan Ciu Susiok,
dia benar masih hidup atau sudah mati, baiklah Oey Yok Su ini dibikin tunduk dulu!” Maka
ia mengangkat pedangnya dan berseru: “Kwa
Tayhiap, kembalilah ke kedudukanmu!”
Baru itu waktu, In Cie peng merayap bangun
untuk turun dapi lauwteng. ia kaget dan terbanting keras tetapi tidak teriuka
Parah, cuma mukanya
bengap dan matang biru- Ia lantas kembali ke
belakang Tin Ok dengan pedang terhunus.
Lagi sekali Oey Yok Su terkurung, hingga ia menjadi sangat
gusar.
“Tadinya cuma salah mengerti, masih ada
alasan kenapa orang menyerang aku,” pikirnya, “Sekarang setelah si bocah
bicara, kawanan bulu campur aduk ini masih mengepung aku! Apakah mereka kira
Oey Lao Shia takut membunuh orang?”
Maka ia lantas merangsak ke arah Kwa Tin Ok- Oey Yong
berkhawatir melihat air muka ayahnya. Ia tahu kalau
ayah itu sudah gusar, dia benar-benar tidak mengenal kasihan-
Ong Cie It bersama Ma Giok lantas menghadang
di depan tertua Cit
Koay itu.
Kwa Tin Ok mendongkol sekali, ia menyerang si
nona sambil mendamprat: “Manusia hina jahat yang tidak berampun, siluman
perempuan!”
Oey Yong menjadi sangat
gusar-
“He, tua bangka, beranikah kau mencaci pula
padaku?” ia berseru.
Untuk Kangiam Cit
Koay, memaki bukan pekerjaan sukar, maka
itu Tin Ok mengulangi dampratannya- Untuk Oey
Yong, itulah hal langka- Ia tidak bisa
mencaci orang, maka
sambil berludah, ia kata; “Cis! Tak malukah
kau menjadi guru orang sedang mulutmu begini kotor?”
Tapi Kuia Tin Ok kata; “Aku bicara baik-baik
sama orang baik, aku bicara kotor sama manusia hina dinai” Oey Yong
habis sabar, ia segera menyerang.
Tin Ok mengetahui datangnya serangan, ia
menangkis, tetapi ia belum kenal l_ek-tiok-thung yang luar biasa itu, begitu
kedua tongkat beradu,
tongkatnya lantas seperti ditempel, tongkat
itu kena diputar sekehendak nona, ia seperti kehilangan kendali- Ia berdiam di
garis thian-soan,
dengan ia kena dipengaruhi si nona, Pak Tauui
Tin menjadi macet.
Khu Cie Kie lantas menyerang si
nona, punggung siapa ia arah, dengan begitu ia hendak membebaskan Tin Ok. Si nona tidak menghiraukan serangan itu. Ia mengandal pada baju lapisnya.
Ketika ujung Pedangnya hampir mengenai
sasarannya, imam dari Coan Cin Pay itu berpikir. Ia ingat kepada derajatnya yang tinggi, maka mana dapat ia melayani seorang
bocah. Karena
ini, Pedangnya tidak diteruskan menikam.
Justru ketika yang baik itu digunai Oey Yong,
maka dengan satu sontekan, ia membuatnya tongkat Tin Ok terlepas dari cekalan,
mental tinggi, nyemplung ke Lam Ouui, Telaga Selatan!
Khu Cie Kie khawatir si nona
nanti menyerang terus kepada tertua Kanglam cit Koay it, ia lompat untuk
menghalang. Sementara itu ia heran atas lihaynya si nona, ilmu tongkat siapa ia
tidak kenal-Kwee Ceng juga melihat gurunya terancam, ia ber seru: “Suhu,
silahkan mengaso, aku nanti menggantikan kaul” Dan
ia lompat ke garis thian-soan itu. Begitu ia bertindak, begitu tin menjadi
hidup pula, bahkan ke dudukan thian-soan ini lantas menggantikan kedudukan
thian-kie.
0ey Y0k Su kembali terdesak. Biar ia dibantu
gadisnya, ia tidak bisa berbuat banyak.
Ia belum bisa menyelami arti atau sipatnya Thian Kong
Pak
Tauw Tin itu. Syukur untuknya, di antara
lawannya itu cuma Kwee
Ceng yang paling hebat, hingga ia
seperti harus melayani satu orang saja.
Hanya sulitnya untuknya, ia tidak berniat
mencelakai anak muda itu.
Oey Yong mendapat lihat Kwee Ceng
berkelahi hebat sekali dan air muka orang juga guram, Pemuda itu seperti
dikurung sinar pembunuhan, ia terkejut. Belum pernah ia menyaksikan perubahan
air muka semacam itu. Karena ini, ia maju ke depan ayahnya, ia kata pada itu
anak muda; “Kau bunuhlah aku lebih duluj”
“Minggir!” membentak si anak muda,
bentakannya keras, romannya bengis.
Oey Yong heran hingga ia
tercengang. Pikirnya; “Kenapa kau bicara begini rupa terhadapku?”
Kwee Ceng maju terus, ia
menolak tubuh si nona untuk dikepinggirkan, habis mana, ia terus merangsak Oey Yok
Su.
Disaat tegang itu, di belakang mereka yang
lagi bertarung itu terdengar suara tertawa terbahak disusul kata-kata nyaring;
“Saudara Yok, jangan berduka, mari
saudaramu membantu Padamu’”
Suara itu tajam, untuk kuping tak sedap
terdengarnya.
Orang semua heran, tetapi mereka tidak lantas
menoleh, sesudah Oey
Yok su terdorong. Cie Kie
semua baru berpaling. Maka mereka melihat di tepian telaga ada lima atau enam orang dengan satu diantaranya
Panjang kaki dan tangannya, sebab dialah See Tok Auwyang Hong, si Bisa dari Barat.
Coan cin Cit Cu
lantas bertindak, sedang Khu Cie Kie kata kepada Kwee Ceng;
“Anak Ceng,
mari kita membikin perhitungan pada
See Tok dulu! 1 Ia mengulapkan pedangnya, terus ia lompat, guna mencoba
mengurung Auwyang Hong.
Ketika itu Kwee Ceng tengah memperhatikan Oey Yok
su, ia sampai mendengar suaranya Khu
Cie Kie, ia terus menerjang
ayahnya Oey yong itu, bahkan sebentar saja, mereka sudah bertempur lima enam jurus, hebat
pertempuran mereka.
Beberapa kali mereka sama-sama maju pula,
kembali mereka mundur lagi.
Khu Cie Kie berenam sudah
mengatur barisannya, ketika ia melihat ke arah Kuia Tin Ok, orang buta itu lagi
memasang kuping, guna mendengar suara pertempurannya Kwee Ceng.
Tin Ok bersedia akan berlompat menubruk Oey Y0k Su, guna memeluk keras-keras,
agar muridnya bisa membinasakan musuh ini, untuk itu ia bersedia mengorbankan
dirinya.
Menampak demikian, Khu Cie Kie memerintahkan In Cie Peng menggantikan
Tin ok mengambil kedudukan thian-soan.
Ruuiyang Hong juga telah bersiap-
Ia berjongkok dengan sikap ilmu kodoknya, tangan kanannya memegang tongkatnya.
Sebagaimana biasanya, ia berlaku tenang, tidak mau ia lancang bergerak. Ia pula
memangnya rada jeri untuk barisan Pak
Tauw Tin dari Coan Cin Pay itu. Adalah setelah Khu Cie Kie bergerak, terpaksa ia melayani. Ia
bermata jeli, segera ia merasa kelemahan tin itu ada di pihak In Cie Peng, maka
ia memasang mata ke garis thian-soan itu.
Oey Yong menaruh diri di
antara Kuia Tin ok dan ayahnya serta Kwee Ceng yang lagi bertempur itu, ia
masgul-
“Tahan dulu!” ia berseru. “Dengar
perkataanku!”
Kwee Ceng tidak memperdulikan
itu, ia menyerang terus, tetap hebat. Sikapnya ini membikin hilang sabarnya Oey Yok
Su, dari bergerak dengan setengah
hati, ia mulai menggunai tenaganya.
Di pihak Auwyang Hong,
si Bisa dari Barat itu lagi mencoba mendesak Coan Cin Cit Cu, saban-saban ia
mengasih dengar suaranya berkerak kerok mirip kodok- Itu artinya, bahaya tengah
mengancam.
Si nona menjadi bingung- Kalau dua-dua
ayahnya dan Auwyang
Hong sudah turun tangan
benar-benar, itulah akan hebat akibatnya. Ketika ia
berpaling ke Van Ie Lauw, di sana Ang Cit Kong masih duduk meioneng, menonton pertempuran
itu.
“Suhu, suhu!” ia lantas memanggil- “Suhu,
tolong kau bicara!”
Sebenarnya, Cit Kong
pun berkhawatir. Kalau ia masih gagah, ia tentu sudah maju sama tengah. Maka ia menonton
saja, sampai ia mendengar suara
si nona. Ia lantas berpikir; “Asal 0ey |_ao Shia masih suka memandang aku, inilah
gampang.”
Dengan menekan loneng, Pak Kay
lantas menurunkan diri. ia terus berseru; “Tuan-tuan, tahan! Aku si pengemis
tua hendak bicara!”
Kiu Cie Sin Kay kesohor sekali, melihat datangnya orang
lantas berhenti berkelahi.
Tapi yang berkhawatir sekali ialah Auwyang Hong,
hingga
dia berkata di dalam hatinya: “Kenapa
kepandaiannya si pengemis tua dapat pulih kembali?”
See Tok tidak ketahui, dengan dapat bantuan
Kiu Im Cin-keng menurut keterangannya Kwee Ceng,
Ang Cit Kong
memperoleh sedikit kefaedahannya, jalan darahnya mulai lurus sendirinya, di
dalam ilmu ringan tubuh, kepandaiannya itu sudah pulih lima atau enam bagian. Cuma dalam ilmu silat,
semua kepandaiannya itu masih terhilang, ia mirip orang yang tidak mengerti
silat sama sekali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar