BAB
57
“Kau bukannya lawan dari Khiu Cianpwee, kau
minggir!” berkata Kwee Ceng, yang sembari berkata telah menggenjot tubuhnya
untuk berlompat, maka juga sebelah kakinya bisa mendupak pundak si pengemis.
Tendangan
ini sama pengaruhnya seperti hajaran pada kempolan tadi. Tenaga si anak muda
tersalurkan ke kedua tangannya Khiu Cian Jin, tidak peduli tadi tangannya
panas, ia ini merasakan sakit pada telapakan tangannya itu, maka tanpa merasa,
cekalannya menajdi kendor dan terlepas sendirinya.
Loe
You Kiak pun merasakan ia tak terpegang keras lagi, ia lantas menggunai
tenaganya membarengi berontak sambil berlompat mundur. Tapi karena ia telah
tercekal keras dan kepalanya masih terasakan pusing, kedua kakinya seperti
tidak bertenaga, ia roboh sendirinya.
Khiu Cian Jin terperanjat menyaksikan
kepandaian Kwee
Ceng itu. Ia mengetahui ilmu yang
disebutkan “Kek san ta gu”, atau ” Memukul kerbau diantara gunung”. Ilmu itu ia cuma mendapat dengar, sekarang ia membuktikannya sendiri. Ia pun heran akan
melihat seorang bocah, yang ia tidak kenal. Karena ini ia menyiapkan tenaga di
kedua tangannya, ia mengawasi pemuda itu. ia tidak berani sembarang menyerang
meski sebenarnya ia mendongkol.
Sementara itu kegaduhan terbit di antara kaum pengemis.
Mereka itu tidak tahu apa yang terjadi dengan Lou Yoe Kiak, mereka menyangka
Kwee Ceng menyerang orang hingga roboh, pingsan atau terbinasa, maka itu dengan
suara riuh mereka maju dengan niatan menyerang si anak muda. Mereka juga heran
yang anak muda itu yang teringkus sekian lama, mendadak dapat membebaskan diri.
Semenjak ia melihat bintang Pak Tauw, Kwee Ceng telah
mengumpul semangatnya. Ia memperhatikan gerak-geriknya rahasia dari Coan Cin
Cit Cu, ia gabung dengan sarinya Kiu Im Cin-keng, yang ia telah paham betul,
maka itu, ia tidak memperdulikan segala apa yang terjadi di sekitarnya. Ia
tidak mengambil mumat Oey Yong, ia tidak menggubris segala pembicaraan terutama
diantara Loe Yoe Kiak dan Khiu Cian Jin. Hebat ia memusatkan pikirannya itu.
Selagi Yoe Kiak terancam bahaya, ia sendiri lagi memecahkan suatu ilmu dari
Kitab Bawah dari Kiu Im Cin-keng itu, bagian ilmu “Menyimpan otot dan
meringkaskan tulang”. Siapa yang paham ini, ia bisa membikin tubuhnya ciut
menjadi kecil. Di dalam hal ini, ia memperoleh banyak sekali bantuan dari ilmu
yang diwariskan Ang Cit Kong kepadanya, ialah “Ie Kin Toan Kut Pian”, atau ilmu
“Menukar otot dan melatih tulang”. Dengan mempunyai dasar itu, ia berhasil
dengan lekas sekali. Demikian tanpa ia merasa, ia dapat pulang tenaganya dan
tubuhnya mengkerat kecil hingga ia lolos dari belungguannya. Sebab Yoe Kiak
terancam bahaya, ia segera menghampirkan tiangloo itu, untuk memberikan
pertolongannya.
Pheng Tiangloo yang ditugaskan menjaga Kwee Ceng pun
heran dan kaget ketika mendadak ia mendapatkan bocah itu bebas. Ia menjambret,
ia gagal, ia cuma bisa menyambar tambang ringkasannya itu. Ia sadar dengan
lekas, hendak ia menyusul si anak muda, tapi ia terlambat, Kwee Ceng sudah
mendahului melemahkan tenaga dalam dari Khiu Cian Jin hingga Lou Yoe Kiak dapat
ditolong. Tapi ia licik. Begitu melihat suasana, ia berteriak: “Tangkap
penjahat licik itu!” Ia sendiri tidak bergerak dari tempatnya berdiri, karena
ia merasa, majunya toh bakal sia-sia belaka.
Kwee Ceng menyesal menyaksikan aksinya kaum pengemis itu,
tetapi karena ia justru ingin mencoba lebih jauh hasil latihannya barusan, ia
kata dalam hatinya: “Kalau hari ini aku tidak memberi ajaran adat kepada kamu,
kemendongkolanku tidak dapat dilampiaskan….” Maka ia mementang kedua tangannya
sambil kakinya memasang kuda-kuda “Thian Koan”.
Tujuh pengemis maju paling dulu, dari depan
dan belakang, dari kedua samping. Kwee Ceng membiarkan mereka maju, dengan
kuda-kuda tidak begeming, ia menyambut mereka dengan kedua tangannya. Di
belakang mereka itu, ada lagi beberapa lagi pengemis yang merapatkan diri.
Mereka pun disambut serupa, dengan tangkisan atau sikut, kalau perlu barulah
dengan dupakan. Maka saling susul mereka itu berteriak kesakitan, saling susul
juga mereka roboh terguling. Dengan cara ini Kwee Ceng pun mengundurkan yang
lainnya lagi. Kemudian ia memikir untuk menerkam Yo Kang, atau ia melihat dua
pengemis berlompat ke arah Oey Yong. Jarak diantara mereka cukup jauh, sulit
untuk berlompat menolongi nona itu. Tidak ada jalan lain, ia lantas menarik
copot kedua sepatunya, dengan itu ia menimpuk ke arah kedua penyerang itu.
Dua pengemis itu adalah orang-orang yang kukuh, mereka
hendak membunug si nona, ke satu untuk membikin si nona tidak keburu lolos,
kedua untuk membalaskan sakit hati ketua mereka. Nyata ilmu silat mereka sudah
cukup sempurna, mereka mendengar ada angin menyambar di belakang mereka, hanya
ketika yang satu segeran menoleh untuk melihat dan menangkis, tahu-tahu sepatu
sudah menghajar dadanya sedang yang lain kena terhajar punggungnya. Sebenarnya
sepatu itu barang lembek tetapi ditimpuki Kwee Ceng, tenaganya besar luar
biasa. Sambil menjerit, mereka itu roboh terjengkang dan tengkurap, dan untuk
sementara mereka tak dapat merayap bangun.
Pheng Tiangloo berada dekat dua pengemis itu, ia kaget
menyaksikan lihaynya Kwee Ceng itu.
Kwee Ceng sendiri, habis menimpuk, lantas mementang
sayapnya, mengahalang beberapa pengemis yang merangsak pula, terus ia berlompat
menghampirkan Oey Yong, untuk membuka belunggu si noa.
Selama itu, kawanan pengemis menyerbu pula. Mereka tidak
menjadi takut melihat sejumlah kawannya kena dirobohkan dengan gampang.
Sekarang Kwee Ceng tidak melayani seperti tadi. Dengan
lantas menjatuhkan diri, untuk duduk mendeprok di tanah, lalu sambil berduduk,
ia meniru gerak-geriknya Khu Cie Kee dan Ong Cie It beramai ketika Coan Cin Cit
Cu menggeraki tangan kanannya, sebab tangan kirinya dipakai membuka ikatannya
Oey Yong, sedang tubuh si nona ia pangku di atas kedua pahanya. Ia dapat
berbuat demikian karena sekarang ia menggunai tipu ajarannya Ciu Pek Thong.
Ialah ilmu memecah pemusatan perhatian, kedua tangan bisa dipakai berkelahi
satu sama lain.
Rombongan pengepung pengemis itu jadi semakin banyak.
Tetapi Kwee Ceng membela diri dengan tangan kanannya, tetap tangan kirinya
membuka belungguan si nona. Ketika kemudian ia berhasil membuka semua ikatan,
ia lantas mengeluarkan biji sumbatan dari mulut nona itu, sambil berbuat
demikian, ia tanya: “Yong-jie, apakah kau terluka?”
“Tidak, cuma aku merasa sekujur tubuhku kesemutan,”
menyahut si nona, yang terus merebahkan diri.
“Bagus!” berkata si anak muda. “Kau boleh beristirahat,
kau lihat bagaimana aku melampiaskan kemendongkolan kita!”
Oey Yong menurut, ia beristirahat. Kuat sekali
kepercayaannya kepada Kwee Ceng. Ia cuma memesan sambil tertawa: “Kau hajarlah
mereka, asal mereka jangan sampai terluka parah!”
“Aku mengerti,” menyahut si anak muda. “Kau lihat!”
Dengan tangan kirinya, Kwee Ceng mengusap-usap rambut
yang bagus dari si nona, dengan tangan kanannya ia mengibas. Kontan tiga orang
pengemis kena dibikin terlempar, habis mana menyusul empat pengemis lainnya,
semuanya ialah yang merangsak rapat.
Pertempuran kacau itu menyebabkan terdengar satu suara
nyaring: “Saudara-saudara, lekas mundur! Biarlah saudara dari generasi delapan
yang melayani dua bangsat cilik ini!”
Suara itu ialah suaranya Kan Tiangloo. Suara itu ditaati,
maka lekas juga semua pengemis itu mengundurkan diri, hingga tinggal delapan
pengemis, yang masing-masing punggungnya menggendol delapan buah kantung goni.
Karena ada dari generasi ke delapan, kedudukan mereka ini cuma ada di sebawahan
keempat tiangloo. Di antara mereka itu ada si kurus dan si gemuk yang menyambut
Yo Kang. Sebenarnya jumlah mereka semua sembilan orang akan tetapi dengan Lee
Seng membunuh diri, mereka tinggal delapan.
Kwee Ceng tahu ia bakal melayani delapan musuh tangguh,
sebenarnya ia hendak bangun berdiri tetapi Oey Yong berbisik kepadanya: “Kau
duduk saja! Layani mereka dengan sabar!”
Kwee Ceng suka menurut, akan tetapi ia segera berpikir:
“Baiklah aku lantas merobohkan beberapa di antaranya supaya hati mereka kecil!”
Maka sambil mata mengawasi delapan pengemis itu, tangannya memegang tambang
yang dipakai mengikat si nona, Ia memperhatikan si gemuk dan si kurus itu,
segera ia menyerang mereka dengan tambangnya itu. Ia menggunai satu jurus dari
Kim Liong Pian-hoat, atau ilmu silat cambuk Naga Emas, pengajarannya Ma Ong Sin
Han Po Kie. Tambang itu lemas tetapi di tangannya pemuda ini lantas menjadi
kaku.
Melihat datangnya serangan, kedua pengemis itu berlompat
untuk berkelit, setelah itu mereka maju merapatkan diri. Enam saudara mereka
tapinya terpegat oleh ujung tambang, hingga mereka tak dapat lantas maju karena
tertahan.
“Jangan menyerang!” Kan Tiangloo mencegah, tetapi sia-sia
saja cegahannya ini, si kurus dan si gemuk yang penasaran, sudah maju terus.
Mereka ingin sekali bisa merobohkan si bocah. Maka mereka disambut Kwee Ceng.
Sia-sia mereka menangkis, pundak mereka kena dihajar bergantian. Saking
kerasnya hajaran itu, tubuh mereka terpental mundur, hanya ada perbedaannya,
ialah si gemuk terpendal lebih dekat, si kurus terlebih jauh. Bagusnya untuk
mereka, tubuh mereka kena membentur orang-orangnya Khiu Cian Jin.
Mulanya ketua dari Tiat Ciang Pang tidak memperdulikan
orang terpentaöl, hanya setelah terjadi benturan, baru ia kaget, lagi-lagi Kwee
Ceng menggunai tipu silatnya “Kek san ta gu” itu. Ia kaget karena ia
menginsyafi hebatnya hajaran semacam itu.
Untuk menolongi orangnya, Khiu Cian in lantas berlompat,
tetapi ia terlambat, kedua pengemis itu sudah berlompat bangun tanpa mereka
terluka. Adalah dua orang Tiat Ciang Pang, yang dibentur mereka yang menjadi
korban, malah mereka ini pada putus ototnya dan patah tulangnya, hingga mereka
mesti rebah terus di tanah. Ketika si ketua kaget, ia terkejut pula karena
kupingnya mendengar angin menyambar. Segera ia menoleh, maka segera ia melihat
terlemparnya tubuh dua pengemis lain! Itulah hebat! Lagi-lagi orangnya yang
bakal menjadi korban. Tidak ayal lagi, ia lompat maju. Pengemis yang satu ia
sampok, membikin ia terlempar ke tempat kosong, dan pengemis yang kedua, ia
hajar punggungnya. Syukur untuk pengemis yang kedua ini, tenaga Khiu Cian Jin
berimbang sama tenaga Kwee Ceng, dai tiadk terluka, dia jatuh dengan perlahan,
lantas ia lari pula ke arah si anak muda.
Empat
tiangloo dan Oey
Yong heran. Keempat pengemis ini
tidak mengerti kenapa bocah itu demikian lihay dapat bertahan terhadap ketua
Tiat Ciang Pang yang sangat lihay itu. Oey Yong
heran, ia berpikir: “Penipu besar ini biasa saja kepandaiannya, mengapa ia
dapat menandingi engko Ceng? Inilah aneh!”
Sampai
di situ, Khiu
Cian Jin
mengipas tangannya, memberi tanda untuk orang-orangnya jangan bergerak. Ia
menginsyafinya, kekuatannya berimbang sama kekuatan si anak muda, jadi percuma
orang-orangnya menerjang. Ia tahu mereka itu
bergusar karena robohnya dua saudaranya. Ia berdiri diam saja menontong.
Empat pengemis generasi ke delapan itu heran untuk
ketangguhan si anak muda, tetapi mereka melawan terus. Mereka dibantu oleh
saudaranya, yang tadi dihajar punggungnya oleh Khiun Cian Jin. Berlima mereka
mengepung, tapi hasilnya tak ada. Coba Kwee Ceng tidak berlaku murah,
siang-siang tentulah mereka sudah mendapat hajaran. Kemudian Kwee Ceng
merobohkan lagi dua orang lawan. Baru sekarang tiga yang lainnya jeri dan mau
mundur, tetapi mereka terlambat. Dengan menggunai tambangnya, Kwee Ceng
menyambar dan melilit kakinya dua pengemis, terus ia menariknya orang ke
sisinya, terus ia meringkus mereka.
Oey Yong gembira sekali menyaksikan kemenangan dari engko
Cengnya itu. Ia lantas ingat kepada Pheng Tiangloo, si pengemis yang wajahnya
berseri-seri, yang menangkap dia berdua dengan Kwee Ceng dengan caranya yang
aneh itu. Ia sekarang ingat akan halnya ayahnya pernah bicara tentang
Liam-sim-hoat, semacam ilmu sihir dengan apa orang dapat dengan tiba-tiba
dibikin tidur dan dipermainkan tanpa berdaya. Maka ia lantas tanya Kwee Ceng
apa di dalam Kiu Im Cin-keng ada disebut tentang itu macam ilmu gaib. Ia
percaya betul Pheng Tiangloo telah menggunai ilmu itu.
“Tidak,” Kwee Ceng menyahut.
Mendapat jawaban ini, si nona menyesal. Tapi segera ia
memberi peringatan: “Hati-hati dengan pengemis jahat yang gemar berseri-seri
itu, jangan mengadu sinar mata dengannya!”
Kwee Ceng mengangguk. “Aku justru hendak memberi hajaran
kepadanya,” katanya perlahan. Karena sekarang pertempuran sudah berhenti, ia
memegang punggung si nona, untuk dikasih bangun, ia sendiri berbareng
berbangkit. Lalu dengan mengawasi Yo Kang, ia bertindak kepada si
anak muda.
Yo Kang sendiri telah berdebaran hatinya semenjak tadi.
Ia jeri untuk lihaynya si anak muda, maka ia mengharap-harapkan kemenangan
pihkanya sendiri, ialah pihak pengemis. Maka kesudahannya itu membuatnya takut,
lebih-lebih ia melihat anak muda itu mendatangi ke arahnya dengan matanya
tajam.
“Su-wie Tiangloo!” ia lantas berteriak. “Kita di sini ada
mempunyai banyak orang gagah, apakah dapat bangsat kecil ini dibiarkan banyak
bertingkah?!” Ia berteriak tetapi ia mundur ke belakangnya Kan Tiangloo.
“Tabahkan hati, Pangcu,” kata Kan Tioangloo dengan
perlahan. “Biarnya bangsat kecil itu gagah, dia tidak nanti sanggup melawan
kita yang berjumlah besar. Mari kita lawan dia dengan bergantian!” Dan lantas
dia berteriak: “Murid-murid kantong delapan aturlah Barisan Tembok!”
Titah itu ditaati, dengan lantas muncul seorang pengemis
dengan kantung delapan. Majunya dia ini diturut oleh belasan pengemis lain,
yang mengatur diri dengan rapi, ialah mereka yang bergandengan tangan, jumlah
semua enam atau tujuhbelas orang. Mereka lantas maju untuk menerjang Kwee Ceng,
majunya sambil berseru nyaring.
Oey
Yong berseru heran, ia berkelit ke kiri, sedang Kwee Ceng ke kanan. Segera di
arah kiri dan kanan itu, atau timur dan barat, muncul masing-masing satu
barisan seperti yang pertama itu, yang menyerang dengan hebat.
Menampak
cara penyerangan yang aneh dan teratur itu, Kwee Ceng tidak berkelit lagi, ia
mencoba mengajukan kedua tangannya, guna menahan mereka. Segera ternyata,
barisan itu berat sekali, mereka itu dapat ditolak mundur. Sebaliknya, selagi
mereka ditolak, dua barisan yang lain lantas maju pula. Karena terlambat
sedikit, si anak muda kena dibikin terhuyung. Terpaksa ia berlompat tinggi,
melewati kepala mereka itu. Baru ia menaruh kaki di tanah atau telah datang
pula pasukan yang keempat. Lagi-lagi ia berlompat pergi. Lagi-lagi ia diserang
barisan yang serupa. Maka, ke mana ia menyingkir, di sana ia dipegat dan
diserbu apa yang dinamakan Barisan Tembok itu.
Juga
Oey Yong mengalami serbuan yang serupa. Ia
lebih gesit daripada Kwee
Ceng tetapi ia kewalahan. Akhirnya ia lompat kepada si anak muda, untuk mempersatukan diri. Karena
ini, bersama-sama mereka kena didesak mundur. Mereka mundur terus hingga di
pojok batu gunung.
“Engko Ceng,
mundur ke jurang!” Oey
Yong berkata.
Kwee Ceng belum bisa menerka
maksud si nona tetapi ia menurut, ia mundur ke arah jurang seperti si nona.
Ketika mereka akan sampai di tepian, lagi lima
atau enam kaki, mendadak pihak penyerang menghentikan desakannya. Ia lantas
berpaling ke belakang. Baru sekarang ia mengerti. Ia kata dalam hatinya: “Di sini ada jurang, kalau mereka mendesak tanpa sanggup
mempertahankan kakinya, tentu mereka bakal terjerunuk ke dalam jurang!”
Pemuda
ini lantas memandang ke Oey
Yong, hendak ia memuji ke cerdikan
orang, atau ia tak jadi memuji. Roma bergembira dari si
nona lekas berubah menjadi guram. Ia menoleh lagi ke arah musuh. Sekarang ia
mendapatkan musuh maju dengan perlahan-lahan, musuh itu berlapis-lapis. Inilah
benar-benar berbahaya. Berdua mereka bisa dipaksa jatuh sendiri ke dalam
jurang, sedang untuk berlompat di atasan kepala dari selapis dairi seratus orang,
itulah tak dapat.
Selama di gurun pasir, Kwee Ceng pernah mengikuti Ma Giok
berlari-lari di tepian jurang, maka itu, ia lantas memperhatikan jurang itu. Ia
mendapat kenyataan keadaan jurang kalah daripada jurang di gurun pasir itu.
Maka ia lantas mendapat pikiran.
“Yong-jie!” ia berkata. “Lekas kau naik ke punggungku.
Mari kita pergi!”
“Tidak dapat!” kata si nona menghela napas. “Mereka bisa
menyerang kita dengan batu…!”
Kwee Ceng pikir itulah benar juga. Ia menjadi bingung.
Tapi justru itu, ia ingat suatu bagian dari Kiu Im Cin-keng.
“Yong-jie,” ia berkata. “Aku ingat di dalam Kiu Im
Cin-keng, ada ilmu yang disebut Ilmu memindah Arwah, mungkin itu sama dengan
ilmu Liam-sim-hoat yang kau tanyakan tadi. Baik, mari kita mencoba-coba….”
Tetapi si nona masih berduka.
“Mereka semua ada murid yang dicintai suhu, apa gunanya
untuk membinasakan mereka apa pula di dalam jumlah yang banyak?”
Tetapi Kwee Ceng tidak memperdulikan lagi si nona.
Mendadak ia memeluk tubuh orang sambil ia berbisik: “Lekas lari!” Menyusul itu,
ia mencium pipi si nona yang nempel sama hidungnya itu selagi ia berbisik, lalu
dengan mengerahkan tenaganya, ia melemparkan nona itu ke atas panggung Hian Wan
Tay!”
Oey Yong telah membikin tubuhnya enteng, maka tubuhnya
itu melayang ke arah punggung. Ia mengerti maksudnya Kwee Ceng itu, yang mau
melawan sendiri kepada semua lawannya, agar ia menyingkir terlebih dahulu.
Ketika ia sampai di panggung, dengan enteng ia menaruh kakinya. Sesaat itu, ia
menjadi tidak karuan rasanya. Tapi ia segera melihat Yo Kang di satu pojok
panggung itu, dengan tangan memegang Lek-tiok-thung, orang she Yo itu lagi
memegang pimpinan pada barisan pengemis itu. Ia lantas mendapat pikiran. Terus
ia menjejak lantai, akan berlompat kepada anak muda itu, tangannya diulur untuk
menyambar tongkat suci kaum Kay Pang itu.
Yo Kang terkejut melihat tahu-tahu si nona berada di atas
panggung itu, ketika tubuh orang hampir sampai, ia hendak menghajarnya dengan
tongkatnya, atau tangan kanan si nona, dengan dua jari terbuka, meluncur ke arah
kedua matanya. Juga kaki kiri si nona dipakai menjejak tongkatnya itu.
Dalam kagetnya, saking takutnya, Yo Kang melepaskan
tongkatnya dan ia sendiri lompat turun dari panggung. Meski begitu, ia masih
kalah sebat oleh si nona, matanya toh kebentur juga jari si nona itu, hingga ia
merasakan sangat sakit, kedua matanya menjadi gelap.
Oey Yong telah mengeluarkan jurus “Dari mulut anjing
galak merampas tongkat”. Itulah salah satu jurus terlihai dari ilmu tongkat “Ta
Kauw Pang-hoat” Jangan kata baru orang dengan ilmu silat seperti Yo Kang itu,
biar yang terlebih pandai, sukar untuk dia meloloskan diri.
Oey Yong segera mengangkat tinggi tongkat sucinya itu, ia berseru:”
Saudara-saudara Kay Pang, lekas kamu menghentikan pertempuran! Ketahuilah oleh
kamu, Ang Pangcu masih belum meninggal dunia! Semua-semua adalah bisanya ini
manusia jahat!”
Suara itu terang terdengar, semua pengemis menjadi heran.
Dengan serempak, mereka menghentikan aksi mereka. Semua orang lantas mengawasi
ke arah panggung, hati mereka ragu-ragu. Benarkah kabar girang itu - artinya
pangcu mereka yang she Ang itu belum menutup mata?
“Saudara-saudara, mari!” Oey Yong memanggil. “Mari dengar
aku bicara dari hal Ang Pangcu!”
Yo Kang mendengar suara nona itu, tetapi ia tidak dapat
membuka matanya. Maka dari bawah panggung, ia berteriak: “Akulah pangcu!
Saudara-saudara dengar perintahku! Lebih dulu dorong itu bangsat laki-laki
katuh ke dalam jurang, baru bekuk ini bangsat perempuan yang ngaco-belo!”
Titahnya Yo Kang ini besar pengaruhnya. Walaupun di daam
ragu-ragu, bangsa pengemis itu tetap taat kepada ketuanya. Maka itu mereka maju
sambil berseru-seru.
“Saudara-saudara, dengarlah!” Oey Yong berteriak pula.
“Tongkat Kay Pang ada di tanganku, akulah pangcu dari Kay Pang kamu!”
Semua pengemis itu melengak, tindakan kaki mereka
berhenti sendirinya. Memang belum pernah mereka mengalami peristiwa tongkat
suci mereka kena dirampas orang.
Oey Yong berkata pula: “Kay Pang kita telah malang
melintang di kolong langit ini tetapi hari ini kita telah diperhina, dibuat
permainan oleh orang luar, bahkan dua saudara Lee Seng dan Ie Tiauw Hin dipaksa
membuang jiwanya dengan cuma-cuma! Dan Lou Tiangloo pun telah terluka parah!
Kenapakah itu? Apakah sebabnya itu?”
Kata-kata itu berpengaruh juga, maka ada separuh dari
orang Kay Pang itu suka mengawasi si nona untuk mendengar pembicaraan terlebih
jauh.
“Sebabnya ialah karena itu manusia licin she Yo telah
bersekongkol sama pihak Tiat Ciang Pang!” berkata pula Oey Yong nyaring. “Orang
she Yo itu telah menyiarkan cerita burung bahwa Ang Apngcu telah meninggal
dunia! Tahukah saudara-saudara siapakah orang she Yo ini?”
“Siapakah dia? Siapakah dia?” banyak suara bertanya.
“Lekas bilang, lekas!”
Tapi ada juga yang berseru. “Jangan dengar ocehannya
bangsat perempuan ini, dia lagi mengacau pikiran kita!”
Maka itu, suara mereka itu menjadi berisik.
Oey Yong tidak menghiraukannya. Ia berkata pula: “Dia
bukan orang she Yo, dia sebenarnya she Wanyen! Dialah putra dari Pangeran Chao
Wang dari negara Kim! Dia tengah beraksi untuk merumpas Kerajaan Song kita!”
Kawanan pengemis itu melengak tetapi mereka tidak berani
lantas mempercayai.
Oey Yong berpikir cepat. Ia pun mengerti, sukar untuk
lantas merebut kepercayaan orang banyak itu. Maka ia membutuhkan bukti. Ia
lantas merogoh ke dalam sakunya. Ia merasa syukur yang barang-barangnya tidak
terampas semua. Di situ masih ada tangan besi yang Cu Cong curi dari tubuhnya
Khiu Cian Jin. Dia lantas mengangkatnya tinggi-tinggi. Ia lantas berkata
nyaring: “Lihatlah kamu, barang ini barang apa! Baru saja aku merampas ini dari
tangannya si orang she Yo itu! Lihatlah, semua saudara!”
Semua orang merangsak maju. Mereka terpisah cukup jauh
dari panggung. Mereka ingin melihat tegas, barang apa itu. Lantas juga di
antaranya ada yang berseru, “Itulah tangan besi! Kenapa barang itu ada
padanya?”
“Nah, inilah dianya!” berseru Oey Yong. “Dialah mata-mata
dari Tiat Ciang Pang! Tentu saja dia membawa-bawa barang pertandaan dari
partainya!”
Yo Kang kaget dan takut sekali. Segera ia mengayunkan
sebelah tangannya, maka dua biji pusutnya menyambar ke arah si nona. Ia tidak
bisa melihat tetapi ia bisa menduga orang berada di mana dengan mendengar
suaranya saja. ia pun terpisah paling dekat dengan nona itu.
Oe Yong mendapat lihat menyambarnya senjata rahasia, yang
mengeluarkan sinar berkeredepan, ia membiarkan saja. Adalah diantara pengemis
ada yang berteriak-teriak: “Senjata rahasia! Awas!” Ada pula yang menjerit:
“Celaka!”
Dua batang senjata rahasia itu mengenai tubuh Oey Yong,
terdengar suaranya yang nyaring, lekas keduanya jatuh ke panggung, si nona
tidak kurang suatu apa.
“Eh,
orang she Yo!” Oey
Yong menegur. “Jikalau kau
bukannya orang jahat, kenapa kau membokong aku dengan senjata rahasiamu!”
Orang
Kay Pang itu menjadi heran, mereka jadi sangat
bersangsi. Rata-rata mereka bertanya, siapa nona itu, dan apa benar
perkataannya. Ada
juga yang menanya, apa pangcu mereka - Ang Pangcu - belum mati. Maka itu,
banyak mata lantas ditujukan kepada keempat tiangloo mereka. Agaknya mereka
ingin minta keempat tertua itu mengeluarkan pikirannya.
Karena
kejadian ini, Barisan Tembok dari kaum Kay Pang itu pecah sendirinya, dengan
begitu ketika Kwee Ceng pergi ke pinggiran panggung, tidak ada orang yang
mengambil peduli.
Ketika
itu Lou Yoe Kiak
sudah mendusin, maka keempat tiangloo lantas berbicara.
“Sekarang
ini belum bisa didapat kepastian,” berkata Yoe Kiak.
“Maka itu baiklah kedua pihak itu ditanya jelas-jelas. Yang paling penting
ialah mencari tahu dulu benar atau tidak Ang Pangcu
telah meninggal dunia….”
“Tetapi
kita sudah mengangkat pangcu baru, mana dapat kita mengubahnya dengan
sembarangan?” kata Kan Tiangloo bertiga. “Aturan kita turun-temurun, titah
pangcu tidak dapat dibantah!”
Maka
itu, keempat tiangloo itu pun menjadi terpecah dua.
Kemudian
ketiga tiangloo golongan Pakaian
Bersih saling mengasih isyarat,
terus mereka mendekati Yo Kang, terus Kan Tiangloo berseru: “Kami cuma
mempercayai perkataannya Yo Pangcu! Entah darimana datangnya ini dukun
perempuan, dia mengacau pikiran orang! Jangan dengarkan dia! Saudara-saudara
bekuk dia! Bawa dia turun untuk dihajar!”
Tapi Kwee Ceng di bawah panggung
berseru dengan bengis: “Siapa berani turun tangan?!”
Melihat
orang bersikap garang, tidak ada pengemis yang berani naik ke panggung.
Sementara itu Khiu Cian Jin bersama orang-orangnya semua
berdiri diam di samping, jauh dari mereka itu. Ia senang menyaksikan peristiwa
itu. Bukankah orang seperti lagi saling membunuh?
Oey Yong berkata pula: “Sekarang ini Ang Pangcu masih
hidup, ia berada dengan tidak kurang suatu apa di dalam istana di Lim-an! Pangcu
kelewat gemar dahar barang santapan raja, ia tidak dapat membagi tempo untuk
datang ke mari, maka itu ia mewakilkan aku. Kalau nanti Ang Pangcu sudah cukup
dahar, ia pasti akan datang menemui saudara-saudara!”
Keempat tiangloo serta kedelapan pengemis kantung delapan
itu tahu kegemarannya pangcu mereka akan bersantap, keterangannya Oey Yong ini
dapat juga menarik kepercayaan mereka itu, maka pikiran mereka guncang pula.
Kembali Oey Yong berkata: “Orang she Yo ini sudah
bersekongkol sama Tiat Ciang Pang, dia sengaja hendak mencelakai aku. Dia telah
mencuri tongkatnya Pangcu untuk mengakali orang. Kenapa kamu tidak dapat
membedakan apa yang benar dan apa yang salah dan kamu main percaya saja?
Keempat tiangloo dari partai kita adalah orang-orang yang banyak penglihatannya
dan luas pengetahuannya, mengapa kamu tidak dapat melihat ini suatu akal yang
kecil sekali?”
Mendengar itu, semua mata lantas diarahkan kepada keempat
tiangloo. Banyak mata yang bersinar ragu-ragu.
Yo Kang telah buntu jalan, dia norek.
“Kau bilang Ang Pangcu masih hidup, habis kenapa dia
menugaskan kau menajadi pangcu?” ia menanya. “Dia menghendaki kau menjadi
pangcu, kau mempunyai bukti apa?”
Oey Yong membalingkan tongkatnya.
“Inilah tongkat Tah-kauw-pang dari Pangcu! Mustahilkah ini bukannya
bukti?” berkata ia.
Yo
Kang tertawa lebar.
“Haha!
Toh itu tongkat suciku, yang barusan kau merampasnya dari tanganku?” katanya.
“Siapakah tidak menyaksikan itu barusan?”
“Jikalau Ang Pangcu
menghendaki kau menjadi pangcu, mengapa dia tidak mengajari ilmu silat Tah Kauw
Pang-hoat?” Oey
Yong tanya.
“Kalau benar dia mengajarinya, kenapa kau membiarkannya aku merampasnya?”
Mendengar
orang menyebut ilmu silat Tah Kauw Pang-hoat, yaitu ilmu silat tongkat peranti
mengemplang anjing. Yo Kang menyangka Oey Yong memandang hina tongkat itu, maka
ia hendak membalikinya. Ia berteriak: “Inilah tongkat suci dari Pangcu kami,
kenapa kau menyebut-nyebut tongkat peranti mengemplang anjing? Ha, kau mengaco
belo, ya! Sungguh berani kau menghinakan tongkat suci dari partai kami!”
Yo
Kang bangga sekali. Ia menganggap dengan begitu ia telah menghormati tongkatnya
itu. Ia mau percaya, tentulah orang-orang Kay Pang
senang dengannya. Ia sama sekali tidak menyangka, bahwa selama di sepanjang
jalan, si pengemis gemuk dan kurus sebenarnya tidak berani menyebut Ta Kuaw
Pang kepada tongkat suci itu, hingga dengan begitu, ia sendiri jadi tidak tahu
nama tongkat itu. Mendengar perkataannya itu, semua pengemis saling mengawasi,
wajah mereka muram, suatu tanda mereka tidak senang hati.
Yo Kang telah dapat melihat sikap orang itu, ia mengerti bahwa ia tentu telah omong kurang tepat, hanya ia tak tahu di mana letak kesalahannya. Tidak pernah ia menyangka, tongkat suci yang dipandang keramat Kay Pang itu, namanya sebenarnya ialah Tah Kauw Pang alias tongkat peranti pengemplang anjing!
Oey Yong tersenyum.
“Ha,
buat apa banyak-banyak omong tentang tongkat suci ini!” katanya. “Jikalau kau
menghendakinya, kau ambillah!”
Dan ia mengulurkan
tangannya, menyodorkan tongkat itu.
Yo
Kang menjadi girang sekali, meski begitu, ia tidak berani lantas naik ke
panggung, ia jeri untuk Kwee Ceng.
“Pangcu,
kita nanti menjagai kau,” Pheng
Tiangloo berbisik. “Lebih dulu
ambillah tongkat itu, baru kita bicara pula.”
Habis berkata begitu, tiangloo ini mendahului berlompat
naik.
Melihat demikian, Yo Kang yang sekarang telah dapat
melihat pula, turut naik dengan diiringi Kan Tiangloo dan Nio Tiangloo.
Yo Kang dengan bersangsi, dia curiga orang nanti
menggunai akal, ia tidak langsung menyambuti, lebih dulu ia bersiaga dengan
tangan kiri, baru tangan kanannya diulur.
Oey Yong melepaskan
cekalannya. Ia tertawa.
“Apakah
kau telah memegangnya erat-erat?” ia menanya.
“Kenana?”
tanya Yo Kang gusar, sedang tangannya
memegang keras tengah tongkat.
Oey
Yong tidak menjawab, hanya dengan tangan kirinya bergerak, kaki kanannya
terbang, menyusul mana, tangan kanannya dilonjorkan, Dengan gerakannya itu pas
berbareng cepat, tongkat suci kembali pindah ke tangannya tanpa Yo Kang mampu
berdaya untuk melindunginya.
Kedua
tiangloo she Pheng dan Nio kaget bukan main, mereka heran sekali. Cuma sekejap,
tongkat telah berpindah tangan pula. Kan Tiangloo juga tidak kurang herannya.
Bukankah mereka bertiga melindungi pangcu mereka yang muda itu?
Yo
Kang bersangsi.
Kang
Tiangloo menggeraki cambuknya sebat sekali, cuma sedetik, tongkat itu kena
disambar, dililit dan ditarik, lalu dipegang tangannya. Menyaksikan itu, semua
orang Kay Pang bersorak dengan pujian mereka. Kemudian tongkat dapat diserahkan
kepada Yo Kang.
“Ketika
Ang Pangcu menyerahkan tongkat ini kepadamu, mustahil ia tidak mengajari kau
untuk kau memegangnya dengan erat?” tanya Oey Yong tertawa pada si anak muda.
“Bukankah ia telah mengajarinya supaya kamu dapat melindunginya hingga tidak
gampang-gampang kena orang rampas?”
Tepat
selagi ia tertawa, kedua kaki si nona menjejaki lantai, lalu tubuhnya melesat
di antara Kan Tiangloo dan Nio
Tiangloo, terus tiba di depannya
Yo Kang. Kan Tiangloo menyambar dengan tangan kirinya, guna menangkap si nona,
tetapi tangkapannya gagal. Sebab nona itu tepat menggunai jurus “Burung waket
terbang berpasangan” ajaran Ang
Cit Kong,
tubuhnya lincah dan licin. Bukan main heran dan kagetnya tiangloo itu, yang
mengenal baik kepandaiannya sendiri. Hatinya tercekat. Justru itu mereka
mendengar sambaran angin, hingga terpaksa mereka itu melompat mudur.
“Ini
jurus yang dinamakan Tongkat mengemplang anjing sepasang,” berkata si nona,
yang tubuhnya melesat sedang barusan, dengan gerakan tongkatnya, ia sengaja
membikin kedua tiangloo itu membuka jalan untuknya. Maka ia telah sampai di
pojok timur dari panggung itu, tongkat Tah-kauw-pang tercekal di tangannya,
cahayanya menyorot hijau di antara sinar rembulan.
Demikian
sebat si nona, tak ada orang yang melihat gerakannya itu.
Kwee
Ceng lantas berseru: “Lihatlah! Kepada siapa Ang Pangcu telah menyerahkan
tongkat Tah-kauw-pang? Apakah masih belum cukup terang?”
Orang-orang
Kay Pang menjadi kagum, heran dan bercuriga. Mereka telah menyaksikan jelas
bagaimana caranya si nona merampas pulang tongkat itu dari tangan Yo Kang, sedang
anak muda mereka itu - si pangcu baru - pun pandai ilmu silat dan dia juga
dilindungi ketiga tiangloo. Lantas mereka ramai membicarkan itu.
Lou
Yoe Kiak lantas berkata: “Saudara-saudara, apa yang diperlihatkan nona ini
benar-benar ada ilmu silatnya Ang Pangcu!”
Kan
Tiangloo saling mengawasi dengan Pheng Tiangloo dan Nio Tiangloo, lalu ia
berkata: “Dialah muridnya Ang Pangcu, sudah tentu dia mendapat warisan
pelajaran ilmu silatnya! Apakah yang aneh!”
“Semenjak
jaman dahulu, Tah Kauw Pang-hoat tidak diwariskan kecuali kepada orang yang
menjadi pangcu,” berkata Lou Yoe Kiak. “Mustahilkah Kan Tiangloo tidak ketahui
aturan itu?”
Kan
Tiangloo tertawa dingin.
“Nona
ini mengerti beberapa jurus ilmu silat tangan kosong merampas senjata, belum
tentu itulah Tah Kauw Pang-hoat!” ia berkata.
Yoe Kiak menjadi bersangsi,
tetapi ia berkata kepada Oey
Yong: “Nona, silahkan kau
menjalankan ilmu silat Tah Kauw Pang-hoat. Kalau benar kau mewariskan ilmu
silat itu, pasti pengemis di seluruh negeri bakal takluk kepadamu.”
“Tetapi,”
berkata Kan Tiangloo yang licik, “Ilmu silat itu kita cuma baru mendengar
namanya saja, belum pernah ada yang melihatnya, maka itu siapa berani
memastikan itu tulen atau palsu?”
“Habis
itu kau menghendaki apa?” Lou
Tiangloo tanya.
Kan
Tiangloo menepuk kedua tangannya satu dengan lain, ia kata dengan nyaring:
“Jikalau nona ini dengan ilmu silat tongkat itu dapat mengalahkan sepasang
tanganku yang kosong ini, maka aku si orang she Kan barulah takluk benar-benar
dan akan menjunjungnya sebagai pangcu kita! Umpama kata aku mengandung dua
hati, biarlah laksana panah menancap di tubuhku dan ribuan golok menghukum
picis mayatku!”
“Hm!”
Yoe Kiak berkata, “Berapa tinggikah usianya si nona ini? Meskipun dia pandai
dengan ilmu silat tongkatnya, maka sanggup dia melayani kau yang sudah belajar
silat beberapa puluh tahun lamanya?”
Selagi
dua tiangloo ini berebut bicara, Nio Tiangloo si tabiat keras sudah habis
sabarnya, dengan mendadak dia berlompat kepada Oey Yong sambil membacok dengan
goloknya. Sembari menyerang, dia kata: “Tulen atau tidaknya ilmu silat Tah Kauw
Pang-hoat itu akan terbukti setelah diuji! Maka lihatlah golok!”
Penyerangan
itu hebat. Itulah penyerangan berantai tiga kali, sedang dilakukannya dengan
cara seperti membokong.
Oey
Yong dapat melihat serangan itu, dengan cepat ia menyoren tongkat di
pinggangnya, dengan sebat ia berkelit, dan ia berkelit terus tiga kali, hingga
ia bebas dari serangannya. Ia pun berkelit tanpa
memindahkan kaki, cuma main mengegos tubuh.
“Apakah untuk melayani kau tepat aku menggunai ilmu silat
Tah Kauw Pang-hoat?” ia kata sambil tertawa. Kata-kata ini disusuli gerakan
tangannya kiri dan kanan - tangan kiri menyerang, tangan kanan mencoba merampas
golok!
Nio Tiangloo berkenamaan, ia menjadi gusar sekali, yang
satu bocah cilik berani memandang dia sebelah mata, maka itu habis
menyingkirkan goloknya itu, ia lantas menyerang pula. Tentu sekali, ia berlaku
bengis.
Sekarang Kan Tiangloo tidak lagi memandang enteng kepada
si nona itu, ia mau percaya, mengenai si nona, mesti ada apa-apa yang masih
tersembunyi, dari itu, karena khawatir kawannya berlaku semberono, ia
meneriaki: “Nio Tiangloo, jangan kau berlaku telengas!”
Tapi Oey Yong sebaliknya memandang enteng, “Jangan
sungkan-sungkan!” katanya tertawa. Sembari berkata dan tertawa itu, ia melayani
si tiangloo. Karena orang bersenjata golok dan menyerang bengis, ia melawan
dengan lebih banyak berkelit, setiap ada ketikanya, ia membalas, meninju atau
menendang, atau ia menyikut atau memengal. Dalam tempo yang pendek, ia mengasih
lihat belasan macam jurus yang luar biada.
Semua pengemis menjadi seperti kabur matanya. Mereka
heran dan kagum, apapula delapan pengemis kantung delapan itu.
“Ah,
itulah Lian Hoa Kun!”
yang satu berseru.
“Eh,
itu toh pukulan gembolan kuningan?” kata si gemuk, yang turut menjadi kagum.
Hanya belum ia menutup rapat mulutnya, Oey Yong
sudah menukar lagi ilmu silatnya, hingga seorang pengemis lain berseru: “Ah,
itulah ilmu silat Kun-thiang-kang dari Ang Pangcu!”
Ang Cit Kong itu adalah seoarang
yang wajar, ia tidak suka menerima murid, kalau ada anggota yang berjasa, ia
cuma mengajari satu atau dua jurus sebagai persen. Lee Seng
bukannya seorang lemah, ia cuma diajarkan satu jurus dari satu jurus dari Hang
Liong Sip-pat Ciang, ialah jurus “Naga sakti menggoyang ekor”. Sudah begitu ada
lagi satu tabiat aneh dari pangcu itu, ialah satu jurus yang diajarkan kepada
satu orang, ia tidak suka mewariskan lagi kepada yang lain, maka juga,
pelajaran yang didapat anggota-anggota Kay Pang, semua berlainan. Cuma Oey Yong
yang menjadi murid yang istimewa, sebab ia pandai masaj, dia dapat memincuk
pangcu itu dengan pelbagai masakannya yang lezat, setiap kali ia masak, setiap
kali ia memperoleh satu pelajaran. Maka juga selama di
Kiang Bio-tin, dia memperoleh puluhan macam jurus. Sekarang, di depan Kay Pang,
ia sengaja pertontonkan ilmu silatnya itu, membikin orang kagum, heran dan
tunduk. Maka setiap anggota Kay Pang, yang pernah memperoleh warisan dari Ang
Cit Kong lantas memuji kalau ia melihat si nona menjalankan jurusnya itu. Maka
itu, ramailah suara pujian, yang keluar saling susul.
Nio Tiangloo melihat itu semua, ia juga menjadi heran dan
kagum, matanya pun seperti kabur, oleh karena itu, ia tidak mau berlaku
sembrono lagi, tidak mau ia menyerang, ia selalu membela diri dengan menutup
dirinya rapat-rapat.
Lagi beberapa jurus telah dilewatkan atau mendadak si
nona berhenti bersilat, dengan menyilangkan kedua tangannya di depan dadanya,
ia tertawa menanya: “Apa kau suka menyerah kalah?”
Nio Tiangloo belum mengeluarkan seantero kepandaiannya,
mana sudi ia menyerah kalah, bahkan kerena panas hatinya, ia lantas menyerang.
Bacokannya ini hebat sekali.
Kan Tiangloo dan Lou Yoe Kiak kaget. “Tahan!” mereka
berseru.
Pula banyak pengemis lainnya yang berteriak saking
kagetnya.
Selagi orang kaget dan berkhawatir itu, Oey Yong sendiri
tidak menghiraukan datangnya bacokan yang diarahkan ke pundaknya yang kiri.
Nio Tiangloo sendiri pun menyesal, tetapi ia tidak dapat
menarik pulang bacokannya itu, maka tepat sekarang si nona kena dibacok, sebab
ia nampak tidak berkelit atau menangkis.
Baru Nio Tiangloo menyesal atau mendadak tangannya
dirasai lenyap tenaganya, goloknya itu terlepas dari cekalan, jatuh dengan
mengasih dengar suara nyaring di lantai panggung. Ia tentu tidak tahu yang nona
lawannya itu mengenakan pakaian dalam joan-wie-kah, jangan kata golok biasa,
golonk mustika pun tak nanti memakan. Berbareng dengan menyesalnya itu,
sikutnya telah ditotok si nona menggunakai ilmu totok warisan ayahnya ialah
“Lan-hoa-hoet-hiat-ciu”, ilmu menotok jalan darah Bungan Anggrek.
Dengan lantas Oey Yong mengulurkan kakinya, untuk
menginjak goloknya si pengemis tertua itu, kepalanya dimiringkan, sembari
tertawa, ia menanya, “Bagaimana?”
Nio Tiangloo tercengang, lalu tanpa membilang apa-apa, ia
lompat mundur.
Adalah itu waktu Khiu Cian Jin dari tempatnya menonton
mengasih dengar suaranya yang nyata sekali: “Orang memakai mustika dari Tho Hoa
To, atau tidak membacok kepalanya, mana bisa kau melukai dia?”
Kan Tiangloo tunduk, ia berpikir.
“Bagaimana, kau percaya aku tidak?” tanya Oey Yong
tertawa.
Lou Yoe Kiak mengedipi mata kepada si nona, untuk dia
menyudahi saja. Ia tahu, dalam ilmu silat, nona ini kalah jauh dari Nio
Tiangloo, maka kemenangannya itu mesti karena suatu tipu daya. Atau sedikitnya,
akan sama tangguhnya. Dilain pihak, Kan Tiangloo jauh lebih lihay daripada Nio
Tiangloo itu. Maka ia bergelisah melihat si nona tidak menggubris isyaratnya
itu. Hanya celaka untuknya, untuk turun tangan, ia tidak sanggup, tangannya,
yang diremas Kiu Cian Jin, masih terasa sakit sekali, bahkan semakkin sakit,
hingga ia mengeluarkan keringat dingin di sekujur badannya, hingga tak bisa ia
membuka mulutnya.
Akhir-akhirnya Kan Tiangloo mengangkat kepalanya.
“Nona marilah aku belajar kenal denganmu!” ia berkata.
Kwee Ceng melihat tegas tiangloo itu, ia percaya Oey Yong
tak sanggup melawannya, maka itu, ia hendak menggantikan nona itu. Maka ia
lantas menjumput tambang kulit yang dipakai meringkus dirinya, dengan satu
gerakan tangan, ia membikin ujung tambang menyambar tongkatnya Kan Tiangloo
yang tadi oleh Kiu Cian Jin dibikin nancap di batu gunung, sambil membentak, ia
menarik dengan kaget. Maka tongkat itu tercabut, terlempar ke arah si tiangloo.
Disaat itu ia berlompat ke depan Kan Tiangloo, ia menyambar dengan sambarannya
“Menunggang enam naga”, suatu jurus dari Hang Liong Sip-pat Ciang, setelah itu,
dengan tangan kiri memegang kepala tongkat dan tangan kanan mencekal bututnya,
yaitu ujungnya, ia membikin gerakan memutar. Maka itu dilain saat, tongkat yang
telah melilit melengkung ia lantas menjadi pulih keadaannya, lempang seperti
biasa. Segera setelah itu, ia menyerukan, “Sambutlah!” dan tongkat itu ia
lemparkan kepada pemiliknya.
Kan Tiangloo terkejut. Ia tahu, kalau ia menyambut,
tangannya bisa terluka. Maka dengan lantas ia berkelit, sambil berbuat begitu,
ia berseru kepada orang-orangnya dibawah panggung, menitahkan mereka itu lekas
menyingkir. Kalau tidak, mereka atau beberapa di antaranya bisa terhajar
tongkat itu.
Akan tetapi tongkat itu tidak sampai mendatangkan bencana.
Oey Yong dengan sebat sekali, dengan cara pandai, telah mengulurkan
Lek-tiok-thung di tangannya itu, menyambar bagian tengah dari tongkatnya Kan
Tiangloo, lalu dengan gerakan menarik sambil memutar, ia membuatnya tongkat
tertahan dan kena tertekan hingga turun di lantai.
Gerakannya nona Oey ini adalah jurus “Menindih punggung
anjing”, dari ilmu silat Tah Kauw Pang-hoat, tepat bekerjanya, setelah mana si
nona sambil tertawa berkata kepada tiangloo itu yang barusan menantang padanya:
“Silahkan kau menggunai tongkat baju, aku hendak menggunai tongkat bambu ini!
Marilah berdua kita main-main beberapa jurus….”
Kan Tiangloo sangat bersangsi. Sekarang ia mengambil
sikap, kalau kalah, baiklah ia menyerah. Ia lantas membungkuk, untuk memungut
tongkat bajanya itu - kepala tongkat diturunkan ke bawah, buntut tongkat naik
ke atas, lalu sambil memberi hormat dengan membungkuk, ia berkata: “Aku mohon
belas kasihan nona.”
Dengan cara menghormatnya itu, ialah kepala tongkat
diturunkan, tiangloo ini mengambil sikap menurut aturan Kaum Rimba Persilatan,
kehormatan di antara yang muda dengan yang tua, tanda dari tidak berani
menganggap diri seimbang derajat. Itulah untuk mohon petunjuk.
Oey Yong meluncurkan tongkatnya, dengan gerakan “Anjing
dongak ke langit”, ia menyontek ujung tongkat ujung tongkat si pengemis tertua,
hingga tongkat itu naik ke atas, sambil berbuat begitu, ia mengatakan sambil
tertawa: “Tak usah memakai banyak adat peradatan! Aku khawatir yang
kepandaianku tidak dapat melawan kepandai kau..”
Tongkat baja dari Kan Tiangloo adalah tongkatnya yang
berat yang ia telah pakai untuk beberapa puluh tahun lamanya, sekarang tongkat
itu, dengan satu sontekan perlahan, kena dibikin terangkat naik oleh si nona,
bahkan ujungnya terangkat sampai hampir mengenakan jidatnya, ia menjadi
terkejut. Syukur ia lekas menggunai tenaganya, untuk menahan, ia kembali
membawa sikapnya si muda terhadap seatasannya. Ia menyerang dengan jurus “Raja
Cin menghajar batu”, suatu jurus dari Hong Mo Thung-hoat, ilmu silat Hantu Edan
dari Lou Tie Cim, salah seorang anggota gagah dari pahlawan-pahlawan Liang San.
Menampak gerakan si tiangloo, Oey Yong tidak berani
berlaku alpa. Ia tahu, meskipun memakai baju lapis, serangan tongkat itu bisa
melukai ia di dalam tubuh. Maka dengan lincah ia berkelit. Ia bukannya mundur,
hanya berkelit sambil merangsak. Ia terus menggunai jurus-jurus dari Tah Kauw
Pang-hoat.
Demikian keduanya bertempur. Beratnya tongkat baja
tigapuluh kati lebih tetapi menghadapi tongkat bambu yang enteng itu, tongkat
itu tidak dapat berbuat banyak.
Mulanya Kan Tiangloo masih mengandung rasa khawatir nanti
kena merusak tongkat suci itu, serangannya hebat tetapi diperbataskan, ialah
kalau rasanya ia bakal menghajar Lek-tiok-thung, segera ia membatalkannya, ia
selalu mencegah bentrokan, akan tetapi sesudah beberapa jurus itu, ia mengubah
caranya berkelahi, ia bahkan jadi bersungguh-sungguh. Ia mendapat kenyataan,
tongkat si nona lihay sekali, tikamannya juga dapat merupakan totokan kepada
jalan darah. Dengan lantas untuk membela diri, ia menjadi repot.
Kwee Ceng menjadi sangat kagum. “Benar lihay ilmu
silatnya suhu,” ia berkata di dalam hatinya, memuji Ang Cit Kong.
Tengah
bertempur itu, mendadak Oey
Yong membuat satu perubahan. Ialah
tongkatnya bukan ia cekal gagangnya, hanya bagian tengahnya, dan bukannya ia
menyerang, ia terus putar itu dengan asyik, hingga tongkatnya nampaknya bulat.
Tentu sekali itulah bukan cara
bertarung, itulah bagaikan orang tengah main-main.
Mulanya
Kan Tiangloo heran hingga ia tercengang, habis itu ia menyerang si nona, untuk
mencegah kurungan. Ia mengarah pundaknya si nona.
Oey Yong melihat datangnya
serangan, ia bukannya menangkis, ia hanya menjaga. Tapi ia tidak membuat kedua
tongkat bentrok, ia cuma mendekatkan, lalau bagaikan memancing, ia menarik.
Kan
Tiangloo terkejut. Ia menyerang tetapi ia merasa tongkatnya seperti tertarik
dengan keras. Jadi terang si nona telah meminjam tenaga lawan. Dalam
kagetnya, ia lantas menarik. Kembali ia terkejut. Tongkatnya itu seperti nempel
sama tongkat lawan, tertarik atau menarik. Ia kaget sebab ia tahu, di dalam
halnya tenaga dalam, ia mesti menang daripada si nona, tetapi sekarang ialah
yang kena dipengaruhkan. Tujuh atau delapan kali sudah ia menarik, sia-sia
belaka, tongkatnya itu tidak bisa dia membebaskannya.
Tah Kauw pang-hoat ada delapan pokoknya, dan sekarang Oey
Yong lagi menggunai pokok “melibat” maka juga tongkatnya itu seperti ada
talinya yang mengikat tongkatnya si tiangloo.
Kan Tiangloo penasaran, ia mengerahkan tenaganya dan
memainkan Tay-lek Kim-kong Thung-hoat, yaitu ilmu tongkat Arhat Tangguh, dengan
begitu hebat ia membuatnya ujung tongkatnya bergerak keempat penjuru. Tetapi
aneh tongkat si nona, kemana ujung tongkat baja menuju, ke sana tongkat bambu
mengikuti. Nampaknya seperti si tiangloo yang berkuasa, sebenarnya dia seperti
lagi dikendalikan. Atau diumpamakan kuda binal, kuda itu lagi diumbar oleh
penunggangnya yang lihay.
Akhir-akhirnya Pheng Tiangloo yang menonton dengan
kekaguman dan keheranan, tertawa dan berkata: “Pangcu kau telah lelah, kau
istirahatlah!”
Suara itu perlahan dan halus, sedap didengar telinga. Oey
Yong benar-benar lantas merasa tubuhnya lebih. Ia pun memikir, setelah
bertempur sekian lama, sudah waktunya ia beristirahat. Begitu ia merasa, begitu
ia menjadi letih dan lesu, matanya pun menjadi mata orang kantuk.
Tapi sekarang pandangannya Kan Tiangloo sudah berubah,
mau ia percaya si nona adalah pangcunya yang tulen, hendak ia melindungi si
nona, maka mengetahui Pheng Tiangloo lagi menggunai Liam-sin-hoat, ilmu
sihirnya itu, ia lantas membentak: “Eh, Pheng Tiangloo, kau hendak berbuat apa
kepada pangcu?!”
Pheng Tiangloo tidak memperdulikannya, ia tertawa
perlahan dan berkata pula: “Pangcu hendak beristirahat, ia telah sangat letih,
kau jangan ganggu padanya…..”
Oey Yong mengerti ia terancam bahaya akan tetapi ia
merasakan tubuhnya lemas dan matanya mau meram saja, ia merasa bahwa ia mesti
beristirahat. Hanya disaat ia separuh was-was dan separuh sadar itu, mendadak
ia ingat perkatannya Kwee Ceng tadi. Bagaikan tersadar, ia lantas tanya kawannya
itu: “Engko Ceng, bukankah kau membilang tadinya bahwa di dalam kitab ada
disebut hal ilmu memindahkan arwah?”
Kwee Ceng mengerti pertanyaan
itu. Ia memang telah bercuriga terhadap Pheng Tiangloo,
kecurigaannya bertambah menyaksikan Oey Yong
berubah sikap, pertempurannya berhenti sendirinya secara demikian aneh dan
romannya si nona pun sangat lesu. Ia sudah memikir untuk menghajar tiangloo itu
kalau ia main gila, maka mendengar pertanyaan itu, ia segera mendekati Oey Yong
dan membisiki padanya bunyinya ilmu memindah arwah itu.
Dua-dua
ilmunya si tiangloo dan yang termuat di dalam Kiu Im Cin-keng ada serupa
intinya, itulah ilmu sihir belaka, maka ilmu itu harus dilawan dengan kekuatan
hati, diri sendiri harus dapat dikendalikan. Maka Kwee Ceng telah membisiki si
nona untuk menguatkan hati, atas mana, Oey Yong yang masih sadar, lantas
menuruti nasehat si pemuda. Ia lantas meramkan
matanya, pemikirannya dipusatkan. Ia mengempos semangatnya, ia membikin
bathinnya kuat. Selang tidak lama, lantas lenyap rasa lesu dan kantuknya.
Ketika ia membuka matanya, ia sadar seperti biasa.
Pheng Tiangloo girang sekali. Ia percaya si nona meram
karena terkena pengaruh ilmunya. Ia udah lantas memikirkan daya lainnya, untuk
membikin nona itu membuka matanya, ia terus diawasi sambil tersenyum! Ia tahu
mesti ada terjadi keanehan, ia lekas-lekas balas bersenyum. Ia hendak menggunai
ilmunya untuk memperngaruhi si nona itu. Tapi sekarang ia gagal, dari
tersenyum, tanpa merasa ia tertawa sendirinya.
Oey Yong melihat perubahan kepada tiangloo itu, ia
mengerti yang ilmu dari Kiu Im Cin-keng telah bekerja dan memenangi si
tiangloo, maka itu ia bukan cuma tersenyum, ia lantas tertawa lebar.
Pheng Tiangloo kaget. Ia masih ingat akan dirinya, ia
coba mengendalikan diri. Tapi ia sudah kena dibikin kaget, tidak dapat ia
menguasai dirinya. Bahkan dari berdiri diam, ia lantas berjingkrak, terus ia
tertawa terbahak-bahak sambil ia memegangi perutnya! Ia tertawa haha-hihi, ia
berteriak, makin lama suaranya makin keras.
Semua pengemis menjadi heran, semua dibikin bingung
karenanya.
“Eh, Pheng Tiangloo, kau bikin apa?” Kan Tiangloo
menegur. “Kenapa kau begini kurang ajar terhadap pangcu?”
Pheng Tiangloo tidak memperdulikan teguran itu, ia terus
tertawa terpingkal-pingkal. Ia menunjuk kepada hidungnya. Kan Tiangloo mengira
ada apa-apa yang aneh pada hidungnya itu, ia mengusap. Tapi ini membuatnya
rekannya itu tertawa lebih hebat. Akhirnya Pheng Tiangloo lompat turun ke bawah
panggung di mana ia terus tertawa sambil bergulingan!
Baru sekarang semua pengemis menjadi bercuriga. Dua
muridnya Pheng Tiangloo lantas lari kepada gurunya itu, untuk mengasih bangun,
akan tetapi mereka ditolak, guru itu tertawa tak hentinya. Karena ini mukanya
lantas menjadi merah tua.
Kalau orang biasa terkena ilmunya Oey Yong itu, paling
juga dia merasa lelah dan ingin tidur, tidak demikian dengan Pheng Tiangloo,
yang sendirinya tukang sihir. Karena ia melawan, kesudahannya, ialah akibatnya
menjadi hebat. Ia menyerang, sekarang dia kena dibalas diserang, serangan itu
dahsyat untuknya.
Kan Tiangloo menjadi tak enak hati. Ia khawatir Pheng
Tiangloo mati karenanya. Maka ia lantas menjura pada Oey Yong dan berkata:
“Pangcu, Pheng Tiangloo berlaku kurang ajar, dia harus dihukum berat, tetapi
aku mohon dengan kemurahan hati pangcu, sukalah ia diberi ampun.”
Lou Yoe Kiak juga io Tiangloo, lantas turut maju, sambil
menjura, mereka pun memohonkan keampunan bagi tiangloo yang telah manjadi
seperti gila itu. Hanya sekali mereka ia minta-minta ampun, di sana terdengar
suara aneh dari Pheng Tiangloo sendiri…….
Oey Yong tidak menjawab ketiga tiangloo itu, ia hanya
berpaling kepada Kwee Ceng.
“Engkong Ceng, cukupkah sudah?” ia menanya.
“Cukup!” menjawab si anak muda. “Kasihlah dia ampun!”
Oey Yong lantas menghadapi ketiga tiangloo itu.
“Samwie, kamu menghendaki aku memberi ampun padanya,
boleh,” dia berkata. “Aku hanya minta kamu tidak dapat meludah kepada tubuhku!”
Kan Tiangloo melihat jiwanya Pheng Tiangloo terancam, ia
menjawab dengan cepat: “Aturan kami ditetapkan oleh pangcu, maka itu pangcu juga
yang dapat menetapkan atau menghapuskannya. Teecu semua menurut perintah saja.”
Senang Oey Yong mendengar jawaban itu. Ia tertawa.
“Sekarang pergilah kau menotok dia pada jalan darahnya
thongkok-hiat dan siang-kiok-hiat!” ia memberi petunjuk.
Kan Tiangloo lompat turun dari panggung, ia menghampirkan
Pheng Tiangloo untuk menotok kedua jalan darah yang ditunjuk. Dengan lantas
tiangloo itu berhenti tertawa, hanya kedua matanya mencelik hingga terlihat
putih semua, sedang jalan darahnya menjadi sulit.
Oey Yong tertawa.
“Sekarang benar-benar aku mau beristirahat!” katanya.
“Eh, mana si orang she Yo itu?” ia tanya. Ia heran melihatnya Yo Kang tidak ada
di antara mereka.
“Dia sudah pergi,” menyahut si Kwee Ceng.
Si nona berjingkrak.
“Kenapa dikasih dia pergi?” katanya. “Dia pergi kemana?”
“Dia pergi mengikuti si tua bangka she Khiu itu,” sahut
Kwee Ceng seraya tangannya menunjuk.
Oey Yong memandang ke telaga di mana perahu layar tengah
berlayar pergi. Tentu saja tidak dapat ia menyusul Yo Kang atau Khiu Cian Jin,
maka dia cuma bisa mendongkol dan menyesal sendiri. Ia mengerti itulah biasanya
Kwee Ceng, yang sangat jujur. Rupanya ini engko Ceng masih ingat persahabatan
dari dua turunan, dia jadi suka memberi ampun pada pemuda she Yo yang jahat
itu.
Yo Kang itu cerdik, begitu melihat pertempuran antara Oey
Yong dan Kan Tiangloo, ia mengerti, jikalau ia tidak lantas mengangkat kaki,
dia bakal menghadapi bahaya, dari itu, diluar tahu orang - selagi orang
menonton pertempuran - ia nelusup kepada rombongannya Khiu Cian Jin dan minta
pertolongan orang she Khiu itu.
Kapan Khiu Cian Jin mengetahui orang adalah putranya
Wanyen Lieh, ia menepuk dada memberikan kepastiannya untuk menolongi, kemudian
sesudah melihat suasana - bahwa pastilah Oey Yong yang bakal jadi ketua Kay Pang
dan si nona bersama Kwee Ceng adalah musuh-musuh tangguh, diam-diam dia
mengajak orangnya pangeran itu berlalu dari gunung Kun San itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar